Pers Differensial 1+fourier

  • Uploaded by: Joachim
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pers Differensial 1+fourier as PDF for free.

More details

  • Words: 9,337
  • Pages: 40
L.H. Wiryanto

1

TOPIK I Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial L.H. Wiryanto FMIPA-ITB Jalan Ganesha 10 Bandung-Indonesia e-mail: [email protected]

1.1. Pengantar Pada bagian ini diperkenalkan persamaan diferensial parsial linear yang banyak dijumpai dalam mempelajari masalah-masalah teknik. Adapun persamaan diferensial parsial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial dari fungsi dua atau lebih variabel. Secara umum persamaan diferensial parsial berbentuk F (x, t, u, ux, ut , uxx , uxt, utt , · · ·) = 0 dengan u = u(x, t) sebagai fungsi yang tidak diketahui, dan menjadi permasalahan di sini bagaimana menentukan u tersebut. Akan tetapi, mengingat luasnya cakupan persamaan diferensial yang ada, pada matakuliah ini hanya ditinjau dua macam persamaan untuk memberikan garis besar penurunan model persamaan sampai mendapatkan penyelesaiannya. Persamaan tersebut terkait dengan persamaan perambatan gelombang dan persamaan perambatan panas satu dimensi. Sedangkan metoda penyelesaian yang diperkenalkan adalah metoda pemisah peubah. Mengingat keterkaitannya metoda ini dengan persamaan diferensial biasa dan deret Fourier, pembahasan akan diberikan dengan meninjau kembali secara sepintar tentang persamaan diferensial biasa, dan deret Fourier akan diperkenalkan di dalam membahas persamaan diferensial parsial untuk dapat lebih memahami sesuai keperluannya. 1.2. Persamaan Diferensial Biasa Dalam menggunakan metoda pemisah peubah pada persamaan diferensial parsial, persamaan diubah menjadi persamaan diferensial biasa linear orde 2 dengan kooefisien konstan berbentuk y ′′ + ay ′ + by = 0

(1)

2

Matematka Teknik II

dengan a dan b konstan. Penyelesaian persamaan (1) diperoleh dengan memisalkannya dengan y = exp(λt). Hal ini dapat dilakukan karena persamaan (1) dapat difaktorkan menjadi persamaan order 1, dan persamaan tersebut mempunyai jawab dalam bentuk eksponen. Selanjutnya masalah di sini adalah menentukan λ yang memenuhi agar permisalan bentuk eksponen di atas sebagai jawab (1). Untuk menentukan λ kita substitusi permisalan di atas ke persamaan (1). Turunan dari y = exp(λt) adalah y ′ = λeλt (2) y ′′ = λ2 eλt dan persamaan (1) menjadi (λ2 + aλ + b)eλt = 0

(3)

Karena eλt > 0, λ dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan kwadrat dalam bentuk √ −a ± a2 − 4b λ= (4) 2 Masing-masing nilai λ berpadanan dengan satu jawab persamaan (1), dan karena persamaan yang dihadapi adalah linear maka kombinasi linear dari jawab juga merupakan jawab persamaan (1). Dengan penjelasan ini, terdapat 3 macam jawab (1) yang bergantung pada akar (4) yang diperoleh. 1. Kasus a2 − 4b > 0 Terdapat dua akar riil dari (4), sebut λ1 dan λ2 . Dua jawab terkait λ tersebut adalah y = eλ1 t dan y = eλ2 t . Oleh karena itu kombinasi dari keduanya, sebagai jawab (1) y(t) = C1 eλ1 t + C2 eλ2 t (5) dimana C1 dan C2 adalah konstan sembarang yang dapat ditentukan dari syarat awal atau batas yang mengikuti persamaan (1). 2. Kasus a2 − 4b < 0 Terdapat dua akar kompleks (konjugate) dari (4) berbentuk λ1 = α + iβ √ dan λ1 = α − iβ dengan α = −a/2 dan β = 4b − a2 /2 masing-masing riil. Dua jawab terkait akar di sini adalah y = e(α+iβ)t dan y = e(α−iβ)t yang masing-masing dapat diuraikan dalam bentuk perkalian eksponen-cosinus dan eksponen-sinus; karena eiβt = cos βt+i sin βt. Penggabungan keduanya, karena keduanya bebas linear, menjadi jawab (1) y(t) = eαt (C1 cos αt + C2 sin αt)

(6)

L.H. Wiryanto

3

3. Kasus a2 − 4b = 0 Kedua akar (4) adalah sama, sehingga hanya terdapat satu jawab y = eλt dari (1). Sedangkan persamaan diferensial yang dihadapi di sini adalah orde 2 yang secara intuitif diselesaikan dengan melakukan dua kali integrasi dan memberikan dua konstanta integrasi (pada kedua kasus di atas dinyatakan dengan C1 dan C2 sebagai pengikat dua jawab yang diperoleh). Untuk mengatasi hal ini, perlu menentukan jawab kedua yang bebas linear dari yang sudah ada. Ini dapat dilakukan dengan mengalikan jawab yang ada dengan t, yaitu y = te−at/2 . Oleh karena itu, jawab untuk kasus ini adalah y(t) = (C1 + C2 t)eλt

(7)

Contoh 1.1. 1. Tentukan jawab dari y ′′ + y ′ − 2y = 0 Jawab. Persamaan kwadrat yang berpadanan dengan persamaan diferensial λ2 + λ − 2 = 0 Akar dari persamaan tersebut λ = 1 dan λ = −2. Sesuai kasus pertama, diperoleh dua akar real yang berbeda, jawab persamaan diferensial y(t) = c1 et + c2 e−2t 2. Tentukan jawab dari y ′′ + 4y ′ + 13y = 0 Jawab. Persamaan kwadrat yang berpadanan dengan persamaan diferensial λ2 + 4λ + 13 = 0 Akar dari persamaan tersebut λ = −2 + 3i dan λ = −2 − 3i Sesuai kasus kedua, diperoleh dua akar kompleks sekawan, jawab persamaan diferensial y(t) = e−2t (c1 cos 3t + c2 sin 3t)

4

Matematka Teknik II

3. Tentukan jawab dari y ′′ − 4y ′ + 4y = 0 Jawab. Persamaan kwadrat yang berpadanan dengan persamaan diferensial λ2 − 4λ + 4 = 0 hanya mempunyai satu akar λ = −2. Sehingga jawab persamaan diferensial di atas y(t) = e−2t (c1 + c2 t)

1.3. Persamaan Gelombang Kita tinjau suatu dawai panjang L yang direntang dan kedua ujungnya diikat. Pada awalnya dawai ditarik pada suatu titik, dan kemudian dilepas. Bila kita perhatikan dawai tersebut akan bergetar. Pengamatan pada satu titik akan tampak naik-turun dengan berubahnya waktu. Pola yang sama terjadi pada titik yang lain. Oleh karena itu, bila kita gunakan x menyatakan jarak posisi dawai dari ujung kiri dan u menyatakan simpangan dawai dari keadaan setimbang, dalam hal ini datar, maka getaran dawai dapat dinyatakan sebagai u = u(x, t), lihat Gambar 1a. Masalah selanjtnya adalah berapa nilai u untuk x dan t yang diberikan.

Figure 1: (a) Sketsa getaran dawai. (b) Sketsa sepenggal dawai dengan gaya tegang pada kedua ujungnya

Model persamaan getaran dawai diturunkan dengan meninjau sepenggal dawai seperti diberikan pada Gambar 1(b). Pada saat bergetar kedua ujung bekerja gaya

5

L.H. Wiryanto

tegang T1 di titik P dan gaya T2 di ujung lainnya Q. Dari arah getarannya, setiap titik pada dawai hanya bergerak naik-turun, tidak ada gerakan secara horizontal. Oleh karena itu proyeksi kedua gaya tegang berlaku • Secara horizontal terjadi kesetimbangan: T1 cos α = T2 cos β, dan selanjutnya kita sebut T . • Secara vertikal berlaku hukum Newton, jumlah gaya dalam arah ini sama dengan massa dikali percepatan T2 sin β − T1 sin α = ρ△x

∂2u ∂t2

(8)

Di sini dawai ditinjau sebagi benda berdimensi satu (hanya mempunyai dimensi panjang) dan panjangnya △x, sehingga massanya dinyatakan sebagai rapat massa ρ, dalam hal ini diasumsikan homogen, dikali panjangnya. Persamaan kesetimbangan gaya vertikal (8) tidak berubah bila tiap sukunya dibagi dengan bilangan yang sama. Agar bermanfaat, bilangan tersebut adalah besarnya gaya tegang horizontal, dan digunakan notasi yang sesuai untuk tiap sukunya, yaitu T2 sin β T1 sin α ρ△x ∂ 2 u − = (9) T2 cos β T1 sin α T ∂t2 Setelah dilakukan penyederhanaan dan menyatakan pembangian sinus terhadap cosinus sebagai kemiringan dari kurva dawai, yang dapat dinyatakan sebagi turunan u terhadap x pada titik di mana sudutnya berada. Secara matematis dituliskan

∂u sin β = cos β ∂x x+△x

sin α ∂u = cos α ∂x x

Sehingga (9) menjadi

∂u ∂x x+△x



△x



∂u ∂x x

=

ρ ∂2u T ∂t2

(10)

Dengan mengambil △x → 0 ruas kiri dari (10) menjadi turunan dari ∂u terhadap ∂x x, sedangkan ruas kanan tidak berubah karena tidak mengandung △x. Oleh karena itu (10) menjadi ∂2u ∂2u C2 2 = 2 (11) ∂x ∂t

6

Matematka Teknik II

dengan C 2 = T /ρ sebagai konstanta yang terkait dengan sifat fisis dari dawai yang digunakan. Persamaan (11) merupakan persamaan diferensial parsial yang merepresentasikan simpangan partikel dawai (naik-turun) diukur dari keadaan setimbang. Akan tetapi bila kita amati, pada media dawai tersebut tampak adanya gerakan secara horizontal dengan bertambahnya waktu, sebagai perambatan gelombang yang ada pada dawai tersebut. Dengan pengertian fisis ini, persamaan (11) selanjutnya dikenal sebagai persamaan perambatan gelombang. Perambatan gelombang ini akan lebih jelas setelah kita mendapatkan jawab dari persamaan tersebut.

1.4. Metoda Pemisah Peubah Salah satu metoda yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan (11) adalah metoda pemisah peubah. u(x, t) yang memenuhi persamaam (11) dimisalkan sebagai perkalian antara dua fungsi yang masing-masing hanya merupakan fungsi dari satu variabel x saja dan t saja; dan diperlukan dua syarat batas dan dua syarat awal. Secara intuitif persamaan (11) memuat turunan kedua dari x dan turunan kedua dari t. Untuk menyelesaikan persamaan tersebut diperlukan 4 kali integrasi yang masing-masing memberikan satu konstanta integrasi, yang dapat ditentukan dengan menggunakan 4 syarat di atas, sesuai integral yang dilakukan, 2 integral terhadap x dan 2 terhadap t. Pada masalah getaran dawai dua syarat batas diperoleh terkait dengan kondisi fisis yang ada, yaitu kedua ujung diikat u(0, t) = 0

u(L, t) = 0.

(12)

Sedangkan terkait dengan variabel waktu t, dawai awalnya ditarik yang dapat dinyatakan secara umum sebagai u(x, 0) = f (x) ∂u (x, 0) = g(x) ∂t

(13)

Syarat pertama pada (13) secara fisis menyatakan simpangan awal dan syarat kedua menyatakan kecepatan awal sepanjang dawai. Sekarang kita selesaikan persamaan (11) dengan menyatakan u(x, t) = F (x)G(t)

(14)

7

L.H. Wiryanto

sesuai pemisah peubah. Dalam fungsi F dan G persamaan (11) menjadi dua persamaan diferensial biasa yang diturunkan sebagai berikut • Turunan parsial u terhadap x dan terhadap t menjadi ∂2u = F ′′ (x)G(t), ∂x2

∂2u = F (x)G′′ (t) ∂t2

• Substitusi turunan di atas ke persamaan (11) F (x)G′′ (t) = C 2 F ′′ (x)G(t) ⇔

G′′ (t) F ′′ (x) = (= Konstan) C 2 G(t) F (x)

Ruas kiri dari baris kedua merupakan fungsi t sedangkan ruas berikutnya hanya fungsi x saja, dan keduanya mempunyai nilai yang sama untuk semua nilai x dan t. Hal ini terjadi hanya mungkin kalau masing-masing berupa konstan, sebut K, seperti dituliskan dalam kurung. • Dengan menggunakan syarat batas u(0, t) = F (0)G(t) = 0 →

F (0) = 0

u(L, t) = F (L)G(t) = 0 → F (L) = 0 • Dua persamaan diferensial biasa yang terkait: F ′′ − KF = 0,

F (0) = F (L) = 0 (15)

G′′ − KC 2 G = 0 Selanjutnya persamaan diferensial dari F di (15) diselesaikan, tetapi jawab yang diperoleh masih belum spesifik karena nilai K belum diketahui. Perlu ditinjau 3 jenis nilai K • Dengan K = 0 persamaan di (15) menjadi F ′′ = 0 yang dapat diselesaikan dengan mengintegralkan dua kali terhadap x dan menghasilkan F (x) = ax + b, dengan a dan b konstan. Selanjutnya syarat batas dari F digunakan, yang memberikan a = 0 b = 0. Hal ini tidak diharapkan karena akan memberikan jawab F (x) = 0 yang juga memberikan jawab trivial pada u(x, t), artinya dawai tidak bergetar.

8

Matematka Teknik II

• Misalkan K > 0 yang dinyatakan K = µ2 . Persamaan dari F memberikan jawab dalam bentuk eksponen F (x) = aeµx + be−µx , dan syarat batas yang ada memberikan a = 0 b = 0. Sama seperti sebelumnya. • Misalkan K < 0 yang dinyatakan K = −p2 . Persamaan dari F memberikan jawab dalam bentuk trigonometri F (x) = a cos px + b sin px. Selanjutnya kita terapkan syarat batas, yang memberikan a = 0 dan F (L) = b sin pL = 0. Agar jawab yang diperoleh tidak trivial, maka haruslah pL = nπ dengan n bulat. Sehingga diperoleh banyak jawab, bergantung nilai n yang digunakan. Untuk menuliskan jawab-jawab tersebut kita gunakan notasi (indek) n pada F , yaitu Fn (x) = b sin

nπ x L

Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan persamaan dari G pada (15). Dengan menggunakan nilai K yang sudah diperoleh, yaitu K = −n2 π 2 /L2 , persamaan yang dihadapi adalah n2 π 2 G′′ + C 2 2 G = 0 L Untuk setiap n diperoleh Gn (t) = α cos λn t + β sin λn t

(16)

dengan λn = Cnπ/L, dan un (x, t) = Fn (x)Gn (t) Karena persamaan diferensial yang kita hadapi adalah linear dan homogen, maka himpunan fungsi un (x, t) membangun jawab dari persamaan dalam bentuk kombinasi linearnya, yaitu u(x, t) =

∞ X

cn un (x, t)

n=1

(17)

∞ X

nπ = (An cos λn t + Bn sin λn t) sin x L n=1 An dan Bn merupakan gabungan semua konstanta yang ada pada Fn (x), Gn (t), dan cn pada saat melakukan kombinasi linear. Sebagai catatan, dalam mendapatkan jawab (17) diperkenalkan notasi λn dan un (x, t), yang dikenal sebagai nilaieigen dan fungsieigen. Langkah selanjutnya adalah menentukan An dan Bn pada (17). Kita dapat gunakan syarat awal (13).

9

L.H. Wiryanto

1. Simpangan awal memberikan ∞ X

n=1

An sin

nπ x = f (x) L

(18)

2. Kecepatan awal memberikan ∞ ∂u X nπ = (−λn An sin λn t + λn Bn cos λn t) sin x ∂t L n=1

Pada saat t = 0

∞ X

n=1

λn Bn sin

nπ x = g(x) L

(19)

Sampai di sini kita mendapatkan dua persamaan (18) dan (19) terkait dengan An dan Bn , tetapi persamaan tersebut tidak secara langsung dapat diselesaikan. Pengertian deret Fourier diperlukan untuk menyelesaikannya, yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya.

1.5. Deret Fourier Sebelum menyelesaikan persamaan (18) dan (19), pada bagian ini dibahas lebih dahulu deret Fourier yang mendasarinya. Di sini dikenalkan fungsi periodik dan sifatnya sebagai berikut. • y = f (x) dikatakan periodik jika terdefini pada seluruh bilangan riil, dan terdapat suatu bilangan positip p sehingga berlaku f (x + p) = f (x). Bilangan p tersebut dinamakan perioda dari f . • Dari definisi fungsi periodik berlaku bila f periodik dengan perioda p maka f (x + 2p) = f (x + p + p) = f (x + p) = f (x) Jadi 2p juga perioda, begitu juga dengan 3p, 4p, · · · , np, · · · untuk n bulat. • Perioda terkecil dari fungsi periodik dinamakan perioda dasar. • Kombinasi linear dari beberapa fungsi periodik juga periodik f (x) = f (x + p), g(x) = g(x + p) → h(x) = αf (x) + βg(x) = h(x + p)

10

Matematka Teknik II

• Secara natural fungsi periodik dijumpai pada fungsi trigonometri seperti f (x) = sin mx dan juga g(x) = cos mx untuk m ∈ R. Kedua fungsi mempunyai perioda p = 2π/m, yang dapat diperoleh dengan f (x + p) = sin m(x + p) = sin(mx + mp) = sin mx = f (x) ⇔ mp = 2π Oleh karena itu 22π/m, 32π/m, · · · juga perioda dari f dan g. • Tinjau perioda dari fungsi sinus dan cosinus di atas untuk m bulat m = 1 : 2π, 4π, 6π, · · · m = 2 : π, 2π, 3π, · · · 2π 4π 6π m=3: , , , ··· 3 3 3 .. .. . . Bila dikombinasikan

∞ X

untuk sin t dan cos t untuk sin 2t dan cos 2t untuk sin 3t dan cos 3t .. .

am cos mx + bm sin mx

m=1

mempunyai perioda 2π, karena setiap baris di atas memuat angka 2π dan kelipatannya, sehingga perioda dasarnya adalah 2π. • Sebagai hal khusus fungsi konstan f (x) = a0 dapat dikelompokkan dalam fungsi periodik yang tidak memiliki perioda dasar, tetapi semua angka adalah periodanya. Sehingga a0 +

∞ X

am cos mx + bm sin mx

(20)

m=1

tetap mempunyai perioda dasar 2π. Dari deret (20) timbul pertanyaan: dapatkah digunakan untuk merepresentasikan fungsi, bagaimana bentuk fungsinya dan bagaimana nilai koefisien di (20). Untuk menjawabnya, andaikan f (x) adalah fungsi yang dimaksud f (x) = a0 +

∞ X

am cos mx + bm sin mx

(21)

m=1

Kesamaan ini mengharuskan f bersifat periodik dengan perioda yang sama dengan ruas kanan, yaitu 2π. Selanjutnya cukup kita tinjau pada selang satu perioda [−π, π], dan integralkan kedua ruas pada selang tersebut Z

π

−π

f (x)dx =

Z

π

−π

a0 dx +

∞ Z X

π

m=1 −π

am cos mx + bm sin mxdx

11

L.H. Wiryanto

menghasilkan

1 π f (x)dx (22) 2π −π Proses pengintegralan seperti di atas dapat dilakukan lagi tetapi sebelumnya kedua ruas dikali dengan cosinus atau sinus agar diperoleh hanya satu suku saja pada ruas kanannya, setelah diintegralkan, dengan mengingat Z

a0 =

Z

π

Z

π

−π

−π

Z

π −π

sin mx sin nxdx =

 

0, untuk m 6= n  π, untuk m = n  

cos mx cos nxdx = 

sin mx cos nxdx = 0;

π

Z

−π

0, untuk m 6= n π, untuk m = n

sin mxdx = 0;

Z

π

−π

cos mxdx = 0.

Jadi untuk mendapatkan a20 persamaan (21) harus dikalikan dengan cos 20x dan diintegralkan pada [−π, π], begitu juga untuk mendapatkan b7 persamaan (21) harus dikalikan dengan sin 7x dan diintegralkan pada [−π, π]. Secara umum, untuk mendapatkan an dilakukan perhitungan integral Z

π

−π

f (x) cos nxdx =

Z

π

−π

+

a0 cos nxdx

∞ Z X

π

m=1 −π

(am cos mx + bm sin mx) cos nxdx

= an π Jadi diperoleh am =

1 π

Dengan cara serupa bn diperoleh

Z

π

−π

f (x) cos mxdx.

(23)

1Zπ bm = f (x) sin mxdx. (24) π −π Oleh karenanya, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi periodik f (x) dengan perioda 2π dan kontinu bagian demi bagian dapat dinyatakan sebagai deret Fourier (21) dengan koefisiennya dihitung menggunakan (22), (23) dan (24). Contoh 1.1. Tentukan uraian deret Fourier dari  

f (x) = 

−1, −π < x < 0 , 1, 0 < x < π

f (x + 2π) = f (x)

12

Matematka Teknik II

Jawab: Pada soal diberikan fungsi periodik f dengan perioda 2π dan diberikan rumusan fungsinya pada selang [−π, π]. Uraian deret Fourier diperoleh dengan menggunakan persamaan (21)-(24). Deret Fourier dari f adalah f (x) = a0 +

∞ X

am cos mx + bm sin mx

m=1

dengan a0

1 = 2π =

am =

Z

π −π

f (x)dx

  Z π 1 Z0 −dx + dx = 0 2π −π 0

1 π

1 = π

Z

π

−π

Z

f (x) cos mxdx 0

−π

− cos mxdx +

bm =

1 π

Z

=

1 π

Z

=

2 (1 − cos mπ) πm

π

−π

Z

π

Z

π

0



cos mxdx = 0

f (x) sin mxdx 0

−π

− sin mxdx +

0



sin mxdx

Untuk beberapa m diperoleh b1 = 4/π, b2 = 0, b3 = 4/(3π), b4 = 0, b5 = 4/(5π) dan seterusnya. Jadi fungsi di atas dapat dinyatakan dalam deret (3 suku pertama tak nol) 4 4 4 f (x) = sin x + sin 3x + sin 5x + · · · π 3π 5π Plot dari fungsi tangga semula dan uraian Fourier-nya ditampilkan pada Gambar 2, dengan kurva berlenggok menggambarkan uraian Fourier. Bila jumlah suku dari deretnya diperpanjang akan diperoleh kurva hampiran yang lebih mendekati ke fungsi tangga. Bila diperhatikan suku-suku yang ada pada deret di atas, koefisien dari sin mx makin mengecil dengan bertambahnya m, berbanding terbalik dengan m. Dalam perhitungan kita dapat mengamati seberapa besar kontribusi suku tersebut dalam

13

L.H. Wiryanto

Figure 2: Plot dari f (x) dan uraian 3 suku pertama tak nol dari deret Fourier-nya pada selang [−π, π]

penjumlahan suku-suku didepannya. Bila sudah relative cukup kecil, misalnya dibatasi dengan perhitungan sampai 3 desimal, suku tersebut dan selanjutnya dapat diabaikan. Dari uraian deret di atas kita dapat menggunakan untuk menghitung deret bilangan. Misalnya kita hitung untuk x = π/2 pada f (x) diperoleh f (π/2) = 1 dan pada deret menghasilkan   1 1 4 1− + −··· . π 3 5 Pada deret tak hingga kedua bilangan haruslah sama, sehingga diperoleh 1 1 π = 4 1− + −··· 3 5 



sebagai nilai konvergensi dari deret di ruas kanan. Sering kali fungsi yang dihadapi mempunyai perioda bukan p = 2π, tetapi secara umum p = 2L. Uraian deret yang sudah dibicarakan sebelumnya menjadi tidak dapat digunakan, tetapi dapat digunakan sebagi batu loncatan untuk mendapatkan rumusan deret Fourier perioda p = 2L, yaitu lakukan transformasi linear sebagai berikut: 1. Diberikan g(x) fungsi dengan perioda p = 2L, dan diketahui rumusan fungsi pada selang [−L, L]. 2. Secara linear fungsi tersebut dapat ditransformasi menjadi f (ξ) yang juga periodik tetapi mempunyai perioda p = 2π dan dapat diperoleh rumusan

14

Matematka Teknik II

fungsinya pada selang [−π, π]. Hubungan x dan ξ adalah x = Lξ/π, yang diperoleh dari x = −L dipetakan ke ξ = −π dan x = L dipetakan ke ξ = π. 3. Deret Fourier dari f (ξ) adalah ∞ X

f (ξ) = a0 +

am cos mξ + bm sin mξ

m=1

Bila ξ dinyatakan ke x maka diperoleh f (πx/L) = g(x) = a0 +

∞ X

am cos mπx/L + bm sin mπx/L

(25)

m=1

sebagai uraian deret Fourier dari g(x). 4. Rumusan menghitung koefisien dihubungkan dengan g(x) 1 2π

Z

1 = 2π

Z

a0 =

π −π L −L

f (ξ)dξ

f (πx/L)(π/L)dx

setelah dilakukan subsitusi x = Lξ/π pada integral, dan selanjutnya dapat ditulis Z 1 L a0 = g(x)dx. (26) 2L −L Dengan cara yang sama am =

1 π

Z

π

−π

f (ξ) cos mξdξ

1ZL = f (πx/L) cos(mπ/L)x(π/L)dx. π −L Sehingga diperoleh 1 L

Z

1 bm = L

Z

am =

L −L

g(x) cos(mπ/L)xdx,

(27)

g(x) sin(mπ/L)xdx,

(28)

sama halnya

untuk m = 1, 2, · · ·.

L

−L

15

L.H. Wiryanto

Selanjutnya (25)-(28) dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan deret Fourier fungsi, karena perioda p = 2π merupakan hal khusus dari perioda p = 2L.

Contoh 1.2. Tentukan uraian deret Fourier dari g(x) =

  

−1, −3 < x < 0 , x, 0 < x < 3

g(x + 6) = g(x)

Jawab: Pada soal diberikan fungsi periodik g dengan perioda 6 dan diberikan rumusan fungsinya pada selang [−3, 3]. Uraian deret Fourier diperoleh dengan menggunakan persamaan (25)-(28). Deret Fourier dari g adalah g(x) = a0 +

∞ X

am cos mπx/3 + bm sin mπx/3

m=1

dengan 1Z 3 1 g(x)dx = 6 −3 4

a0

=

am

1 = 3

Z

3

bm

1 = 3

Z

3

−3

−3

g(x) cos(mπx/3)dx =

3 cos mπ + 2mπ sin mπ − 3 n2 π 2

g(x) sin(mπx/3)dx =

−3 sin(mπ) + 4mπ cos(mπ) − mπ . n2 π 2

Untuk melihat beberapa suku dari deret tersebut dapat dihitung koefisien sinus dan cosinusnya dengan rumusan di atas dengan memasukkan beberapa nilai m. Sehingga diperoleh 1 6 π 5 π 3 2π g(x) = − 2 cos( x) + sin( x) − sin( x) 4 π 3 π 3 2π 3 2 5 cos(πx) + sin(πx) + · · · 2 3π 3π Plot dari g(x) dan deretnya, dihitung sampai m = 20, ditampilkan pada Gambar 3. Di sini plot memberikan ilustrasi uraian deret, yang dihitung menggunakan rumus pada selang [−L, L], dapat digunakan sebagai hampiran dari fungsi g. Dari hasil perhitungan integral, besarnya koefisien am dan bm sebanding dengan 1/m2 . −

16

Matematka Teknik II

Figure 3: Plot dari g(x) dan deretnya yang dihitung sampai m = 20.

Sehingga bila dilakukan perhitungan pada deret sampai m = 20, kesalahan yang terjadi sekitar 0.0025. Sering kali dalam perhitungan kita berhadapan dengan fungsi periodik yang ganjil atau genap. Jika hal ini terjadi kita dapat terbantu dalam perhitungan am atau bm , karena untuk fungsi ganjil inetegral (27) akan bernilai nol, sedangkan untuk fungsi genap integral (28) yang bernilai nol, mengingat cosinus merupakan fungsi genap dan sinus adalah fungsi ganjil. Sehingga kita tidak perlu menghitung am atau bm , sesuai fungsi yang hendak diuraikan. Fungsi f pada contoh 1.1 merupakan fungsi ganjil. Menurut uraian di atas kita cukup menghitung bm saja karena suku konstan dan cosinus tidak akan muncul (perhitungan a0 dan am akan bernilai nol), dan ini sesuai dengan hasil pada contoh 1.1 di atas. Karena suku-suku deret yang muncul hanya sinus saja, maka deret tersebut dinamakan deret Fourier sinus, begitu juga sebaliknya untuk fungsi genap akan memberikan deret Fourier cosinus.

Contoh 1.3. Tentukan deret Fourier dari g(x) =

 

x + 1, −1 < x < 0 ,  1 − x, 0 < x < 1

g(x + 2) = g(x)

Jawab: g merupakan fungsi genap, karena untuk x ∈ (0, 1) diperoleh hasil g(−x) = g(x) atau dapat diperiksa dengan menggambarnya, kurva di sebelah kanan sumbu tegak

17

L.H. Wiryanto

simetri dengan kurva di sebelah kirinya. Oleh karena itu dalam menentukan deret Fouriernya, cukup dihitung 1 = 2

Z

am =

1 1

Z

=

Z

0

=

−2(−1 + cos(mπ)) . n2 π 2

a0

1 g(x)dx = 2 −1 1

1 −1

−1

Z

0

−1

x + 1dx +

Z

0

1



1 − xdx =

1 2

g(x) cos(mπx)dx

(x + 1) cos(mπx)dx +

Z

0

1

(1 − x) cos(mπx)dx

Deret Fourier dari g (3 suku pertama tak nol) adalah g(x) =

1 4 4 + 2 cos(πx) + 2 cos(3πx) + · · · 2 π 9π

Masalah lain yang dapat kita jumpai adalah fungsi periodik dengan rumusan yang diberikan bukan pada selang simetri [−L, L], tetapi pada selang [0, 2L] atau lebih umum [c, c+2L] untuk sembarang bilangan c. Untuk menentukan uraian deret Fouriernya ada dua cara yang dapat dilakukan. 1. Ditentukan rumus fungsi pada selang [−L, L] dan selanjutnya digunakan rumus (25)-(28). 2. Menentukan lebih dahulu rumusan deret untuk selang [0, 2L] atau [c, c + 2L]. Pembahasan di sini diberikan untuk cara kedua, sedangkan cara pertama akan diberikan melalui contoh. Untuk itu kita perhatikan fungsi periodik f (x) dengan perioda p = 2L dan diberikan rumusan fungsinya pada selang [0, 2L]. Deret Fourier dari f adalah sama seperti pada rumusan fungsi pada selang [−L, L] (25)-(28), tetapi integral pada a0 , am dan bm harus disesuaikan dengan rumusan fungsi yang

18

Matematka Teknik II

ada, yaitu a0 =

1 2L

L

Z

−L

1 = 2L

Z

f (x)dx

0

−L

f (x)dx +

L

Z

0

!

f (x)dx

integral dipecah menjadi dua subselang

1 = 2L

Z

2L

Z

2L

L

1 = 2L

L

f (ξ − 2L)dξ +

f (ξ)dξ +

Z

0

L

Z

0

L

!

f (x)dx

f (x)dξ

integral pertama disubstitusi dengan ξ = x + 2L

!

digunakan sifat periodik f (ξ − 2L) = f (ξ).

Dengan menggabungkan kembali kedua integral diperoleh 1 Z 2L f (x)dx (29) 2L 0 Perhitungan koefisien a0 dapat dilakukan sesuai selang dimana rumusan fungsi f diberikan. Hal ini akan lebih mudah dikerjakan dibandingkan cara pertama. Selanjutnya kita lihat rumusan untuk menghitung am . Kita mulai dari (27) untuk selang [−L, L] dan mengikuti proses pada a0 a0 =

am

1 = L

Z

L

−L

f (x) cos(mπx/L)dx !

Z L 1 Z0 = f (x) cos(mπx/L)dx + f (x) cos(mπx/L)dx L −L 0 integral dipecah menjadi dua subselang

!

2L L 1 = f (ξ − 2L) cos(mπ(ξ − 2L)/L)dξ + f (x) cos(mπ(ξ − 2L)/L)dx L L 0 integral pertama disubstitusi dengan ξ = x + 2L

Z

Z

!

2L L 1 = f (ξ) cos(mπξ/L)dξ + f (x) cos(mπξ/L)dξ 2L L 0 digunakan sifat periodik dari cosinus dan f (ξ − 2L) = f (ξ)

Z

Z

L.H. Wiryanto

19

Dengan menggabungkan kembali kedua integral diperoleh 1 am = 2L

2L

Z

0

f (x) cos(mπx/L)dx.

(30)

Sama halnya untuk bm , untuk fungsi f yang diberikan rumusannya pada selang [0, 2L] perhitungan dapat dilakukan dengan 1 bm = 2L

2L

Z

0

f (x) sin(mπx/L)dx.

(31)

Untuk rumusan fungsi pada selang [c, c + 2L], penurunan di atas dapat diikuti denS gan memecah integral [−L, L] menjadi [−L, c] [c, L] lebih dahulu, baru kemudian dilakukan pergeseran. Sebagai hasil, rumus perhitungan koefisien menjadi a0

=

1 L

Z

c+2L

1 = L

Z

c+2L

am = bm

1 Z c+2L f (x)dx 2L c c

c

f (x) cos(mπx/L)dx

(32)

f (x) sin(mπx/L)dx

Contoh 1.4. Tentukan deret Fourier dari f (x) = x, 0 < x < π,

dan f (x + π) = f (x)

Jawab: f merupakan fungsi periodik dengan perioda p = π atau L = π/2, dan diketahui rumusan fungsi pada selang (0, π). Kita akan memberikan jawab soal di atas dengan dua cara seperti disebutkan di atas. • Rumusan fungsi pada selang (−π/2, π/2) adalah f (x) =

 

x + π, −π/2 < x < 0  x, 0 < x < π/2

Rumusan fungsi ini dapat diperoleh secara geometri, dengan membuat gambar fungsi pada selang (0, π) dan pergeserannya sebesar π ke kiri, lihat Gambar 4.

20

Matematka Teknik II

Pada selang (0, π/2) rumusan fungsinya sama seperti yang diketahui, sedangkan pada selang (−π/2, 0) fungsi berupa garis yang melalui titik (−π/2, π/2) dan (0, π). Dengan menggunakan persamaan garis diperoleh f (x) = x + π. Selanjutnya kita tentukan deret Fourier dari f (bukan fungsi ganjil maupun bukan genap) yang berbentuk (gunakan L = π/2 pada (25)) f (x) = a0 +

∞ X

am cos 2mx + bm sin 2mx

m=1

dengan a0 , am , bm dihitung menggunakan (26)-(28), yaitu a0

! Z π/2 1 Z π/2 1 Z0 π = f (x)dx = x + πdx + xdx = π −π/2 π −π/2 2 0

am =

2 π

Z

2 = π =

bm

−π/2

Z

f (x) cos(2mx)dx

0

−π/2

(x + π) cos(2mx)dx +

Z

π/2

Z

π/2

0

!

x cos(2mx)dx

sin(nπ) n

2 = π 2 = π =

π/2

Z

π/2 −π/2

Z

f (x) sin(2mx)dx

0

−π/2

(x + π) sin(2mx)dx +

0

!

x sin(2mx)dx

nπ − sin(nπ) . n2 π

Selanjutnya dihitung untuk beberapa nilai m, dan digunakan sebagi koefisien deret π 1 1 f (x) = − sin(2x) − sin(4x) − sin(6x) − · · · 2 2 3 • Cara kedua adalah menentukan deret (25) dengan menggunakan (29)-(31).

L.H. Wiryanto

21

Figure 4: (a) Gambar fungsi periodik f pada selang dua perioda. (b) Plot f dan deret Fourier-nya.

Dari f pada selang (0, π) a0

1Zπ f (x)dx = π 0 =

am

1 π

Z

π

0

xdx =

π 2

2Zπ f (x) cos(2mx)dx = π 0 =

2 π

=

cos2 (mπ) − 1 + 2mπ sin(mπ) cos(nπ) n2 π

bm = =

Z

π/2

−π/2

x cos(2mx)dx

2Zπ f (x) sin(2mx)dx π 0 2 π

=−

Z

0

π

x sin(2mx)dx

− sin(mπ) cos(mπ) + 2mπ cos2 (mπ) − mπ m2 π

untuk beberapa nilai m diperoleh hasil yang sama seperti cara pertama, sehingga deretnya f (x) =

π 1 1 − sin(2x) − sin(4x) − sin(6x) − · · · 2 2 3

22

Matematka Teknik II

Contoh 1.5. Tentukan deret Fourier dari f (x) = x, −1 < x < 3,

dan f (x + 4) = f (x)

Jawab: Pada contoh di sini diberikan fungsi periodik dengan perioda p = 4 dan diberikan rumusan fungsi pada selang [−1, 3] (tidak simetri terhadap sumbu tegak). Kita dapat menentukan koefisien deret Fourier (25) menggunakan (32) dengan c = −1, L=2 a0

1Z 3 = xdx = 2 4 −1

am =

1 2

=− bm

Z

3

−1

x cos(mπx/2)dx

−2 cos(3mπ/2) + 2 cos(mπ/2) + mπ sin(mπ/2) − 3mπ sin(3mπ/2) m2 π 2

1Z 3 x sin(mπx/2)dx = 2 −1 =−

−2 sin(3mπ/2) − 2 sin(mπ/2) + mπ cos(mπ/2) + 3mπ cos(3mπ/2) m2 π 2

Deret Fourier (beberapa suku tak nol) diperoleh setelah kita menghitung am dan bm untuk beberpa nilai m pada hasil integral di atas, hasilnya f (x) = 2 −

2 4 4 cos(πx/2) + sin(πx) + cos(3πx/2) + · · · π π 3π

Pada persamaan gelombang, kita menjumpai bentuk deret (18) ∞ X

n=1

An sin

nπ x = f (x) L

dengan f secara fisis menyatakan simpangan yang hanya terdefinisi pada selang [0, L]. Ini berbeda dengan apa yang telah kita bahas selama ini pada deret Fourier dengan f merupakan fungsi periodik. Untuk dapat menggunakan deret Fourier, fungsi f pada (18) harus diperluas menjadi fungsi periodik (pada selang (−∞, ∞)).

23

L.H. Wiryanto

Kasus (18) jenis perluasannya berupa fungsi ganjil, karena deret di ruas kiri berupa deret sinus (ganjil). Pada bagian berikut ini akan dibahas cara memperluas fungsi untuk dapat menentukan deret Fourier-nya. Kita mulai dengan diberikannya fungsi f (x) yang terdefinisi pada selang [0, L]. 1. Untuk menentukan deret Fourier dari f , lebih dahulu kita bentuk fungsi periodik G(x) sebagai perluasan dari f . Ada tiga macam fungsi perluasan (a) Perluasan ganjil diperoleh dengan membentuk G(x) =

 

f (x), untuk 0 < x < L  −f (−x), untuk −L < x < 0

G(x + 2L) = G(x)

Secara geometri fungsi G pada selang (−L, 0) merupakan pencerminan fungsi pada selang (0, L), yaitu f sendiri, terhadap titik pusat O, dan G mempunyai perioda p = 2L. (b) Perluasan genap diperoleh dengan membentuk G(x) =

 

f (x), untuk 0 < x < L  f (−x), untuk −L < x < 0

G(x + 2L) = G(x)

Secara geometri fungsi G pada selang (−L, 0) merupakan pencerminan fungsi pada selang (0, L), yaitu f sendiri, terhadap sumbu tegak x = 0, dan G mempunyai perioda p = 2L. (c) Perluasan umum diperoleh dengan membentuk G(x) = f (x), untuk 0 < x < L,

dan G(x+L)=G(x)

Secara geometri fungsi G merupakan pengulangan fungsi f dengan perioda p = L. Kurva f dicopy dan ditempelkan di sebelah (kiri maupun kanan) kurva semula, sehingga diperoleh fungsi G yang berperioda beda dengan dua perluasan sebelumnya. 2. Selanjutnya deret Fourier dari G atau f pada selang [0, L] berbentuk G(x) = a0 +

∞ X

am cos(2mπx/p) + bm sin(2mπx/p)

m=1

p menyatakan perioda dari G dan koefisiennya dihitung menggunakan (32) dengan menyesuaikan c dan fungsinya

24

Matematka Teknik II

(a) Untuk G ganjil Z 1 L a0 = G(x)dx 2L −L !

0 L 1 = G(x)dx + G(x)dx = 0 2L −L 0 kedua integral hanya berbeda tanda karena G ganjil

Z

Z

1ZL G(x) cos(mπx/L)dx = 0 L −L alasan sama seperti a0 , G(x) cos(mπx/L) fungsi ganjil

am =

bm =

1 L

Z

L

−L

G(x) sin(mπx/L)dx

2 L G(x) sin(mπx/L)dx L 0 G(x) sin(mπx/L) fungsi genap =

Z

2 L f (x) sin(mπx/L)dx L 0 pada selang [0, L], G(x) = f (x) =

Z

(b) Untuk G genap Z Z 1 L 1 L a0 = G(x)dx = f (x)dx 2L −L L 0 alasan G genap dan pada selang [0, L] G(x) = f (x) 1 L 2 G(x) cos(mπx/L)dx = L −L L G(x) cos(mπx/L) fungsi genap

am =

Z

Z

0

L

G(x) cos(mπx/L)dx

2 L f (x) cos(mπx/L)dx L 0 pada selang [0, L], G(x) = f (x) =

Z

1ZL G(x) sin(mπx/L)dx = 0 L −L G(x) sin(mπx/L) fungsi ganjil

bm =

(c) Untuk G umum (tidak ganjil atu genap) dengan perioda p = L

L.H. Wiryanto

25

1ZL 1ZL G(x)dx = f (x)dx L 0 L 0 pada selang [0, L], G(x) = f (x)

a0 =

am =

2 L

Z

L

0

G(x) cos(2mπx/L)dx

2 L = f (x) cos(2mπx/L)dx L 0 G(x) = f (x) pada selang [0, L] Z

bm

2 = L

Z

0

L

G(x) sin(mπx/L)dx

2 L f (x) sin(mπx/L)dx L 0 G(x) = f (x) pada selang [0, L] =

Z

3. Dilihat dari rumus perhitungan koefisien, semuanya dapat dinyatakan dalam integral f (x) pada selang [0, L], begitu juga dengan deret Fourier-nya untuk selang [0, L], sedangkan G hanya sebagai batu loncatan untuk menjelaskan keperiodikan fungsi. Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bila diberikan fungsi f yang terdefinisi pada selang [0, L], maka dapat dibentuk 3 macam deret Fourier sinus, cosinus dan lengkap.

Contoh 1.6. Diberikan f (x) =

      

1,

untuk 0 < x < 2

3 − x, untuk 2 < x < 4

1. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik dan genap, kemudian gambarkan pada selang [−4, 8]. 2. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik dan ganjil, kemudian gambarkan pada selang [−4, 8]. 3. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik (dengan periodam p = 4), kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].

26

Matematka Teknik II

Jawab: 1. Misal fungsi perluasan yang dimaksud adalah G(x). Fungsi tersebut mempunyai perioda p = 8, dan rumusannya G(x) =

=

 

f (x) , untuk 0 < x < 4  f (−x) , untuk −4 < x < 0             

1 3−x 1 3+x

, , , ,

G(x + 8) = G(x)

0<x<2 2<x<4 −2 < x < 0 −4 < x < −2

Urutan x perlu disusun dari kecil ke besar agar mudah dilihat    

3 + x , −4 < x < −2 S G(x) =  1 , −2 < x < 0 0 < x < 2   3−x , 2< x<4

G(x + 8) = G(x)

Gambar dari G sebagai perluasan genap dari f pada selang [−4, 8] diberikan pada Gambar 5 a.

Figure 5: (a) Gambar fungsi G sebagai perluasan genap dari f (b) perluasan ganjil (c) perluasan dari f dengan perioda p = 4.

27

L.H. Wiryanto

2. Perluasan fungsi ganjil G(x) =

 

f (x) , untuk 0 < x < 4 −f (−x) , untuk −4 < x < 0

      

1 3−x −1 −(3 + x)



=

     

, , , ,

G(x + 8) = G(x)

0<x<2 2<x<4 −2 < x < 0 −4 < x < −2

Urutan x perlu disusun dari kecil ke besar agar mudah dilihat       

G(x) =      

−(3 + x) −1 1 3−x

, , , ,

−4 < x < −2 −2 < x < 0 0<x<2 2<x<4

G(x + 8) = G(x)

Gambar dari G sebagai perluasan ganjil dari f pada selang [−4, 8] diberikan pada Gambar 5 b. 3. Fungsi periodik dari f G(x) = f(x) untuk 0 < x < 4,  1 , 0<x<2 =  3−x , 2<x<4

G(x + 4) = G(x)

Gambar dari fungsi periodik sebagai perluasan dari f diberikan pada Gambar 5 c.

Contoh 1.7. Tentukan 3 macam deret Fourier dari f (x) =

 

0, untuk 0 < x < 1  x − 1, untuk 1 < x < 2

Jawab: 1. Deret cosinus dari f diperoleh melalui perluasan genap (L = 2) dan f (x) = a0 +

∞ X

m=1

am cos(mπx/2)

28

Matematka Teknik II

dengan 1 = 2

Z

2

am =

2 2

Z

2

=

Z

2

a0

0

0

1

1 f (x)dx = 2

Z

1

2

x − 1dx =

1 4

f (x) cos(mπx/2)dx

(x − 1) cos(mπx/2)dx −2 cos(mπ) + 2 cos(mπ/2) − mπ sin(mπ) m2 π 2

= −2 Jadi deret cosinusnya f (x) =

1 4 2 4 − 2 cos(πx/2) + 2 cos(πx) − 2 cos(3πx/2) + · · · 4 π π 9π

2. Deret sinus dari f diperoleh melalui perluasan ganjil (L = 2) dan f (x) =

∞ X

bm sin(mπx/2)

m=1

dengan bm

2 = 2

Z

Z

2

=

1

2

0

f (x) sin(mπx/2)dx

(x − 1) sin(mπx/2)dx

= −2

−2 sin(mπ) + 2 sin(mπ/2) + mπ cos(mπ) n2 π 2

Jadi deret sinusnya f (x) =

2(−2 + π) 1 2(2 + 3π) sin(πx/2) − sin(πx) + sin(3πx/2) + · · · 2 π π 9π 2

3. Deret lengkap fari f diperoleh melalui perluasan fungsi dengan perioda p = 2 dan f (x) = a0 +

∞ X

m=1

am cos(mπx) + bm sin(mπx)

29

L.H. Wiryanto

dengan =

1 2

Z

am =

Z

2

=

Z

2

=

2 cos2 (mπ) − 1 − cos(mπ) + 2mπ sin(mπ) m2 π 2

a0

0

1

bm =

Z

2

=

Z

2

0

1

=−

2 0

f (x)dx =

1 2

Z

2

1

x − 1dx =

1 4

f (x) cos(mπx)dx

(x − 1) cos(mπx)dx

f (x) sin(mπx)dx

(x − 1) sin(mπx)dx

−2 sin(mπ) cos(mπ) + sin(mπ) + 2mπ cos2 (mπ) − mπ m2 π 2

Jadi deret lengkap dari f f (x) =

1 2 1 1 + 2 cos(πx) − sin(πx) − sin(2πx) + · · · 4 π π 2π

1.6. Penyelesaian Model Getaran Dawai Pada sub bab 1.4. telah dibahas persamaan getaran dawai berbentuk persamaan diferensial parsial orde 2 linear diikuti 2 syarat batas dan 2 syarat awal. Pembahasan terpotong karena tidak tersedianya alat untuk menyelesaikan persamaan terkait dengan syarat awal. Setelah mengenal deret Fourier, kita meneruskan pembahasan model yang ada dengan memberikan besaran fisisnya.

Model dengan Syarat Awal 1 Kita tinjau dawai panjang L = 5 satuan yang direntang dan kedua ujung diikat. Pada x = 1, sebagai jarak dari ujung kiri, dawai ditarik ke atas setinggi 0.1 dan

30

Matematka Teknik II

dilepas, sehingga simpangan awalnya berbentuk fungsi    

u(x, 0) = f (x) =   

dan tanpa kecepatan awal atau

0.1x,

0≤x≤1

−0.025x + 0.125, 1 ≤ x ≤ 5

∂u (x, 0) = g(x) = 0. ∂t Sedangkan dawai terbuat dari bahan yang memberikan rapat massa ρ dan tegangan T sehingga C 2 = T /ρ = 0.25. Pertanyaan yang ingin kita jawab adalah simpangan dawai setiap saat. Model persamaan ∂2u ∂2u = 0.25 , ∂t2 ∂x2

untuk 0 < x < 5, t > 0

besarta syarat batas u(0, t) = 0,

u(L, t) = 0

memberikan, lihat (17), u(x, t) =

∞ X

(An cos λn t + Bn sin λn t) sin

n=1

nπ x 5

dengan λn (:= Cnπ/L) = 0.5nπ/5 Selanjutnya simpangan awal memberikan hubungan u(x, 0) = f (x) atau ∞ X

An sin

n=1

nπ x = f (x). 5

Bentuk terakhir ini mengatakan bahwa f dinyatakan sebagai deret Fourier sinus. Hubungan antara f dan koefisien An diberikan oleh, lihat pembahasan tentang perluasan ganjil, An =

2 L

Z

L

0

f (x) sin(nπx/L)dx

2 = 5

Z

=−

sin(nπ) − 5 sin(nπ/5) 4n2 π 2

0

1

0.1x sin(nπx/5)dx+ =

Z

1

5



(−0.025x + 0.125) sin(nπx/5)dx

31

L.H. Wiryanto

Untuk beberapa nilai n A1 = 0.0744, A2 = 0.0301, A3 = 0.0134 dan seterusnya. Untuk menggunakan kecepatan awal, lebih dahulu dihitung ∞ ∂u X nπ = λn (−An sin λn t + Bn cos λn t) sin x ∂t 5 n=1

kemudian pada saat t = 0 diketahui kecepatan awal bernilai nol, sehingga ∞ X ∂u nπ (x, 0) = λn Bn sin x = 0 ⇔ Bn = 0 ∂t 5 n=1

untuk semua n. Jadi simpangan dawai u(x, t) = 0.0744 cos(0.1πt) sin(0.2πx) + 0.0301 cos(0.2πt) sin(0.4πx) +0.0134 cos(0.3πt) sin(0.3πx) + · · ·

Model dengan Syarat Awal 2 Pada bagian ini kita bahas penyelesaian persamaan diferensial parsial seperti sebelumnya, persamaan getaran dawai, dengan menggunakan syarat awal yang berbeda. Secara ringkas kita tuliskan model yang hendak diselesaikan sebagai ∂2u ∂2u = ∂t2 ∂x2 u(0, t) = u(4, t) = 0,

untuk t > 0

u(x, 0) = sin(πx/2),

untuk 0 ≤ x ≤ 4

∂u (x, 0) = 0, ∂t

untuk 0 ≤ x ≤ 4.

Persamaan diferensial dengan syarat batas di atas memberikan jawab u(x, t) =

∞ X

(An cos λn t + Bn sin λn t) sin

n=1

nπ x 4

dengan λn = nπ/4. Kemudian dengan menggunakan syarat kecepatan awal ∂u (x, 0) = 0, ∂t

32

Matematka Teknik II

seperti pada bagian sebelumnya, diperoleh Bn = 0 untuk semua n, sehingga tinggal menentukan An menggunakan simpangan awal, ∞ X

An sin

n=1

nπ x = sin(πx/2). 4

Koefisien pada ruas kiri lebih mudah ditentukan dengan meninjau suku demi suku dari pada menggunakan deret Fourier, yaitu tuliskan hubungan tersebut menjadi A1 sin ⇔ A1 sin

2π 3π 1π x + A2 sin x + A3 sin x + · · · = sin(πx/2), 4 4 4 1π π 3π x + (A2 − 1) sin x + A3 sin x + · · · = 0 4 2 4

Karena {sin π4 x, sin π2 x, sin 3π x, · · ·} merupakan fungsi-fungsi yang bebas linear, tiap 4 fungsi tidak dapat dinyatakan sebagai kelipatan yang lain, maka tiap koefisien-nya harus bernilai nol. Jadi diperoleh An =

      

Oleh karena itu

0, n 6= 2 1, n = 2

π π u(x, t) = cos t sin x 2 2 =

1 π π sin (x + t) + sin (x − t) 2 2 2 



Penulisan dalam penjumlahan dua sinusoida akan lebih memudahkan melihat perambatan gelombang yang terjadi, yaitu adanya dua arah penjalaran gelombang, ke kiri dan ke kanan, dengan bertambahnya waktu t. 1.7. Perambatan Panas pada Batang Persamaan diferensial parsial jenis kedua yang ditinjau merupakan persamaan perambatan panas. Kita misalkan u(x, y, z, t) merupakan temperatur pada benda (3 dimensi) dan H(t) merupakan panas (heat) dalam kalori yang dimuat benda. Hubungan panas dan temperatur adalah: panas merupakan massa dikali temperatur dan kapsitas panas benda. Pada benda dengan daerah D berlaku H(t) =

Z Z Z

D

cρudxdydz

33

L.H. Wiryanto

dengan c menyatakan kapasitas panas dan ρ merupakan rapat massa benda. Perubahan panas dH Z Z Z = cρut dxdydz dt D Sedangkan menurut hukum Fourier: panas mengalir dari panas daerah ke dingin sebanding dengan gradien temperatur. Tetapi panas tidak dapat hilang dari daerah D kecuali keluar lewat batas, sesuai hukum kekekalan energi. Oleh karena itu perubahan energi panas di D sama dengan fluk panas yang melintasi batas, dH = dt

Z Z

∂D

κ(¯ n · ∇u)dS

dengan κ faktor pembanding berupa konduktivitas panas. Selanjutnya dengan menggunakan toerema divergensi integral, kedua integral memberikan Z Z Z

D

⇔ cρ

cρut dxdydz =

Z Z Z

D

∇ · (κ∇u)dxdydz

∂u = ∇ · (κ∇u) ∂t

Persamaan terakhir dikenal sebagai persamaan panas. Untuk c, ρ dan κ konstan persamaan menjadi lebih sederhana ∂u ∂2u ∂2u ∂2u = C2 + + 2 ∂t ∂x2 ∂y 2 ∂z

!

dengan C 2 = κ/(cρ) disebut difusi panas. Sekarang kita tinjau perambatan panas dalam 1 dimensi. Secara fisis diberikan batang yang panjangnya L dan mempunyai temperatur yang tidak merata. Panas akan merambat mengikuti persamaan ∂u ∂2u = C2 2 ∂t ∂x

(33)

u menyatakan temperatur batang pada posisi x, sebagai jarak yang diukur dari ujung kiri, dan waktu t.

Syarat batas nol Seperti pada getaran dawai, untuk menyelesaikan persamaan (33) diperlukan syarat awal dan batas. Kita meninjau lebih dahulu bentuk

34

Matematka Teknik II

1. Temperatur kedua ujung batang dipertahankan konstan. Sebagai misal u(0, t) = 0 = u(L, t)

(34)

2. Pada awalnya distribusi temperatur diketahui u(x, 0) = f (x)

(35)

Di sini diberikan 2 syarat batas terkait dengan x, dan 1 syarat awal terkait dengan t; yang berbeda pada persamaan getaran dawai. Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana dengan melihat persamaan yang hendak diselesaikan, yaitu memuat turunan kedua terhadap x dan turunan pertama terhadap t. Oleh karena itu untuk menyelesaikannya diperlukan 3 kali integral, yang menghasilkan 3 konstanta integrasi. Konstanta ini dapat ditentukan dengan menggunakan syarat yang sesuai dengan variabel pengintegralannya. Jawab persamaan (33) diperoleh dengan menggunakan metoda pemisah peubah, dengan memisalkan u sebagai perkalian antara fungsi dari peubah x dan fungsi dari peubah t, yaitu u(x, t) = F (x)G(t). Selanjutnya kita ikuti langkah-langkah berikut, serupa dengan menyelesaikan persamaan gelombang. • Turunan u terhadap x dan juga terhadap t ∂u = F (x)G′ (t) ∂t ∂2u = F ′′ (x)G(t) ∂x2 Substitusikan keduanya pada (33) menghasilkan F (x)G′ (t) = C 2 F ′′ (x)G(t) ⇔



G′ (t) F ′′ (x) = = K(onstant) C 2 G(t) F (x) F ′′ (x) − KF (x) = 0 G′ (t) − C 2 KG(t) = 0

35

L.H. Wiryanto

• Syarat batas (34) u(0, t) = F (0)G(t) = 0

F (0) = 0 F (L) = 0



u(L, t) = F (L)G(t) = 0

• Jawab tak trivial (tak nol) dari F terjadi pada K = −p2 negative F ′′ (x) + p2 F (x) = 0 ⇒ F (x) = a cos px + b sin px F (0) = 0 menghasilkan a = 0, dan F (L) = 0 memberikan jawab tak trivial jika sin pL = 0 ⇔ pL = nπ untuk n = 1, 2, · · ·. Sehingga diperoleh Fn (x) = sin • Pada persamaan G G′ (t) + C 2

nπ x L

n2 π 2 G(t) = 0 L2

menghasilkan 2

Gn (t) = e−λn t dengan λn = Cnπ/L sebagai nilaieigen. • Fungsieigen

2

un (x, t) := Gn (t)Fn (x) = e−λn t sin

nπ x L

• Jawab dari (33) sebagai kombinasi linear dari fungsieigen u(x, t) =

∞ X

2

An e−λn t sin

n=1

nπ x L

(36)

• Syarat awal digunakan untuk menentukan An u(x, 0) =

∞ X

n=1

An sin

nπ x = f (x) L

Deret Fourier sinus memberikan rumusan untuk menghitung An , yaitu An =

2ZL nπ f (x) sin xdx L 0 L

(37)

36

Matematka Teknik II

Contoh 1.8. Dua batang baja masing-masing mempunyai panjang L1 = 2 dan L2 = 4. Pada awalnya batang 1 mempunyai temperatur nol (sepanjang batang) dan batang kedua mempunyai temperatur linear terhadap posisi, dari 2000 ke 0. Jika batang 1 disambungkan dengan batang ke 2 pada temperatur tingginya dan ujung lainnya dipertahankan nol, tentukan temperatur batang gabungan setiap saat. Difusi termal kedua batang C 2 = 0.01. Jawab: Temperatur batang dimisalkan sebagai u(x, t) dengan x menyatakan jarak dari ujung kiri dari batang 1 dan t mentakan waktu. Model perambatan panas berupa persamaan diferensial parsial (33) ∂u ∂2u = 0.01 2 ∂t ∂x dengan syarat batas u(0, t) = u(5, t) = 0 dan syarat awal u(x, 0) = f (x) =

 

0, 0<x<2  300 − 50x, 2 < x < 6.

Persamaan diferensial dan syarat batas memberikan jawab seperti (36) u(x, t) =

∞ X

2

An e−λn t sin

n=1

nπ x 6

dengan λn = 0.1nπ/6. Selanjutnya syarat awal yang ada memberikan persamaan ∞ X

n=1

An sin

nπ x = f (x). 6

Dengan menggunakan deret Fourier sinus, sebagai perluasan setengah selang dari f , An dapat diperoleh melalui integral An =

2Z 6 nπ f (x) sin xdx 6 0 6

1 = 3

Z

6

2

= 200

(300 − 50x) sin

nπ xdx 6

−3 sin(nπ) + 2π cos(nπ/3) + 3 sin(nπ/3) n2 π 2

L.H. Wiryanto

37

Untuk beberapa nilai n A1 = 116.2860, A2 = −18.7114, A3 = −42.4201 dan seterusnya, sehingga temperatur batang setiap saat π 2π 3π 2 2 2 u(x, t) = 116.2860e−λ1t sin x + −18.7114e−λ2 t sin x + −42.4201e−λ3t sin x + · · · 6 6 6 Secara fisis, temperatur batang kedua akan menurun, sedangkan batang pertama bertambah; dan kemudian bersama-sama akan berkurang, karena kedua ujungnya tetap dipertahankan nol. Formulasi matematik dari persamaan diferensial di sini juga memberikan karakter perubahan yang sama dan u → 0 untuk t → ∞. Contoh 1.9. Diberikan dua batang yang masing-masing mempunyai panjang L1 = 2, L2 = 4 meter dan temperatur u1 = 100o C, u2 = 1000oC. Keduanya ditempelkan sehingga terjadi aliran panas, dan temperatur kedua ujung lainnya dipertahankan. Pertanyaan: tentukan temperatur batang setiap saat, jika diketahui difusi termalnya C 2 = 0.01.

Jawab: Temperatur batang dimisalkan sebagai u(x, t) dengan x menyatakan jarak dari ujung kiri dari batang 1 dan t menyatakan waktu. Model perambatan panas berupa persamaan diferensial parsial (33) ∂u ∂2u = 0.01 2 ∂t ∂x Berbeda dengan contoh sebelumnya, syarat batas yang dimiliki bukan nol dan tidak sama, perlu ditinjau temperatur steady (tidak bergantung waktu) us (x) sebagai limit dari u(x, t) bila t → ∞, sebagai jawab dari persamaan ∂ 2 us = 0. ∂x2 Oleh karenanya temperatur batang u(x, t) = ut (x, t) + us (x), dengan ut (x, t) sebagai jawab transien yang memenuhi ∂ut ∂ 2 ut = 0.01 2 ∂t ∂x

38

Matematka Teknik II

Dari syarat batas yang ada, kita dapat nyatakan sebagai syarat batas steady us (0) = 100, us (6) = 1000. Sehingga syarat batas transien diperoleh u(0, t) = ut (0, t) + us (0) = 100 → ut (0, t) = 0 u(6, t)ut(6, t) + us (6) = 1000

→ ut (6, t) = 0

Jawab dari persamaan steady diperoleh dengan mengintegralkan dua kali dan menggunakan syarat batas (steady) yang ada, diperoleh us (x) = 150x + 100 sedangkan model temperatur transien mengikuti persamaan perambatan panas seperti contoh 1.8, menggunakan yarat awal ut (x, 0) = u(x, 0) − us (x) dengan u(x, 0) =

      

diperoleh    

ut (x, 0) =   

100,

0<x<2

1000, 2 < x < 6

−150x,

0<x<2

900 − 150x, 2 < x < 6

Dengan mengikuti contoh 1.8, diperoleh ut (x, t) =

∞ X

2

An e−λn t sin

n=1

nπ x 6

dengan λn = 0.1nπ/6. Kemudian An diperoleh dengan menggunakan perhitungan deret Fourier sinus dari ut (x, 0) An =

2 6

1 = 3

Z

6

0

Z

ut (x, 0) sin 2

0

= 1800

nπ xdx 6

nπ −150x sin xdx + 6

Z

2

6

nπ (900 − 150x) sin xdx 6

− sin(nπ) + nπ cos(nπ/3) n2 π 2



39

L.H. Wiryanto

Setelah memasukkan nilai n, untuk 3 suku pertama tak nol ut (x, t) =

900 πx λ21 t 450 2πx λ22 t 600 3πx λ23 t sin e − sin e − sin e +··· π 6 π 6 π 6

dan u(x, t) diperoleh dengan menggabungkan kembali ut (x, t) dan us (x). Syarat batas isolasi Variasi soal yang dapat dijumpai dalam persamaan aliran panas adalah dengan memberikan syarat batas yang terkait dengan isolasi. Dalam perambatan panas pada batang, kedua ujung diberikan isolasi sehingga panas yang sampai pada ujung tidak keluar dari batang atau sebaliknya panas dari luar tidak mempengaruhi di dalam batang. Secara matematik, kondisi isolasi ini dinyatakan dalam syarat batas ∂u ∂u (0, t) = 0 = (L, t) ∂x ∂x Bila kita terapkan syarat batas ini pada metoda pemisah peubah dari persamaan (33), diperoleh dua persamaan diferensial biasa F ′′ (x) − KF (x) = 0,

diikuti F ′ (0) = 0 = F ′ (L)

G′ (t) − KC 2 G(t) = 0. Jawab tak trivial diperoleh untuk K ≤ 0. Misalkan K = −p2 . Persamaan dari F memberikan F (x) = a cos px + b sin px, dan syarat batas yang ada mengharuskan p = nπ/L untuk n = 0, 1, 2, · · · dan b = 0. Jadi diperoleh Fn (x) =

        

1, cos

untuk n = 0 nπx , L

untuk n = 1, 2, · · ·

Selanjutnya persamaan dari G menghasilkan Gn (t) = e−

n2 π 2 C 2 t L2

Jadi temperatur batang setiap saat u(x, t) = A0 +

∞ X

An cos

n=1

nπx − n2 π22C2 t e L L

Dengan menggunakan syarat awal u(x, 0) = f (x) diperoleh = A0 +

∞ X

n=1

An cos

nπx = f (x) L

40

Matematka Teknik II

yang bentuk deret Fourier cosinus. Koefisien dari deret diperoleh dengan A0 = An

1ZL f (x)dx L 0

2ZL = f (x) cos(mπx/L)dx L 0

Related Documents

Pers
October 2019 44
Pers
June 2020 26

More Documents from "Enos Lolang"

De Schilpad En De Haas
December 2019 25
14 Perda Tenaga Kerja
October 2019 33
Cv
June 2020 17