PEMBINAAN TERHADAP PERTUMBUHAN JABATAN GURU A. Peranan Pemimpin Pendidikan dalam Pertumbuhan Jabatan Guru-Guru Pada bagian sebelumnya telah diuraikan hakikat pertumbuhan jabatan, latar belakang pentingnya pertumbuhan jabatan guru-guru, faktor-faktor yang mempengaruhinya, aspekaspek pertumbuhan jabatan serta beberapa usaha atau teknik supervisi yang dapat dilaksanakan untuk membantu dan memajukan pertumbuhan jabatan bagi guru-guru. Telah dikemukakan pula, bahwa masalah pertumbuhan jabatan guru-guru adalah merupakan satu faktor penting dalam merencanakan dan melaksanakan program perbaikan pendidikan dan pengajaran secara keseluruhan, di samping banyak faktor-faktor lainnya. Pertumbuhan jabatan guru-guru yang baik dapat dilihat sebagai salah satu tujuan sementara daripada program perbaikan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pencapaian pendidikan dan pengajaran itu. Dengan perencanaan dan pelaksanaan yang baik, melalui beberapa usaha atau teknik supervisi untuk mempertumbuhkan jabatan guru-guru seperti diuraikan di muka, maka baik pertumbuhan pribadi guru-guru maupun pertumbuhan pribadi dan jabatan para pemimpin pendidikan (supervisor). Juga masalah konsepsional, teknik administrasi serta hubunganhubungan kerja pendidikan pengajaran lainnya, sekaligus dapat dimajukan dan ditanggulangi kesulitan-kesulitannya. Untuk dapat melaksanakan program pertumbuhan jabatan bagi guru-guru itu, ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipenuhi. Misalnya masalah pembiayaan fasilitas/perlengkapan, masalah tenaga ahli sebagai narasumber (resource persons), faktor kehidupan sosial guru-guru, bantuan dan kerjasama dengan masyarakat, semangat dan sikap guruguru terhadap program pertumbuhan jabatan itu, dan “last but not least” faktor kecakapan dan kualitas kepemimpinan daripada mereka yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program itu yaitu administrator sekolah atau supervisor pendidikan sendiri. Bagaimana dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi masalah-masalah itu sebagian besar bergantung pada faktor terakhir itu. Suatu kepemimpinan pendidikan yang otokratis, akan menimbulkan satu situasi di mana pertumbuhan jabatan guru-guru sangat sulit untuk dapat berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan oleh karena guru-guru kurang mendapatkan perlakuan yang wajar dan sugestif, sebagai individu yang penuh potensi untuk pertumbuhan dan berkembang secara positif. Kebutuhan-kebutuhan fisik dan terutama kebutuhan-kebutuhan psikologi yang wajar daripada guru-guru banyak ditekan atau bahkan kadang-kadang diusahakan untuk dimatikan. Semangat dan kreativitas guru-guru tidak secara sadar dan sistematis digugah dan distimulir untuk bertumbuh bagi kepentingan usaha bersama itu. Rasa mampu dan percaya pada diri sendiri, rasa pengabdian yang penuh ikhlas dan tanggung jawab yang sadar di dalam pelaksanaan tugas-tugas mereka tidak ditanamkan dan dikembangkan secara sehat. Kesempatan-kesempatan untuk saling bantu membantu, saling memberi dan menerima dalam suasana persaudaraan dan keakraban antara guru-guru dan antara guru-
guru dengan pimpinan tidak banyak dimajukan. Morale kerja mereka tidak terangsang untuk bertumbuh secara positif sebagai akibat pendekatan si pemimpin dan konflik-konflik psikologis yang dialami mereka terus menerus dan bersamaan dengan itu kebebasan untuk berinisiatif sendiri daripada guru-guru tidak disambut dan diberi kesempatan berkembang oleh si pemimpin. Padahal semuanya itu sangat penting dan sama berperan di dalam menentukan pertumbuhan pribadi dan terutama pertumbuhan jabatan guru-guru. Demikian pula suatu kepemimpinan pendidikan yang “laissez-faire” sangat kecil kemungkinannya untuk dapat menciptakan suatu situasi kerja di mana pertumbuhan pribadi dan jabatan guru-guru berlangsung dengan baik. Ini disebabkan oleh karena pemimpin pendidikan
(supervisor)
hampir
tidak
menyumbangkan
apa-apa
dalam
masalah
pembimbingan usaha-usaha menstimulir dan mengkoordinir kegiatan yang merupakan sarana-sarana pertumbuhan jabatan guru-guru, selain ia hanya berusaha menjamin kebebasan yang khas dan perlengkapan material belaka. Suasana sekolah tanpa kepemimpinan atau situasi “social leaderless” yang dihasilkan oleh kepemimpinan pendidikan “laissez-faire” bukanlah jaminan yang menguntungkan bagi situasi kerja di mana pertumbuhan jabatan guru-guru berkembang harmonis, wajar dan fungsional. Satu-satunya alternatif terbaik ialah kepemimpinan pendidikan yang demokratis dan demokrasi yang sesuai dengan dasar negara kita yaitu Pancasila. Dalam situasi kepemimpinan ini unsur-unsur positif yang tidak terdapat atau dimatikan dalam kedua situasi kepemimpinan pendidikan terdahulu dapat berkembang subur. Inisiatif dan kreativitas guruguru disambut dengan baik; suasana kerjasama yang penuh kooperatif, proses “give and take” berkembang subur di kalangan seluruh staf sekolah, di mana koordinasi usaha-usaha berjalan dengan baik. Dorongan dan bimbingan si pemimpin yang penuh potensial diberikan secara intensif dan bijaksana. Proses pertukaran ide-ide dan pikiran terbaik daripada seluruh guru-guru dan pemimpin berlangsung dalam suasana saling pengertian dan saling menghargai serta bersikap terbuka. Perasaan percaya pada diri sendiri, perasaan tanggung jawab bersama dibina sebaik-baiknya. Pendek kata setiap individu guru-guru dengan segala keunikan pribadi dan kebutuhan fisik serta psikologisnya dalam hubungan dengan pertumbuhan pribadi dan jabatannya mendapat tempat, penghargaan dan pelajaran yang sewajarnya. Dengan “approach” kepemimpinan yang demokratis, maka problem-problem yang menghambat pertumbuhan pribadi dan jabatan guru-guru dapat lebih mudah disingkirkan atau diatasi bersama, di samping pengembangan aspek-aspek positif yang berperan di dalam memajukan pertumbuhan jabatan guru-guru itu. Dalam suasana kepemimpinan sekolah seperti inilah pertumbuhan pribadi dan jabatan guru-guru akan dapat berkembang dan berlangsung secara sehat dan maksimal, asalkan persyaratan-persyaratan konsepsional sebagai landasan pokok, dan kebutuhan-kebutuhan material serta perlengkapan lainnya dapat dipenuhi sebagaimana yang diperlukan bagi pelaksanaan program pertumbuhan jabatan guru itu.
Untuk dapat memainkan peranan-peranan positif kepemimpinan pendidikan yang demokratis itu di dalam perencanaan dan pelaksanaan program perbaikan pengajaran teristimewa bagi pertumbuhan jabatan guru-guru, maka para pemimpin pendidikan itu sendiri (supervisor), di samping persiapan pribadi kemampuan dan kecakapan yang telah dimilikinya, memerlukan pula usaha-usaha pertumbuhan pribadi dan jabatan sebagai pemimpin secara kontinu. Para pemimpin pendidikan (supervisor) haruslah memberi teladan pada guru-guru di dalam usaha mempertumbuhkan kecakapan, pengetahuan dan kepemimpinannya sehubungan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin, sejalan dengan usaha dan program pertumbuhan jabatan guru-guru, dan program perbaikan pendidikan dan pengajaran pada umumnya. Mereka hendaknya dapat menunjukkan bukti-bukti nyata kepada guru-guru yang dipimpinnya, bahwa mereka selalu bertumbuh dalam pribadi dan jabatannya, menguasai konsep-konsep pendidikan pengajaran modern, cukup cakap dalam mengembangkan dan membimbing pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran yang “up to date” sesuai dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip apa yang diizinkan untuk dilaksanakan oleh guru-guru di dalam aktivitas pendidikan dan pengajaran sehari-hari. Supervisor, baik ia seorang Kepala Sekolah , seorang Kepala Departemen P dan K atau pemangku jabatanjabatan kepemimpinan pendidikan lainnya yang bertanggung jawab dalam masalah peningkatan mutu jabatan guru-guru hendaknya dapat memperlihatkan teladan bahwa ia selalu “concern” terhadap perubahan-perubahan dan kemajuan masyarakat, senantiasa dapat mengikuti pertumbuhan dan kemajuan serta perubahan konsepsi-konsepsi pendidikan pengajaran berdasarkan pandangan-pandangan dan penemuan terbaru di dalam lapangan tugas jabatannya itu. Dengan keadaan dan harapan-harapan seperti itu maka perkembangan pribadi dan jabatan supervisor-supervisor/pemimpin-pemimpin pendidikan sama penting dan berjalan sejajar, seirama, berbarengan dengan pertumbuhan pribadi dan jabatan guru-guru, di mana yang satu saling menopang dan berlangsung simultan dengan proses kegiatan yang lain. B. Pembinaan Etika Jabatan Guru-Guru Bahwa masalah etika jabatan (Profesional Ethics) itu adalah merupakan suatu faktor penting yang harus ada pada setiap jabatan tertentu sudah tidak perlu dipersoalkan lagi. Sedangkan pengertian “etika” itu pada hakikatnya menyangkut tata cara akhlak tentang baik dan buruk, benar atau salah yang lebih dititikberatkan pada nilai-nilai kemanusiaan di mana seseorang saling berhubungan dan berinteraksi. Karena itu “etika jabatan” sebagai seorang lebih bersifat khusus; baik ia sebagai Kepala Departemen P dan K (supervisor), Kepala Sekolah, guru, pegawai tata usaha, maupun pejabat-pejabat di luar bidang pendidikan, dan sebagainya. Hal yang membedakannya adalah terletak pada luasnya “scope” bidang kerja atau status seseorang di mana ia berperan sesuai dengan jabatannya. Karena itu pula seorang pejabat, lebih-lebih ia sebagai seorang pejabat pendidikan wajiblah melaksanakan etika jabatannya demi kehormatan daripada jabatan mereka itu
sendiri. Hanya saja kadang-kadang etika jabatan ini dilanggar atau tidak diindahkan sebagai mestinya, baik hal itu dilakukan secara tidak sadar maupun dengan kesadaran. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dituntut untuk membina etika jabatan daripada anggota staf sekolahnya guru-guru dengan sebaik-baiknya. Di samping itu dari pihak anggota staf sekolah/guru-guru sendiri dikehendaki adanya kesadaran, kesediaan berkorban (dedikasi) dan keikhlasan yang luhur untuk melaksanakannya. Dengan demikian dapat diharapkan terciptanya suatu “staff morale” yang tinggi dalam iklim kerjasama yang harmonis, di mana kualitas pendidikan dan pengajaran adalah hasil pencerminan dari kepribadian staf sekolahnya. Selanjutnya marilah kita tinjau secara singkat tentang pengertian dan etika jabatan itu, dasar-dasar penyusunan suatu etika jabatan, fungsi etika jabatan, materi daripada etika jabatan dan tentang etika jabatan guru itu sendiri. 1. Pengertian Etika Jabatan Secara singkat dapatlah dikatakan, bahwa etika jabatan adalah suatu tata cara akhlak yang harus dilakukan oleh seseorang yang memangku sesuatu jabatan tertentu. Atau dengan kata lain dapat juga dikatakan, bahwa etika jabatan adalah norma-norma yang dipergunakan untuk menentukan baik buruknya seseorang di dalam profesinya. Tata cara akhlak itu adalah menyangkut pengertian buruk baiknya , benar atau salah di mana di dalamnya terkandung norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, atau ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis yang harus dilaksanakan atau ditaati oleh setiap pejabat demi kehormatan jabatannya. Oleh karena itu, maka suatu etika jabatan adalah merupakan pedoman kerja atau ide operasional dalam segala tindakan dan pergaulan sehari-hari bagi seorang pejabat. 2. Dasar-dasar Penyusun Etika Jabatan Dalam penyusunan “code-ethics”, terutama yang menyangkut etika jabatan dalam bidang pendidikan dan pengajaran, maka penyusunan tersebut haruslah didasarkan kepada antara lain : a.
Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila, di mana Pancasila adalah juga merupakan dasar pendidikan dan pengajaran nasional. Karena sila-sila dalam Pancasila di samping merupakan norma-norma yang fundamental, juga sebagai norma-norma praktis, di mana seseorang mengadakan interaksi, baik secara horisontal antara sesama individu realisasi dari sila kedua sampai dengan sila ke lima, maupun secara vertikal individu dengan Tuhan YME, sebagai realisasi dari sila pertama. Dengan demikian Pancasila adalah merupakan dasar pokok daripada etika jabatan yang harus ditanamkan dan dapat menjiwai setiap para pendidik dalam tugas jabatannya, baik sebagai manusia, maupun sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
b.
Tujuan pendidikan dan pengajaran nasional telah dirumuskan oleh ketetapan MPR, yang setiap 4 tahun berubah-ubah tetapi hakikatnya sama.
c.
Keputusan menteri P dan K tanggal 29 April 1970 no. 079/1970, yaitu mengenai kriteria pengangkatan dalam jabatan akademis yang pada bagian pertama disebutkan syarat-syarat dasar, antara lain : 1. Pertama-tama harus dipenuhi syarat-syarat yang berlaku bagi pengangkatan dalam jabatan akademis/kenaikan pangkat seseorang pegawai negeri menurut peraturan-peraturan yang berlaku, seperti : - keadaan formasi ujian dinas - ijazah pendidikan - berjiwa Pancasila - tidak tersangkut dalam gerakan-gerakan terlarang 2. Di samping itu diperlukan pula persyaratan-persyaratan mental yang harus dimiliki seperti : - rasa tanggung jawab - budi pekerti yang baik - moral dan integritas yang tinggi - rasa pengabdian untuk mengajar, mendidik atau bekerja di bidang ilmiah - daya kemampuan membimbing - daya cipta - berani membela dan mempertahankan kebenaran sesuai dengan keahliannya 3. Semuanya harus disimpulkan dalam daftar pernyataan kecakapan (conduite) yang setiap tahun diadakan menurut peraturan pemerintah no. 10 tahun 1979, tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri, yang mel;iputi unsurunsur yang dinilai terdiri dari : a. kesetiaan b. prestasi kerja c. tanggung jawab d. ketaatan e. kejujuran f. kerja sama g. prakarsa h. kepemimpinan
3. Fungsi Etika Jabatan a.
Untuk memberikan tuntunan dan pembinaan karyawan pendidikan ke arah beradab, berbudi pekerti baik dan disiplin dalam melaksanakan tugas kewajiban menurut profesinya sebagai pendidikan dan guru dalam bidang pekerjaannya.
b.
Etika jabatan merupakan ikatan moral yang berfungsi edukatif
c.
Dengan etika jabatan ini diharapkan supaya karyawan pendidikan dalam pekerjaan sehari-hari, melaksanakan tugasnya yang besar, terhindar dari perbuatan salah, karena apa pun yang dikerjakan pada saatnya akan diminta pertanggungjawaban atas pekerjaannya.
MATERI ETIKA JABATAN 1. Pokok-Pokok Materi Materi daripada “code-ethic” atau tata cara akhlak ini dapat diperinci sebagai berikut : 1) bertakwa kepada Tuhan YME 2) berdisiplin dalam menjalankan tugas-tugas jabatan 3) bertanggung jawab atas segala tugas yang dibebankan kepadanya 4) beritikad baik dalam menjalankan tugas 5) jujur 6) susila dalam sikap, bicara dan perbuatan 7) dapat memegang rahasia jabatan 8) tidak melibatkan diri dalam hal-hal di luar jabatan yang mengganggu tugas pokok jabatan 9) menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran dalam melaksanakan tugas 10)tabah dan sabar menghadapi/menjalankan tugas 11) bijaksana dan teliti dalam menyelesaikan segala persoalan 12)memlihara dan mengembangkan ilmu pengetahuannya dan teknologi pendidikan 13)rela berkorban untuk kepentingan jabatan 14)berbudi luhur dan baik hati 15)bersedia bekerja sama dengan rekan-rekan lain 16)menjaga nama baik tempat di mana ia bekerja 17)memandang mulia jabatannya 18)kasih sayang pada rekan-rekan dan anak didiknya 19)ramah tamah dalam pergaulan 20)berpakaian bersih, rapi dan sopan sesuai kepribadian bangsa indonesia 2. Etika Jabatan Guru-guru Model ke 1 Setelah uraian secara singkat tentang pengertian etika jabatan, dasar-dasar penyusunan, fungsi dan materi daripada etika jabatan di atas, maka dapatlah disusun suatu etika jabatan guru-guru sesuai dengan dasar filsafah negara dan dasar-dasar lainnya, terutama dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional Pancasila. Dan kalau dianalisis jabatan seorang guru dalam hubungan dengan interaksi sosial dan pelaksanaan tugas di bidang pendidikan dan pengajaran, baik tugasnya dalam mendidik dan mengajar, hubungannya dengan orang lain, maupun hubungannya dengan Tuhan YME di mana ia sendiri merupakan hasil ciptaanNya, maka dapat dibedakan atas 6 jenis hubungannya sebagai dasar pegangan operasional bagi seorang guru, yaitu : 1) Guru dalam hubungannya dengan Tuhan YME a) Hendaklah selalu bertakwa dan memasrahkan diri kepada Tuhan YME di mana dan bila manapun b) Selalu berdoa dan selalu minta petunjuk kepada Tuhan YME dalam setiap menghadapi/melaksanakan tugas jabatannya
c) Hendaklah setiap melakukan kewajiban sesuai dengan ajaran agamanya masingmasing d) Hendaklah bersikap toleransi terhadap agama-agama lain. e) Tidak boleh memaksakan keyakinan agamanya kepada orang lain f) Hendaklah memperlakukan setiap orang sebagai sesama makhluk Tuhan g) Senantiasa merasa bertanggung jawab kepada Tuhan melalui tanggung jawabnya terhadap segala perbuatan yang berhubungan dengan jabatan. 2) Guru dalam hubungannya dengan rekan jabatannya a) Berusaha untuk memiliki kepribadian Indonesia yang teguh dan memperlengkapi perlengkapan pribadi dengan sifat-sifat yang baik b) Bertindak, bersikap sesuai dengan tuntutan jabatan di mana dan bilamana pun c) Berdisiplin dalam menjalankan tugas-tugas jabatan d) Bertanggung jawab atas segala tugas yang dibebankan kepadanya e) Beritikad baik dalam menjalankan tugas f) Bersifat jujur dan ikhlas dalam menjalankan tugas g) Susila dalam sikap bicara dan perbuatan h) Menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran dalam menjalankan tugas i) Tabah dan sabar dalam menghadapi/menjalankan tugas j) Bijaksana dan teliti dalam menyelesaikan persoalan k) Bersedia mengabdi pada jabatan l) Bersikap rendah hati dan peramah dalam pergaulan m) Berpakain bersih, rapi, sopan sesuai dengan kepribadian Indonesia n) Rela berkorban untuk kepentingan jabatan o) Memandang mulia jabatannya p) Memegang teguh rahasia jabatandan tidak membocorkannya q) Berusaha untuk meningkatkan profesinya r) Memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan s) Memberi dorongan kepada pemuda pemudi untuk menghargai dan mencintai jabatan guru kelak t) Tidak melibatkan diri dalam hal-hal di luar jabatan yang mengganggu atau bertentangan dengan tugas pokok jabatan u) Menjaga nama baik sekolah. 3) Guru dalam hubungannya dengan rekan sekerja a) Bersedia bekerja sama dan penuh tanggung jawab dengan rekan-rekan lain dan mengasihi mereka b) Menghormati, mengindahkan dan mempercayai rekan-rekan sekerja c) Hendaknya tidak memata-matai kawan sekerja untuk kepentingan pribadi d) Hendaknya tidak menghalang-halangi kemajuan teman sekerja lain e) Berusaha untuk menghindari terjadinya klik-klikan sambil mementingkan golongangolongan tertentu
f) Hendaknya tidak mencela dan menjelekkan teman sekerja lain di hadapan siapa dan di manapun g) Harus senantiasa memupuk “lesprit de corps” h) Berusaha tidak mencampuri persoalan/urusan rekan lain secara negatif i) Memberi dorongan kepada kawan-kawan sekerja untuk bertumbuh dalam jabatan mereka j) Berusaha menjadi teladan yang baik bagi teman-teman sekerjanya 4) Guru dalam hubungannya dengan murid-murid a) Jangan hendaknya memperanak mas dan anak tirikan murid-murid b) Memberikan bimbingan yang positif kepada murid-murid tanpa mengharapkan sesuatu imbalan daripadanya c) Harus menolong murid-murid yang merasa kemampuannya dalam belajar masih kurang d) Jangan hendaknya memberikan informasi-informasi yang negatif kepada muridmurid tentang jabatan guru e) Menanamkan kecintaan mereka terhadap profesinya kelak melalui pelajaranpelajaran dan tugas lain yang berhubungan dengan jabatan f) Jangan hendaknya mencela orang tua dan rekan lain dihadapan murid-murid sehingga mengurangi kewibawaan orang tua dan rekan guru tersebut g) Selalu bersedia untuk mendengarkan persoalan kesulitan murid-murid dan berusaha untuk menyelesaikannya secara bijaksana h) Memberikan saran-saran yang positifdan jangan sekali-kali mencela seorang murid dihadapan teman-temannya i) Berusaha tidak memberikan private lest kepada murid-murid dengan memungut bayaran j) Bersifat jujur dan adil dalam hal mengadakan penilaian terhadap murid-murid 5) Guru dalam hubungan dengan atasannya a) Hendaknya menghormati, mengindahkan dan menjunjung tinggi kebijakan (policy) atasan b) Hendaknya mengikuti semua instruksi yang telah ditentukan oleh pihak atasan demi kepentingan bersama c) Selalu mengadakan konsultasi lebih dahulu dengan atasan sebelum suatu tindakan prinsipil diambil dalam hal-hal yang menyinggung wewenang atasan d) Hendaknya memperhatikan dan mematuhi hierarki pimpinan e) Turut bertanggung jawab dalam memlihara keharmonisan segala pekerjaan dan pelaksanaan rencana sekolah f) Jangan hendaknya mencela pimpinan di hadapan siapa dan di manapun g) Bersedia memberikan pendapat-pendapat/saran-saran konstruktif kepada pimpinan dengan cara yang bijaksana 6) Guru dalam hubungannya dengan orang tua murid/masyarakat
a) Wajib memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya dan sebenarnya tentang seorang murid kepada orang tuanya b) Berusahalah tidak mendiskriminasikan status sosial ekonomi orang tua c) Hendaknya jangan menerima pembayaran atau penyuapan dari orang tua murid d) Turut mengambil bagian dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat e) Jangan hendaknya menolak bekerjasama dengan orang tua murid untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran.