Permasalahan Kurikulum.docx

  • Uploaded by: Indah Permatasari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Permasalahan Kurikulum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,042
  • Pages: 3
Permasalahan Kurikulum Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum : 1. Kurikulum Indonesia Relatif Kompleks Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru. Kurikulum di Indonesia yang cenderung fokus pada kemampuan intelektual membuat bakat atau soft skill siswa tidak berkembang. Padahal, sebenarnya bakat siswa bermacam-macam dan tidak bisa dipaksa harus berada di suatu bidang saja. Akibat soft skill yang kurang tergali, di katakan Rektor Universitas Pakuan, Bibin Rubini saat ini tawuran serta bentrok makin marak. Selain itu, Bibin juga mengingatkan banyaknya aturan dan ketentuan yang ada dalam sistem pendidikan tidak diimplementasikan. "Jika dilihat, sistem pendidikan kita tidak jauh berbeda dengan negara lain. Hanya saja, di negara lain diimplementasikan dengan baik, sedangkan di kita hanya sekadar aturan," misalnya kebijakan sekolah gratis tidak diterapkan dengan baik sehingga masih banyak siswa tidak mampu yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena keberatan dengan biaya pendidikan yang mahal. Jadi kebijakan yang ada diimplementasikan dengan baik, terutama soal wajib belajar, maka angka partisipasi kasar pendidikan kita tentu akan semakin meningkat. 2. Kecenderungan Berganti Nama Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah esensi kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan nama kurikulum mampu disajikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pengubahan nama kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan. 3. Kurangnya sumber prinsip pengembangan Pengembangan suatu kurikulum tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum.

Sumber prinsip pengembangan kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil penelitian), cerita/legenda yang hidup di masayaraksat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common sense). Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu sifatnya sangat terbatas. Terdapat banayk data yang bukan diperoleh dari hasil penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curiculum). Ada juga hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense). Dari masalah-masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tentu akan ada solusi yang mampu untuk memecahkannya. Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan : a. Mengubah paradigma dari pengajaran yang berbasis sistetik-materialistik menjadi religius. Solusi ini menunjukan akan berkurangnya kemerosotan moral. Dimana tidak akan ada lagi siswa cerdas yang tidak bermoral. b. Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu tujuan yang sebenarnya. c. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan. d. Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin. e. Membersihkan organ-organ kurikulum dari oknum-oknum tak bertanggung jawab. Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, karena kurikulum merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi dasarnya adalah sebagai berikut: 1. Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum disusun bukan saja harus berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat, tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi kebuadayaan seperti kehidupan keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya. 2. Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat, maka kurikulum harus disusun dengan memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum tersebut senantiasa relevan dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan perubahan dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya yang ada pada saat itu. 3. Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu sendiri. Kemajuan dalam bidang teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian teknologi baru itu kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan mempersiapkan para siswa tersebut agar mampu hidup dalam teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-benar dapat mengemban peran dan fungsinya sebagai lembaga modernisasi. https://www.rijal09.com/2016/03/v-behaviorurldefaultvmlo_8.html

Kemendikbud Ungkap Permasalahan Kurikulum 2013 VIVAnews - Polemik Kurikulum 2013 kembali terjadi setelah Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan menghentikan kurikulum tersebut. Anies memutuskan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di seluruh Indonesia untuk selanjutnya diperbaiki dan dikembangkan melalui sekolah-sekolah yang sejak Juli 2013 telah menerapkannya. Dalam laman kemdikbud.go.id, Senin 8 Desember 2014, Anies memaparkan sejumlah alasan yang membuat dia memutuskan bahwa kurikulum 2013 harus dihentikan dan dikembalikan ke Kurikulum 2006. Menurut dia, tidak adanya kajian terhadap penerapan Kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan urgensi perpindahan kepada Kurikulum 2013. Anies pun menyebut, tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober 2014, yaitu enam hari sebelum pelantikan presiden baru. (Peraturan Menteri no 159) "Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebelum dievaluasi kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum," kata dia. Bukan hanya itu, Anies pun menilai Kurikulum 2013 menggunakan metode penilaian yang sangat kompleks dan menyita waktu sehingga membingungkan guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian sepenuhnya pada siswa. Hal ini juga disebabkan oleh ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum 2013 yang menyebabkan beban juga tertumpu pada siswa sehingga menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di luar sekolah. Selain itu, ketergesa-gesa penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat keterlambatan atau ketiadaan buku. Berganti-gantinya regulasi kementerian juga menjadi salah satu penyebab revisi yang berulang. (adi) https://www.viva.co.id/berita/nasional/566292-kemendikbud-ungkap-permasalahankurikulum-2013

Related Documents

Permasalahan
November 2019 45
Permasalahan Lingkungan
April 2020 31
Permasalahan Kurikulum.docx
December 2019 39
Permasalahan Kesling.xlsx
December 2019 34
Permasalahan Pendidikan.docx
November 2019 31

More Documents from "Zio Kenny"