MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI USIA LANJUT “Perubahan Endokrin pada Menopause” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut Dosen pembimbing: Ningrum Paramita, S.Keb, Bd., M.Biomed
Oleh: Sauli Nur Laili
145070601111017
Nurul Hikmah
145070601111018
Amalia Puspa Ningrum
145070601111019
Kelas B PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan lancar. Makalah ini membahas tentang topik Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut dalam sub topik Perubahan Endokrin pada Menopause. Kami berterimakasih kepada dosen pembimbing kami bu Ningrum Paramita, S.Keb, Bd., M.Biomed yang telah membimbing kami dalam penyusunan dan memberikan arahan–arahan serta nasihat-nasihat yang bermanfaat. Kami berharap hasil diskusi ini dapat menambah wawasan kami dan membantu kami mengasah untuk berpikir kritis dan memiliki wawasan yang luas. Semoga makalah hasil diskusi ini dapat bermanfaat untuk kami dan pembaca. Mohon maaf bila ada kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, sehingga kritik dan saran sangat kami terima untuk menjadi pelajaran agar lebih baik lagi. Malang, 29 Agustus 2017
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... i DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… .............................................. 1 1.1 Latar Belakang……………………………………………………… ...................................... 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… ................................... 1 1.3 Tujuan .................................................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 2 2.1 Definisi Menopause ....................................................................................................... 2 2.2 Tahapan Menopause ..................................................................................................... 2 2.3 Fisiologi Menopause ...................................................................................................... 3 2.4 Mekanisme Perubahan Endokrin pada Masa Menopause ............................. 5 2.5 Perubahan Endokrin pada Masa Menopause...................................................... 6 2.5.1 Perubahan Sistem Reproduksi .............................................................................. 7 2.5.2Perubahan Sistem Muskuloskeletal ...................................................................11 2.5.3Perubahan Sistem Kardiovaskular .....................................................................11 2.5.4 Perubahan Sistem Pencernaan............................................................................12 2.5.5 Perubahan Sistem Integumen..............................................................................12 2.5.6 Perubahan Sistem Persarafan..............................................................................14 2.5.7 Perubahan Sistem Perkemihan ...........................................................................14 BAB III PENUTUP ..........................................................................................................................16 3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................16 3.2 Saran ...................................................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................17
ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai akhir abad ke-21 di Indonesia akan dijumpai sekitar 8-10% lansia dan wanita lebih banyak dibandingkan dengan kaum pria. Kesehatan mereka harus mendapatkan perhatian. Sistem hormonal seluruh tubuh mengalami
kemunduran
dalam
mengeluarkan
hormonnya
pada masa
menopause. Kemuduran pada kelenjar tiroid dengan hormon tiroksin untuk metabolisme umum dan kemunduran kelenjar paratiroid yang mengatur metabolisme kalsium. Selain itu terjadi pula lonjakan pada kadar hormon LH dan FSH. Perubahan pengeluaran hormon menyebabkan berbagai perubahan pada fisik dan psikis dari wanita tersebut (Manuaba, dkk., 2009) Perubahan
masa
menopause
seringkali
menimbulkan
rasa
ketidaknyamanan ataupun kekhawatirkan. Wanita yang semula aktif dalam berbagai kegiatan di masyarakat dapat menjadi terganggu kegiatannya dikarenakan berbagai keluhan yang ditimbulkan oleh perubahan fisik masa menopause, dan hal ini semakin diperparah jika wanita tersebut tidak menyadari kalau keluhan yang dialami diakibatkan perubahan fisik masa menopause (Suparni dan Yuli, 2016).
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari menopause? 2. Apa saja tahapan dari menopause? 3. Bagaimana mekanisme perubahan endokrin yang terjadi pada masa menopause? 4. Apa saja perubahan endokrin yang terjadi pada masa menopause? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari menopause. 2. Untuk mengetahui tahapan dari menopause. 3. Untuk mengetahui mekanisme perubahan endokrin yang terjadi pada masa menopause 4. Untuk mengetahui perubahan endokrin yang terjadi pada masa menopause.
1
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Definisi Menopause Menopause adalah penghentian daur haid (menstruasi) seorang wanita pada usia sekitar 45 sampai 50 tahun untuk selamanya. Berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita menopause disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai tidak tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan bukan disebabkan oleh keadaan patologis (Baziad, 2003). Menurut sumber lain, menopause merupakan keadaan wanita yang mengalami penurunan fungsi indung telur, sehingga produksi hormon estrogen berkurang yang berakibat terhentinya menstruasi untuk selamanya (mati menstruasi). Usia menopause di indonesia kurang lebih 49 tahun, tetapi biasanya sejak wanita di atas 40 tahun, menstruasi sudah tidak teratur, siklus sering kali terjadi tanpa pengeluaran sel telur, hal ini berarti kemungkinan untuk hamil kecil (Kumalasari & Andhyantoro, 2014). 2.2 Tahapan Menopause Menopause terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
Fase pra-menopause: Disebut juga fase klimakterium. Pada fase iniseorang wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan, terjadi perubahan fisik. Berlangsung selama 4-5 tahun. Terjadi pada usia antara 48-55 tahun.
Fase menopause: Terhentinya menstruasi. Perubahan dan keluhan psikologis dan fisik semakin menonjol. Berlangsung sekitar 3-4 tahun. Pada usia antara 56-60 tahun.
Fase pasca-menopause: Disebut juga fase senium. Terjadi pada usia di atas 60-65 tahun. Wanita beradaptasi terhadap perubahan psikologis dan fisik. Keluhan makin berkurang (Manuaba,dkk., 2009).
2
2.3 Fisiologi Menopause
Gambar
1: Biosintesis estrogen (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009).
Pada manusia, 17β-estradiol yang terkuat dan terbanyak diproduksi di ovarium akan segera dioksidasi dalam tubh menjadi estron dan dengan menambah gugusan H untuk menjadi estriol. Perubahan ini terjadi terutama di hati. Ketiga bentuk ini diekskresikan ke dalam urine sebagai glukoronat dan sulfat bersamasama metabolit lain yang tidak penting sebagai kompleks yang larut dalam air. Pada masa kehamilan, estrogen dibentuk juga dalam plasenta dan urin wanita hamil merupakan sumber estrogen terbanyak. Pembentukan estrogen tidak hanya terbatas pada gonad, plasenta dan adrenal tetapi juga pada jaringan perifer seperti hati, lemak, otot rangka dan folikel rambut dapat membentuk estrogen yang berasal dari steroid (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009). Ovarium pascamenopause berukuran kecil dan tidak berisi folikel. Penampakan ovarium pascamenopause, bersamaan dengan observasi terhadap 3
tindakan ooferektomi yang berhubungan dengan gejala-gejala menopause, membuktikan teori yang sesungguhnya bahwa deplesi folikel bertanggung jawab atas terjadinya menopause. Bukti yang lebih baru menunjukkan bahwa menopause dapat disebabkan oleh system saraf pusat dan ovarium. Selain itu, pria tampaknya mengalami perubahan serupa, walaupun lebih lambat dan lebih tidak terlihat, yang disebut sebagai ‘gonopause’. Mekanisme yang terkait dalam system saraf pusat dan gonad sangat luas dan menggambarkan proses penuaan yang umum. Fertilitas menurun secara drastis pada wanita saat memasuki usia 35 tahun dan lebih cepat lagi setelah usia 40 tahun. Percepatan setelah usia 40 tahun mungkin merupakan tanda pertama dari kegagalan ovarium yang akan terjadi. Walaupun folikel-folikel ovarium tetap terlihat melalui USG, namun usaha menginduksi ovulasi buatan dengan menyuntikkan gonadotropin kemunginan besar tidak berhasil setelah usia lebih dari 45 tahun. Ini menunjukkan adanya gangguan fisiologis yang berkembang di dalam oosit atau folikel sebelum mereka menghilang. Sekitar 3-4 tahun sebelum menopause, kadar FSH mulai meningkat sedikit dan produksi estrogen, inhibin, dan progesterone ovarium menurun. Lamanya siklus menstruasi cenderung memendek seiring dengan fase folikuler yang secara progresif memendek. Akhirnya ovulasi dan menstruasi benar-benar berhenti. Usia onset menopause ibu dapat dijadikan perkiraan untuk usia menopause anak perempuannya. Usia menarke tidak mempengaruhi usia menopause. Sebagian besar setuju bahwa ras dan paritas tidak memiliki pengaruh pada usia menopause. Perokok mengalami menopause pada usia yang lebih dini daripada bukan perokok. Walaupun
kegegalan
ovarium
merupakan
komponen
utama
pada
menopause, namun perubahan fungsional pada tingkat hipofisis yang terjadi. Perubahan muncul dalam ritme intrinsic, yang mengontrol waktu tidur dan aksis neuroendokrin. Perubahan dalam osilator sirkadian tersebut menyebabkan hilangnya sekresi melatonin nocturnal dan mengubah waktu tidur, menurunkan kemampuan respon aksis gonadotropin terhadap umpan balik streroid, dan menurunkan produksi streroid adrenal. Penuaan juga berhubungan dengan penurunan yang lebih umum pada fungsi saraf dopaminergik dan noradrenergic sentral. Defisiensi estrogen selanjutnya menyebabkan defisiensi dopamine dengan meningkatkan rasio norepinefrin terhadap dopamine.
4
Selama menopause, penurunan produksi estrogen dan inhibin ovarium mengurangi sinyal umpan balik negatif terhadap hepofsis dan hipotalamus dan menyebabkan peningkatan yang progresif pada kadar gonadotropin. Karena inhibin bekerja secara khusus untuk meregulasi FSH, maka kadar FSH meningkat secara tidak proporsional terhadap kadar LH. Walaupun produksi estrogen ovarium berhenti, ovarium terus membuat androgen testosterone dan androstenedion. Mayoritas biosintesis steroid terjadi di dalam sel hilus medulla ke kelenjar sangat sedikit terjadi di dalam stroma. Sel hilus memiliki asal usul embriologis yang sama dengan sel leydig tesis, yang merupakan sel pensekresi androgen pada pria. Walaupun produksi estrogen ovarium berhenti saat menopause, wanita pascamenopause tidak sepenuhnya mengalami defisiensi estrogen. jaringanjaringan perifer seperti lemak, hati, dan ginjal menghasilkan enzim aromatase dan dapat mengubah androgen yang bersirkulasi menjadi estrogen. perbedaan utama antara estrogen yang langsung disekresi oleh ovarium dengan estrogen yang berasal dari konversi periver adalah sebagian besar estrogen yang diproduksi dari konversi di periver adalah estron. Estron merupakan estrogen yang dihasilkan dari aromatisasi andostrenedion, suatu androgen utama yang disekresi ovarium pascamenopause dan kelenjar adrenal. Estron merupakan estrogen yang sangat lemah dibandingkan dengan estradiol. Pada konsenterasi yang biasa ditemukan pada wanita pascamenopause, estron tidak memberikan proteksi terhadap dampak jangka panjang defisiensi estrogen. wanita pascamenopause yang obes terlndungi dari dampak jangka panjang ini. Lemak secara khusus kaya akan aktivitas aromatase dan wanita pascamenopause yang obes dapat memproduksi estron dalam jumlah besar. Jumlah estron endogen yang besar ini memberikan perlindungan terhadap risiko gejala vasomotor dan osteoporosis pada menopause. Pajanan terus-menerus endometrium terhadap stimulasi estrogen yang tidak diawali oleh progesteron pascaovulasi akan meningkatkan risiko terjadinya hyperplasia dan karsinoma endometrium. Endometrium tidak pernah dikonversi dari keadaan proliferative yang fisiologis menjadi bentuk sekretorik dan pertumbuhan yang tidak terkontrol ini menimbulkan perubahan neuplastik. Risiko terhadap stimulasi endometrium yang serupa juga terjadi pada wanita yang hanya mendapatkan estrogen sebagai penggati hormon pascamenopause (Heffner & Schust, 2006).
5
Gambar 1: Perubahan pada ovarium dan hipotalamus pada menopause (Heffner & Schust, 2006).
2.4 Mekanisme Perubahan Endokrin pada Masa Menopause Pada waktu dilahirkan, bayi mempunyai sekurang-kurangnya 750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel-folikel. Pada anak berumur 6-15 tahun ditemukan 439.000 oogonium dan pada umur 16-25 tahun hanya 34.000 oogonium. Pada masa menopause semua oogonium menghilang (Saifuddin, 2014). Wanita dengan siklus haid yang normal, estrogen terbesar adalah estradiol yang berasal dari ovarium. Di samping estradiol terdapat pula estron yang berasal dari konversi androstenadion di jaringan perifer. Selama siklus haid pada masa reproduks, kadar estradiol dalam darah bervariasi. Pada awal fase folikuler kadar estradiol berkisar 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar 100-400 pg/ml dan pada fase luteal berkisar 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkan kadar estron berkisar antara 40-400 pg/ml. Memasuki masa pra menopause aktivitas folikel dalam ovarium mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH. Meskipun perubahan ini mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Terdapat pula penurunan kadar hormone
6
androgen seperti androstenadion dan testosterone yang sulit dideteksi pada masa pra menopause. Pada pasca menopause kadar LH dan FSH akan meningkat, FSH biasanya lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negative dari steroid varium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis menopause dapat ditegakan bila kadar FSH lebih dari 30mlU/ml Kadar estradiol pada wanita pasca menopause lebih rendah dibandingkan wanita usia reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Ada wanita pasca menopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal dan jaringan adipose. Pada wanita pasca menopause kadar estradiol menjadi 13-18 pg/ml. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar estrogen lebih tinggi dibandingkan wanita yang kurus karena meningkatnya proses aromatisasi perifer (Speroff et al dalam Suparni dan Yuli, 2016).
2.5 Perubahan Endokrin pada Masa Menopause Sistem endokrin adalah sistem yang mengatur semua zat penting di dalam tubuh yang dikenal sebagai hormon. Dua hormonpenting yang dihasilkan adalah estrogen dan progesteron. Salah satu bagian tubuh yang menghasilkan hormon estrogen adalah ovarium. Keduanya berfungsi dan diperlukan untuk pelepasan jaringan dinding rahim. Pada wanita menopause terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang relatif cepat. Kelenjar pituitari, yaitu kelenjar endokrin yang mengatur seluruh kelenjar-kelenjar endokrin tubuh lainnya kemudian mengeluarkan LH (luteinizing hormone). LH merangsang ovarium untuk memproduksi lebih banyak estrogen. LH inilah yang menyebabkan terjadinya gangguang-gangguan khas pada wanita menopause seperti wajah atau badan panas, keringat berlebih, gangguan emosional dan sebagainya (Soerjodibrotodalam Suparni dan Yuli, 2016).
7
Hormon estrogen berkerja pada organ sasaran melalui reseptor estrogen α dan β. Jaringan yang memiliki reseptor estrogen α dan β adalah kulit, otak, tulang, uterus, vesika urinaria, uretra, ovarium, kardiovaskuler, dan payudara. Jaringan yang hanya memiliki reseptor estrogen β adalah traktus gastrointestinal, sedangkan jaringan yang hanya memiliki reseptor α adalah hepar. Interaksi estrogen dengan reseptornya akan menghasilkan proses anabolik. jika terjadi penurunan estrogen maka juga akan mempengaruhi kerja dari organ-organ tersebut (Rachman, 2004).
2.5.1. Perubahan sistem reproduksi Hilangnya estrogen mempunyai efek pada jaringan-jaringan reproduksi. Selama seluruh fase subur dalam kehidupan kecuali masa kehamilan dan laktasi, steroid ovarium merangsang saluran genetalia dalam siklus tiap bulan yang disebut menstruasi. Estradiol dan progesteron menyiapkan jaringan-jaringan untuk tempat fertilisasi dan nidasi. Tanpa peranan hormon tersebut, jaringan-jaringan yang tergantung estrogen menjadi atrofi yang ditandai dengan gejala sebagai berikut:
Vaskularisasi menurun yaitu suplai darah lokal berkurang,
Serat-serat elastis menjadi terbelah
Volume sel berkurang.
Jaringan yang atrofi menjadi kaku, tipis dan kurang resisten terhadap pengaruh-pengaruh luar.
Gambar 2: Gejala Menopause yang berhubungan dengan endokrin (Manuaba, 2001)
8
Gambar 3: Perbedaan Sistem Reproduksi Usia Muda dan Usia Lanjut (Baziad, 2003)
Perubahan yang terjadi pada anatomi dan fungsi sistem reproduksi dapat meliputi: a. Uterus Saat menjelang menopause (45-55 tahun) terjadi perubahan funsi uterus akibat menurunnya kadar estrogen dalam tubuh. Perubahan yang dialami yaitu uterus mengecil disebabkan menciutnya selaput lendir Rahim (atrofi endometrium) serta hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat antar sel. Serabut otot Rahim (myometrium) menebal, pembuluh darah myometrium menebal dan menonjol. Hilangnya
estrogen
menyebabkan
perubahan
pada
uterus.
Perubahan yang terjadi yaitu panjang uterus menjadi setengahnya dari 12 sampai 5 atau 6 cm, beratnya berangsur-angsur menurun dari kira-kira 120 gram menjadi 25-30 gram. Berhentinya perdarahan uterus yang komplet adalah gejala klinis utama dari menopause. Servix akan mengalami atrofi, memendek dan berkerut setelah beberapa tahun servix tidak menonjol ke dalam vagina dan bersatu dengan dinding vagina. Ostium uteri dan vagina menjadi lebih kecil (stenosis) (Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). b. Tuba Falopii
9
Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pndek, menipis dan mengerut serta endosalping menipis, mendatar, silia pada tuba menghilang. Perubahan ini akan mempengaruhi fungsi tuba falopii untuk membawa sel telur yang dilepaskan oleh ovarium ke rongga rahim sehingga tidak terjadi pembuahan(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). c. Ovarium Dalam fase premonopause, siklus haid menjadi anovulasi (tidak mengeluarkan sel telur), follikel primer tidak dapat matang secara baik dan kadarhormon gonadotropin meningkat. Fungsi ovarium menurun dimana tidak terjadinya produksi dari sel telur. Keadaan ini mengakibatkan metabolismee dan proses pembentukan hormon di ovarium menurun serta jaringan ikat semakin banyak. Ovarium mengalami atrofi, mengera, tidak mengandung corpus luteum dan tunika albuginea menebal (Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). d. Servix Saat
menopause
terjadi
penurunan
kadar
estrogen
yang
mengakibatkan servix mengerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal menjadi atropik, kanalis servikalis memendek sehingga menyerupai ukuran servix fundus saat masa adolesen atau kanak-kanak. Pada tahap pra menopause, servix mengalami proses involusi sehingga menjadi berkerut, epitelnya menjadi tipis dan mudah cedera. Kelanjra
endoservikal
mengalami
atrofi,
dan
lendir
servix
berkurang(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). e. Vagina Fungsi vagina akan mengalami penurunan pada menopause. Hal ini terjadi karena penipisan dinding vagina yang menyebabkan hilangnya lipatan-lipatan vagina (rugae), berkurangnya pembuluh darah, menurunnya elastisitas, secret vagina menjadi encer, dan pH vagina meningkat. Hilangnya estrogen juga mengakibatkan atrofi vagina pada semua wanita dan terjadi sekitar 4-5 tahun sesudah menopause. Perubahan-perubahan atrofi dari vagina: Berkurangnya panjang dan diameter vagina 10
Warna khas pucat merah muda karena berkurangnya vaskularisasi Vagina menjadi kering karena berkurangnya produksi lendir oleh kelenjar-kelenjar Perubahan pada populasi sel dimana terdapat lebih banyak sel parabasal daripada sel superfisial Produksi glikogen minimal Hilangnya pertumbuhan laktobasil sehingga pH meningkat dari 4,05,5 menjadi 6,0-8,0 Pertumbuhan berlebihan dari streptokokus, stafilokokus dan basil kaliform(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). f. Vulva Jaringan vulva menipis karena berkurang dan hilangnya jaringan lemak serta jaringan elastis. Kulit menipis dan pembuluh darah berkurang yang menyebabkan pengerutan lipatan vulva. Sering tibul pruritis (rasa gatal) pada vulva yang disebabkan atrofi, hilangnya sekret kulit, dyspareunia (nyeri senggama), mengerutnya introitus dan rambut pubis berkurang ketebalannya. Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada vulva. Perubahanperubahannya ditandai dengan hilangnya jaringan lemak bawah kulit mons veneris dan labia mayora dan hilangnya rambut pubis. Atrofi lebih menonjol terjadi pada klitoris dan labia mayora. Keadaan ini membuat vulva lebih rapuh dan iritasi berulang sehingga vulva menjadi gatal, terkelupas dan kemerahan(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). g. Payudara Payudara akan menyusut dan menjadi datar kecuali pada wanita gemuk dimana payudara tetap besar dan menggantung. Lemak di bawah kulit (subkutan) diserap, lobules menciut, stroma jaringan ikat fibrosa meningkat, putting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang sehingga payudara mendatar dan mengendor. Payudara juga akan mengalami atrofi selama menghilangnya hormon estrogen sehingga payudara menjadi lebih kecil dan kurang kencang. Ligamen-ligamen yang merupakan bagian dari alat penggantung kehilangan elastisitasnya.
11
Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi mammae (Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). 2.5.2. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Kehilangan estrogen dan usia yang menua menyebabkan aktivitas osteoklas meningkat. Penurunan konsumsi atau absorpsi kalsium menurunkan kadar kalsium yang diionasi oleh serum sehingga merangsang hormon paratiroid untuk memobilisasi kalsium dari tulang melalui stiumulasi langsung dari aktivitas osteoklas. Peningkatan kadar hormon paratiroid juga merangsang produksi vitamin D untuk meningkatkan penyerapan kalsium dari usus. Berkurangnya aktivitas osteoblast akibat menurnnya kadar estrogen, vitamin D dan hormon paratiroid menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas sendi hilang sehingga menjadi kaku dan sulit begerak yang dapat mengakibatkan osteoporosis. Perubahan yang jelas terjadi adalah berkurangnya masa otot yang disebabkan karena atrofi fan hilangnya serabut otot akibat dari laju metabolik basal dan laju oksigen maksimal berkurang sehingga otot menjadi mudah lelah, laju kontraksi otot melambat dan jaringan lemak berkurang. Banyak wanita menopause mengeluh nyeri otot dan sendi yang mungkin dikarenakan oleh osteoartrosis dan osteoarthritis yang disebabkan oleh kurangnya estrogen sehingga terjadi kerusakan matrik kolagen dan tulang rawan akan menjadi mudah rusak(Ajik dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016). 2.5.3. Perubahan Sistem Kardiovaskular Penurunan atau hilangnya kadar estrogen mengakibatkan perubahan yang disebabkan degenerasi jaringan kolagen, pengecilan ukuran, dan penimbunan lemak sehingga elastisitas dinding aorta menurun. Selain itu, terjadi perubahan pada pembuluh darah perifer dimana arterosclerosis yang berat akan menyebabkan pasokan darah ke otot-otot tungkai bawah menurun. Hal ini menyebabkan
iskemia
jaringan
otot
sehingga
menimbulkan
keluhan
klaudikasio(Ajik dalam Suparni dan Yuli, 2016). Keluhan lain yang memengaruhi fungsi jantung dan pembuluh darah yaitu kulit terasa kering, keriput dan longgar dari otot oleh karena turunnya sirkulasi menuju kulit, badan terasa panas termasuk wajah, terjadi perubahan sirkulasi pada wajah yang dapat melebar ke tengkuk berwarna merah (hot flushes), dan mudah berdebar-debar (Manuaba dalam Suparni dan Yuli, 2016). 12
Hilangnya
fungsi
ovarium
pada
menopause
berkaitan
dengan
penyimpangan pada metabolisme lemak, glukosa, insulin serta distribusi lemak tubuh koagulasi dan fungsi arteri. Semula estrogen menjadikan vasoaktif dan meningkatkan aliran darah dengan menjaga arteri tetap lemas. Berkurangnya estrogen juga akan mengubah kadar kolestrol dalam darah dan meningkatkan kadar LDL yang mengakibatkan terkena penyakit jantung. Sedangkan HDL akan menurun sesuai pertambahan usia. Dengan bertambahnya usia, tubuh membutuhkan lebih sedikit lemak dari sebelumnya. Hal ini karena kemampuan tubuh untuk mengolah lemak berkurang dan memerlukan waktu lebih lama untuk masuk dalam darah. Akibatnya, wanita menopause beresiko kelebihan berat badan yang bisa berujung pada penyakit jantung koroner dan penyempitan pembuluh darah. Namun, diet bebas lemak bukan langkah yang tepat karena tubuh masih memerlukan lemak jenis tertentu untuk membangun sel-sel baru, mengembangbiakkan bakteri positif di pencernaan dan bahan pembentuk estrogen secara alami. Resiko penyakit lainnya adalah kanker dengan berbagai jenis yaitu endometrial, servix, uterus dan payudara (Suparni dan Yuli, 2016) 2.5.4Perubahan Sistem pencernaan Menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus halus. Kemampuan meabsorbsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus dan usus besar yang lambat menimbulkan gangguan buang air besar berupa obstipasi (Manuaba dalam Suparni dan Yuli, 2016).
2.5.5Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang biasanya sering ditemui pada wanita menopause adalah kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastik karena menurunnya cairan dan kehilangan jaringan adipose, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen. Selain itu kuku dan jari tangan dan kaki menjadi lebih tebal dan rapuh. Pada wanita usia lebih dari 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu. Kulit terdiri dari 2 lapisan yaitu epidermis dengan keratosit dan melanosit. Bagian dalam yaitu dermis mengandung kolagen yang tinggi. Jenis kolagen tertentu 13
di dalam kulit selalu mengalami pembaharuan. Dermis banyak memiliki arteriole yang membentuk tumpukan kapiler di dalam papil-papil, dan sangat berperan di dalam timbulnya semburan panas. Kolagen dan serat elastis berperan dalam stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat meyimpan air dalam jumlah besar. Estrogen memengaruhi kadar kolagen, jumlah proteoglikan dan kadar air dari kulit. Proses penuaan kulit merupakan hal yang kompleks. Kulit menjadi tua disebabkan oleh kerusakan kumulatif oleh sinar ultraviolet dan kekurangan estrogen. Sinar ultraviolet A dan B mengganggu kesehatan kulit. Sinar ultraviolet A dengan gelombang panjang dapat diserap ke kulit bagian dalam sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel-sel kulit. Kulit kehilangan elastisitas, atripik, tipis, kering dan berlipat-lipat. Produksi sebum, fungsi kelenjar dan pertumbuhan rambut menjadi kurang. Kulit mudah cidera dan penyembuhan luka menjadi terganggu. Kerusakan kulit akibat terpapar sinar matahari yang terjadi sepanjang hidup dapat menimbulkan keriput dan bintik-bintik berupa purpura senilis dan keratosis. Merokok dapat menimbulkan gejala 3 kali lipat. Estrogen memengaruhi aktivitas metabolic sel-sel epidermis dan fibroblast, serta aliran darah. Kurang estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atropi, menyebabkan berkurangnya sintesis kulit sampai kolagen. Meningkatkan penghancuran kolagen. Pasca menopause rambut pubis, ketiak, pubis, serta rambut di kepala menjadi tipis. Rambut menjadi rontok. Dengan meningkatnya usia terjadi pengurangan jumlah dan besar folikel-folikel rambut. Rambut menjadi putih dikarenakan penurunan aktivitas melanosit dalam matriks folikel rambut. Warna rambut bergantung pada jumlag sintesis melanin, jumlah jumlah melanosom dan juga dari ruangan-ruangan diantara tumpukan matriks yang berisi udara. Melanin disintesis di sitoplasma sel-sel melanosit dan dikeluarkan di dalam keratinosist. Rambut hitam terdiri dari cumelamin dengan jumlah melanosom yang banyak. Rambut hitam terdiri dari eumelanin dengan jumlah melanosom yang banyak. Rambut coklat terdiri dari premelanin yang kaya akan sulfur dengan jumlah melanosom yang sangat kecil. Sintesis melanin dikatalisasi oleh enzim tirosinase. Oleh karena itu estrogen berfungsi sebagai hormon anti uban. Wanita yang memiliki uban pada usia muda memiliki resiko 4 kali lebih besar mengalami osteoporosis dibandingkan dengan wanita tanpa uban (Widjanarkom dalam Suparni dan Yuli, 2016).
14
2.5.6 Perubahan Sistem Persarafan Otak mengandung lebih 100 milyar sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. Pada usia 45-50 tahun berat otak menurun karena penuaan otak akibat kehilangan 100.000 neuron/tahun. Perubahan degenerative ini menyebabkan gangguan persepsi, analisis dari integrasi, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sensori motor untuk menghasilkan ketepatan melambat. Gangguan mekanisme mengontrol postur tubuh dan daya anti gravitasi menurun, keseimbangan dan gerakan menurun. Daya pemikiran abstrak menghilang, memori jangka pendek dan kemampuan belajar menurun, lebih kaku dalam memandang persoalan, lebih egois dan introvert (Ajik, dalam Suparni dan Yuli, 2016).
2.5.7Perubahan Sistem Perkemihan Alat genital wanita dan saluran kemih bagian bawah sangat dipengaruhi oleh estrogen. Kekurangan estrogen dapat menimbulkan berbagai jenis keluhan, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Banyak wanita yang tidak mau berkonsultasi pada dokter. Keluhan genital dapat berupa iritasi, panas gatal, keputihan, nyeri, berkurangnya cairan vagina, dan dinding vagina berkerut. Keluhan pada saluran kemih berupa sering berkemih, tidak dapat menahan kencing, nyeri berkemih, sering kencing malam dan inkontinensia (Prawirohardjo dalam Suparni dan Yuli, 2016). Dinding uretra mengandung reseptor-reseptor estrogen, dan kandung kemih juga menunjukkan reaksi terhadap hormon-hormon seks steroid. Meskipun atrofi dari uretra adalah bagian dari proses penuaan yang umum pada kedua jenis kelamin, hilangnya estrogen dikatakan satu factor tambahan yang memengaruhi perubahan-perubahan struktur dan fungsi dalam dinding-dinding dari uretra dan kandung kemih. Perubahan-perubahan ini menyebabkan keluhan-keluhan yang persisten seperti inkontinensia, meingkatnya frektuensi berkemih, kencing malam, kesulitan-kesulitan buang air kecil lainnya, dan perasaan panas waktu buang air
15
kecil. Urinary continens kemampuan kandung kemih menahan isisnya secara reflex – tergantung pada dinding uretra yang utuh. Epithelium dan jaringan pembuluh darah dalam dinding antara mukosa dan otot bekerja sebagai pengikat dan menutup rapat lubang dari uretra. Atrofi dari uretra memengaruhi epitelium dan jaringan pembuluh darah: uretra bagian distal berubah menjadi kaku, saluran yang tidak elastik yang tidak dapat menutup sepenuhnya. Bila kandung kemih penuh, tetesan urun mungkin keluar secara tidak sadar (inkontinensia). Penutupan yang tidak sempurna juga memungkinkan masuknya bakteri dan zat-zat yang berbahaya yang lainnya dari lingkungan luar, yang seringkali menyebabkan radang uretra dan kandung kemih. Dengan produksi estrogen yang sangat rendah dalam umur pascamenopause lambat, atau bertahun-tahun lama setelah kastrasi, atrofi dari permukaan mukosa terjadi, disertai dengan vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis. Atrofi genitourinary menyebabkan berbagai macam gejala-gejala yang mengganggu kemudahan dan kuaitas hidup. Urethritis dengan disuri, urgensi, inkontinens, dan buang air kecil sering adalah akibat lanjutan dari penipisan mukosa, dalam hal ini uretra dan kandung kencing. Infeksi saluran kencing yang berulang secara efektif dapat dicegah dengan terapi estrogen pascamenopause. Relaksasi vagina dengan sistokel, rektokel dan prolaps uteri, dan atrofi vulva bukanlah suatu konsekuensi kekurangan estrogen. Walaupun diperdebatkan bahwa stress inkontinensia yang genuine tidak akan dipengaruhi oleh terapi estrogen, pendapat lain bahwa pengobatan estrogen memperbaiki atau mengobati stress inkontines genuine pada lebih dari 50% pasien yang disebabkan efek langsung pada mukosa uretra (Suparni dan Yuli, 2016).
16
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Istilah menopause digunakan untuk mengatakan suatu keadaan dimana wanita berhenti dari haid selamanya. Ketika menopause terjadi perubahan pada individu salah satunya perubahan endokrin yang otomatis akan mempengaruhi fungsi tubuh secara keseluruhan. Perubahan tersebut menyebabkan kekhawatiran tersendiri pada setiap individu yang mengalami. Oleh karena itu perlu diberikan pengetahuan dan dukungan psikologis sesuai dengan kondisinya, sehingga dapat melewati perubahan kondisi yang dialami. 3.2 Saran Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi mengenai perubahan endokrin pada menopause dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca atas kekurangan makalah ini.
17
DAFTAR PUSTAKA Baziad, A. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Heffner, L. & Schust, D. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi 2. Alih Bahasa Vidhia Umami. Jakarta: Erlangga Kumalasari, I. & Andiantoro I. 2014. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Manuaba I. A. C., Manuaba I. B. G. F., Manuaba I. B. G. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Ed 2. Jakarta: EGC Manuaba I. B. G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC Rachman IA. Osteoporosis primer pada wanita pasca menopause (Peranan Hormon Estrogen Menjelang Usia Lanjut). Maj. Obstet Ginekol Indones, 2004; 28: 3 Saifuddin. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Speroff L., Fritz M A. Clinical Gynecology Endrocinology and Infertility Seventh Edition. Lippincott & Wilkins. 2005 Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC Suparni I. E ., Yuli R. 2016. Menopause Masalah dan Penanganannya. Jakarta: Deepublish Publisher
18