PETUNJUK PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI
Tim Penyusun: Agus Irianto Sukanto Hendro Pramono Oedjijono Dini Ryandini Dyah Fitri K P.M. Hendrati Meyta Pratiwi
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2018
KATA PENGANTAR Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi ini disusun dengan maksud dan tujuan membantu mahasiswa dalam melaksanakan praktikum Mikrobiologi BIW 2016. Keahlian dan keterampilan kerja di laboratorium sangat membantu dalam menunjang pemahaman dasar mikrobiologi secara komprehensif, sebagai pendukung teori yang telah diperoleh di kuliah. Buku petunjuk praktikum ini disusun rinci dan sistematis, dan dirancang untuk membekali mahasiswa dalam 5 teknik dasar mikrobiologi yang merupakan dasar penilaian kompetensi seorang mahasiswa yang telah menempuh matakuliah Mikrobiologi. Adapun 5 teknik dasar dimaksud adalah: inokulasi, inkubasi, isolasi, pengamatan dan identifikasi. Petunjuk praktikum ini cukup jelas dan mudah dipahami, sehingga mahasiswa dituntut aktif mempelajari teori terkait acara tiap kegiatan praktikum dan melakukan praktek secara mandiri. Harapan kami, buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan siapa saja yang memerlukannya. Kritik dan saran membangun tentang isi buku ini sangat diperlukan untuk penyempurnaan di kemudian hari.
Purwokerto, September 2018 Tim Penyusun
1
TATA TERTIB PRAKTIKUM Tata tertib yang harus ditaati selama praktikum : 1. Sebelum kegiatan praktikum dimulai dilakukan asistensi yang wajib diikuti semua praktikan. 2. Praktikan wajib bersepatu, berpakaian sopan dan memakai jas laboratorium selama di laboratorium. 3. Praktikan dilarang berbicara yang tidak perlu dan membuat gaduh, makan, minum dan merokok selama praktikum. 4. Praktikan yang datang terlambat lebih dari 10 menit mengganti kegiatan praktikum di akhir acara. 5. Praktikan yang datang terlambat lebih dari 20 menit tidak diperkenankan mengikuti kegiatan pada saat tersebut, maka wajib inhal di lain hari. 6. Kuis atau pre-test dilaksanakan sebelum memulai acara praktikum baru, jika nilai kuis di bawah kepantasan maka diberi kesempatan mengulang. Nilai yang diambil adalah nilai terbaik. 7. Praktikan yang tidak hadir praktikum dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, wajib ikut inhal praktikum, dan mengganti biaya pelaksanaan acara inhal. 8. Praktikan akan dinilai keterampilannya selama praktikum oleh asisten. 9. Hasil pengamatan selama praktikum diserahkan sebagai laporan sementara dalam format yang sudah ditentukan. Laporan lengkap harus diserahkan pada acara praktikum berikutnya. 10. Aturan-aturan / tata tertib yang belum tercantum akan diputuskan kemudian. Untuk menjaga keamanan dan keselamatan kerja perlu memperhatikan halhal berikut: 1. Jas praktikum harus dipakai sebagaimana seharusnya dan praktikan berambut panjang harus mengikat rambutnya sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kerja dan menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan. 2. Sebelum dan sesudah bekerja, meja praktikum dibersihkan dengan desinfektan 3. Pengambilan kultur cair atau suspensi dan khemikal harus menggunakan pipet dengan bantuan filler atau menggunakan mikropipet. 4. Semua bahan yang dipakai harus dianggap mengandung bahan berbahaya sehingga harus diperlakukan dengan penuh hati-hati. 5. Jika terkena khemikalia atau suatu cairan yang yang diduga membahayakan, cuci segera dengan air mengalir dan segera laporkan pada asisten. 6. Jika terjadi kecelakaan seperti kebakaran, biakan tumpah atau tertelan, kena tumpahan atau menelan bahan kimia segera laporkan ke asisten. 7. Sebelum meninggalkan laboratorium bereskan dan bersihkan semua alat dan pelengkapan. 8. Cuci tangan dengan seksama sebelum ke luar laboratorium 2
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................. 1 TATA TERTIB PRAKTIKUM ............................................................... 2 DAFTAR ISI ............................................................................................ 3 1. Media dan Cara Pembuatan .................................................................. 4 2. Sterilisasi, Disinfeksi dan Kerja Aseptis ............................................... 7 3. Isolasi Mikroorganisme……………………………………………….. 15 4. Pengamatan Morfologi Mikroorganisme .............................................. 21 a. Bakteri dan fungi………...…………………………………. 21 b. Protozoa……………………………………….……………. 23 c. Alga………………………………………………………… 24 5. Penghitungan Jumlah Mikroorganisme ................................................ 37 6. Efek Oligodinamik dan Daya Kerja Zat Antimikroorganisme ............. 46 7. Aktivitas Enzimatik Mikroorganisme ................................................... 52 8. Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme .................................................................................... 56
3
ACARA I. MEDIUM PERTUMBUHAN DAN CARA PEMBUATAN 1. Kompetensi Praktikum Mahasiswa dapat mengenal dan membuat media Nutrient Agar dan Potato Dextrose Agar 2. Landasan Teori Mikroorganisme memerlukan nutrien untuk pertumbuhan sebagaimana organisme makroskopik. Nutrien yang dibutuhkan ditentukan oleh ragam mikroorganisme. Secara umum mikroorganisme dibedakan sebagai mikroorganisme ototrof atau heterotroph berdasarkan kebutuhannya terhadap sumber C dan energi. Mikroorganisme ototrof memerlukan sumber C dari senyawa anorganik dan energi dari matahari atau senyawa kimia anorganik. Mikroorganisme heterotrof membutuhkan sumber C dari senyawa organik dan sumber energi dari matahari atau senyawa kimia tergenatung spesiesnya. Secara umum media pertumbuhan dapat bersifat alami dan sintetik. Media alami yaitu bahan dasar media berasal dari bahan-bahan alami sehingga komposisi nutrien yang dikandung tidak diketahui pasti kecuali melalui suatu analisa sebagai contoh adalah media Tomato Agar. Adapun media sintetik yaitu media yang komposisi bahannya diketahui pasti sebagai contoh yaitu Nutrient Agar. Sebenarnya ada pula media yang disebut semi sintetik karena sebagian bahannya berupa bahan alami dan lainnya bahan yang jelas komposisinya sebagai contoh yaitu Potato Dextrose Agar. Media pertumbuhan mikroorganisme juga dapat digolongkan berdasarkan kegunaannya, contoh media pemeliharaan atau kultivasi, media selektif, media diferensial. Media kultivasi adalah media umum yang digunakan untuk memelihara kultur mikroorganisme murni, contoh Potato Dextrose Agar untuk fungi dan Nutrient Agar untuk bakteri. Media selektif adalah media yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme target yang diinginkan, misalnya media deMan Rogosa Sharpe Agar (MRSA) yaitu media selektif bagi Bakteri Asam Laktat. Adapun yang dimaksud media diferensial yaitu media yang dapat digunakan untuk membedakan jenis mikroorganisme satu dari yang lainnya dari kelompok-mikroorganisme yang memiliki kedekatan kekerabatan dekat misalnya anggota Enterobacteriaceae. Media selektif untuk kelompok tersebut antara lain media Endo Agar, pada media ini maka Enterobacteriaceae yang memfermentasi laktosa menunjukkan koloni berwarna merah, sedangkan yang tidak memfermentasi laktosa menunjukkan koloni yang tidak berwarna.
4
3. Tujuan Praktikum Praktikum ini ditujukan agar mahasiswa mengenal beberapa jenis media pertumbuhan mikroorganisme, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media dan cara pembuatan media. 4. Bahan dan Alat Praktikum 4.1. Bahan yang digunakan antara lain : - Beef extract - Peptone - Dextrose - Kentang - Agar - Akuades 4.2. Alat-alat gelas yang digunakan : -
Beaker glass Erlenmeyer Tabung reaksi Cawan petri Hotplate stirer
-
Mikropipet Inkubator Autoklaf pH meter atau pH indikator Timbangan analitik
5. Cara Kerja Praktikum 5.1. Pembuatan medium Nutrient Agar (NA) a. Timbang bahan dengan menggunakan timbangan analitis untuk volume yang diinginkan sesuai dengan komposisi berikut:
b. c. d.
e.
a. Beefextract 3g b. Peptone 5g c. Agar 20 g d. Akuades 1000 ml Larutkan agar pada sebagian air tersebut dan dipanaskan sambil diaduk (menggunakan kompor gas atau hot plate stirrer). Sementara itu sebagian akuades digunakan untuk melarutkan peptone dan beef extract, cukup dengan pengadukan. Setelah keduanya larut, larutan dituangkan ke larutan agar dan diaduk sampai homogen. Kemudian pH media diukur dengan mencelupkan kertas pH indikator. Nilai pH diatur sekitar 6,8-7,2 jika diperlukan dapat ditambahkan HCl jika basa atau NaOH jika media terlalu asam. Setelah itu media dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan disterilisasi dengan autoklaf.
5
f.
Jika diinginkan media tegak atau miring, media diisikan ke tabung reaksi kemudian disterilisasi. g. Saat diperlukan untuk pengisian cawan petri, media yang sudah disteril dituang ke cawan petri steril secara aseptis dalam keadaan masih cair dan suhu sekitar 45°C.
5.2. Pembuatan medium Nutrient Broth (NB) Komposisi dan cara pembuatan medium NB sama dengan medium NA tetapi komposisi medium NB tidak ditambahkan. 5.3. Pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA) a. Timbang komponen medium dengan menggunakan timbangan analitis untuk volume yang diinginkan sesuai dengan komposisi berikut: - Potato / kentang 200 g - Dextrose 20 g - Agar 20 g - Akuades 1000 ml b. Sebelum ditimbang, kentang dikupas dan diiris kecil-kecil. Rebus kentang dengan akuades sampai mendidih, selanjutnya disaring. Cairan ekstrak kentang ditampung di beakerglass. c. Ekstrak kentang kembali direbus, masukkan agar dan direbus sampai semua agar larut. Selanjutnya dekstrosa dimasukkan sambil terus diaduk. Penyusutan volume cairan diganti dengan penambahan akuades sampai volume kembali ke 1000 ml. d. Biarkan medium sampai agak dingin (± 55C°), pH medium diatur agar memenuhi pH 5-6 menggunakan HCl jika basa atau NaOH jika media terlalu asam. e. Medium dituang ke dalam Erlenmeyer atau ke tabung reaksi, siap disterilisasi menggunakan autoklaf.
6
ACARA II. STERILISASI, DESINFEKSI DAN KERJA ASEPTIS 1. Kompetensi Praktikum Mahasiswa dapat melakukan teknik sterilisasi dengan autoklaf dan pemanasan langsung, desinfeksi serta dapat melakukan kerja aseptis. 2. Landasan Teori Kerja dengan mikroorgaisme memerlukan pemahaman yang baik tentang sterilisasi, disinfeksi dan kerja aseptis, dan dapat mempraktekkannya. Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Metoda sterilisasi dapat dilakukan dengan pemanasan langsung, panas kering, uap panas bertekanan, dengan filtrasi dan sebagainya. Disinfeksi yaitu usaha menekan kehadiran atau membebaskan suatu benda mati (misalnya piring, meja kerja) dari mikroorganisme menggunakan senyawa disinfektan. Adapun kerja aseptis adalah melakukan tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi : 1. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0,22 µm untuk sel bakteri atau 0,45 µm untuk sel yeast) sehingga mikroorganisme tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan cair yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotik. 2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan dan penyinaran. 2.1. Metode pemanasan : a. Pemijaran (pemanasan dengan api langsung) : membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, tangkai drügalsky, dan sebagainya. b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 160-1800C, waktu disesuaikan dengan bahan dan suhu yang digunakan. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari gelas misalnya erlenmeyer, tabung reaksi. c. Uap air panas : konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi. d. Uap air panas bertekanan : menggunakan autoklaf 2.2. Metode penyinaran dengan UV : Sinar ultraviolet (UV) juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroorganisme yang menempel pada
7
permukaan interior Safety Cabinet atau laminar hood dengan disinari lampu UV 3. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa disinfektan atau antiseptik antara lain menggunakan alkohol 70%. Dalam kaitan ini, disinfektan apabila senyawa kimiawi tersebut digunakan pada permukaan benda mati seperti kaca, meja. Adapun antiseptik jika ditujukan untuk membunuh mikroorganisme pada jaringan atau benda hidup, misalnya untuk kulit. Adapun dalam kaitannya dengan kerja aseptis, yaitu melakukan setiap kegiatan dengan meminimalkan potensi kontaminasi atau kehadiran mikroorganisme yang tidak diinginkan yaitu bekerja dengan didahului mencuci tangan dengan baik, mendisinfeksi tempat atau meja kerja, menggunakan jas laboratorium yang bersih dan bekerja dalam laminar hood atau di dekat bunsen burner. Bunsen burner harus selalu dijaga hidup dan berada dekat dengan area kerja kita agar mampu menekan mikroorganisme di udara sekitar. 3. Tujuan Praktikum Praktikum ini ditujukan untuk memberi pengetahuan dan pemahaman tentang cara kerja aseptis, disinfeksi dan sterilisasi dengan berbagai metoda. 4. Bahan dan Alat Praktikum 4.1. Bahan praktikum Pada praktikum ini bahan yang digunakan meliputi: etanol, media pertumbuhan bakteri. 4.2. Alat praktikum Peralatan yang digunakan meliputi lampu bunsen, autoklaf, laminar air flow / safety cabinet, meja kerja, alat-alat gelas, dan peralatan kerja mikrobiologi lainnya. 5. Cara Kerja Praktikum 5.1. Prinsip kerja aseptis Selama bekerja menerapkan prinsip-prinsip kerja aseptis yaitu: 1. Meja kerja didisinfeksi menggunakan alkohol 70% atau disinfektan lainnya 2. Bekerja di dalam laminar air flow atau selalu di dekat api bunsen 3. Ketika membuka dan menutup kultur, media pertumbuhan, memindahkan bahan atau menggunakan cawan petri, dilakukan di dekat api bunsen. Jika diperlukan maka mulut erlenmeyer atau tabung reaksi dapat dibakar dengan api ketika tutup di buka dan ketika ditutup kembali. 4. Pinset dan tangkai drügalsky, dicelup dengan alkohol terlebih dahulu lalu dibakar sebelum digunakan.
8
5. 6.
Jarum inokulum dan jarum ose harus dipanaskan hingga pangkal yang berhubungan dengan holder (pemegang) sampai memijar sebelum digunakan. Mekanisme kerja aseptis (disinfeksi meja kerja, memindahkan biakan secara aseptis, memindahkan biakan dari cawan, memindahkan cairan dengan pipet, dan menuang media) dapat dilihat pada gambar-gambar berikut : Disinfeksi meja kerja
9
10
11
12
5.2.Sterilisasi menggunakan autoklaf
Cara kerja sterilisasi dengan autoklaf (tipe elektrik, otomatis): a. Isi tangki autoklaf dengan air sampai batas yang ditentukan (di bawah angsang) b. Angsang dipasang dan semua benda yang akan disterilisasi dimasukkan ke dalamnya c. Tutup autoklaf dipasang dan plat pengaman atau clamp dikencangkan. d. Autoklaf diatur untuk sterilisasi dengan kondisi suhu 121oC, tekanan 2 atm (15 psi) selama 15 menit, kemudian tombol on ditekan.
13
e. f.
Katup pengaman ditutup setelah terbentuk uap air. Penggunaan waktu 15 menit dimulai sejak tercapai tekanan 2 atm dan suhu 121oC. Setelah proses sterilisasi selesai, secara otomatis autoklaf akan mati (off). Tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi, baru autoklaf dapat dibuka dan dikeluarkan isinya.
Catatan: Sejumlah bahan dapat rusak, berubah warna atau membentuk koagulan ketika dipanaskan, oleh sebab itu bahan semacam itu dapat diperlakukan terpisah, sebagai contoh: - Glukosa disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa fosfat - Senyawa fosfat disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa garam mineral lain. - Garam mineral disterilkan terpisah dengan agar - Media yang memiliki pH > 7,5 jangan disterilkan dengan autoklaf - Jangan mensterilisasi larutan agar dengan pH < 6,0 - Antibiotik atau bahan yang labil terhadap panas, disterilkan terpisah dengan cara filtrasi - Pastikan autoklaf terisi air (akuades) - Pastikan katup pengaman terpasang dalam kondisi kencang dan katup uap tertutup rapat - Pastikan tekanan mencapai 0 psi saat autoklaf akan dibuka
14
ACARA III. ISOLASI MIKROORGANISME 1. Kompetensi Mahasiswa dapat memisahkan mikroorganisme dari kultur campurannya sehingga didapat kultur murni. 2. Landasan Teori Di alam beragam populasi mikroorganisme berada nisea (niche) yang sama, tidak pernah dijumpai dalam bentuk populasi tunggal. Adapun dalam mengkaji atau meneliti suatu mikrooganisme diperlukan mikroorganisme dalam bentuk populasi tunggal. Oleh sebab itu perlu dilakukan isolasi yaitu usaha atau aktivitas memisahkan satu jenis mikroorganisme dari kultur campurannya sehingga diperoleh kultur murni. Kajian atau penelitian dengan mikroorganisme yang belum murni, dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang sia-sia. Jika mikroorganisme sudah diperoleh dalam status kultur murni, maka kegiatan lanjutan dapat dilakukan. Telaah tersebut antara lain pengamatan mikromorfologi, makromorfologi, biokimiawi dan molekuler. Isolasi didahului dengan menumbuhkan mikroorganisme dari sampel. Sampel dapat berupa apa saja atau berasal dari mana saja sesuai dengan tujuan atau kebutuhan. Dari suatu lingkungan pengambilan sampel dapat dilakukan dengan metoda yang umum dalam kegiatan ilmiah, misalnya dengan cara komposit (sampel-sampel diambil dijadikan satu dan dicampur rata baru diambil secukupnya untuk proses lanjut), random sampling (jika sampel diambil dari sejumlah titik dengan pemilihan secara acak dan selanjutnya diproses), purposive yaitu pengambilan sampel langsung pada target yang dikehendaki, misalnya mengambil sampel dari bagian tubuh yang luka. Setelah sampel diambil dilakukan proses sesuai materi atau substansi sampel, antara lain cara maserasi jika materi sumber mikroorganisme atau sampel berupa padatan dengan cara dihancurkan atau ditumbuk baru diproses lanjut. Cara bilas (rinse) yaitu materi sampel yang diuji dipotong dengan berat tertentu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung berisi media cair, akuades atau air garam fisiologis steril dan selanjutnya digojok-gojok dan dilakukan tindakan selanjutnya. Adapun cara usap atau ulas (swab) dilakukan jika bahan sumber mikroorganisme berupa benda padat untuk sampel tertentu seperti potongan makanan padat, alat makan, permukaan tubuh. Dengan menggunakan cotton bud steril yang lembab, luasan tertentu permukaan benda/sampel diusap dan selanjutnya cotton bud dimasukkan ke dalam larutan pengencer (akuades, pepton water atau larutan garam fisiologis) secara aseptis 3. Tujuan Praktikum Melalui serangkaian kegiatan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu mengenal cara-cara pengambilan sampel, penanganan sampel dan melakukan 15
isolasi dengan beberapa teknik yang dikenalkan agar mendapatkan kultur mikroorganisme murni. 4. Bahan dan Alat Praktium 4.1. Bahan praktikum Pada praktikum ini bahan yang digunakan antara lain: - Akuades / larutan garam fisiologis / pepton water - Sampel (tanah, air atau dapat bahan makanan) - Media pertumbuhan mikroorganisme (media NA untuk bakteri dan PDA untuk fungi) 4.2. Alat praktikum Alat-alat yang digunakan antara lain: - Botol sampling steril - Cotton bud steril - Mortar dan pestel - Tabung reaksi - Cawan petri - Jarum inokulasi (jarum ose) - Batang drügalsky - Mikropipet - Pembakar bunsen 5. Cara Kerja Praktikum 5.1. Preparasi dan pengambilan sampel 5.1.a. Preparasi dan pengambilan sampel air Sampel dari air mengalir diambil dengan botol steril dengan mulut botol miring melawan arus air. Bila pengambilan sampel dilakukan pada air yang tenang, botol dapat dicelupkan dengan tali, jika ingin mengambil sampel dari air keran maka sebelumnya mulut keran dibakar atau disterilkan dengan disinfektan dan air dialirkan dulu beberapa menit selanjutnya air sampel ditampung dalam botol steril.
16
5.1.b. Preparasi sampel padat a. Swab (ulas), dilakukan menggunakan cotton bud steril yang dilembapkan dengan akuades, pepton water atau air garam fisiologis steril selanjutnya cotton bud diusapkan pada permukaan sampel dengan luasan tertentu, misalnya 2x2cm2. Selanjutnya cotton bud diulaskan pada permukaan media atau dimasukkan ke dalam akuades steril untuk proses pengenceran. b. Rinse (bilas) dilakukan dengan melakukan penimbangan sampel padat sebanyak 1 g, selanjutnya bahan dimasukkan ke dalam aquades, air pepton atau air garam fisiologis steril dengan perbandingan 1:9 (w/v). Selanjutnya dilakukan satu seri pengenceran dan dilanjutkan plating pada media c. Maseration (maserasi, penghancuran), sampel padat dapat ditumbuk dengan mortar dan pestle kemudian ditimbang 1 g dan dilarutkan ke dalam aquades, air pepton atau larutan garam fisiologis sebanyak 9ml. Selanjutnya dilakukan seri pengenceran dan plating pada media padat. 5.1.c. Preparasi sampel padat atau cair dengan teknik pengenceran bertingkat Sampel cair sebanyak 1 ml atau sampel padat sebanyak 1 g (berat basah, dapat dikonversi ke berat kering setelah dari sumber sampel yang sama dianalisa kadar airnya). Tujuan dari pengenceran bertingkat ini adalah untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroorganisme yang tersuspensi dalam cairan sehingga memudahkan penghitungan mikroorganisme yang tumbuh dan proses isolasi. Cara Kerja : a. Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1) secara aseptis. Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1 : 9 selanjutnya dikocok agar merata. b. Diambil 1 ml dari tabung pertama (10-1) dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke tabung kedua (10-2) secara aseptis kemudian dikocok Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti.
17
c. Dari pengenceran yang ditetapkan kemudian dilakukan pembiakan pada media pertumbuhan. 5.2. Teknik penanaman atau pembiakan Teknik penanaman ini merupakan lajutan dari pengenceran bertingkat. Pengambilan suspensi dapat diambil dari pengenceran mana saja tapi biasanya untuk tujuan isolasi diambil beberapa tabung pengenceran terakhir. a.
Spread Plate Method (metode tabur sebar) Metode pembiakan sebar adalah teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di permukaan media agar sehingga diharapkan sel tunggal tumbuh menjadi satu koloni tunggal yang terpisah satu dari lainnya. Prosedur kerja : ambil 0,1 ml suspensi sampel dengan pipet ukur kemudian diteteskan di atas permukaan agar yang telah memadat dan diratakan dengan batang drügalsky steril.
18
b. Pour Plate Method (metode tabur tuang) Adalah tehnik menanam suspensi bakteri dengan cara menuangkan 1 ml suspensi bakteri ke dalam cawan petri steril, selanjutnya dituangi 15 ml media agar yang siap memadat (suhu~45oC). Selanjutnya campuran tersebut digoyang agar merata dan ditunggu memadat sebelum diinkubasi.
c. Teknik penanaman dengan goresan (streak method) Teknik ini ditujukan untuk memisahkan satu sel mikroorganisme dari campurannya sehingga diperoleh kultur murni. Sampel dapat berasal dari cairan, padatan atau hasil prosesnya (misalnya dari hasil pengenceran) atau dari hasil proses sebelumnya yang masih belum mampu menunjukkan sebagai kultur murni. Pada dasarnya pemisahan atau isolasi dengan cara ini dapat dilakukan dengan berbagai cara goresan yang intinya adalah pada akhir goresan akan tumbuh koloni yang terpisah-pisah yang berasal dari pertumbuhan 1 sel. Kunci keberhasilan teknik ini adalah: 1. mengambil sampel secukupnya (jika perlu jarum ose hanya disentuhkan pada sampel), 2. goresan cepat dan rapat tanpa tekanan sehingga sebagian besar mikroorganisme akan tertinggal pada goresan-goresan awal dan permukaan media tidak luka. 3. goresan akhir yang ringan, tanpa tekanan dan sepanjang mungkin, supaya sisa sampel atau mikroorganisme pada loop ose terdistribusi dengan baik dan akan tumbuh sebagai koloni-koloni tunggal yang terpisah. Bentuk goresan dapat beragam sebagai berikut: a. Goresan tunggal
19
b. Goresan T, pada cara ini setiap mau pindah bidang jarum ose dibakar lebih dulu, selanjutnya goresan yang dibuat disentuhkan pada goresan sebelumnya
c. Goresan Kuadran
20
ACARA IV. PENGAMATAN MORFOLOGI MIKROORGANISME 1. Kompetensi Mahasiswa dapat mengenali mikromorfologi dan makromorfologi mikroorganisme 2. Landasan Teori 2.1. Bakteri dan Fungi Eksaminasi atau pengujian mikroorganisme merupakan salah satu teknik dasar yang harus dikuasai seorang mikrobiolog. Kegiatan ini hanya dapat dilakukan apabila kultur mikroorganisme sudah dalam keadaan benar-benar murni. Pekerjaan menggunakan kultur yang belum murni adalah kesia-siaan. Pada dasarnya untuk eksaminasi mikroorganisme misalnya bakteri setidaknya ada 5 macam, tetapi untuk pengujian awal 3 yang pertama adalah yang utama. Ragam eksaminasi tersebut adalah: 1. Pengamatan mikro-morfologi yaitu pengamatan di bawah mikroskop seperti bentuk sel, ukuran sel, rangkaian sel, sifat dinding sel (sifat Gram) pada bakteri, adanya flagella dan endospora pada bakteri, bentuk percabangan miselium atau hifa pada actinomycetes dan kapang, adanya spora/konidia dan sporangium/konidium pada actinomycetes dan kapang. 2. Pengamatan makro-morfologi yaitu pengamatan tanpa alat bantu atau menggunakan mikroskop stereo terhadap bentuk koloni dan sifat-sifat koloni bakteri, kapang, dan khamir. 3. Pengamatan biokimiawi, antara lain: kemampuan menggunakan ragam gula sebagai sumber C, kemampuan menghasilkan enzim-enzim 4. Pengamatan serologi seperti sifat patogenitas, produksi hemolisin, sifat antigenik 5. Pengamatan molekuler Pada pengamatan makromorfologi, pengamatan dipusatkan pada karakter koloni. Koloni yang tumbuh pada suatu media dapat dikenali karakternya berdasarkan diameter atau ukuran koloni, bentuk tepi koloni, bentuk permukaan koloni, warna koloni, kemiringan koloni, konsistensi koloni, transparansi koloni, dan bentuk pertumbuhan koloni. Pengamatan makromorfologi actinomycetes dan fungi (jamur benang dan yeast) serta mikroorganisme lain pada umumnya tetap mengikuti prinsip sebagaimana pengamatan makro-morfologi bakteri. Pada jamur misalnya, yang dilihat tidak saja warna koloni yang tampak dari atas tapi juga warna yang tercipta pada dasar media (dari bagian basal cawan petri). Adapun pengamatan mikro-morfologi umumnya difokuskan pada pengamatan sel. Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop pada perbesaran sekurangnya 40x10 atau dengan minyak imersi pada 100x10. Jika
21
dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dan dengan teknik pewarnaan tertentu dapat digunakan untuk mengetahui sifat dan komposisi dinding sel (misalnya pewarnaan Gram dan pewarnaan Ziehl-Nielsen). Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa. Pada zat warna basa, bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan mempunyai muatan elektrik positif (proton). Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna memiliki muatan elektrik negatif (elektron). Zat warna basa lebih banyak digunakan karena sel bakteri pada umumnya asam atau bermuatan elektrik negatif, diantara zat warna tersebut adalah Safranin, Base Fuchsindan Malachite Green. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin dan Congo Red. Berdasarkan zat warna yang digunakan, maka teknik pewarnaan sel bakteri mengenal pewarnaan sederhana, yaitu jika menggunakan satu macam zat warna saja. Berdasarkan tujuan penggunaannya dikenal pewarnaan diferensial yang ditujukan untuk membedakan karakter kelompok bakteri satu dan lainnya, misal pewarnaan Gram, yang dapat membedakan 2 kelompok bakteri yang berbeda komposisi kimiawi penyusun dinding selnya. Pewarnaan Acid Fast (Ziehl Nielsen) yang digunakan untuk pewarnaan sel-sel bakteri dengan struktur kimiawi dinding sel yang sangat spesifik (tahan asam) seperti Nocardia dan Mycobacterium. Pewarna lain yaitu pewarna khusus yang digunakan untuk mewarnai bagian sel secara spesifik, misalnya pewarna flagella, pewarna spora sel dan pewarna bercak minyak dalam sitoplasma sel. Actinomycetes merupakan prokariot yang bersifat Gram positif dan memiliki morfologi filamentous seperti kapang karena adanya struktur miselium aerial dan miselium substrat. Organisme ini secara morfologi sangat mirip dengan kapang, tetapi actinomycetes memiliki laju pertumbuhan yang sangat lambat, sedangkan pertumbuhan kapang lebih cepat. Tidak semua actinomycetes memiliki struktur miselium aerial, tetapi adanya struktur tersebut memudahkan proses identifikasi karena bentuknya yang spesifik. Adanya miselium aerial menyebabkan permukaan koloni actinomycetes menjadi mudah diamati, yaitu tampak berdebu (powdery), seperti beludru (velvety), seperti kapas (filamentous) atau berlekuk (wrinkle). Pola percabangan hifa dan pendukung spora/konidia merupakan alat untuk identifikasi secara morfologi. Khamir atau yeast merupakan fungi mikroskopik uniseluler, tidak membentuk hifa (beberapa spesies dapat membentuk pseudohifa). Bentuk selnya bervariasi dapat berbentuk bulat, bulat telur, bulat memanjang dengan ukuran bervariasi. Beberapa spesies yeast memiliki sifat dimorfisme yaitu bentuk sel tunggal dan bentuk hifa atau pseudohifa. Pseudohifa adalah hifa yeast yang terbentuk dari rangkaian sel hasil pembelahan aseksual secara budding atau tunas,
22
tetapi tidak melepaskan diri dari induk. Morfologi internal sel mudah dilihat dan terdiri dari inti dan organel seperti mitkondria, granula lemak dan glikogen. Jamur merupakan mikroorganisme dengan struktur talus berupa benangbenang (hifa) yang terjalin seperti jala (miselium atau hifae). Hifa dapat berekat (septat) dengan inti tunggal/ lebih dan hifa tidak bersekat (aseptat) sehingga seolah sel berinti banyak. Penampakan morfologi koloni pada umumnya seperti jalinan benang (filamentous). Pengamatan morfologi selain warna miselium di permukaan, warna sporangia, juga warna koloni dari dasar media. Pada pengamatan mikroskopis jamur benang, untuk hasil pengamatan yang baik biasanya menggunakan laktofenol. Adapun untuk yeast dapat menggunakan methilene blue atau malachite green. Pengukuran sel merupakan salah satu bentuk pengamatan mikro morfologis untuk keperluan eksaminasi mikroorganisme. Pada kegiatan tersbut digunakan alat khusus yaitu mikrometer dengan bantuan mikroskop. Mikrometer merupakan kaca berskala yang terdiri dari 2 keping dengan peruntukan berbeda yaitu mikrometer okuler dan mikrometer objektif. Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler mikroskop, sedangkan mikrometer objektif berbentuk slide yang ditempatkan pada meja preparat mikroskop. Sebelum digunakan, maka mikrometer okuler harus ditera dengan cara membaca garis skala mikrometer objektif. Ukuran akan berubah mengikuti perbesaran yang digunakan, dan tiap mikroskop meskipun serupa tetapi tetap ada perbedaan. Oleh sebab itu besaran sebenarnya dari perbesaran tiap mikroskop harus dilakukan melalui kalibrasi. 2.2. Protozoa Protozoa merupakan organisme eukariot bersel tunggal, kebanyakan hidup bebas, namun, ada beberapa yang bersifat parasit. Karakter utama yang membedakan dengan organisme lain adalah : 1. Tidak mempunyai dinding sel, beberapa ada yang berdinding sel, mempunyai lapisan fleksibel, memiliki sebuah pelikel, atau cangkang keras dari materi anorganik yang berada di luar membran sel. 2. Mampu bergerak menggunakan organel lokomosi atau dengan mekanisme meluncur. 3. Memperoleh nutrisi secara heterotrof, bagi yang hidup bebas dengan mencerna bakteri, yeast, dan alga, sementara yang bersifat parasit memperoleh nutrisi dari cairan tubuh inangnya. 4. Reproduksi utamanya adalah secara aseksual, meskipun beberapa kelompok dapat bereproduksi secara seksual. Secara taksonomi, klasifikasi protozoa didasarkan pada lokomosinya. Filum protozoa dibagi menjadi 4 kelas (atau subfilum, bagi sebagian ahli taksonomi) :
23
1. Sarcodina Motilitas dengan pseudopodia (kaki semu), contohnya Amoeba proteus yang hidup bebas dan yang bersifat parasit adalah Entamoeba histolytica. 2. Mastigophora Lokomosi menggunakan flagella, contoh yang hidup bebas adalah berasal dari genus Cercomonas, Heteronema, dan Euglena. Bentuk parasit meliputi Trichomonas vaginalis, Giardia lambia, dan Trypanosoma sp. 3. Ciliophora Lokomosi menggunakan silia. Contoh organisme yang hidup bebas adalah Paramecium caudatum dan yang bersifat parasit adalah Balantidium coli. 4. Sporozoa Tidak sama seperti anggota yang lain dalam filum Protozoa. Sporozoa tidak mempunyai organel lokomosi pada saat stadium matang/dewasa, namun, pada saat stadium muda mempunyai beberapa tipe pergerakan. Semua bersifat parasit. Anggota yang paling terkenal adalah Plasmodium, yang merupakan parasit penyebab penyakit malaria pada hewan dan manusia. 2.3. Alga Alga merupakan mikroorganisme eukariot yang dapat bersifat uniselular, multiselular atau dalam bentuk koloni atau agregasi. Organisme ini memiliki kloroplas yang mengandung klorofil atau pigmen lainnya (karotenoid dan fikobilin) yang berfungsi untuk fotosintesis, sehingga dalam rantai makanan berperan penting yaitu bersifat sebagai produsen primer. Struktur tubuh alga merupakan thalus dengan komponen holdfast yang berfungsi seperti akar, stipes yang berfungsi sebagai batang, dan blades yang berfungsi seperti daun. Reproduksi alga dapat secara aseksual dengan pembelahan biner,fragmentasi dan membentuk spora aseksual, dan secara seksual dengan konjugasi gamet menghasilkan zigot. Penggolongan alga didasarkan pada sifat-sifat susunan kimia pigmen, produk makanan cadangan, adanya flagella, dinding sel, organisasi sel, dan perubahan organisme dan reproduksi. Kelompok alga yaitu : Chlorophyta (alga hijau), Rhodophyta (alga merah), Chrysophyta (alga coklat emas, diatom), Phaeophyta (alga coklat), Euglenophyta (kelompok euglena), dan Dinoflagellata (kelompok dinoflagelata).
3. Tujuan Praktikum Praktikum ini ditujukan untuk memberikan ketrampilan dan pengetahuan dalam mengenali morfologi sel mikroorganisme secara makro dan mikromorfologi.
24
4. Bahan dan Alat Praktikum 4.1. Bahan praktikum Bahan-bahan meliputi antara lain: - Kultur bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Rhizopus oligosporus, Aspergillus oryzae, Saccharomyces cerevisiae, actinomycetes - Media Nutrient Agar (NA), Nutrient broth (NB), Potato Dextrose Agar (PDA), Gorodkowa - Air sawah/air kolam - Akuades, air pepton - Pewarna bakteri : tinta cina (nigrosin), safranin, methilin blue, set pewarna Gram, Malachite Green - Etanol 4.2. Alat praktikum Adapun alat yang digunakan meliputi antara lain: - Cawan petri, tabung reaksi, pipet tetes, object glass, cover glass - Mikroskop cahaya dan mikroskop stereo - Jarum ose 5. Cara Kerja Praktikum 5.1. Mengamati Morfologi Koloni Bakteri Cara Kerja : a. Tumbuhkan kultur murni Escherichia coli dan Bacillus subtilis pada medium NA dalam cawan petri dengan cara goresan dan spread-plate b. Inokulasikan E. coli dan B. subtilis pada medium NA miring dengan pola inokulasi goresan yang tegak lurus dan pada NA tegak dengan cara tusukan (stab inoculation) c. Inokulasikan E. coli dan B. subtilis pada medium NB d. Inkubasi kesemuanya (a-c) dalam inkubator pada suhu 30°C selama 1-2x24 jam selanjutnya dilakukan pengamatan pada butir berikut. 5.1.1. Biakan cawan - Ukuran koloni (besar > 3 mm, sedang 1-3 mm dan kecil < 1mm) - Warna koloni: krem bening, putih keruh, kuning, pink dan sebagainya, beberapa jenis bakteri mungkin menghasilkan pigmen yang dibebaskan ke medium di sekitar koloni. Ada juga koloni bakteri yang menghasilkan pigmen luminesens yang hanya dapat dilihat dalam kondisi gelap. - Karakteristik optik koloni: diamati berdasarkan jumlah cahaya yang melewati koloni: opaque (tidak dapat ditembus cahaya), translucent (dapat ditembus cahaya sebagian), transparant (bening) - Bentuk koloni:
25
5.1.2. Pertumbuhan kultur hasil goresan pada agar miring
26
5.1.3. Pertumbuhan kultur hasil inokulasi tusukan pada agar tegak
5.1.4. Pertumbuhan pada media cair Inokulasi mikroorganisme ke dalam medium cair dilanjutkan inkubasi akan menghasilkan pertumbuhan mikroorganisme yang ditandai medium cair menjadi keruh. Akan tetapi, medium cair dalam tabung reaksi memberikan strata ketersediaan oksigen, sehingga tiap jenis mikroorganisme atau bakteri yang tumbuh akan menyesuaikan kebutuhan oksigen yang diperlukan, sehingga seringkali menunjukkan kekeruhan hanya di permukaan atau di dasar (lihat gambar di bawah ini):
5.2. Mengamati Morfologi Sel Bakteri 5.2.1. Pewarnaan Sederhana / Pewarnaan Positif Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri (preparat slide bakteri) di atas object glass yang kemudian difiksasi dengan melewatkan object glass di
27
atas api bunsen. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri secara cepat dan melekatkan sel bakteri pada object glasstanpa merusak struktur selnya. Keberhasilan pada preparasi pembuatan slide bakteri yaitu: - cukup cairan tetapi tidak terlalu banyak - ambil kultur bakteri secukupnya, ujung loop jarum ose cukup disentuhkan pada permukaan koloni atau 1 loop ose kultur cair selanjutnya tempelkan pada tetesan air yang sudah siap dan diratakan serata mungkin - setelah mulai mengering dilewatkan di atas api bunsen dua kali, dibiarkan sampai kering dengan sendirinya Cara Kerja : a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol b. Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass dengan spidol permanen c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur cair bakteri atau sedikit sel bakteri dari biakan padat, ratakan dipermukaan object glass d. Fiksasi dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali) e. Setelah benar-benar kering dan tersebar selanjutnya ditetesi dengan pewarna (dapat digunakan Methylen Blue, Safranin, CrystalViolet) dan tunggu kurang lebih 30 detik f. Cuci dengan akuades kemudian dikering anginkan (jika terpaksa dapat dibantu dengan kertas tissue untuk menyerap sisa air, tanpa menggosok) g. Periksa dengan mikroskop perbesaran 10x10, selanjutnya pindahkan ke 40x10 (jika diperlukan baru gunakan perbesaran 100x10 dengan menambahkan minyak imersi).
28
5.2.2. Pewarnaan Negatif Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan zat warna basa. Tapi mudah dilihat dengan pewarnaan negatif. Zat warna tidak akan mewarnai sel melainkan mewarnai lingkungan sekitarnya, sehingga sel tampak transparan dengan latar belakang hitam. Cara Kerja: a. Ambil dua object glass, teteskan nigrosin atau tinta cina di ujung kanan salah satu object glass b. Ambil kultur B. subtilis diambil lalu diulaskan atau diteteskan dalam tetesan nigrosin tadi, lalu dicampurkan c. Tempelkan sisi object glass yang lain kemudian gesekkan ke samping kiri d. Biarkan preparat mengering di udara, jangan difiksasi atau dipanaskan di atas api e. Lakukan hal yang sama untuk E. coli.
1
3
2
4
29
5.2.3. Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram antara kelompok bakteri yang digolongkan sebagai Gram positif dan Gram negatif berbeda. Perbedaan keduanya disebabkan karena masing-masing memiliki komposisi dinding sel yang berbeda. Selain ke-duanya, beberapa spesies bakteri sering kali menunjukkan karakter yang tidak konsisten sehingga diantara selnya dapat menunjukkan kedua sifat Gram, bakteri semacam ini digolongkan sebagai bakteri Gram variabel. Cara kerja: a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol b. Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass dengan spidol permanen c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur cair bakteri atau sedikit sel bakteri dari biakan padat, ratakan dipermukaan object glass d. Fiksasi dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali) e. Setelah benar-benar kering dan tersebar selanjutnya ditetesi dengan pewarna I atau pewarna primer yaitu Crystal Violet (disederhanakan dengan sebutan Gram A) dan tunggu ± 1 menit. Semua sel bakteri akan terpulas ungu jika diamati di bawah mikroskop f. Cuci dengan air mengalir pelan selama 5 detik, sisa air yang berlebih dapat dibantu pembuangannya dengan dihisap menggunakan kertas tisu, tanpa digosok atau ditekan. g. Teteskan mordant (berupa iodine lugol) yaitu senyawa kimia yang memiliki fungsi menguatkan ikatan atau afinitas zat warna Crystal Violet pada sel bakteri. Mordant dibiarkan bereaksi selama ± 1 menit. Untuk menyederhanakan penyebutan, larutan iodine lugol atau mordant dikenal sebagai Gram B. h. Preparat langsung ditetesi pelarut yang berperan sebagai decolorizer atau pemucat/pelarut warna berupa larutan ethanol 96% atau aseton selama 3 detik, dan dilanjutkan dengan pencucian dengan air mengalir. Pelarut ini merupakan pelarut organik terutama melarutkan lemak. Untuk memudahkan penyebutan decolorizer ini dikenal sebagai Gram C. i. Setelah masa pemucatan dan pencucian dengan air, jika preparat diamati di bawah mikroskop akan tampak sel bakteri yang tetap berwarna ungu dan ada yang menjadi tidak berwarna. j. Setelah preparat bebas dari air yang berlebih, ditetesi dengan zat warna kedua (counter stain) atau pewarna sekunder yaitu safranin yang bersifat sedikit larut air, biarkan zat warna menetap selama 1 menit selanjutnya dicuci dengan air mengalir selama 5 detik. Untuk menyederhanakan, zat warna kedua disebuti Gram D. Setelah preparat kering, maka siap dilihat di bawah mikroskop
30
k.
Sel-sel bakteri dapat menunjukkan 3 fenomena yaitu: a. tetap berwarna ungu yang dikenal sebagai sel-sel bakteri yang bersifat Gram positif, b. menjadi merah jambu pada bakteri yang bersifat Gram negatif, atau c. muncul dalam 2 sifat ungu dan merah jambu yang dapat berarti Gram variabel (umumnya jika sel yang dipreparasi dari kultur tua atau yang berumur > 48 jam) atau memang bakteri memiliki sifat Gram variabel seperti beberapa spesies Bacillus, Acinetobacter dan Arthrobacter. Kemungkinan lain yaitu karena kultur tidak murni (dapat dicek antara lain dengan keseragaman bentuk sel)
5.2.4. Pewarnaan Endospora Sejumlah genera bakteri seperti Clostridium dan Bacillus dikenal sebagai bakteri pembentuk endospora. Endospora bakteri merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga metabolismenya bersifat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan fisik dan kimia seperti panas dan pH rendah. Pewarnaan endospora merupakan suatu teknik pewarnaan dengan tujuan khusus yaitu untuk melihat endospora, berikut adalah prosedur pewarnaan endospora dengan metode Schaeffer-Fulton. Cara kerja: a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol b. Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass dengan spidol permanen c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur cair atau sedikit sel dari biakan padat bakteri Bacillus subtilis umur 48 jam, ratakan dipermukaan object glass d. Fiksasi dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali), tutup permukaan dengan kertas yang memiliki kemampuan mengabsorbsi seperti kertas merang atau kertas tisue tebal. e. Tetesi kertas yang menutup preparat dengan Malachite Greenhingga jenuh dan tempatkan gelas preparat tersebut pada holder dengan posisi rata mendatar di atas penangas air mendidih, biarkan 3-5 menit. Jika bagian pinggir mulai mengering, dilakukan penetesan ulang Malachite Green secukupnya jangan berlebih agar tidak menurunkan suhu preparat f. Setelah waktu 3-5 menit selesai, ambil kertas dengan pinset dan preparat dicuci dengan air mengalir dan keringkan g. Dilakukan pewarnaan counterstain dengan safranin 0,5% selama 45 detik, selanjutnya cuci dengan air mengalir, keringkan dan siap diamati h. Pada pengamatan di bawah mikroskop, sel bakteri akan terpulas merah jambu karena safranin dan endospora akan terpulas kehijauan karena malachite green.
31
5.2.5. Mengamati Motilitas Bakteri 5.2.5.a. Pengamatan langsung Cara Kerja : a. Siapkan gelas benda/object glass yang sudah dibersihkan dengan alkohol b. Teteskan 2-3 tetes air steril, selanjutnya ambil 1 ose kultur cair bakteri B. subtilis dan E. coli ke object glassatau biakan padat dengan sel minimal, dan diinokulasikan ke air pada permukaan object glass. c. Tutup dengan cover glass d. Amati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x10. Bakteri akan tampak transparan dan pola pergerakannya tidak beraturan. Catat dan gambarkan pola gerakan. 5.2.5.b. Pengamatan tidak langsung Cara Kerja : a. Inokulasikan bakteri B. subtilis dan E. coli secara terpisah dengan cara tusukan (stab inoculation) pada media NA tegak atau semi solid (kadar agar dalam media dikurangi menjadi 12 g/1000ml). b. Inkubasi pada suhu 370 C selama 1x 24 jam c. Hasil positif (motil) jika bakteri tumbuh pada seluruh permukaan media dan menyebar jauh dari daerah tusukan, hasil negatif menunjukan bakteri hanya tumbuh pada bekas tusukan saja
5.3. Mengamati yeast atau khamir 5.3.1. Mengamati morfologi koloni yeast Cara kerja: a. Tanam biakan yeast (digunakan Sacharomyces cereviceae) pada medium PDA dengan cara goresan atau spread plate. b. Inkubasi selama 2x24 jam c. Dari satu koloni tunggal, diamati ciri-ciri makro morfologi koloni seperti ukuran diameter, warna, tepi, permukaan sebagaimana pengamatan pada bakteri 5.3.2. Mengamati mikro-morfologi sel yeast Cara kerja: a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol b. Jika perlu tulislah kode atau nama yeast pada sudut object glass dengan spidol permanen c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur cair yeast atau sedikit sel yeast dari biakan padat atau koloni, ratakan di permukaan object glass
32
d. e.
Ketika masih lembab, teteskan methilene blue preparat ditutup dengan gelas penutup. Sel yeast akan segera menyerap zat warna sehingga sel menjadi biru Amati dengan perbesaran 10x40, jika perlu dapat pula menggunakan perbesaran 10x100 dengan penambahan minyak emersi.
5.3.3. Mengamati spora yeast Cara kerja: a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol b. Jika perlu tulislah kode atau nama yeast pada sudut object glass dengan spidol permanen c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur yeast yang telah ditumbuhkan pada media Gorodkowa Agar selama 10 hari, ratakan dipermukaan object glass d. Fiksasi dengan api bunsen. e. Warnai dengan cara Malachite Green: Tempatkan preparat pada holder di atas penangas air mendidih, tetesi preparat dengan Malachite Green dan biarkan 30-60 detik. Pemanasan dilangsungkan selama 3-5 menit. Keringkan, dan dicuci dengan air mengalir. 5.3.4. Mengamati kapang (cendawan/jamur benang) 5.3.4.a. Mengamati morfologi koloni kapang Cara kerja : a. Gunakan jarum inokulum dan pindahkan cuplikan biakan kapang dengan hati-hati di tengah-tengah cawan petri berisi media PDA. b. Inkubasi selama beberapa hari. c. Amati pertumbuhan koloni (miselium) yang menyebar, misalkan radier atau konsentris. 5.3.4.b. Pengamatan cendawan dengan metode Henrich’s slide culture (HSC) Cara kerja : a. Siapkan object glass, cover glass, tissue basah yang dimasukkan dalam cawan petri dan sterilkan dengan autoclave. b. Setelah selesai sterilisasi, letakkan potongan lilin (parafin) pada 2 sisi sesuai ukuran cover glass (aseptis). c. Teteskan suspensi atau sentuhkan suspensi spora jamur dalam media cair (Potato Dextrose Broth) pada satu sisi muka gelas penutup/cover glass dan letakkan cover glass dengan bagian yang ada media spora di sisi bawah, atau isikan suspensi spora melalui celah antar object glass dan cover glass, selanjutnya tekan cover glass supaya mengatup rapat d. Preparasi suspensi spora jamur dapat dilakukan dengan diteteskan pada bagian cekung object glass khusus yang berlekuk cekung, selanjutnya tepi cekungan ditetesi lilin dan tutup dengan cover glass
33
e. f.
Inkubasi pada suhu kamar selama 2-3x24 jam Ambil preparat dan amati di bawah mikroskop : tipe hifa aerial dan substrat, percabangan hifa, sporangiofor/konidiofor, sporangium/konidia, dll.
5.4. Menentukan ukuran sel mikroorganisme 5.4.1. Melakukan kalibrasi skala mikrometer Cara kerja: a. Putar lensa okuler dan buka tabungnya, letakkan mikrometer okuler pada tabung lensa kuler, ulir dikencangkan lagi dan okuler dipasang kembali pada tempatnya b. Letakkan mikrometer objektif pada meja benda 1 skala okuler =
Jarak yang diketahui antara 2 garis pada mik.Objektif Jarak skala pada mikrometer okuler
=
0,01 X Skala objektif (mm) Skala okuler
=
10 XSkala objektif(µm) Skala okuler
c. Misalnya : jika skala ke 0 mikrometer okuler berhimpit dengan skala ke 0 mikrometer objektif lalu skala ke 13 mikrometer okuler berhimpit dengan skala ke 2 mikrometer objektif maka beberapa 1 skala okuler. d. 1 Skala Okuler = 0,01 x 2/13 = 0,02/13 = 0,00154 mm = 1,54 µm e. Lihat pada perbesaran 10x10 (hal sama juga dilakukan untuk skala 40x10) atau langsung ke perbesaran yang diinginkan f. Cari dengan teliti skala ke berapa antara mikrometer objektif dan okuler yang berhimpit lagi. g. Hitung besarnya skala okuler dengan rumus di atas.
34
5.4.2. Penentuan ukuran mikroorganisme Cara kerja: a. Lepaskan mikrometer objektif dari meja benda. b. Ganti dengan preparat ulas yang telah disiapkan c. Cari fokus dari preparat tersebut dengan perbesaran yang sama. d. Hitung berapa panjang sel dengan menghitung skala mikrometer okuler. e. Jika diperlukan hitung lebar sel dengan cara yang sama. Tabung lensa okuler dapat diputar dan dicari posisi yang pas. f. Hitung panjang dan lebar sel sebenarnya : x skala okuler X hasil kalibrasi y skala okuler X hasil kalibrasi misalnya : 5 X 1,54 = 7,7 µm 2 X 1,54 = 3,08 µm
5.5. Pengamatan actinomycetes Cara kerja : a.
b.
Disiapkan biakan actinomycetes pada cawan petri, untuk pengamatan koloni dan miselium. Pengamatan koloni menggunakan mikroskop stereo dan pengamatan miselium menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 400x. Pada pengamatan koloni : biakan cawan diletakkan di meja preparat mikroskop, lampu mikroskop dinyalakan, kemudian focus diatur dengan cara memulir uliran kasar dan halus. Diamati koloni actinomycetes : keberadaan miselium aerial, miselium substrat, dan permukaan koloni. Pengamatan tanpa mikroskop ditujukan
35
c.
d.
terhadap bentuk koloni, diameter koloni, warna koloni, adanya pigmen terdifusi ke medium. Pengamatan miselium : disediakan object glass yang ditetesi akuades steril atau lactophenol, sebagian miselium aerial diambil menggunakan batang steril yang dibasahi akuades steril, usapkan pada tetesan akuades atau lactophenol pada object glass, kemudian tutup dengan cover glass. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Pengamatan ditujukan terhadap bentuk miselium, sifat miselium (terfragmentasi menjadi bentuk batang atau cocoid atau tidak), percabangan khas miselium dan keberadaan sporangiofor/konidiofor dan spora/konidia. Hasil pengamatan dicatat atau digambar.
5.6. Pengamatan Protozoa Cara kerja : 1. Ambil sampel air kolam (usahakan yang menggenang) menggunakan botol untuk mendapatkan kultur protozoa. 2. Ambil kultur dari bagian bawah botol menggunakan pipet tetes, dan kemudian pipetkan satu tetes ditengah-tengah glass slide yang bersih. 3. Tambahkan metil selulosa pada kultur untuk memperlambat pergerakan protozoa. 4. Letakkan coverslip hingga tidak terbentuk gelembung udara. 5. Amati di bawah mikroskop cahaya dari perbesaran lemah hingga perbesaran tinggi. Amati adanya perbedaan diantara protozoa yang tampak berdasarkan struktur morfologinya dan bandingkan dengan tabel identifikasi.
5.7. Pengamatan Alga Cara kerja : 1. 2.
Ambil sampel air kolam atau air sawah menggunakan plankton net untuk mendapatkan kultur alga. Ambil kultur menggunakan pipet tetes, dan kemudian pipetkan satu tetes ditengahtengah glass slide yang bersih.
3. Letakkan coverslip hingga tidak terbentuk gelembung udara. 5. Amati di bawah mikroskop cahaya dari perbesaran lemah hingga perbesaran tinggi. Amati adanya alga yang tampak berdasarkan struktur morfologinya dan bandingkan dengan tabel identifikasi.
36
ACARA V. PENGHITUNGAN JUMLAH MIKROORGANISME
Kompetensi
Setelah melakukan kegiatan praktikum ini mahasiswa dapat melakukan perhitungan mikroorganisme dengan cara langsung dan tidak langsung 2. Landasan Teori Penghitungan jumlah sel atau biomassa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam penghitungan sel dikenal cara penghitungan langsung dan tidak langsung. Penghitungan langsung yang paling umum yaitu menggunakan bantuan hemositometer. Penghitungan ini umum digunakan untuk bakteri, archaea, yeast dan mikroalgae uniseluler. Penghitungan secara tidak langsung dapat dilakukan antara lain dengan penghitungan bakteri atau cendawan secara plate count, penghitungan bakteri secara MPN (the Most Probable Number), berat biomassa, atau didasarkan kekeruhan yang dibaca sebagai absorbansi menggunakan spektofotometer. 3. Tujuan Praktikum Menghitung jumlah sel mikroorganisme, yang meliputi penhitungan langsung dengan hemositometer dan secara tidak langsung dengan penghitungan koloni dengan metode plate count (pour-plate dan spread-plate) dan metode Most Probable Number (MPN). 4. Bahan dan Alat Praktikum 4.1. Bahan praktikum Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini yaitu: - kultur cair Bacillus subtilis, Escherichia coli - Media Nutrient Agar, Lactose Broth Double Strength (LBDS), Lactose Broth Single Strength (LBSS) - Sampel air sumur, tanah atau bahan lainnya - Akuadest 4.2. Alat praktikum Adapun alat-alat yang digunakan meliputi: - Mikroskop - Inkubator - Tabung reaksi, tabung Durham, Erenmeyer, cawan petri, jarum ose, batang drügalsky, pipet ukur, object glass, cover glass - Hemositometer - Tabel Most Probable Number (MPN)
37
5. Cara Kerja Praktikum 5.1. Menentukan jumlah mikroorganisme (enumerasi) 5.1.1. Penghitungan bakteri secara tidak langsung 5.1.1.1. Plate Count Method (hitungan cawan) Platecount / viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup akan tumbuh menjadi satu koloni pada media pertumbuhan oleh sebab itu satuan penghitungan adalah CFU (Colony Forming Unit). Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Karena untuk melihat koloni memerlukan waktu yang umumnya 1-2 hari setelah ditabur, maka dikatakan sebagai penghitungan secara tidak langsung. Pada kenyataannya koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu sel. Sehingga jika diperlukan kondisi kultur murni, maka masih diperlukan satu tindakan lanjut misalnya dengan teknik streak. Pada penghitungan koloni hasil plate count, maka setiap satuan noda yang terbentuk diasumsikan satu koloni kecuali memiliki batas jelas yang menunjukkan sebagai 2 atau lebih koloni yang tumbuh saling bersinggungan. Dalam kasus ini maka tiap noda dengan batas jelas dianggap satu koloni. Penghitungan koloni secara plate count memilki standar yaitu, bahwa penghitungan atau cawan yang dapat digunakan sebagai sumber data harus memeuhi kriteria berikut: 1. Tiap cawan petri berisi antara 30-300 koloni 2. Tidak ada koloni spreader yang melebihi setengah luas cawan petri 3. Bila ada 2 cawan, masing-masing dari pengenceran rendah dan tinggi yang berurutan dengan jumlah koloni 30-300 dan hasil bagi dari jumlah koloni pengenceran tertinggi dan terendah ≤ 2, maka jumlah yang dilaporkan adalah nilai rata-rata. Jika hasil bagi dari pengenceran tertinggi dan terendah > 2 maka jumlah yang dilaporkan adalah dari cawan dengan pengenceran terendah. 4. Apabila setiap pengenceran digunakan 2 cawan petri (duplo), maka jumlah angka yang digunakan adalah rata-rata dari kedua nilai jumlah total koloni. Jika koloni yang tumbuh lebih dari 300 maka digolongkan sebagai tidak dapat dihitung.Pada kasus khusus, misalnya tidak ada satupun yang memenuhi kriteria antara 30-300, maka selama masih dapat dihitung maka data dapat digunakan tetapi tidak memenuhi standar. Dalam pelaporannya diberi tanda khusus. Cara menghitung sel relatif / CFU’s per ml : CFU’s / ml = jumlah koloni X faktor pengenceran Misal : penanaman dilakukan dari tabung pengenceran 10 -6 dengan metode Spread Plate dan Pour Plate : Spread plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFU’s / 0,1 ml
38
Fp = 1/106 = 50 000 000 CFU’s / 0,1 ml SP = 0,1 ml = 500 000 000 CFU’s / ml = 5x108 CFU’s / ml Pour plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFU’s / 1 ml Fp = 1/106 = 50 000 000 CFU’s / 0,1 ml SP = 1 ml = 5x107 CFU’s / ml Fp (faktor pengencer) Cara kerja : a. Sebanyak 1 mg tanah ditambahkann ke 9 ml akuades steril, sehingga diperoleh suspense pengenceran sampel 10-1. b. Sebanyak 1 ml suspense pengenceran 10-1 ditambahkan ke 9 ml akuades steril, sehingga diperoleh suspense pengenceran 10-2. Demikian seterusnya hingga diperoleh suspense pengenceran 10-6. c. Pembiakan secara tuang (pour plate method) :Suspense pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6, masing-masing diambil 1 ml, diteteskan ke cawan petri steril. Setiap perlakuan diulang dua kali (duplo). Kemudian setiap cawan ditambahkan 15 ml medium agar yang mencair dan hangat, dicampurkan merata dengan cara menggoyang membentuk angka delapan. Biakan dibiarkan memadat, kemudian diinkubasi selama 24 jam secara terbalik pada suhu ruang. d. Pembiaakan secara sebar (spread plate method) : suspense pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6, masing-masing diambil 0,1 ml, diteteskan ke atas medium agar yang sudah memadat di dalam cawan. Suspensi diratakan ke seluruh permukaan medium dengan batang drugalsky. Biakan kemudian diinkubasi selama 24 jam secara terbalik pada suhu ruang. e. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan di atas. 5.1.1.2. Penghitungan bakteri berdasarkan metode Most Probable Number (MPN) Metode ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada air, khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri coliform yang merupakan kontaminan utama sumber air minum. Sampel air ditumbuhkan pada seri media Lactose Broth, 3 seri atau 5 seri, inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diamati adanya pertumbuhan yang ditandai oleh adanya kekeruhan dan gas di dalam tabung Durham. Tabung yang menunjukkan positif adanya pertumbuhan dicocokkan dengan table MPN, sehingga dapat diketahui jumlah kandungan bakterinya per 100 ml air. Cara kerja : a. 3 tabung berisi 9 ml LBDS dan 6 tabung berisi 9 ml LBSS disiapkan lengkap dengan tabung Durham. Tabung diatur menjadi 3 seri.
39
b. Botol yang berisi sampel air dikocok. Sampel air dipipet menggunakan pipet ukur 10 ml ke 3 tabung LBDS masing-masing 10 ml secara aseptis. c. Sampel air dipipet menggunakan pipet ukur 1 ml ke 3 tabung LBSS masing-masing 1 ml secara aseptis. d. Sampel air dipipet ke 3 tabung LBSS masing-masing 0,1 ml secara aseptis. e. Semua tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam. f. Tabung positif diamati bila terbentuk kekeruhan dan adanya gas dalam tabung Durham. Jumlah tabung positif pada setiap seri dicatat, kombinasi tabung positif dicocokkan dengan table MPN. g. Table MPN menunjukkan jumlah bakteri / 100 ml dengan tingkat kepercayaan 95%. Misal angka kombinasi positif 3-2-1 maka jumlah bakteri adalah 150 sel/100 ml
40
Misal : didapatkan kombinasi jumlah tabung positif : 321 maka jumlah bakteri coliform adalah 150 sel/100 ml.
41
5.1.1.3. Penghitungan Bakteri berdasarkan Metode Turbidimetri Penghitungan jumlah sel bakteri dapat dilakukan dengan metode turbidimetri (metode kekeruhan) menggunakan spectrophotometer. Metode ini merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah mikroba dalam suatu larutan secara tidak langsung. Mikroba dalam suatu bahan cair dapat dideteksi berdasarkan kekeruhannya. Pengukuran kekeruhan dilakukan pada panjang gelombang 600-700 nm. 0,1 mL Inkubasi 1x24 jam
Ukur absorbansi
NB
Dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar
Setiap bakteri memiliki kurva standar pertumbuhan bakteri. Metode perhitungan jumlah sel yang digunakan dalam pembuatan kurva standar adalah dengan metode TPC untuk menghitung jumlah koloni dan spektrofotometer untuk melihat tingkat kekeruhan (Optical Density atau OD) yang terbaca melalui nilai absorbansi yang dihasilkan. Panjang gelombang spektrofotometer yang digunakan untuk NB adalah 540 nm. Di dalam persamaan kurva standar, jumlah koloni disimbolkan sebagai (x) dan tingkat kekeruhan atau OD sebagai (y). Hubungan kedua parameter tersebut mempunyai persamaan y = ax + b. Artinya, setiap peningkatan absorbansi (OD) diikuti oleh meningkatnya jumlah koloni. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat digunakan untuk mencari jumlah sel bakteri tertentu dalam kurva pertumbuhan. 5.1.2. Penghitungan jumlah bakteri langsung dengan hemositometer Penghitungan jumlah bakteri secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis dengan alat Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang terdapat kompartemen berbentuk bujur sangkar pada alat ini mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi yang terdapat di dalamnya juga tertentu. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel
42
bakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.
43
Luas kotak sedang : =pxl = 0,2 x 0,2 = 0,04 mm2 Volume kotak sedang := 0,04 mm2 x 0,1 mm= 0,004 mm3 Karena 1 ml = 1cm2 Maka : 0,004 mm3 = 0,000004 cm3 = 4x10-6 ml Jumlah sel/ml dalam kotak sedang hemositometer : = jumlah sel/4x10-6 ml = (jumlah sel/4) x 106 = jumlah sel x (¼) x 106 = jumlah sel x 2,5 x 105 jadi misalnya diperoleh:20 sel dalam satu kotak sedang maka jumlah sel keseluruhan : = 20 x (1/4) x 106 = 5 x 106 sel/ml Cara kerja (digunakan kotak sedang) : a. Bersihkan Petroff-Hauser Counting Chamber atau Haemocytometer dengan alkohol 70 % lalu keringkan dengan tissue. b. Letakkan cover glass di atas alat hitung. c. Tambahkan ± 50 µl suspensi sel yeast (kira-kira 1 tetes) dengan cara meneteskan pada celah antara kotak hitung dan cover slip. Suspensi sel akan menyebar karena daya kapilaritas. d. Biarkan sejenak sehingga sel diam di tempat (tidak terkena aliran air dari efek kapilaritas). e. Letakkan alat hitung pada meja benda kemudian cari fokusnya pada perbesaran 40x10. f. Lakukan perhitungan secara kasar apakah diperlukan pengenceran atau tidak. Jika dalam satu kotak sedang terdapat sel-sel yang banyak dan bertumpuk maka perhitungan akan tidak akurat dan diperlukan pengenceran dengan perbandingan 1:5 atau 1:10.
44
g.
Hitung sampel dari 5 kotak sedang. Hasil perhitungan dirata-rata kemudian hasil rataan dimasukkan rumus untuk kotak sedang. Jika dilakukan pengenceran maka jumlah sel/ml dikalikan faktor pengenceran.
45
ACARA VI. EFEK OLIGODINAMIK DAN DAYA KERJA ZAT ANTIMIKROORGANISME 1. Kompetensi Mahasiswa dapat membedakan antara antiseptik, antimikroba dan menguji daya kerja zat antimikroba
disinfektan,
zat
2. Landasan Teori Oligodinamik berasal dari bahasa latinoligos yang berarti beberapa dan dynamis yang berarti daya. Efek oligodinamik adalah efek toksik yang dihasilkan oleh ion-ion logam terhadap virus dan sel-sel mikroorganisme meskipun pada konsentrasi rendah. Pengendalian mikroorganisme pada umumnya dilakukan dengan tindakan fisik dan kimiawi. Dikenal beragam tindakan fisik untuk pengendalian mikroorganisme seperti pemanasan, pasteurisasi, sterilisasi dengan uap panas bertekanan, filtrasi dengan penyaring bakteri, filtrasi udara dengan glass wool. Adapun untuk penggunaan bahan kiwiawi dapat dilakukan dengan antiseptik, disinfektan dan senyawa antibiotik. Pada beberapa kasus antiseptik dan disinfektan bicara pada substansi kimiawi yang sama. Hal ini disebabkan karena antiseptik didefinisikan sebagai semua persenyawaan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pada tubuh organisme atau jaringan organisma (misalnya kulit). Sebagai contoh adalah penggunaan alkohol untuk mengusap bagian tubuh yang akan disuntik. Adapun yang dimaksud dengan disinfektan adalah semua persenyawaan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda. Sebagai contoh dalam hal ini adalah penggunaan alkohol untuk mengusap permukaan meja kerja sebelum digunakan, agar meja kerja bebas bakteri. Atau penggunaan alkohol untuk mengusap mulut dispenser saat memasang tabung galon air, agar bagian tersebut bebas dari bakteri. Adapun istilah antimikroorganisme sesungguhnya merujuk kesemua senyawa kimiawi, termasuk logam yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Jika senyawa tersebut mampu bekerja dalam konsentrasi yang sangat rendah, maka senyawa tersebut dikategorikan sebagai antibiotik. Pada awal sejarahnya antibiotik selalu berasal dari mikroorganisma, tetapi sekarang dikenal antibiotik sintetik dan semisintetik, adapun kata kuncinya tetap yaitu mampu menghambat atau membunuh mikroorganisme pada konsentrasi yang sangat rendah. Antibiotik dapat berupa senyawa yang membunuh atau menekan bakteri atau jamur. Mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat pertumbuhan sel antara lain: 1. Menghambat sintesis dinding sel
46
2. Merusak permeabilitas membran sel. 3. Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi) 4. Menghambat sintesis protein (proses translasi). 5. Menghambat replikasi DNA. Pengertian pengendalian sebenarnya memiliki beragam makna yaitu: 1. Menekan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme 2. Membunuh mikroorganisme 3. Menurunkan jumlah mikroorganisme ke jumlah minimal sehingga tidak membahayakan 4. Mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan atau alat. Pengertian dan jenis disinfektan : Zat antimikroorganisme adalah senyawa yang dapat membunuh (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Efektivitas antimikroorganisme, disinfektan dan antiseptik dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: 1. Konsentrasi 2. Waktu terpapar 3. Jenis mikroorganisme 4. Kondisi lingkungan seperti pH, suhu Beberapa jenis disinfektan diantaranya adalah: Jenis Senyawa fenol : Fenol, Cresol, Hexaclhorophene Recorcinol, Thymol Alkohol : Ethyl Isopropil Senyawa halogen : Senyawa khlorin : Sodium hipochlorite Chloramine Senyawa iodine : Povidone-iodine (betadine) Logam berat : Senyawa Hg Senyawa Zn Senyawa Cu dll. Agen aktif permukaan : Sabun Detergen
Keterangan Merusak membran sel, mendenaturasi protein dengan konsentrasi efektif 2-5%
Merupakan senyawa pelarut lemak, menyebabkan denaturasi dan koagulasi protein dengan konsentrasi efektif 60-96% Merupakan agen pengoksidasi, menyebabkan presipitasi protein. Khlorin bereaksi dengan air membentuk asam hipokhlorit yang bersifat bakterisidal
Senyawa logam berat bereaksi dengan gugus SH (sufihidril) pada enzim yang menyebabkan denaturasi. Menciptakan tegangan permukaan yang rendah, merusak membran sel dan memindahkan (mengumpulkan) sel secara
47
emulsifier Senyawa kationik : Senyawa amonium kuartener benzalconiumclhoride Senyawa anionik : Sodium Tertradecyl Sulphate Asam (H+) Basa (OH-) Pewarna : CrystalViolet
mekanis. Menyebabkan tegangan permukaan menjadi rendah Memiliki daya kerja ketika berikatan dengan senyawa aktif permukaan Merusak dinding dan membran sel Koagulasi protein Memiliki afinitas terhadap asam nukleat
3. Tujuan Praktikum Kegiatan praktikum ini ditujukan untuk membekali mahasiswa dalam memahami pengertian antiseptik, disinfeksi, antimikroorganisme dan antibiotik; ragam senyawa tersebut dan cara kerja senyawa tersebut serta metoda pengujiannya. 4. Bahan dan Alat Praktikum 4.1. Bahan praktikum Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain media Mueller Hinton, media NA, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, akuades steril, kertas cakram, antibiotik, logam-logam berat dan beragam disinfektan. 4.2. Alat praktikum Adapun alat yang digunakan antara lain: cawan patri, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet, pinset, jarum ose, jangka sorong. 5. Cara Kerja 5.1. Pengujian zat disinfektan dengan kertas cakram Cara kerja : a. Inokulasikan E.coli dan Bacillus sp. pada NA cawan sengan streak kontinyu. b. Kertas cakram steril dicelupkan ke dalam larutan disinfektan (alkohol 70%, Lysol 5%, betadin, dan hipoklorit 5%). Setelah diangkat danditiriskan. c. Kertas cakram diletakkan dipermukaan agar dengan pinset. Tekan dengan pinset supaya kertas cakram benar-benar menempel pada agar. d. Inkubasi selama 48 jam pada 37 0C. e. Zona hambat yang terbentuk diukur diameternya, bandingkan daya kerja berbagai disinfektan.
48
5.2. Pengujian pengaruh oligodinamik Logam-logam berat seperti Hg, Cu, Ag dan Pb bersifat racun terhadap sel meskipun hanya dalam kadar rendah. Logam mengalami ionisasi dan ion-ion tersebut bereaksi dengan bagian sulfihidril pada protein sel sehingga menyebabkan denaturasi. Daya hambat atau mematikan dari logam dengan konsentrasi yang rendah disebut daya oligodinamik. Cara Kerja : a. Inokulasikan E.coli dan Bacillus sp. pada cawan NA membuat lawn bakteri (menumbuhkan koloni bakteri merata di seluruh permukaan media b. Letakan koin tembaga dan seng ke dalam cawan dengan pinset c. Inkubasi 370C selama 48 jam d. Ukur diameter zona hambat yang terbentuk dengan mengukur daerah yang jernih atau tidak ada pertumbuhan
49
5.3. Pengujian antibiotik Prosedur difusi-kertas cakram-agar standar (metode Kirby-Bauer) merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik. Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer : - Spesies bakteri yang diuji - Konsentrasi inokulum. Semakin pekat inokulum maka dapat menghambat kerja antibiotik. - Media. Antibiotik yang terdapat dalam cakram akan berdifusi ke dalam agar sehingga kedalaman (ketebalan), konsentrasi media dan kualitas agar berpengaruh terhadap difusi tersebut. - Jenis antibiotik - pH medium. Cara kerja pengujian antibiotik dengan metode Kirby-Bauer : a. Buatlah kultur lawn bakteri yang akan diuji, dengan cara mencelupkan cotton bud steril dalam biakan bakteri diratakan seluruh permukaan media Mueller-Hinton Agar b. Biarkan cawan mengering selama 5 menit, kemudian kertas cakram dicelupkan dalam larutan antibiotik dengan konsentrasi tertentu. c. Letakkan kertas cakram pada permukaan agar d. Kertas cakram ditekan menggunakan pinset supaya menempel sempurna di permukaan agar. e. Inkubasi pada suhu 37 0C selama 24-48 jam. f. Ukur diameter zona hambat (mm) yang terbentuk kemudian bandingkan dengan tabel. Interpretasikan tingkat sensitivitasnya.
50
Tabel interpretasi pengujian antibiotik (diameter zona hambat dalam mm) :
51
ACARA VII. AKTIVITAS ENZIMATIS MIKROORGANISME 1. Kompetensi Mahasiswa dapat melakukan beberapa teknik uji aktivitas enzimatik. 2. Landasan Teori Salah satu teknik dasar kerja mikrobiologi adalah eksaminasi, atau pengujian. Kegiatan pengujian terhadap mikroorganisme antara lain dapat dilihat pada kemampuan biokimiawinya yaitu kemampuan menggunakan beragam sumber karbon. Mikroorganisme memerlukan C sebagai salah satu makronutrien. Untuk mendapatkannya maka mikroorganisme harus mengambil dari lingkungan, akan tetapi bahwa membawa masuk sumber karbon itu memerlukan usaha lain di antaranya yaitu memecah sumber C komplek menjadi molekul sederhana sehingga mudah ditransport ke dalam sel. Tidak semua mikroorganisme dapat menggunakan sumber C yang sama. Kemampuan enzimatik tersebut menjadi salah satu parameter eksaminasi suatu mikroorganisme. Sesungguhnya bukan hanya enzim pemecah senyawa C tetapi karakter lain meliputi enzim-enzim yang berperan pada pemecahan protein, lemak dan enzim-enzim respirasi. 3. Tujuan Praktikum Praktikum ini ditujukan untuk memperkenalkan mahasiswa pada teknikteknik pengujian mikroorganisme berdasarkan kemampuan enzimatiknya. 4. Bahan dan Alat 4.1. Bahan praktikum Bahan yang digunakan meliputi bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis, medium Starch Agar, medium Skim Milk Agar, medium TSIA, medium Nutrient Agar, medium Rhodamine Agar atau medium Tributyrine Agar, hidrogen peroksida, N,N,N,N-tetramethilphenylenedeaminedihydrochloride, iodine lugol . 4.2. Alat praktikum Alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, rak tabung reaksi, tabung Durham, cawann petri, object glass, pipet tetes 5. Cara Kerja 5.1. Uji Amilolitik Amilum adalah senyawa yang memiliki berat molekul tinggi, terdiri atas polimer glukosa yang bercabang-cabang yang diikat dengan ikatan glikosidik. Degradasi amilum membutuhkan enzim amilase yang akan memecah/menghidrolisis menjadi polisakarida yang lebih pendek (dextrin), dan
52
selanjutnya menjadi maltosa. Hidrolisis akhir maltosa menghasilkan glukosa terlarut yang dapat ditransport masuk ke dalam sel. Prosedur di bawah ini menunjukkan aktivitas amilase. Indikator yang dipakai adalah iodine. Amilum akan bereaksi dengan iodine membentuk komplex warna biru hitam yang terlihat pada media. Warna biru hitam terjadi jika iodine masuk ke dalam bagian kosong pada amilum yang berbentuk spiral. Cara Kerja : a. Inokulasi medium Starch Agar dengan E.coli dan Bacillus sp. secara streak. b. Inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC c. Setelah selesai inkubasi, tetesi cawan dengan lugol’s iodine secukupnya sehingga seluruh permukaan terkena. d. Hidrolisis zat pati terlihat sebagai zona jernih di sekeliling koloni, sedangkan hasil negatif di sekitar koloni tetap berwarna biru hitam. 5.2. Uji Lipolitik Lemak merupakan senyawa berberat molekul tinggi yang menyimpan energi yang tinggi. Degradasi lipid seperti trigliserida dilakukan oleh lipase dan esterase yang memecah ikatan ester pada molekul ini dengan menambahkan air sehingga terbentuk gliserol dan asam lemak. Terdapat berbagai macam prosedur untuk mengetahui aktivitas lipase diantaranya adalah dengan menggunakan media TributyrinAgar, RodhamineAgar dan Spirit BlueAgar. Pada prinsipnya metode-metode di atas menggunakan indikator yang mampu mendeteksi keberadaan asam lemak yang terbentuk akibat hidrolisis lemak. Umumnya jika digunakan indikator pH, maka adanya asam lemak menyebabkan pH asam di sekeliling koloni, atau indikator Rodhamine menyebabkan floresensi di sekeliling koloni. Rodhamine Agar memiliki komposisi Nutrient Agar yang ditambah olive oil, rodhamine dan gum arab. Sumber lemak didapatkan dari olive oil. Olive oil akan sukar larut jika hanya dicampur dengan NA, oleh karena itu digunakan gum arab sebagai emulsifier sehingga lemak dapat larut dalam air. Warna media coklat keruh dan setelah ditambahkan rodhamine 0,01% menjadi pink. Cara Kerja : a. Inokulasikan Bacillus sp. dan E. coli pada RhodamineAgar (NA-OliveOilRhodamine) b. Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. c. Letakkan cawan dalam UV cabinet, kemudian nyalakan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Lipolitik positif ditunjukkan adanya floresensi berwarna orange di sekitar koloni. Hasil negatif, jika koloni tidak berpendar.
53
5.3. Uji proteolitik Uji proteolitik yang dilakukan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui adanya hidrolisis kasein. Kasein merupakan protein penyusun sebagian besar susu yang terdiri dari polimer asam amino yang diikan oleh ikatan peptida. Kasein dapat didegradasi oleh enzim setahap demi setahap menjadi pepton, polipeptida, dipeptida dan molekul penyusunnya, asam amino. Proses ini dinamakan peptonisasi atau proteolisis yang dikatalisis oleh enzim ekstraseluler protease. Prosedur hidrolisis kasein menggunakan media Skim Milk Agar yang mengandung kasein. Protein susu menampakkan kekeruhan (koloid). Hidrolisis protein oleh enzim menyebabkan kekeruhan tersebut hilang yang ditunjukkan oleh zona jernih.
Cara Kerja : a. Inokulasikan Bacillus sp. dan E. coli padaSkim Milk Agar (SMA) b. Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. c. Aktivitas proteolitik ditunjukkan oleh terbentuknya zone jernih di sekeliling koloni.
54
5.4. Uji Oksidase Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transport elektron selama respirasi aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom oleh molekul oksigen. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat diketahui dari reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase tetramethyl-p-phenylenediaminedihydrocloride pada koloni bakteri. Reaksi positif ditandai pembentukan warna biru kehitaman. Tidak adanya perubahan warna mengindikasikan bahwa uji yang dilakukan negatif. Cara Kerja : a. Koloni bakteri diambil satu ose, oleskan pada kertas saring lembab. b. Tetesi dengan reagen, lalu lihat perubahan yang terjadi c. Jika warna berubah menjadi biru marun maka hasil uji positif, sedangkan bila tidak terjadi perubahan maka hasil uji negatif. Hasil uji positif tertunda jika warna biru muncul antara 10-60 detik setelah ditetesi. 5.5. Uji Katalase Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan kematian pada mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik. Superoksida dismutase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian khususnya superoksida pada organisme aerob yang bersifat katalase negatif. Produksi katalase bisa diidentifikasi dengan menambahkan H2O2 berkonsentrasi 3% pada suspensi bakteri. Reaksi positif ditandai pembentukan gelembung gas. Cara Kerja : a. Koloni bakteri umur 24 jam diambil satu ose secara aseptis dan diinokulasikan pada object glass. b. Dengan menggunakan pipet tetes, H2O2 diteteskan pada object glass secukupnya. c. Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung untuk hasil negatif.
55
ACARA VIII. FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROORGANISME Kompetensi: mahasiswa mengetahui pengaruh suhu, tekanan osmotik, sinar UV, dan pH terhadap pertumbuhuan Mikroorganisme Landasan Teori Mikroorganisme merupakan jasad renik yang membutuhkan suatu kondisi lingkungan yang tepat untuk mampu tumbuh secara optimum. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme terkait dengan kinerja metabolismenya. Salah satu teknik dasar kerja mikrobiologi adalah eksaminasi, atau pengujian. Kegiatan pengujian terhadap
mikroba
antara
lain
dapat
dilihat
pada
kemampuan
biokimiawinya yaitu kemampuan untuk tumbuh suatu kondisi lingkungan spesifiknya.
Beberapa
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu, tekanan osmotik, sinar UV, dan pH.
Tujuan Praktikum Praktikum ini ditujukan untuk memperkenalkan mahasiswa pada teknikteknik pengujian mikroba berdasarkan kemampuan enzimatiknya.
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan meliputi kultur bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis, Media Nutrient Agar, Media Nutrient Broth yang telah diatur pH ataupun tekanan osmotiknya, jarum ose, dan pembakar spiritus.
56
Cara Kerja Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme Berdasarkan
suhu
optimum
untuk
pertumbuhannya.
mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu, Psikrofilik (suhu optimum tumbuh 0-200C), Mesofilik (suhu optimum tumbuh 25-400C), dan Termofilik (suhu optimum tumbuh 50-1000C). Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan mikroorganisme, pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim. Suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein enzim. Cara Kerja : Inokulasikan kultur bakteri E.coli atau Bacillus subtilis menggunakan jarum ose pada 4 tabung yang berisi media Nutrient Broth lalu diberi label sesuai suhu inkubasinya. Suhu inkubasi yang digunakan adalah 100C, suhu ruang, 370C, dan 500C. Setelah
itu
diinkubasi
selama
48
jam,
bandingkan derajat kekeruhannya.
Pengaruh tekanan osmotik terhadap pertumbuhan mikroorganisme Keberadaan
mikroorganisma
dilingkungan
dapat
dipengaruhi
kepekatan suspensi/cairan di lingkungan. Suatu mikroorganisme tumbuh secara optimum apabila keadaan suspensi di luar sel sama dengan keadaan di dalam sel (isotonik) Bila kepekatan suspensi di lingkungan tinggi daripada di dalam (hipertonik) maka isi sel akan ke luar dan menyebabkan kematian sel atau akan terjadi peristiwa plasmolisis. Sebaliknya, apabila kepekatan suspensi di lingkungan rendah daripada di dalam sel (hipotonik) maka akan terjadi pergerakan massa cair ke dalam sel mikroorganisme sehingga akan menyebabkan sel kelebihan cairan dan pada akhirnya pecah, peristiwa ini disebut sebagai plasmoptisis.
57
Cara Kerja: Sediakan 4 tabung media Nutrient Broth yang telah ditambahkan NaCl masing-masing dengan konsentrasi 0%, 0,85%, 5%, dan 10%. Inokulasikan kultur bakteri E.coli atau Bacillus subtilis pada tabung tersebut kemudian diberi label sesuai dengan kultur yang digunakan dan konsentrasi NaCl yang digunakan. Inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dan bandingkan derajat kekeruhannya.
Pengaruh sinar ultraviolet terhadap pertumbuhan mikroorganisme Sinar UV mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Sinar UV panjang gelombang 210-300 nm dapat membunuh mikroorganisme jika di paparkan dalam tempo waktu tertentu. Sinar UV memiliki kemampuan untuk merusak asam nukleat yang menyebabkan terhambatnya proses transkripsi dan pembentukan enzim terhambat sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi terganggu dan pada akhirnya sel yang tumbuh menjadi lebih sedikit. Komponen seluler yang dapat menyerap sinar UV adalah asam nukleat sehingga dapat rusak dan menyebabkan kematian. Cara Kerja: Inokulasikan kultur bakteri E.coli atau Bacillus subtilis pada 3 cawan berisi media Nutrient Agar dengan cara digoreskan menggunakan jarum ose. Dedahkan ketiga cawan tersebut pada sinar UV dengan panjang 254 nm selama 1 menit, 5 menit, dan 15 menit (ingat tutup cawan dibuka dan diusahakan lingkungan sekitar steril). Jarak antar UV dan cawan sekitar 30 cm. Gunakan kontrol untuk masing-masing biakan dengan tidak memaparkan pada sinar UV Inkubasi selama 48 jam dan amati pertumbuhan koloninya
58
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroorgansime pH berpengaruh terhadap sel dengan mempengaruhi metabolisme, pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral (7,0) namun adapula beberapa genus bakteri yang mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang asam atau basa. Hal ini berkaitan dengan enzim yang bekerja di dalam sel mikroorganisme tersebut, saat pH lingkungan tidak sesuai maka enzim tidak bekerja secara optimal dan berlaku sebaliknya. Berdasarkan nilai pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya maka mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi
3
kelompok,
yaitu
Asidofilik
(kisaran
pH
2,0-5,0),
Mesofilik/Neutrofilik (kisaran pH 5,5-8,0), dan Alkalofilik (kisaran pH 8,5-11,0) Cara Kerja : Buatlah tabung reaksi berisi media NB dengan pH yang telah diatur sebelumnya (pH 3, 7 dan 9) Inokulasi tiap tabung dengan Bacillus subtilis atau E.coli lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam Amati perbedaan kekeruhan pada tiap nilai pH
59
DAFTAR REFERENSI G.I. Barrow and R.K.A. Feltham. 1993. Cowan and Steel’s. Manual for the Identification of Mediacal Bacteria. Third Edition. Cambridge University Press. James G Cappucino and Sherman,N. 1987. Microbiology : A Laboratory Manual. The Benjami/Cummings Publishing Company, Inc. Rockland Community College State University of New York Lansing M.Prescott, Harley John P., Kleien Donald,A. 2005. Microbiology. Sixth Edition. The Mc Graw-Hill Company,Inc. New York.
60