Pitirosporum Ovale Foliculitis.docx

  • Uploaded by: Erly Mekarsari
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pitirosporum Ovale Foliculitis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,788
  • Pages: 19
BAB I LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien Nama

: Nn. Tc

Umur

: 23 tahun

Alamat

: Kedinding Lor Gg. Mawar, Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur

Pekerjaan

: Wahasiswa

Tanggal Periksa

: 18 Maret 2019

No RM

: 708271

1.2 Anamnesa Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang

: Bintik merah Kecoklatan yang terasa gatal : Pasien datang kepoli kulit dan kelamin RSUD Ibnu Sina Gresik pada tanggal 18 maret 2019 dengan keluhan adanya bintik-bintik merah kecoklatan pada punggung yang disertai rasa gatal. Bintik-bintik tersebut muncul sudah dari 1 bulan yang lalu, awalnya bintik-bintik kemerahan tersebut muncul pada daerah punggung saja, kemudian menyebar kedaerah lengan atas, dan leher. Pasien juga mengeluh sering berkeringatan dan saat berkeringat banyak bintik bintik tersebut terasa sangat gatal

dan

kadang

terasa

panas.

Lama

kelamaan bintik bintik merah tersebut berubah 1

menjadi warna kecoklatan dan ada sebagian berwarna hitam. Pasien juga mengatakan jika terasa sangat gatal pasien sering menggaruk dan memberi bedak salicyl namun tidak membaik. Riwayat penyakit dahulu

: Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya, Riwayat diabetes mellitus di sangkal, Riwayat asma di sangkal, Riwayat alergi makanan di sangkal, Riwayat alergi obat di sangkal, Riwayat digigit serangga di sangkal, Riwayat bersin di pagi hari di sangkal.

Riwayat penyakit keluarga

: Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini, Riwayat asma di sangkal, Riwayat alergi makanan, Riwayat alergi obat di sangkal.

Riwayat pengobatan

: Riwayat pengobatan jangka panjang disangkl, Belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat sosial

: Tidak ada yang sakit seperti ini disekitar pasien

1.3 Pemeriksaan Fisik Status generalis Keadaan umum

:Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Composmentis

GCS

: 456

2

Tanda Vital

:

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88x/menit

Suhu

: 36,5 C

Respiration Rate

: 19x/menit

Kepala / leher

:

Mata

: isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-

Telinga

: tidak tampak kelainan

Hidung

: tidak tampak kelainan

Mulut

: normal, sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (–)

Leher

: pembesaran kel. getah bening (-), peningkatan JVP (–)

Thorax

: Simetris, retraksi dada (-) Jantung

: S1 S2 tunggal, reguler, Gallop (-), murmur (-)

Paru

: Vesikuler pada kedua lapang paru

Abdomen

: Flat, Soefl, bising usus (+) 20x/mnit, organomegali (-)

Ekstremitas

: Akral hangat kering merah + | +

Satus Dermatogis Regio Colli et Fasialis

:

-

papula eritematus, multiple, homogen, berukuran 1-2 mm

-

Makula hiperpigmentasi, berukuran 0,5-1 cm

Regio Thorakalis posterior -

:

Makula hiperpigmentasi multiple berukuran 1.5-1 cm

3

Regio Deltoidea -

:

Tampak papulopustuler folikular berwarna merah kecoklatan, multiple, homogen, berukuran miliari 1-2 mm yang ditutupi skuama tipis transparan yang lepas bada agian tepi dan melekat pada bagian tengah

Regio Brachii -

:

Tampak papulopustuler, multiple, homogen berwarna merah kecoklatan berukuran 1-2 mm

-

Makula hiperpigmentasi multiple berukuran 0,5 – 1 cm

A. (a)

B. (b)

4

C.

(c)

(d)

D.

(e)

Gambar 1.1 Area Predileksi lesi : A. Regio colli et fasialis dengan efloresensi (a) papula eritematus. B. Regio Thorakalis posterior dengan efloresensi (b) makula hiperpimentasi. C. Regio Deltoidea dengan efloresensi (c) papupopustular yang ditutupi skuama tipis (d) papulopustular berwana merah kecoklatan. D. Regio Brachii dengan efloresensi (e) papulopustular folikuler.

5

1.4 Diagnosa Pitirosporum ovale folikulitis (Malassezia Folikulitis) 1.5 Diagnosa Banding -

Akne vulgaris

-

Folikulitis Bakterial

1.6 Rencana (Diagnostik, Terapi, Edukasi) Diagnostik

:

-

Pemeriksaan lampu Wood

-

Pemeriksaan KOH dengan tinta parker®

Terapi

:

-

Sistemik : Caps. itrakonazole 200mg 1 dd 1 no XIV

-

Topikal

Edukasi

: selenium sulfid lotion 2,5 % (malam hari menjelang tidur) :

-

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya

-

Menggunakan pakaian yang menyerap keringat

-

Menghindari pakaian yang ketat agar agar kulit tidak lembap

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Folikulitis malassezia atau Folikulitis pityrosporum merupakan infeksi jamur pada kelenjer sebasea yang disebabkan oleh Malassezia spp., yang ditandai oleh lesi papulopustular folikular terutama terletak pada bagian tubuh belakang, lengan atas, leher, dan sering kali disertai dengan adanya rasa gatal.1,2 Secara umum pityrosporum ovale folikulitis (POF) sering dihubungkan dengan penyakit akne vulgaris, tetapi manifestasi klinis yang ditimbulkan dapat persisten selama bertahun-tahun tanpa adanya resolusi dengan pengobatan akne tipikal. pityrosporum ovale folikulitis (POF) timbul akibat overgrowth dari spora yang merupakan flora normal di kulit.2

2.2 Epidemologi Folikulitis malassezia merupakan penyakit infeksi jamur oportunistik yang disebabkan oleh malassezia spp. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1969 oleh weary et al. dan diakui oleh potter et al. pada tahun 1973.2 Pitirosporum ovale hadir pada 75-80% dari permukaan kulit yang sehat dan jumlah terbanyak terdapat pada bagian tubuh belakang, dada dan lengan. Masyarakat yang tinggal di iklim hangat dan lembab memiliki insiden yang lebih tinggi terkena Pitirosporum folikulitis. Salah satu klinik di Filipina mencatat bahwa 16% dari semua kunjungan pasien adalah kasus Pitirosporum folikulitis.2,3

7

Pada tahun 2008 dari China menyebutkan bahwa 1,5% dari semua pasien kulit di diagnosis dengan Pitirosporum ovale folikulitis, sebagian besar dari mereka sehat, dan rata-rata dewasa muda. Laporan Pitirosporum folikulitis bervariasi, dimana rasio laki – perempuan adalah 2:1.2,4 Di indonesia sendri, Insidensi Malassezia Folikulitis di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2011 sebanyak 24 pasien baru, dengan jumlah laki-laki 15 orang dan perempuan sebanyak 9 orang, sedangkan pada tahun 2012 terjadi peningkatan Insidensi Malassezia Folikulitis yaitu sebesar 51 pasien baru dengan jumlah pasien laki-laki sebanyak 27 orang dan wanita sebanyak 24 orang. Tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah pasien baru Malassezia Folikulitis yaitu sebesar 87 orang, dengan jumlah laki-laki tetap dominan yaitu sebanyak 51 orang, sedangkan pada wanita sebanyak 36 orang.5 Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Richard et.al (2014) mengatakan bahwa insiden pasien dengan Malassezia Folikulitis lebih dominan terjadi pada pasien laki-laki dengan rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1.

2.3 Etiologi Malassezia Folikulitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh

jamur

normal pada kulit dengan spesies pitirosporum atau malassezia furfur. Selain Malassezia Folikulitis, jamur ini juga dapat menyebabakan pitiriasis vesikolor atau sering disebut dengan panu.3 pada tahun 1880, Barrol et al. memberi nama penyakit ini dengan sebutan pityrosporum yang membagi malassezia spp. menjadi dua spesies yaitu M.

8

pachidermatis dan M. furfur yang terdiri dari pityrosporum ovale dan pityrosporum orbiculare.3 Pityrosporum orbiculare meupakan jamur yang berbentuk bulat dan pityrosporum ovale merupakan jamur yang berbentuk oval, monopolar, polimorfik, lipofilik dengan dinding sel yang tebal dan berlapis lapis. Kedua jamur ini merupakan organisme yang sama dan dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungannya, misalnya suhu, media dan kelembapannya.2,7 Seiring perkembangan zaman, spesies ini disebut sebagai Malassezia semenjak Gueho et,al (1996) menemukan 7 spesies berdasarkan karakteristik morfologis, mikroskopis, fisiologis, dan biologi biologis yaitu, M. furfur , M. obtusa , M.

globosa , M.

slooffiae , M.

sympodialis , M.

pachydermatis dan M.

restrica. Baru-baru ini jepang memperkenalkan 4 spesies baru yaitu, M. dermatis , M. japonica , M. nana dan M. yamatoensis dan di benua eropa juga terdapat dua spesies tambahan yaitu M. caprae dan M. equina.3,6 Berbagai faktor atau keadaan patologik yang dianggap bersosiasi dengan kejadian Malassezia folikulitis adalah : a. Faktor eksternal 5,7 

Suhu dan kelembaban udara yang tinggi : jamur penyebab pityrosporum folliculitis atau malassezia cenderung tumbuh terlalu cepat di tempat yang panas, lembab, dan lingkungan yang berkeringat.



Pakaian oklusif : pemakaian pakaian yang ketat mendorong timbulnya keringat.



Penggunaan bahan – bahan berlemak untuk pelembab badan yang berlebihan dapat menutup folikel (misalnya, tabir surya dan pelembab berminyak).

9

b. Faktor Host atau individu2,6 

Kulit berminyak (diprovokasi oleh pengaruh hormonal)



Kegemukan



Kehamilan (terjadi peningkatan produksi sebum dan androgen yang meningkat sehingga mempotensiasi pengembangan Pityrosporum folliculitis)



Stress atau kelelahan

c. Penyakit sistemik, termasuk:3,7 

Diabetes mellitus



Defisiensi imun

d. Obat-obatan, seperti :1,2 

Antibiotik oral spektrum luas (sering diresepkan untuk jerawat), antibiotik ini akan mengubah flora normal kulit (menekan bakteri kulit), bakteri yang tertekan ini malahan memungkinkan jamur (yeast) untuk berkembang biak.



Steroid oral, seperti prednisone (jerawat steroid), penggunaan steroid akan menyebabkan imun menurun yang berakibat mudahnya terinfeksi jamur.

2.4 Patofisiologi Infeksi Malassezia spp. sebagian besar belum diketahui hingga saat ini. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi kompleks antara Malassezia spp. dengan kulit. Pada kulit sehat Malassezia spp. merupakan flora normal yang biasa ditemukan, dimana Malassezia spp. ini menfaatkan nutrisi esensial untuk pertumbuhan mereka tanpa menimbulkan gangguan pada kulit.9 10

Gambar 2.1 interaksi antara kulit dan malassezia zpp 9.

Namun, Bila pada hospes terdapat faktor predisposisi yang dapat menyebabkan perubahan dalam kekebalan, produksi sebum, dan pertumbuhan flora normal kulit yang mengakibatkan proses ini terganggu. Malassezia spp akan beradaptasi dengan cara memodifikasi ekspresi enzim yang terlipat dalam pengambilan energi seperti lipase dan fosfolipase dan pada waktu yang sama mensintesis susunan indole bioaktif yang bekerja menembus arylhydrocarbon receptor (AhR) baik dikulit sehat maupun dikulit yang sakit.3,9,10 Malassezia spp. akan memecah komponen sebum, menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak rantai sedang dari asam lemak bebas. Hasilnya adalah sel mediasi yang merespon dan mengaktivasi jalur komplemen alternatif, yang menyebabkan

peradangan. Insisasi

dari

proses

inflamasi

diakibatkan

oleh

teraktifasinya mediator inflamasi karena infiltrasi dari Malassezia sp. pada stratum korneum. Sehingga mengakibatkan tanda –tanda seperti eritema, gatal, gatal panas dan rasa terbakar. 3,6 Spesies Malassezia juga akan tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga folike dapat pecah, menyebabkan reaksi peradangan terhadap lemak bebas yang dihasilkan 11

lipase jamur dan memberikan gambaran folikulitis. Pesatnya pertumbuhan dan multiplikasi dari jamur diwilayah folikel rambut juga mengakibatkan pengembangan ruam pada kulit, sehingga kulit membentuk patch gatal dan jerawatan. ,3,6 Setelah Malassezia spp. memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya pada kulit. Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya, keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit. 3,9,10 2.5 Gambaran Klinis a. Gatal ditempat predileksi dan kadang disertai rasa panas1,2 b. Klinis morfologi: tampak gambaran papula pustuler folikuler dengan ukuran miliari 2-3mm kadang terdapat eksoriasi dengan peradangan minimal1,2,3,6 c. Tempat predileksi: punggung, dada, lengan atas, leher dan wajah. Pada ekstremitas inferior jarang ditemukan1,2,3 2.6 Diagnosa Diagnosa didasarkan pada keluhan gatal dan lokasi serta morfologi lesi, dikonfirmasi dengan pemeriksaan lampu wood tampak fluoresensi putih kekuningan atau copper orange yang di amati pada folikel di lokasi lesi, Cahaya positif Wood di malassezia folikuler mungkin disebabkan oleh senyawa spesifik yang disintesis oleh malassezia yang disebut pityriacitrin dan Pityrialactone yang menyerap cahaya dan berfluoresensi di bawah sinar ultraviolet 365 nm.5,6 Menegakan diagnosa malassezia folikuler juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan larutan KOH dan tinta Parker® biru hitam. Dimana isi folikel dari kelompok

12

sel ragi dan spora bulat atau blastospora Malassezia dikeluarkan dengan ekstraktor komedo. Mengingat Malassezia spp. merupakan flora normal kulit, Jacinto-Jamora menambahkan kriteria yakni dianggap POF jika temuan jumlah organisme ≥ 3+ : yakni lebih dari 2-6 spora dalam kelompok atau 3-12 spora tunggal tersebar.2,3,5,6 Pemeriksaan KOH dapat mendiagnosis malassezia folikuler lebih cepat daripada biopsi kulit dan kultur, karena pada kultur Malassezia sp. hanya tumbuh pada media yang kaya asam lemak dan bisa didapat juga dengan menambahkan mediumnya dengan minyak zaitun (olive oil).5 Pemeriksaan penunjang lain adalah dengan menemukan organisme dalam ostium folikel rambut pada sediaan histopatologi yang kadang disertai ruptur folikel dan tanda peradangan.6

2.7 Diagnosa Banding Malassezia (Pityrosporum) folliculitis adalah suatu kondisi infeksi jamur yang umumnya salah didiagnosis sebagai acne vulgaris. Meskipun sering dikaitkan dengan jerawat biasa, kondisi ini dapat bertahan selama bertahun-tahun tanpa perbaikan dengan

pengobatan

obat

jerawat.

Gambaran

klinis

Malassezia

(Pityrosporum) folliculitis tampak papula pustula folikuler yang kadang terdapat eksoriasi dan disertai rasa pruritus atau gatal. Sedangkan pada acne vulgaris umumnya terjadi pada remaja, berlangsung kronis, tempat predileksi di tempat sebore, polimorf, terdiri atas komedo, papul, pustul, nodus dan kista, serta jaringan parut hipertrofi dan hipotrofi yang tidak disertai rasa gatal.6 Pada acne vulgaris hasil KOH semua negatif, karena pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan yang cepat, berguna dan efektif hanya untuk infeksi jamur.5

13

2.8 Penatalaksanaan Malassezia

(Pityrosporum) folliculitis

dapat

diterapi

secara

sukses

menggunakan terapi sistemik menggunakan itrakonazol oral 200 mg/hari selama 3 minggu. flukonazol oral 100-200 mg/minggu selama 2-4 minggu, dan isotretinoin yang bersifat sebo-supresif dapat digunakan pada kasus yang parah. Penggunaan agen sistemik tersebut sangat efektif pada Malassezia (Pityrosporum) folliculitis, memngingat letak malassezia spp. yang terletak jauh didalam folikel rambut.1,2,3,8 Dari beberapa penelitian mengatakan, kombinasi pengobatan sistemik dan pengobatan topikal pada pasien Malassezia (Pityrosporum) folliculitis mengalami tingkat perbaikan yang amat baik dan sering sekali digunakan untuk menghindari adanya kekambuhan berulang. 1,2,8 Mariane, et al mengatakan pengobatan kombinasi topikal menggunakan selenium disulfid dan propylene glycol memiliki tingkat kesmbuhan hingga 90%, diamana produk obat tersebut mempunyai efek keratolitk dan aktivasi antijamur. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Bahlou, et al mengatakan bahwa pengobatan Malassezia (Pityrosporum) folliculitis

dengan kombinasi obat topikal

ketonazole kream dan pengoatan sistemik antifungi itraconazole 200mg/hari menunjukan penyembuhan total (100%). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Richard, et al, dalam penelitian ini mengkombinasi antifungi sistemik (itrakonazol 200mg/hari selama dua minggu) dengan antifungi tipokal (ketonazole kream 2%/ minggu selama 2-4 minggu) mengalami penyembuhan yang siginifikan dimana diketahui bahwa itrakonazole merupakan triazol spectrume luas yang bersifat lipofilik dan keratofilik dengan penyerapan oral yang baik dan distribusi dijaringan luas. Selain itu itrakonazole juga diekskresi dalam konsentrasi yang tinggi pada jaringan sebum.

14

2.9 Prognosis Secara umum prognosis baik, tetapi jika ada faktor predisposisi yang tidak dapat dihilangkan maka akan bersifat kambuhan

15

BAB III PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesa didapatkan pasien mengeluh tampak bintik bintik kemerahan pada punggung, tangan dan leher yang terasa gatal sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan akhir-akhir ini lebih sering berkeringatan dan saat berkeringat banyak, gatal akan semakin terasa dan kadang disertai rasa panas. Ketika terasa gatal pasien mengatakan sering menggaruknya dan memberi bedak salicyl namun tidak membaik, lama kelamaan bintik bitik merah berubah menjadi kecoklatan. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami seperti ini. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan dan dingin. Dikeluarga dan lingkungan sekitar pasien juga tidak ada yang sakit seperti ini. Pasien juga tidak sedang dalam pengobatan jangka panjang dan belum pernah berobat sama sekali. Dari permikasan dermatologis tampak papulopustula foliker yang berwarna merah kecoklatan dan berukuran miliari 1-2 mm, yang sebagian papula ditutupi oleh skuama tipis transparan dengan tepi lepas dan tengahnya melekat. Diberbagai tempat tampak makula yang hiperpigmentasi. Pada kepustakaa diakatakan bahwa Malasezia (pityrosporium) folikulitis merupkan infeksi jamur pada kelenjer sebasea yang disebabkan oleh Malassezia spp., yang ditandai oleh lesi papulopustular folikular terutama terletak pada bagian tubuh belakang, lengan atas, leher, dan sering kali disertai dengan adanya rasa gatal. Adapun faktor yang dianggap memiliki peran dalam terjadinya Malasezia (pityrosporium) folikulitis antara lain yaitu faktor eksternal, faktor host dan individu, penyakit sistemik dan obat-obatan. Patogenesis pada Malasezia (pityrosporium) folikulitis sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa penelitian mengatakan jamur Malassezia yang merupakan penyebab ptirosporum folikulitis ini membutuhkan asam lemak bebas untuk bertahan hidup.

16

Biasanya, mereka ditemukan dalam stratum korneum dan folliculi pilar di daerah dengan peningkatan aktivitas kelenjar sebaceous seperti dada dan punggung, Menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak rantai sedang dari asam lemak bebas. Hasilnya adalah sel mediasi yang merespon dan mengaktivasi jalur komplemen alternatif, yang menyebabkan peradangan. Pengobatan pada Malasezia (pityrosporium) folikulitis sebaiknya diterapi secara kombinasi yaitu dengan pengobatan antifungi sistemik dan topikal. Diamana kita ketahui bahwa letak malassezia spp. yang terletak jauh didalam folikel rambut. Sehingga diperlukannya pengobatan sistemik.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahlou Emna, Fatma Frika, Turki Hamia, sellami Khadija, et al.,: Malassezia Folliciltis; Prevalenve, Clinic Features Risk Fctors and Treatments a Prospective Randomized Comparative Study: Journal of Imunology and Microbiology, 2018. Vol;2 No; 1 pg; 1-5 2. Richard M, Rubenstain MD, Sarah A, Malerich; Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis; The Journal of Clinical Aesthetic Dermatology, 2014; Vol; 7 No; 3 pg; 37-41 3. Ko Hyun Jong, Lee Yang Won, Choe Beom Yong, Ahn kyu Joong ; Epidemiologic Study of Malassezia Yeast in Patient with Malassezia Folliculitis by 26S rDNA PCR-RFLP Analysis; Departemen of Dermology, Konkuk University School of Madicine, Seoul, Korea, 2011; Vo;23 No; 2 pg:177-84 4. Gaitanis Georgios, Magitais Prokopis, Hantschke Markus, Bassukas Ioannis, et al.; The Malassezia Genus in Skin and Systemic Diseases; Clinical Microbiology Reviews, 2012; Vol;25. No.;1 pg;106-33 5. Pravitasari DN, Suyoso Sunarso, Ervianti Evy; Profil Malassezia Folikulitis; Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2015; Vol;27 No;2 pg;121-30 6. Akaza N, Akamatsu H, Sasaki Y, Khisi M, ;Malassezia folliculitis is caused by

cutaneus resident Malassezia species; Medical Mycology, 2009; vol; 27 pg; 61824 7. Bramono K., Budimulja U., 2015. Nondermatofitosis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FKUI

18

8. Hald M, Arendrup M, Svejgaard E, Lindskov R, et al., : Evidence-based Danish Guidelines for The Treatment of Malassezia related Skin Diseases; Acta Dermatology Venereology, 2015; Vol; 95 pg: 12-19 9. Velegraki A, cafarchia C, Gaitanis G, Latta R, et al.,; Malassezia Infections in Humans and Animals: Pathophysiology, Detection and Treatment, 2015; Vol;11 No;1 pg; 1-6 10. Theelen B, Cafarchia C, Gaitanis G, Bassukas D, et al.,; Malassezia Ecology, Pathophysiology, and Treatment;International Society for Human and Animal Mycology, 2018; Vol; 56 pg;10-25

19

Related Documents


More Documents from "Erly Mekarsari"