Pjbl Komunikasi Diannov.docx

  • Uploaded by: Anonymous bt4VdJvmZ
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pjbl Komunikasi Diannov.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,799
  • Pages: 25
PJBL Komunikasi Interpersonal pada Anak dan Keluarga Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Communication In Nursing Dibimbing oleh Ns. Lilik Supriati, M.Kep (LS)

Disusun Oleh:

Dian Novera Supriyadi 165070201111023 Kelompok 2 Reguler 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA ANAK 1. Definisi Komunikasi Interpersonal dan Terapeutik pada Anak

Komunikasi adalah proses pengopoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbolsimbol disebut kmunikasi non-verbal (Setiawati, 2008). Komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal) adalah komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui medium, misalnya telepon sebagai perantara. Sifatnya dua arah atau timbal balik (Effendy,1986:61). Effendy juga menambahkan komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika, dan komunikasi antar pribadi dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain, apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima oleh komunikan. 2. Prinsip Dasar Komunikasi Interpersonal pada Anak Dalam komunikasi pada anak membutuhkan pertimbangan khusus sehingga perawat dapat mengembangkan hubungan yang baik dengan anak maupun dengan keluarga. Perawat banyak menerima informasi dari orang tua, karena kontak antara orang tua dengan antar anak umumnya akrab, sehingga informasi yang diberikan orang tua dapat diasumsikan dan diandalkan dengan baik. Perawat

memberikan perhatian periodik kepada bayi dan anak

ketikamereka bermain untuk membuat mereka berpartisipasi. Anak yang lebih besar dapat secara aktif terlibat dalam komunikasi. Anak-anak umumnya responsive terhadap pesan non verbal, gerakan yang tiba-tiba atau mengancam akan membuat mereka takut.

Perawat memasuki ruang dengan senyum yang lebar dan gerakan tangane tertentu akan menghalangi terbentuknya hubungan dengan anak. Perawat harus tetap anggun dan tenang, membiarkan anak terlebih dahulu bertindak dalam hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin adalah yang terbaik. Anak tidak suka dipandangi. Ketika berkomunikasi, perawat haru smelakukan kontak mata. Anak kecil sering kali merasa tidak dapat berbuat apa-apa terutama dalam situasi yang meliputi interaksi dengan personal perawatan kesehatan (W haley dan Wong, 1995) Ketika diperlukan penjelasan atau petunjuk, perwat menggunakan bahasa yang langsung dan sederhana, harus jujur, membohongi anak dengan mengatakan bahwa prosedut yang menyakitkan tidak menyakitkan hanya akan membuat mereka marah. Untuk meminimalkan ketakutan dan kecemasan, perawat harus selalu dengan segera mengatakan pada mereka apa yang akan terjadi. Menggambar dan bemain adalah cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan

anak.

berkomunikasi

Hal

ini

memberikan

kesempatan

bagi

anak

untuk

secara non-verbal (membuat gambar) dan secara verbal

(menjelaskan gambar) . Perawat dapat menggunakan gambar tersebut sebagai dasar untuk memulai komunikasi dengan anak. a. Membiarkan anak-anak mengetahui bahwa orang tua tertarik, ingin terlibat dan akan membantu ketika anak membutuhkannya. b. Matikan televisi atau berhenti membaca koran ketika anak Anda ingin mengajak ngobrol c. Hindari mengangkat telepon ketika sang anak mempunyai sesuatu yang penting untuk diberitahukan. d. Ada orang lain yang ingin ikut mengobrol bersama, jagalah agar percakapan Anda dengan si kecil tetap privat. Komunikasi yang paling baik akan tercipta jika hanya ada orangtua dan anak-anak, tak ada orang lain yang terlibat. e. Mempermalukan sang anak atau membuatnya merasa canggung di depan orang banyak akan menimbulkan kejengkelan dan pertengkaran, bukan komunikasi yang baik. f.

Jangan berbicara dengan nada tinggi pada anak Anda. Turunkan nada bicara Anda untuk menyeimbangi pembicaraan dengan anak.

g. Jika orang tua marah terhadap perilaku atau sebuah kejadian yang menimpa anak, jangan memulai percakapan sampai kemarahan Anda mereda,

karena

orangtua

tidak

akan

bersifat

objektif

sampai

kemarahannya reda. Lebih baik tunggu sebentar, tenangkan diri Anda, kemudian baru berbicara dengan anak h. Jika orang tua sangat lelah, maka orang tua harus memberikan usaha yang lebih untuk menjadi seorang pendengar aktif. Menjadi pendengar aktif adalah sebuah kerja keras dan sangat susah dilakukan ketika tubuh dan pikiran anda sangat lelah. i.

Dengarkan secara hati-hati dan sopan. Jangan memotong pembicaraan anak ketika sedang menceritakan kisahnya. Berusahalah untuk bersikap sopan kepada anak-anak sama dengan yang kita lakukan kepada teman baik kita.

j.

Jangan keluar dari topik pembicaraan, ketika anak-anak sedang menguraikan benang merah dari sebuah cerita dan jangan pernah membiarkan anak-anak mengembangkan tema sendiri. Ini adalah reaksi orangtua terhadap kejadian yang kebetulan terjadi di luar pengawasan orangtua, ketika anak mulai bercerita tentang apa yang terjadi, biasanya orangtua berkata, "Aku tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan, tapi sebaiknya kamu tidak terlibat dengan hal-hal seperti itu."

k. Jangan tanya kenapa, tetapi tanyakanlah apa yang terjadi. l.

Ketika orang tua mempunyai pengetahuan terhadap suatu situasi, jelaskan pada anak-anak tentang informasi yang Anda tahu atau telah diberitahu.

m. Tetaplah berbicara dengan pembawaan yang dewasa n. Jangan menggunakan kata-kata yang merendahkan, seperti: bodoh, malas dalam pernyataan-pernyataan o. Bantulah sang anak dalam merencanakan beberapa tahap-tahap spesifik untuk menyelesaikan masalahnya. p. Tunjukkanlah bahwa orang tua menerima anaknya, atas apa yang telah atau yang belum sang anak perbuat. q. Dukung anak Auntuk menjaga komunikasi tetap terbuka. Lakukanlah dengan menerimanya dan memuji usahanya untuk berkomunikasi.

3.

Cara Komunikasi Interpersonal pada Anak

Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien anak, antara lain : (Mundakir, 2005 : 153-154) a. Nada suara, diharapkan perawat dapat berbicara dengan suara yang rendah dan lambat. Hal ini bertujuan agar klien anak lebih mengerti apa yang ditanyakan. b. Mengalihkan aktivitas, klien anak yang terkadang hiperaktif menyukai aktivitas yang ia sukai, sehingga perawat perlu membuat jadwal bergantian antara aktivitas yang klien anak sukai dengan aktivitas medis atau terapi. c. Jarak interaksi, diharakan perawat dapat menjaga jarak yang aman saat berinteraksi dengan pasien anak. d. Kontak mata, diharapkan perawat dapat mengurangi kontak mata saat mendapat respon dari klien anak yang kurang baik dan kembal melakukan kontak mata saat klien anak sudah mengontrol perilakunya. e. Sentuhan, jangan sekalipun menyentuh anak tanpa perizininan.

Cara komunikasi terhadap klien anak berdasarkan tumbuh kembang anak : a. Bayi, bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata – kata, sehingga bahasa nonverbal sering digunakan. Mengungkapkan kebutuhan dengan tingkah laku dan bersuara yang dapat diinterpretasikan oleh orang sekitar Untuk bayi yang masih muda (usia < 6 bulan) 1) Berespon positif terhadap kontak fisik yang lembut 2) Perilaku menggerak – gerakkan tangan, kaki, menendang yang merupakan rangsangan untuk memperoleh perhatian (misalnya bayi ingin diberi sentuhan, didekap, digendong, diajak komunikasi dengan lembut). 3) Bayi umumnya berkomunikasi hanya secara non verbal (mis. Menangis) karena bayi tidak dapat menggunakan kata-kata. 4) Bayi merespon tingkah laku non verbal pemberian perawatan. Mereka akan tenang dengan kontak fisik yang dekat. 5) Bayi akan mendapatkan kenyamanan dari suara yang lembut meskipun kata-katanya tidak dimengerti 6) Suara yng keras dan kasar akan membuat bayi ketakutan . Untuk bayi yang lebih tua (usia > 6 bulan)

1) Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang belum dikenalnya, merupakan ciri perilaku yang sering muncul. 2) Perhatiannya berpusat pada diri dan ibunya 3) Perhatikan saat berkomunikasi dengannya 4) Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya dan atau mainan yang dipegangnya 5) Kerjakan dengan lembut 6) Tanpa gerak isyarat 7) Bayi dalam pengawasan orang tua 8) Berikan obyek yang aman 9) Bayi yang agak besar (6 bulan] menahgalami kecemasan karena berpisah, karena itu orang tua harus mengawasi ketika bayi di gendong oleh orang asing. b. Toddler dan Prasekolah 1) Komunikasi verbal belum efektif, karena memang belum fasih dalam berbicara. 2) Gunakan kata – kata simple, singkat, yang dikenal oleh anak karena anak hanya dapat menerima informasi secara harfiah. 3) Beri pujian untuk hal – hal yang dicapai 4) Sangat egosentris. Hanya melihat sesuatu berpusat pada dirinya (komunikasi berpusat pada dirinya). 5) Sering berperilaku mendorong tangan pemeriksa dan menangis pada saat pemeriksa mendekatinya. 6) Anak belum mampu memahami abstraksi, maka gunakanlah istilah – istilah yang pendek dan konkrit 7) Kenalkan alat –alat yang akan digunakan, termasuk juga dengan cara kerjanya. Akan tetapi untuk memegangkan alat kepada anak perlu diperhatikan lingkungan dan kondisi anak. (Kalau perlu alat diperkenalkan

saja,

karena

kalau

memegang

langsung,

kemungkinan alat akan dibanting oleh anak. Maka perlu diwaspadai kemungkinan tersebut, hal ini lebih spesifik ke anak usia toddler). 8) Gunakan obyek yang menyenangkan 9) Lakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga, kapan tindakan akan dilaksanakan

10) Beri kesempatan untuk memegang alat khususnya untuk anak prasekolah (dengan melihat keadaan anak, sampai bagaimana alat tersebut akan digunakan). 11) Beri kesempatan untuk bertanya 12) Anak berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. 13) Anak bersifat egosentris dan hanya memahami hal-hal yang berhubungan dengan dirinya. Anak tidak dapat membedakan fantasi dan kenyataan. 14) Anak memahami anologi secara literal (misalnya : anak harus di izinkan untuk melakukan eksplorasi pada lingkungan) 15) Anak harus di izinkan menjelajahi lingkungan.-anak memahami kalimat yang pemdek dan sederhana, kata-kata yang dipahami dan penjelasan yang konkrit.

c. Anak Usia Sekolah Anak Usia 5 – 8 tahun 1) Anak mencapai alasan dan penjelasan atas segala sesuatu namun tidak membutuhkan pengesahan. 2) Anak tertarik dalam aspek fungsional objek dan kegiatan (apa yang akan terjadi, kenapa hal ini bias terjadi) 3) Anak memperhatikan intergritas tubuh. 4) Anak harus diijinkan untuk memanipulasi perlengkapan (misal : memegang palu) 5) Anak

memahami

penjelasan

sederhana

dan

mendemonstrasikannya. 6) Anak harus diijinkan untuk mengekspresikan rasa takut dan keheranan. 7) Bila menemui masalah hanya percaya terhadap apa yang mereka lihat dan yang mereka ketahui tanpa memerlukan penjelasan secara mendalam. 8) Anak tertarik pada aspek fungsional dari semua prosedur, objek dan aktivitas, mengapa, bagaimana, untuk apa prosedur tersebut dilakukan. 9) Melihat hal tersebut, perlu menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan.

10) Kalau

perlu

dengan

alat

yang

ada

peragakan

cara

penggunaannya, serta sebutkan fungsi peralatan yang ada. 11) Anak usia tersebut, sangat memperhatikan keutuhan tubuhnya, oleh karena itu mereka peka terhadap sesuatu yang mengancam atau menyakitkan tubuhnya, sehingga beri pendekatan yang positif. Anak Usia 8 – 12 tahun 1) Anak sudah mampu berfikir secara konkrit, sehingga komunikasi lebih mudah dilakukan, misalnya dengan memberi contoh melakukan injeksi pada boneka. 2) Hubungan dengan petugas biasanya terjalin baik, sehingga pengalaman masa lalu bisa diandalkan 3) Berdekatan dengan perawat akan lebih tenang karena sudah mengenal dengan baik.

Teknik dan alat untuk meningkatkan komunikasi. Antara lain : 1. papan

komunikasi

dengan

kata

-

kata,

huruf/gambar

yang

menunjukan kebutuhan dasar (toilet, air) 2. kertas dan pensil untuk menunjukan ekspresi dari kebutuhan / pikiran. 3. melibatkan keluarga dan teman dalam pengiriman perawatan jiwa. 4. penggunaan sikap non verbal seperti kedipan mata /gerakan jari untukmerespon 5. menggunakan

kata

yang

dapat

dipahami

anak,

menghindari

terminologimedis.

4.

Bentuk Komunikasi Interpersonal pada Anak a. Melalui orang lain atau pihak ketiga Menghindari berkomunikasi langsung dengan melibatkan orangtua secara langsung yang berada di sampingnya.Selain itu dapat digunakan dengan mengomentari tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan. b. Bercerita

Dengan cara ini, pesan yang akan disampaikan dengan mudah dapat diterima oleh anak mengingat anak sangat suka dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang disampikan yang dapat diekspresikan melalui tulisan atau gambar. c. Memfasilitasi Dalam

memfasilitasi,

kita

harus

mampu

mengekspresikan

perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harsanak harus diberikan

respon

terhadap

pesan

yang

disampaikan

melalui

mendengarkan dengan penuh perhatian. d. Biblioterapi Pemberian

buku

atau

majalah

dapat

digunakan

untuk

mengekspresikan perasaan. Dengan menceritakan isi buku atau majalah sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan kepada anak. e. Meminta untuk menyebutkan keinginan Meminta anak untuk menyebutkan keinginan sehingga dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu. f.

Pilihan pro dan kontra Mengajukan pada situasi yang menunjukkan pilihan positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.

g. Penggunaan skala Penggunan skala atau peringkat ini dapat digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak,cemas,sedih dan lain-lain dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaannya. h. Menulis Melalui tehnik ini anak dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau yang lainnyadan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam. i.

Menggambar Menggambar juga dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel marah biasanya dapat diungkapkan melalui

gambar

dan

anak

akan

mengungkapkannya

ditanyakan tentang maksud dari gambarnya. j.

Bermain

apabila

Merupakan

alat

efektif

dalam

membantu

anak

untuk

berkomunukasi, hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang

di

sekitarnya

dapat

terjalin,

dan

pesan-pesan

dapat

disampaikan. 5.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal pada Anak

a. Pendidikan Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin bagus pengatahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif akan dapat dilakukannya. Dalam komunikasi dengan anak atau orang tua juga perlu diperhatikan tingkat pendidikan khususnya orang tua karena berbagai informasi akan mudah diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.

b. Sikap Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses kemungkinan berjalan efektif atau tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang yang memiliki sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator, demikian sebaliknya apabila dalam komunikasi menunjukkan sikap yang baik maka dapat menunjukkan kepercayaan dari penerima pesan atau informasi. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai dan lain-lain, kesemuanya dapat mendukung berhasilnya komunikasi terapeutik.

c. Pengetahuan Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Faktor pengetahuan dalam

proses komunikasi dapat

diperlihatkan apabila seseorang

pengetahuan cukup, maka informasi yang disampaikan akannjelas dan mudah diterima oleh penerima kan tetapi apabila pengetahuan kurang maka akan menghasilkan informasi yang kurang.

d. Usia Tumbuh Kembang

Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini dapat ditunjukkan semakin tinggi usia perkembangan anak kemampuan dalam komunikasi semakin kompleks dan sempurna yang dapat dilihat perkembangan bahasa anak

e. Sistem Sosial Sistem sosial yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di masyarakat, di mana setiap daerah memiliki budaya atau cara komunikasi yang berbeda. Hal tersebut dapat juga mempengaruhi proses komunikasi seperti orang Batak engan orang Madura ketika berkomunikasi dengan bahasa komunikasi yang berbeda dan sama-sama tidak memahami bahasa daerah maka akan merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dan komunikasi

f. Status Kesehatan Anak Status kesehatan sakit dapat berpengaruh dalam komunikasi, hal ini dapat diperlihatkan ketiak anak sakit atau mengalami gangguan psikologis maka cenderung anak kurang komunikatif atau sangat pasif, dengan demikian dalam komunikasi membutuhkan kesiapan secara fisik dan psikologis untuk mencapai komunikasi yang efektif.

g. Saluran Saluran ini merupakan faktor luar yang berpengaruh dalam proses komunikasi seperti intonasi suara, sikap tubuh dan sebagainya semuanya akna dapat memberikan pengaruh dalam proses komunikasi, sebagai contoh apabila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara atau intonasi jelas maka sangat mudah kita menerima informasi ataupun pesan

yang

disampaikan.

Demukian

sebaliknya

apabila

kita

berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara yang tidak jelas kita akan kesulitan menerimapesan atau informasi yang disampaikan.

h. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar area, lingkungan dalam hal komunikasi yang dimaksud di sini dapat berupa situasi, ataupun lokasi yang ada. Lingkungan yang baik atau tenang akan memberikan

dampak

berhasilnya

tujuan

komunikasi

sedangkan

lingkungan yang kurang baik akan memberikan dampak yang kurang. Hal ini dapat kita contohkan apabila kita berkomunikasi dengan anak pada tempat yang gaduh misalnya atau tempat yang bising, maka proses

komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik, kemungkina sulit kita berkomunikasi secara efektif karena suara yang tidak jelas, sehingga pesan yang akan disampaikan sulit diterima oleh anak.

6.

Hambatan yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal pada Anak Anak anak mengalami gangguan perkembangan yang

kompleks

sehingga mereka juga disebut mengalami gangguan pervasif.. Peeters (2004) mengartikan pervasif yaitu menderita kerusakan jauh di dalam meliputi keseluruhan dirinya. Istilah pervasif juga dilandasi oleh gangguan perkembangan yang diperlihatkan oleh anak anak. Gangguan-gangguan itu hampir meliputi seluruh aspek kehidupannya,antara lain : a. Komunikasi interaksi sosial 

Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.



Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara, tetapi kemudian sirna.



Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.



Bicara tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain.



Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi



Senang meniru (echolalia)



Bila senang meniru, dapat hapal betul kata-kata atau nyanyian tapi tidak mengerti artinya.



Sebagian dari anak autis tidak bicara (non verbal) atau sedikit berbicara sampai usia dewasa.



Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.

b. Gangguan dalam sensoris 

Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.



Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.



Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.



Tidak sensitif terhadap rasa sakit atau rasa takut

c. Pola bermain 

Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.



Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.



Tidak kreatif dan tidak imajinatif.



Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya mobil-mobilan ,dieluselus kemudian diciumi dan diputar-putar rodanya.



Senang pada benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda,& lain-lain.



Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu kemudian dipegang terus dan dibawa kemana-mana.

d. Perilaku khas 

Dapat

berperilaku

berlebihan

(hiperaktif)

atau

kekurangan

(hipoaktif). 

Memperlihatkan mengepakkan

stimulasi tangan

diri, seperti

seperti

bergoyang-goyang,

burung,

berputar-putar,

mendekatkan pada pada layar TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang berulang-ulang. 

Tidak suka pada perubahan.



Dapat duduk bingung dengan tatapan kosong

e. Emosi 

Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.



Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau dipenuhi keinginannya.



Kadang-kandang suka menyerang dan merusak.



Kadang-kadang anak autis berperilaku menyakiti dirinya sendiri.



Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA KELUARGA 1.

Difinisi Komunikasi Interpersonal pada Keluarga Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan ini di

manapun dan kapanpun, termasuk dalam lingkungan keluarga. Pembentukan komunikasi intensif, dinamis dan harmonis dalam keluarga pun menjadi dambaan setiap orang. Berikut pengertian komunikasi menurut beberapa tokoh : Menurut Wexley dan Yukl “communication can be defined as the transmission of

information between two or more person”. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai penyampaian informasi diantara dua orang atau lebih. Menurut Dale S. Beach “Communication is the transfer of information and understanding from person to person” Komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari orang yang satu kepada orang yang lain. Menurut Dale Yoder dkk, “Ommunication is the interchange of information, ideas, attitudes, thoughts, and/or opinion.” Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran dan/atau pendapat. Kalvin dan Brommel memberikan makna komunikasi (komunikasi keluarga) sebagai suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.3 Komunikasi dalam keluarga lebih banyak komunikasi antarpribadi. Relasi antarpribadi dalam setiap keluarga menunjukkan sifat-sifat yang kompleks. Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan

dengan

terbuka

setiap

hal

dalam

keluarga

baik

yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan. 2.

Prinsip Dasar Komunikasi Interpersonal pada Keluarga

1) Perawat

harus

mengenal

dirinya

sendiri

yang

berarti

menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. 2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai. 3) Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien 4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental. 5) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa takut. 6) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga

tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang dihadapi. 7) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui

dan

mengatasi

perasaan

gembira,

sedih,

marah,

keberhasilan ,maupun frustasi. 8) Mampu

menentukan

batas

waktu

yang

sesuai

dan

dapat

mempertahankan konsistensinya. 9) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. 10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik. 11) Mampu berperan sebagai role model. 12) Disarankan

untuk

mengekspresikan

perasaan

bila

di

anggap

mengganggu. 13) Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. 14) Berpegang pada etika. 15) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain. 3.

Cara Komunikasi Interpersonal pada Keluarga Ada enam hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga

tercipta secara efektif,yaitu: a.

Respek Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.

b.

Empati Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan

kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog

dengan

mereka,

mendengar

keluhan

dan

harapannya.

Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga. c.

Audibel Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.

d.

Jelas Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).

e.

Tepat Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.

f.

Rendah Hati Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.

4.

Bentuk Komunikasi Interpersonal pada Keluarga

a. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga (ayah, ibu, anak). b. Komunikasi orang tua dan anak Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak. c. Komunikasi ayah dan anak Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih menonjol. d. Komunikasi anak dan anak yang lainnya Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran. Pola Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota – anggota keluarga pun sukar untuk dihindari.Beberapa pola komunikasi yang dilakukan dalam Interaksi keluarga a. Model stimulus – respons (S-R)

Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi – reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa katakata verbal (lisan –tulisan) isyarat-isyarat nonversal, gambar-gambar dantindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan, proses ini bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek. b. Model Interaksional Model Interaksional ini berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan makna yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Berapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, diri orang lain, simbol, makna, penafsiran, dan tindakan. c. Hubungan antar peran Komunikasi dalam keluarga dapat pula dipengaruhi oleh pola hubungan antar peran hal ini, disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga dilaksanakan melalui komunikasi. d. Model ABX Pola komunikasi

komunikasi antara

lainnya

anggota

yang

keluarga

juga

sering

adalah

terjadi

model

ABX

dalam yang

dikemukakan oleh Newcomb dari perspektif psikologi-sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X).

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal pada Keluarga Ada sejumlah faktor-faktor

yang mempengaruhi komunikasi

dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini : a. Citra diri dan citra orang lain Setiap

orang

mempunyai

gambaran

– gambaran tertentu

mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring

bagi

apa

yang

dilihatnya,

didengarnya,

bagaimana

penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran khas bagi dirinya. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dan cara komunikasi. b. Suasana Psikologis Suasana

Psikologis

di

akui

mempengaruhi

komunikasi.

Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya. c. Lingkungan Fisik Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma. d. Kepemimpinan Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut. e. Bahasa Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh orang tua ketika kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak

mampu

mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam

berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan penerima komunikasi. f.

Perbedaan Usia Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak

bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.

6.

Hambatan

yang

Mempengaruhi

Komunikasi

Interpersonal

pada

Keluarga Hambatan komunikasi dalam keluarga merupakan salah satu faktor yang dianggap memberi pengaruh besar terhadap terbentuknya penelantaran anak. Anak-anak telantar memang memiliki kesempatan sangat terbatas untuk berkomunikasi, khususnya dengan orang tua mereka. Bahkan ada sejumlah kasus penelantaran anak yang menunjukkan bahwa orang tua mereka hampir tidak pernah berkomunikasi dengan anak. Orang tua hanya melakukan komunikasi dengan anak seperlunya saja. Kadang-kadang kesibukan orang tua dan banyaknya masalah yang dihadapi, perhatian terhadap anak jadi berkurang. Kalau setiap saat mau menceritakan sesuatu tidak diperhatian atau dibantah, akibatnya anak tidak mau lagi bercerita. Lama kelamaan akan timbul gangguan pada anak. Ia akan menutup diri terhadap orang tuanya, sehingga komunikasi antara orang tua dan anak ini biasanya akan menyebabkan anak bertingkah laku agresif dan sukar melakukan kontak dengan orang tuanya apalagi komunikasi yang melalui sebuah perantara media. Gangguan komunikasi itu meliputi : 

Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah; di tempat menerima pesan, bau menyengat, udara panas, dan lain-lain.



Faktor-faktor pribadi, antara lain, prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap.

Hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim, transmisi dan penerima. Berbagai hambatan yang timbul dalam komunikasi, yaitu : 

Kebisingan



Keadaan psikologis komunikan



Kekurangan komunikator atau komunikan



Kesalahan penilaian oleh komunikator



Keterbatasan pengetahuan komunikator atau komunikan



Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi



Isi pesan yang disampaikan berlebihan



Bersifat satu arah (berfokus pada satu hal yang abstrak)



Faktor teknis, seperti mikrofon komunikator yang rusak dll



Kepentingan atau Ketertarikan kepada Komunikator ataupun komunikan



Prasangka



Cara penyajian dan penyampaian isi pesan yang secara verbal

Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut : 

Mengecek dan memastikan arti dan maksud yang akan atau sudah dikatakan oleh komunikator ataupun komunikan



Meminta penjelasan lebih lanjut apabila kurang mengerti



Mengecek umpan balik atau hasil yang diterima



Mengulang pesan yang disampaikan



Menggunakan bahasa isyarat atau nonverbal dalam berkomunikasi



Mengakrabkan pengirim dan penerima



Membuat

pesan yang akan disampaikan mudah dipahami oleh

komunikator ataupun komunikan. 

Konflik Peran Hal ini berkaitan dengan respon keluarga klien seperti bersikap cuek dan acuh dengan perawat, oleh karena itu perawat hanya memperoleh informasi yang cukup sedikit. Selain itu kondisi fisik dan psikologi perawat juga dapat menghambat komunikasi yang efektif. Hal ini disebabkan oleh kelelahan yang mereka alami dan masalah pribadi yang mereka hadapi sehingga berdampak pada penampilan mereka seperti menjadi jarang senyum saat menyampaikan informasi kepada keluarga pasien. Tekanan dalam pekerjaan berlebih sebagai salah satu yang menjadi hambatan dalam komunikasi selain penurunan motivasi perawat, dan ketidakpercayaan terhadap kompetensi perawat yang berhubungan dengan perbedaan budaya, perawat yang kurang tanggap, dan sikap apatis perawat terhadap pasien (Shafipour, Mohammad, & Ahmadi, 2014). Idealnya

perawatan di ruang intensif memiliki perbandingan 1:1 dimana satu orang perawat menangani satu orang pasien. Akan tetapi, kenyataan dilapangan menyebutkan bahwa terkadang mereka memegang dua orang pasien dalam sekali shift sehingga hal tersebut membuat mereka kelelahan. Kondisi pasien yang tidak sadar di ICU menjadikan keluarga sebagai penanggung jawab pasien dalam tindakan apapun termasuk didalamnya yaitu berkomunikasi dengan perawat. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan komunikasi yang efektif mengingat keluarga sebagai jembatan penghubung antara perawat dengan pasien. Kondisi pasien yang tidak stabil menjadikan keluarga diwajibkan untuk selalu berjaga di ruang tunggu. Hal ini dikarenakan kondisi pasien di ICU sangatlah fluktuatif artinya keadaan pasien dapat tiba-tiba membaik atau malah mungkin menjadi menurun. Oleh karena itu pasien yang berada di ICU wajib ditunggui oleh keluarganya di ruang tunggu. Beberapa perawat menyatakan bahwa terkadang keluarga meninggalkan pasien atau tidak ada ditempat sehingga hal tersebut menyulitkan perawat dalam memberikan informasi. 

Faktor Demografi Keluarga Perawat mengalami kesulitan dalam hal usia terlebih apabila berkomunikasi dengan keluarga pasien yang usianya lebih tua. Penelitian yang dilakukan oleh Callinan dan Brandt (2015) menyebutkan bahwa hambatan perawat dalam berkomunikasi dengan orang lanjut usia dikarenakan adanya gangguan kognitif. Oleh karena itu dibutuhkan teknik berkomunikasi

yang

menggunakan

bahasa

sesuai yang

dengan

keadaan

sederhana

dan

mereka

seperti

berbicara

dengan

perlahanlahan. Latar

belakang

pendidikan keluarga pasien mempengaruhi

pemahaman mereka dalam mencerna informasi yang diberikan oleh perawat. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam penelitian Astutik dan Widodo (2011) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah ia dalam menerima informasi yang diberikan petugas kesehatan begitupun sebaliknya. Status ekonomi dapat mempengaruhi komunikasi yang ada dikarenakan

diperlukan

banyak

pertimbangan

sehingga

keluarga

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil suatu keputusan, sedangkan hal tersebut dapat mempengaruhi dan menunda pemberian tindakan yang bersifat segera untuk pasien. Hal ini sesuasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Loghmani, et al (2014) yang menyatakan bahwa status ekonomi dapat mempengaruhi interaksi hubungan antara perawat dengan keluarga pasien dikarenakan terkadang keluarga pasien menolak tindakan yang disarankan karena masalah keuangan. 

Kesalahpahaman Selain faktor demografi keluarga, kesalahpahaman yang sering terjadi antara perawat dengan keluarga pasien juga menjadi hambatan perawat dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien. Kesalahpahaman rentan terjadi pada profesi perawat yang berhubungan langsung baik itu dengan pasien maupun keluarga pasien. Kesalahpahaman yang terjadi dalam komunikasi antara perawat dengan keluarga pasien dikarenakan adanya perbedaan kultur budaya dan bahasa. Perawat

sering

mengalami

perbedaan

persepsi

dan

kesalahpahaman yang disebabkan oleh adanya perbedaan intonasi dalam berbicara dan juga mengalami kesulitan berbahasa asing sehingga adanya perbedaan bahasa menghambat mereka dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien. Perawat mengalami kesulitan saat berbicara dengan seseorang yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa dengan kita. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chittem dan Butow (2015)

menyatakan

bahwa

adanya

perbedaan

bahasa

dapat

menyebabkan timbulnya kesalahpahaman dalam menfasirkan informasi yang diberikan. Oleh karena itu dalam hubungan perawat-keluarga diperlukan sikap saling menghargai untuk dapat meminimalisir terjadinya kesalahpahaman karena adanya perbedaan kultur budaya dan bahasa. 

Lingkungan dan Situasi ICU Keluarga pasien mempunyai karakteristik yang beragam baik itu usia, status pendidikan, maupun kultur budaya dan bahasa. Sebagai perawat tentunya dibutuhkan kemampuan dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien. Dalam hal ini softskill yang dibutuhkan adalah kesabaran.

Kesabaran

sangatlah

diperlukan

berhubungan langsung dengan keluarga pasien.

mengingat

perawat

Profesi perawat merupakan salah satu profesi yang membutuhkan kesabaran yang tinggi. Hal ini dikarenakan perawat tidak hanya berhadapan dengan pasien tetapi juga keluarga pasien. Sebagai seorang perawat kita dituntut untuk selalu sabar dalam kondisi apapun termasuk apabila menghadapi complain baik itu dari pasien maupun keluarga. Di ICU tak sedikit keluarga yang complain kepada perawat. Umumnya mereka complain mengenai jam besuk. Selain mengenai jam kunjungan keluarga juga sering complain terkait perawat dengan membandingkan perawat satu dengan perawat lainnya. Ketidaktaatan

keluarga

dan

kerabat

pasien

dalam

waktu

kunjungan mengakibatkan interaksi negatif antara perawat dan anggota keluarga pasien (Loghmani, Borhani, & Abbaszadeh, 2014). Keluraga masih merasakan kurangnya waktu mengunjungi pasien (Emaliyawati, 2011). Perawat mengeluh bahwa kunjungan yang dilakukan oleh anggota keluarga di luar jam berkunjung yang telah ditetapkan mengganggu pekerjaan mereka, pasien lain dan mengancam privasi mereka. 

Kondisi Psikologi Keluarga Menyampaikan informasi kepada keluarga pasien dirasakan semakin sulit terlebih pada saat perawat harus menghadapi keluarga pasien yang denial. Dari hasil penelitian yang didapat 7 orang informan menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan saat menghadapi keluarga pasien yang denial atau belum dapat menerima keadaan pasien yang umumnya mengalami penurunan kondisi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Griffiths, et al (2015) yang menyatakan bahwa tidak mudah menyampaikan berita buruk kepada pasien atau keluarga terlebih kadang mereka memasuki fase dimana mereka belum dapat menerima keadaan yang ada. Kesulitan dalam menghadapi keluarga pasien yang masih belum dapat menerima penurunan kondisi yang dialami pasien menjadikan perawat kemudian melimpahkan tugas dalam menyampaikan informasi kepada dokter jaga atau DPJPnya langsung. Hal ini diungkapkan oleh 3 orang informan bahwa mereka akan memanggil dokter jaga atau meminta bantuan kepada DPJPnya apabila keluarga pasien masih belum bisa menerima apa yang disampaikan oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA A.Aziz Alimul Hidayat (2003), Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik pada Anak Usia Prasekolah, Medikes Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Hal 40-45. Hidayat, Aiziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu keperawatan Anak. Buku 1. Jakarta: Salemba. Muwarni,anita.(2009).Komunikasi

terapeutik

panduan

bagi

keperawatan

Yogyakarta : Fitramaya.

Universitas

Esa

Unggul.

ins123.weblog.esaunggul.ac.id/wp-

content/.../Keperawatan-Anak-Pertemuan-7.ppsx. (Online) diakses pada 18 Mei 2017. W. A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Mayarakat , Jakarta: Bumi Askara Hal 8 Whaley and Wong’s (1995), Essensials of Pediatric Nursing Fourth Edition, Mosby Company, St Louis Missouri.

Related Documents

Pjbl Komunikasi Diannov.docx
November 2019 19
Pjbl Kluarga Dan Anak.docx
October 2019 20
Komunikasi
May 2020 43
Komunikasi
June 2020 38
Komunikasi
May 2020 39

More Documents from "Mohamad Shuhmy Shuib"

Pjbl Komunikasi Diannov.docx
November 2019 19
Form Asuhan Keperawatan.docx
November 2019 21
Bab Iv.docx
November 2019 19
Pratiwi.docx
November 2019 11