Pernikahan Usia Dini Alvin Subqin Hervanda Universitas Negeri Malang Fakultas Ekonomi – Pendidikan Administrasi Perkantoran
Menikah adalah suatu momen yang sangat istimewa yang terjadi pada diri manusia. Dengan menikah sesuatu yang dulu dilarangpun akhirnya bisa bernilai ibadah, oleh karenanya menikah sangat dinanti oleh para muda-mudi yang telah baligh. Hukum menikah dalam Islampun kondisiental artinya hukum yang berlaku sesuai dengan keadaan seseorang. Pernikahan akan menjadi sunah apabila seorang pria telah dewasa dan mampu memberi nafkah lahir batin, menjadi wajib manakala jika tidak segera menikah akan mudah terjadi zina, bahkan hukum menikah bisa menjadi haram mana kala tujuannya untuk menyakiti. Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.
Definisi Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu. Anak adalah seseorang yang terbentuk sejak masa konsepsi sampai akhir masa remaja. Definisi umur anak dalam Undang-undang (UU) Pemilu No.10 tahun 2008 (pasal 19, ayat1) hingga berusia 17 tahun. Sedangkan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 menjelaskan batas usia minimal menikah bagi perempuan 16 tahun dan lelaki 19 tahun. Definisi anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002, adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk dalam anak yang masih berada dalam kandungan. Pernikahan anak
didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik, fisiologis, dan psikologis untuk bertanggungjawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.
Pendapat mengenai pernikahan usia dini – Pro 1. Meningkatkan Hubungan Romantis Menikah merupakan bukti dari cinta sejati kedua pasangan dan menjadi lambang dari keromantisan. Romantis yang dimaksud bukan dilakukan dengan memberikan pujian atau mengungkapkan rasa cinta pada saat berpacaran, akan tetapi dibuktikan dengan meneruskan ke jenjang berikutnya yakni pernikahan dan kehidupan setelah menikah. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada romantisme yang lebih indah bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah.” (Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, Baihaqi dan dishahihkah oleh Albani). 2. Menggapai Puncak Kebahagiaan Pernikahan bisa memberikan rasa tenteram dan menjalin kasih sayang yang lebih dibandingkan pada saat belum menikah jadi tidak ada alasan untuk menunda sebuah pernikahan tersebut. Usia muda adalah masa ketika gejolak jiwa mulai bertumbuh, dan merupakan masa dimana manusia butuh seseorang untuk menopang diri dan hidup agar masa depan kita lebih teratur, terarah, dan seimbang. Sangat bermanfaat ketika masa muda disibukkan dalam karir, meskipun lelah menghadapi kesulitan dan tantangan, namun selalu ada seseorang yang mendampingi kita menghadapi itu semua. Seseorang itu akan menjadi tempat mengungkapkan setiap keluh kesah yang kita alami dalam hidup. Ia juga merupakan penerang ketika Anda mendapati jalan yang gelap lagi buntu. Allah SWT berfirman, “Di antara tandatanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Ia menjadikan rasa kasih dan sayang di antara kalian. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(ar-Rum : 21). 3. Menjaga Diri dan Menundukan Pandangan Alasan berikutnya dari pernikahan muda adalah untuk melindungi pandangan diri sendiri terlebih karena zaman modern ini. Hal tersebut yang akhirnya banyak digunakan setan untuk menjerumuskan manusia ke dalam perzinahan yakni dengan melakukan pacaran dalam islam. Salah satu cara pencegahan terbaik adalah dengan menikah di usia muda sehingga bisa melindungi diri sendiri dari kenistaan. Tak dapat dipungkiri, kebutuhan seksual adalah fitrah manusia yang harus terpenuhi. Siapa saja, pria atau wanita boleh mendapatkannya. Tentu saja melalui prosedur KUA, yakni penikahan yang sah menurut agama. Oleh karena itu, Islam tidak pernah melarang siapapun untuk menikah. Mau itu ustadz, profesor, ulama, guru, pengurus masjid, semuanya boleh nikah tanpa terkecuali. Dengan pernikahan, hasrat
seksual akan lebih mudah diatasi. Tentu saja lebih melindungi diri dari maksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallalahu `alahi wassalam: Siapa saja menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (Thabarani dan Hakim) 4. Terhindar Dari Fitnah Wanita itu fitnah terbesar bagi seorang pria. Biasanya pria-pria yang jomblo mudah dirayu wanita. Berbicara dengan wanita, saling berkomunikasi atau jalan berdua. Semua itu bisa mendatangkan fitnah. Sebaliknya, jika sudah menikah maka kita punya teman hidup. Kita bisa mengajak pasangan untuk mendampingi kemanapun kita pergi. Hati juga lebih tenang. Sehingga kita pun juga tidak akan melirik lainnya dan itu akan mencegah datangnya fitnah. 5. Menjauhkan Diri Dari Zina Hasrat seksual memang sudah menjadi fitrah untuk setiap manusia dan agama. Islam sendiri juga tidak ada perintah untuk menghilangkan nafsu tersebut namun lebih pada mengendalikan. Namun di usia muda, rasanya terbilang sulit untuk menahan hasrat tersebut khususnya sudah sangat banyak wanita berpakaian minim yang semakin menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan zina. Untuk menghindari perbuatan zina tersebut, maka pernikahan di usia muda dijadikan alasan bagi beberapa pasangan yang melakukan pernikahan di usia muda tersebut untuk menjauhkan diri dari perbuatan zina dalam islam.
Pendapat mengenai pernikahan anak usia dini - Kontra 1. Derajat Pendidikan Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang dicapai oleh sang anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang diharapkan berperan lebih banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah. Pola lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya. Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan dan usia saat menikah, semakin tinggi usia anak saat menikah maka pendidikan anak relatif lebih tinggi dan demikian pula sebaliknya. Pernikahan di usia dini menurut penelitian UNICEF tahun 2006 tampaknya berhubungan pula dengan derajat pendidikan yang rendah. Menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi.
2. Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi dan pernikahan usia dini Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. Angka kematian ibu usia di bawah 16 tahun di Kamerun, Etiopia, dan Nigeria, bahkan lebih tinggi hingga enam kali lipat. Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta obstetric fistula. Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula. Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di usia dini. Pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi, kehamilan dengan jarak yang singkat, juga terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertamakali juga meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV. Banyak remaja yang menikah dini berhenti sekolah saat mereka terikat dalam lembaga pernikahan, mereka seringkali tidak memahami dasar kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya risiko terkena infeksi HIV. Infeksi HIV terbesar didapatkan sebagai penularan langsung dari partner seks yang telah terinfeksi sebelumnya. Lebih jauh lagi, perbedaan usia yang terlampau jauh menyebabkan anak hampir tidak mungkin meminta hubungan seks yang aman akibat dominasi pasangan. Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya karsinoma serviks. Keterbatasan gerak sebagai istri dan kurangnya dukungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena terbentur kondisi ijin suami, keterbatasan ekonomi, maka penghalang ini tentunya berkontribusi terhadap meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada remaja yang hamil. 3. Komplikasi psikososial Komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan di usia dini didukung oleh suatu penelitian yang menunjukkan bahwa keluaran negatif sosial jangka panjang yang tak terhindarkan, ibu yang mengandung di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan, selain juga mengalami krisis percaya diri. Anak juga secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan anak menyebabkan imbas negatif terhadap kesejahteraan psikologis serta perkembangan kepribadian mereka. pernikahan dini juga bisa dikatakan merampas hak masa remaja perempuan itu sendiri. Di mana pada masa itu seharusnya dipenuhi oleh bermain dan belajar untuk mencapai masa depan.
4. Tidak Memiliki Dasar Hukum Pada pasal 20 dan 21 UU No. 1 tahun 1974 dikatakan jika pegawai pencatat pernikahan tidak diperkenankan untuk melangsungkan atau membantu melangsung pernikahan jika diketahui ada pelanggaran ketentuan batas umur minimum pernikahan sehingga pernikahan dini yang biasanya terjadi tidak memiliki landasan hukum sebab tidak tercatat dalam Kantor Pencatat Nikah seperti KUA atau Kantor Catatan Sipil. Meski sudah dikatakan sah menurut agama, namun pernikahan yang tidak memiliki landasan hukum maka akan memberikan kerugian khususnya dari pihak wanita seperti tidak memiliki dokumen pernikahan dan anak yang dilahirkan sehingga sulit mendapatkan hak seperti waris, tunjangan keluarga dan lainnya.