Pertemuan 2 (1).docx

  • Uploaded by: Silma sahara
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pertemuan 2 (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,459
  • Pages: 12
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016). Balfour Mount memperkenalkan pertama kali istilah “palliative care” dan telah banyak definisi yang menyepakati bahwa pendekatan alamiah yang holistik dari perawatan paliatif berfokus pada kualitas hidup dan pembebasan dari penderitaan. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif telah mengalami peningkatan tidak hanya untuk pasien kanker namun juga untuk pasien dengan penyakit tingkat lanjut. Ditinjau dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 812/Menkes/SK/VII/2007 pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan seperti kanker yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif telah meningkat jumlahnya. Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut. Di Indonesia pelayanan perawatan paliatif masih terbatas di 5 kota yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Salah satu tempat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan paliatif adalah puskesmas.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa sajakah komponen yang terlibat dalam aktivitas palliative care?

1.3 Tujuan 1. Mengetahui apa komponen yang terlibat dalam aktivitas palliative care.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Perawatan Paliatif (Palliatif Care) Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masala lainnya baik fisik, psikologis, social atau spiritual (WHO,2016). Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah dan menghilangkan penderitaan. Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, social, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013). Pada perawatan paliatif, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hidari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa. Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan social, konsep diri,masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell,2013). Perawatan paliatif suatu sistem perawatan yang terpadu yang bertujuan meingkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan orang lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosis ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarganya yang kehilangan atau berduka (Nendra,2011), serta bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa (Kemenkes RI, 2007).

2.2

Tujuan Perawatan Paliatif Tujuan akhir dari perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi

penderitaan serta memberikan bantuan untuk memperoleh kualitas kehidupan

terbaik bagi pasien dan keluarga mereka tanpa memperhatikan stadium penyakit atau kebutuhan terapi lainnya, dengan demikian perawatan paliatif dapat diberikan secara bersamaan dengan perawatan yang memperpanjang kehidupan atau sebagai focus keperawatan (Campbell, 2013). Penilaian klinis pada pasien yang berbaring, terfokus untuk menentukan kebutuhan baik fisik, sosial, ataupun spiritual dan merencanakan kebutuhan klien dengan keluarga untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi. Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, yang secara rinci tujuan utamanya adalah (Nendra et al, 2011): Meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan paliatif. 1. Mendukung peningkatan akses ke perawatan paliatif dalam perawatan, dukungan, dan layanan pengobatan yang ada. 2. Menganjurkan untuk perawatan paliatif yang berkelanjutan dan holistic. 3. Meningkatkan akses terhadap obat-obatab dan komoditas penting dalam perawatan paliatif. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan perawatan paliatif

Spiritual merupakan tujuan dari pelayanan perawatan paliatif yang bertujuan untuk membuat seseorang menjadi lebih tenang, berfikir positif senantiasa mengkreasikan hidup sejahtera. Beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik yang serius professional kesehatan memberikan perawatan medis dalam memenuhi kebutuhan spiritual dan keagamaan. spiritual dijadikan sebagai komponen penting dalam melaksanakan perawatan paliatif. Spiritual menjadi hal yang paling penting bagi sebagian orang bahkan lebih dari interaksi sosial. Pada bagian ini perawat dan ahli spiritual yang mempunyai minat dalam keperawatan, dua profesi yang berbeda yang saling berkolaborasi sehingga menghasilkan sifat perawatan yang berfokus pada akhir kehidupan seseorang. Persoalam spiritual menjadi jelas melalui suatu situasi tertentu tergantung dari pengalaman masa lalu dan kepercayaan masing-masing. Banyak orang yang mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan yang langgeng,

penerimaan tentang diri yang didasarkan hubungan yang langgeng dengan yang maha agung. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menentang proses perkembangan spiritual. Suatu pengkajiam spiritual dimaksudkan untuk menilai apa yang menjadi kebutuhan pasien, dan kesadaran terhadap spiritual sering meningkat pada saat pasien belajar mengenai penyakit terminal. Salah satu alat untuk mengkaji spiritual memakai singkatan FICA Faith (keyakinan) Important (makna atau pengaruh) Community (komunitas) Address (aplikasi) (Puchalski, 1999 dalam Campbell, 2013). Selain spiritual ada juga aspek hubungan dengan lingkungan yang ada di sekitas mencakup: 1. Hubungan dengan pasien dan perawat Saat ini di Rumah Sakit pasien sering menemui kesulitan untuk memiliki perawat primet karena jadwal yang berubah-ubah. Pasien dengan penyakit terminal menghargai hubungan dengan klinis, namun berbeda dengan beberapa perawat yang justru menghindari pasien dengan penyakit terminal karena takut untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah (Campbell, 2013). 2. Hubungan sosial Bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan, hubungan menjadi salah satu hal yang lebih penting. Bagi beberapa orang, ada suatu kebutuhan yang menyambung kembali hubungan yang renggang, meminta atau member maaf, atau memulihkan hubungan (Campbell, 2013). 3. Peran keluarga Ketika pasien sudah mendekasi kematian, satu atau lebih anggota menghadapi pasien terminal). Kemahiran berkomunikasi dengan perawatan paliatif sangat penting, yaitu bagaimana cara menyampaikan berita buruk (breaking bad news) mengenai Vonis mendekatnya kematian bagi penderita dan berikutnya kepada keluarga yang hampir pasti dalam keadaan emosional menjadi sangat penting. Kemahiran berkomunikasi tidak hanya antar anggota tim saja tetapi juga non medis misalnya ulama atupun notairs dalam menuliskan surat wasiat (Mahajudin, 2008).

Komponen berkomunikasi dengan pasien paliatif ada lima konteks diantaranya, pengaturan ruang, bahasa tubuh, kontak mata, sentuhan, memulai pembicaraan (Emanuel dan Librach, 2007). Komunikasi dibagi menjadi dua bagian (Lestari, 2010) yaitu: 1. Komunikasi verbal Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi verbal (Leddy, 1998 dalam Lestari, 2010): 1) Masalah tehnik Seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan simbol dari komunikasi. 2) Masalah semantic Seberapa tapat simbol dapat mengirimkan pesan yang dimaksud 3) Masalah pengaruh Seberapa efektif arti yang diterima mempengatuhi tingkah laku. Menurut Ellis dan Nowlis, 1994 dalam Lestari, 2010 hal yang diperhatikan dalam komunikasi verbal yaitu: 1) Penggunaan bahasa (kejelasan, keringkasan, dan sederhana) 2) Kecepatan 3) Voice tone (menunjukkan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat merubah arti dari kata).

2. Komunikasi non verbal Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan. Sebedar 90% dari arti komunikasi non verbal (Hunsaker, 1995 dalam Lestari, 2010). Adapun tujuan dari komunikas non verbal (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Lestari, 2010) adalah: 1) Mengekspresikan emosi 2) Mengekspresikan tingkah laku interpersonal 3) Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi sosial 4) Menunjukan diri terlibat dalam ritual 5) Mendukung komunikasi verbal Komunikasi non verbal terdiri dari:

1) Kinesics Ekspresi muka, gesture (gerak, isyarat, sikap), gerakan tubuh dan postur, gerak mata atau kontak mata. 2) Paralanguage Kualitas suara (irama, volume, kejernihan) Vocal tanpa suara (suara tanpa adanya struktur linguistic, mislanya sedu sedan, tertawa, mendengkur, mengerang, merintih, hembusan nafas, nafas panjang) 3) Proxemics (1) Jaral intim (sampai dengan 18 inchi) (2) Jarak personal (18 inchi-4 kaki) untuk seseorang yang dikenal (3) Jarak sosial (4 kaki-12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu urusan tetapi bukan orang khusus/tertentu. (4) Jarak public (lebih dari 12 kaki) untuk pembicaraan formal 4) Sentuhan Sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional, sentuhan dapat menunjukan arti “saya peduli”. 5) Cultural artifact Hal-hal yang ada dalam interaksi seseorang dengan orang lain yang mungkin bertindak sebagai rangsang non verbal misalnya : baju, kosmetik, parfum/bau badan, perhiasan, dan kacamata. 6) Gaya berjalan Beberapa gaya berjalan menunjukan pesan tertentu, antara lain cara berjalan yang bersemangat dan gembira akan menunjukan seseorang tersebut dalam keadaan sehat. 7) Penampilan fisik umum Kulit kering, berkerut akan mengkomunikasikan pada kita bahwa orang tersebut sedang mengalami kekurangan cairan/dehidrasi, pola nafas cpat menunjukan seseorang sedang merasa cemas.

2.3

Prinsip Perawatan Paliatif Prinsip dasar perawatan paliatif sangat penting dalam memberikan

perawatan paliatif. Adapun prinsip dasar perawatan paliatif menurut Committee on Bioethic and Committee in Hospital Care (2000) dalam Ningsih (2011): 1. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya 2. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas. 3. Mendukung pemberi perawatan (caregiver) 4. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif (Ningsih, 2011).

2.4

Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif Jenis kegiatan paliatif meliputi penetalaksanaan nyeri, penatalaksanaan

keluhan fisik, asuhan keperawatan, dukungan psikoligis, dukungan sosial, dukungan cultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa dukacita. Perawatan

paliatif

dilakukan

melalui

rawat

inap,

rawat

jalam,

dan

kunjungan/rawat rumah (Kemenkes RI, 2007).

2.5

Tim dan Tempat Perawatan Paliatif Perawataan paliatif pendekatannya melibatkan berbagai disiplin yang meliputi

pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter (dokter ahli atau dokter umum) dalam merawat pasien dengan kondisi terminal dengan membantu keluarga yang berfokus pada perawatan yang komplek meliputi masalah fisik, emosional, sosial dan spiritual.Seluruh anggota tim perawatan paliatf harus memenuhi kriteria dan kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnaya. Anggota tim lain adalah psikologis dan fisioterapi. Masing-Masing profesi terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi penderita, dan penyusunan tim perawatan paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat perawatannya. Anggota tim keperawatan paliatif dapat memberikan kontribusi sesuai dengan keahliannya. Menurut Muckaden (2011) dalam perawatan paliatif harus dimulai saat didiagnosa dan diberikan selama mengalami sakit dan diberikan dukungan u adalahntuk berduka. Pasien bisa memilih dimana dia akan dirawat diantaranya adalah:

1. Rumah Sakit Tim perawatan paliatif merupakan kalaborasi antara interdisiplin (antar keilmuan) dan biasanya mencakup seseorang dokter atau perawat senior bersama dengan satu atau lebih pekerja sosial dan pendeta (pemuka agama). Sebagai tambahan, tim tersebut dibantu teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau petugas terapi okupasi dan terapis pernafas. Konsultasi awal biasanya dilakukan seseorang dokter atau perawat yang berhubungan dengan kebutuhan pasien dan keluarganya serta membuat rekomendasi ke dokter umum si pasien. Terkadang, konsultan perawatan paliatif dilibatkan untuk membantu komunikasi antara keluarga dalam mencapai tujuan pengobatan. 2. Hospice Hospice merupakan tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit, pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejalagejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah oasien sendiri (Kemenkes, RI,2007). Perawatan hospice bagi pasien yang sakit atau dalam keadaan terminal memiliki filosofi yang sama dengan perawatan paliatif bagaimanapun “semua perawatan hospice adalah perawatan paliatif namun tidak semua perawatan paliatif merupakan hosipice” (Morris, 2006 dalam Campbell 2013). Perawatan paliatif sebaiknya ditawarkan kepada pasien yang membutuhkan beberapa pelayanan, tetapi perawatan hospice diatur dan seseorang pasien harus memiliki setidaknya harapan hidup paling sedikit setidaknya enam bulan untuk mendapatkan perawatan hospice. 3. Rumah Pada perawatan di rumah, maka perawan keluarga lebih menonjol karena sebagian dari perawatan yang dilakukan oleh keluarga, dan keluarga atau orang tua sebagai care giver diberikan latihan pendidikan keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin dilakukan bila pasien tidak memerlukan alat khusus atau keterampilan perawatan yang mungkin

2.6

Komponen yang Terlibat dalam Aktifitas Palliatif Care Komponen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project dalam Campbell (2013)

1. Populasi pasien Dimana dalam populasi ini mencakup pasien dengan semua usia, penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan. 2. Perawataan yang berfokus pada pasien dan keluarga Pasien dan keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri. Dalam pengambilan keputusan klinis, keluarga dan pasien harus ikut terlibat. Perawatan paliatif diberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari pasien dan keluarga 3. Waktu perawatan paliatif Waktu dalam perawatan paliatif berlangsung mulai sejak terdiagnosanya penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal sampai periode suka cita 4. Perawatan komperhensif Perawatan

paliatif

bersifat

multidimensi

yang

bertujuan

untuk

menanggulangi gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis, social maupun keagamaan. 5. Tim interdisiplin Tim ini termasuk professional dari kedokteran, perawat, farmasi, pekerja social, sukarelawan, coordinator pengurusan jenazah, pemuk agama, asisten perawatan maupun ahli diet. 6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan Tujuan perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang disebabkan oleh penyakit maupun pengobatan. 7. Kemampuan berkomunikasi Komuniksi

efektif

diperlukan

dalam

memberikan

informasi,

mendengarkan aktif, menemukan tujuan, membantu membuat keputusan medis dan komunikasi eektif terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga 8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka 9. Perawatan yang berkesinambnugan

Seluruh system pelayanan kesehatan yang ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi serta kelanjutan perawatan paliatif untuk mencegah kritis dan rujukan yang tidak diperlukan 10. Akses yang tepat Dalam pemberian perawatan paliatif dimana tim harus bekerja pada akses yang tepat bagi seluruh cakpuan usia, populasi, kategori diagnosis, komunitas tanpa memandang ras, etnik, jenis kelamism serta kemampuan instrumental pasien. 11. Hambatan pengaturan Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan, pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan klinis yang optimal. 12. Peningkatan kualitas Peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi teratur dan sistemik dalam kebutuhan pasien.

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Penyakit kronis yang dialami pasien telah menyebabkan berbagai hal. Dampaknya tidak hanya pada kesehatan saja, namun mempengaruhi semua aspek kehidupan pasien. Oleh karena itu, perawatan paliatif dilakukan untuk mengurangi dampak lain yang mungkin timbul karena penyakit yang diserita pasien. Tingginya tingkat kematian akibat penyakit serius membuat WHO menyarankan untuk melakukan perawatan paliatif yang dianggap dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. WHO menyatakan bahwa setiap orang di dunia berhak untuk mendapatkan perawatan yang paling baik walaupun di masamasa akhir hidupnya. Sudah ada berbagai penelitian yang melihat apakah perawatan paliatif berhasil dan memberikan manfaat pada pasien dengan penyakit serius. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut sebagian besar menyatakan hal yang sama, yaitu pasien yang bisa mengatasi gejala dan tanda yang muncul dari penyakit yang sedang dideritanya, bisa mengontrol emosi, serta berkomunikasi dengan baik ternyata cenderung memiliki dibandingkan sebaliknya.

pengalaman pengobatan

yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA Campbell,M. L. 2013. Nursing to Nurse: Perawatan Paliatif Penerjemah D.Daniaty. Jakarta: Salemba Medika Emanuel. L. Linda & S. Lawrence Librach. 2007. Palliatif care: core skill and clinical competencies. Philadelphia: Sabre Foundation KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK.VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Palliativ. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia Lestari, Sri Puji. 2010. Komunikasi Terapeutik. Komisi Keperawatan Mahajudin, Setiawati. 2008. Peran Psikogeniatri dan Perawatan Palitif dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan para Lanjut Usia. Indonesia: Anima, Indonesiaan Psychological journal vol 23 Muckaden, M. et al. 2011. Pediatric Palliative care: theory to practice. Indian Journal of Palliative vol 1 National Consensus Project For Quality Palliative Care. 2013. Clinical Practice Guidelines for Quality Palliative Care Tird Edition. USA: National Consensus Project For Quality Palliative Care National Consensus Statement: Essential Elements for Safe and High Quality End Of Life Care. Australia: Australian Commission On Safety and Quality in Health Care Nendra., et all. 2011. Buku Pengangan Paliatif Care HIV-AIDS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Ningsih, Ningning Sri. 2011. Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan Paliatif pada Anak dengan Kanker di Wilayah Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia WHO.

2016. Definition Of Palliative (http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs402/en/) (diakses tanggal 26 Maret 2019)

Care pada

Related Documents

Pertemuan 2
June 2020 22
Pertemuan-2
April 2020 30
Pertemuan 2
June 2020 17
Pertemuan 2.pptx
April 2020 14
Pertemuan 2.docx
June 2020 12

More Documents from "Qoriatul Aini"