Perkembangan Konstitusi Febri.docx

  • Uploaded by: Riska Amelia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perkembangan Konstitusi Febri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,519
  • Pages: 8
Konstitusi Indonesia dari masa ke masa Oleh : Febri Andriyan NIM : 5118500170 Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal A. Pengertian Konstitusi Konstitusi, constitution (Amerika Serikat), atau verfassung (Jerman), dibedakan dari undang undang dasar atau grundgesetz (Jerman) ataupun grondwet (Belanda). Dikarenakan kesalahpahaman dalam cara pandangan banyak orang mengenai konstitusi, maka pengertian konstitusi itu sering diidentikkan dengan pengertian undang-undang dasar. Kesalahan ini disebabkan antara lain oleh pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki semua peraturan hukum dibuat dalam bentuk yang ter tulis (written document) dengan maksud untuk men capai kesatuan hukum (unifikasi hukum), kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum (rechtszekerheid). Begitu besar pengaruh paham kodifikasi ini, maka di seluruh dunia berkembang anggapan bahwa setiap peraturan, di karenakan pentingnya maka harus ditulis, dan demikian pula dengan konstitusi. Di zaman modern sekarang ini, dapat dikatakan bangsa Amerika Serikatlah yang per tama menuliskan konstitusi dalam satu naskah, meski pun leluhur mereka di Inggris tidak mengenal naskah konstitusi yang tertulis dalam satu naskah. Oleh karena itu, dalam bahasa Inggris dan Amerika, tidak tersedia kata yang tepat untuk menggambar kan perbedaan antara konstitusi dan undangundang dasar sebagaimana perbedaan antara kedua pengertian ini dalam bahasa Jerman, Perancis, Belanda, dan nega ranegara Eropa Kontinental lainnya. Dalam bahasa Jerman jelas dibedakan antara verfassung dan gerund gesetz, atau dalam bahasa Belanda antara constitutie dan grondwet. Untuk memahami perbedaan mengenai kedua pengertian konstitusi dan undangundang dasar itu, kita dapat menggunakan antara lain pandangan Hermann Heller sebagai rujukan. Dari pandangan Her mann Heller ini jelas tergambar bahwa konstitusi itu memang mempunyai arti yang lebih luas dari pada undang undang dasar. 1 B. Konstitusi Rigid dan Luwes Naskah konstitusi atau undangundang dasar dapat bersifat luwes (flexible) atau kaku (rigid). Ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apa kah suatu undangundang dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah   

1

apakah terhadap naskah konstitusi itu di mungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit, apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman.

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, : Rajawali Pers,2009), 137

Untuk menentukan apakah suatu naskah konstitusi bersifat luwes atau tidak, maka pertamatama kita dapat mempelajari mengenai kemungkinannya berubah atau tidak, dan bagaimana pula perubahan itu dilakukan. Pada umumnya, dalam setiap naskah undangundang da sar, selalu diatur tata cara perubahan konstitusi itu sen diri dalam pasalpasal atau bab yang tersendiri. Peruba hanperubahan yang dilakukan menurut tata cara yang ditentukan sendiri oleh undangundang dasar itu dina makan verfassungsanderung. Ketentuan mengenai pe rubahan tersebut selalu ditentukan dalam undangun dang dasar itu sendiri, karena walaupun dimaksudkan untuk jangka waktu yang lama, teks suatu undangun dang dasar selalu cenderung untuk tertinggal dari per kembangan masyarakat. Pada saat perubahan masya rakat sudah sedemikian rupa, selalu muncul kebutuhan objektif untuk mengadakan perubahan pula atas teks undangundang dasar. Namun demikian, karena konstitusi itu pada haki katnya merupakan hukum dasar yang tertinggi dan men jadi dasar bagi berlakunya peraturan perundangunda ngan lainnya yang lebih rendah, maka para penyusun atau perumus undangundang dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara perubahan yang tidak mu dah. Dengan prosedur yang tidak mudah, maka menjadi tidak mudah pula orang untuk mengubah hukum dasar negaranya, kecuali apabila hal itu memang sungguh sungguh dibutuhkan karena pertimbangan yang objektif dan untuk kepentingan seluruh rakyat, serta bukan un tuk sekedar memenuhi keinginan atau kepentingan sego longan orang yang berkuasa saja. Oleh karena itu biasa nya prosedur perubahan undangundang dasar diatur se demikian berat dan rumit syaratsyaratnya, sehingga un dangundang dasar yang bersangkutan menjadi sangat rigid atau kaku. Tetapi sebaliknya, ada pula undangundang dasar yang mensyaratkan tata cara perubahan yang tidak ter lalu berat dengan pertimbangan untuk tidak memper sulit perubahan, sehingga undangundang dasar dapat Konstitusi yang menetapkan syarat perubahan dengan cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen bi kameral, harus disetujui lebih dulu oleh kedua kamar parlemennya. Konstitusi yang demikian dapat disebut bersifat rigid.2

C. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis Membedakan secara prinsipil antara konstitusi tertulis (written constitution) dan tidak tertulis (unwritten constitution atau onschreven constitutie) adalah tidak tepat. Sebutan Konstitusi tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan Konstitusi modern yang lazim nya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah. Timbulnya Konstitusi tertulis disebabkan karena penga ruh aliran kodifikasi. Salah satu negara di dunia yang mempunyai Konstitusi tidak tertulis adalah negara Ing gris, namun prinsipprinsip yang dicantumkan dalam Konstitusi di Inggris dicantumkan dalam UndangUn dang biasa, seperti Bill of Rights. Dengan demikian suatu Konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu Konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan

2

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, : Rajawali Pers,2009), 142

ketentuanketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal diatur dalam konvensikon vensi atau undangundang biasa.3

D. Konstitusi dan Hukum dasar Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang Undang Dasar. Kerajaan Inggris biasa disebut sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki satu naskah UndangUndang Dasar sebagai konstitusi tertulis. Oleh sebab itu, di samping karena adanya negara yang dikenal sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki konstitusi tertulis, nilainilai dan normanorma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan negara juga diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup pula dalam pengertian konstitusi dalam arti yang luas. Karena itu, UndangUndang Dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilainilai dan norma hukum dasar tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktek penyelenggaraan negara seharihari, termasuk ke dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionnel) suatu negara4 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana terakhir diubah pada tahun 1999, 2000, 2001 sampai tahun 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan hukum dasar Indonesia di masa depan. Isinya mencakup dasardasar normatif yang berfungsi sebagai sarana pengendali (tool of social and political control) terhadap penyimpangan dan penyelewengan dalam dinamika perkembangan zaman dan sekaligus sarana pembaruan masyarakat (tool of social and political reform) serta sarana perekayasaan (tool of social and political engineering) ke arah citacita kolektif bangsa. Belajar dari kekurangan sistem demokrasi politik di berbagai negara di dunia, yang menjadikan UndangUndang Dasar hanya sebagai konstitusi politik, maka UndangUndang Dasar ini juga berisi dasardasar pikiran mengenai demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Karena itu, UndangUndang Dasar ini dapat disebut sebagai konstitusi politik, konstitusi ekonomi dan sekaligus konstitusi sosial yang mencerminkan citacita kolektif bangsa, baik di bidang politik dan ekonomi maupun sosialbudaya, dengan tetap memelihara tingkat abstraksi perumusannya sebagai hukum dasar (rechtsidee).5

E. UndangUndang Dasar 1945 UUD 1945 pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah kemerdekaan negara Republik Indonesia diproklamasikan oleh Sukiman. Pada tanggal 13 Juli 1945, Panitia Kecil berhasil menyelesaikan tugasnya, dan 3

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, : Rajawali Pers,2009),148 Jimly, Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme, (Jakarta, :Sinar Grafika,2010), 29 5 Jimly, Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme, (Jakarta, :Sinar Grafika,2010), 30 4

BPUPKI menyetujui hasil kerjanya sebagai rancangan UndangUndang Dasar pada tanggal 16 Agustus 1945. Setelah BPUPKI berhasil menyelesaikan tugasnya, Pemerintah Balatentara Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang, termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masingmasing sebagai Ketua dan Wakil Ketua. Panitia ini sedianya akan dilantik resmi pada tanggal 18 Agustus 1945, dan direncanakan setelah pelantikan langsung akan diadakan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di gedung Komonfu Pejambon No.2, dengan susunan acara (I) Menetapkan UndangUndang Dasar, (II) Memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan (III) Dan lainlain.6 F. Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) 1949 Tidak lama seusai Perang Dunia Kedua berakhir dengan kemenangan di pihak Tentara Sekutu dan kekalahan di pihak Jepang, maka kepergian Pemerintah Balatentara Jepang dari tanah air Indonesia dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Namun, usaha Pemerintah Belanda untuk kembali menanamkan pengaruhnya tidak mudah karena mendapat perlawanan yang sengit dari para pejuang kemerdekaan Indonesia. Karena itu, Pemerintah Belanda menerapkan politik adu domba dengan cara mendirikan dan mensponsori berdirinya beberapa negara kecil di berbagai wilayah nusantara, seperti Negara Sumatera, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, dan sebagainya. Dengan kekuasaan negaranegara yang terpecahpecah itu diharapkan pengaruh kekuasaan Republik Indonesia di bawah kendali pemerintah hasil perjuangan kemerdekaan dapat dieliminir oleh Pemerintah Belanda.7

G. Tujuan dan Hakikat Konstitusi Di kalangan para ahli hukum, pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu (i) keadilan (justice), (ii) kepastian (certainty atau zekerheid), dan (iii) kebergunaan (utility). Keadilan itu sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan kepatutan (equity), serta kewajaran (proportionality). Sedangkan, kepastian hukum terkait dengan ketertiban (order) dan ketenteraman. Sementara, kebergunaan diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilainilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama. Oleh karena konstitusi itu sendiri adalah hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk men capai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah: (i) keadilan, (ii) ketertiban, dan (iii) perwujudan nilainilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara (the founding fathers and mothers). Sekretariat Negara Republik Indonesia, Risalah Sidang Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945, 1995, hal. 509 6 7

Jimly, Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme, (Jakarta, :Sinar Grafika,2010), 36

Misalnya, 4 (empat) tujuan bernegara Indonesia adalah seperti yang termaktub dalam alinea IV Pembu kaan UUD 1945. Keempat tujuan itu adalah (i) melindu ngi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (ii) memajukan kesejahteraan umum, (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksa nakan ketertiban dunia (berdasarkan kemerdekaan, per damaian abadi, dan keadilan sosial). Sehubungan dengan itulah maka beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu seperti merumuskan tujuan negara, yaitu negara konstitusional, atau negara berkonstitusi. Menurut J. Barents, ada 3 (tiga) tujuan ne gara, yaitu 1. untuk memelihara ketertiban dan keten teraman, 2. mempertahankan kekuasaan, dan 3. mengurus halhal yang berkenaan dengan kepentinganke pentingan umum.8 Sedangkan, Maurice Hauriou menyatakan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan antara   

ketertiban (orde), kekuasaan (gezag), dan kebebasan (vrijheid).

Kebebasan individu warga negara harus dijamin, tetapi kekuasaan negara juga harus berdiri tegak, sehing ga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. Keter tiban itu sendiri terwujud apabila dipertahankan oleh ke kuasaan yang efektif dan kebebasan warga negara tetap tidak terganggu. Sementara itu, G.S. Diponolo merumus kan tujuan konstitusi ke dalam lima kategori, yaitu ; (i) (ii) (iii) (iv) (v)

8

kekuasaan, perdamaian, keamanan, dan ketertiban, kemerdekaan, keadilan, serta kesejahteraan dan kebahagiaan.9

J. Barents, “De Wetenschap de Politiek, Een Terreinverkenning” (1952), terjemahan L.M. Sitorus, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, cet. ke 3, PT. Pembangunan, (Jakarta, 1958), 38. 9 G.S. Diponolo, Ilmu Negara, Jilid I, Balai Pustaka, (Jakarta, 1951), 23.

H. Sebab Terjadinya Perubahan Konstitusi di Indonesia

Naskah UUD 1945 yang telah dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kemudian disahkan oleh Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia(PPKI) padatanggal 18 Agustus 1945, dirancang dalam situasi dibawah penjajahan Jepang dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa sehingga masih terdapat kekuarangan dalam menjalankan praktek berbangsa dan bernegara, itulah salah satu penyebab perubahan konstitusi di Indonesia. Semangat bangsa Indonesia begitu besar ketika hendak mengumandangkan kemerdekaanya, apalagi telah mendapatkan persetujuan dari pihak Jepang yang pada waktu itu secara resmi masih menjajah Indonesia dan mempersilahkan untuk mempersiapkan kemerdekaannya. Naskah Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia dipersiapkan pada masa perang dunia, sehingga mendapat perhatian dari berbagai negara termasuk Jepang dan Belanda. Suasana pada masa itu tentu saja berbeda dengan masa kemerdekaan yang telah dinikmati bangsa Indonesia, sehinnga Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan perjalanan waktu ada yang kurang tepat lagi untuk masa berikutnya, oleh karena itu perlu adanya peninjauan ulang untuk mengamandemennya, itulah sebabnya kemudian UndangUndang Dasar sebagai konstitusidiIndonesiamengalamiperubahan. Situasi yang mempengaruhi perubahan konstitusi juga berasal dari eksternal yaitu negara asing khususnya Belanda yang mempropaganda agar Indonesia tidak berbentuk Negara Kesatuan tetapi Negara Serikat. Perubahan konstitusi berarti juga perubahan sistem ketatanegaraan, sejak awal Pancasila dan UUD 1945 tidak lapang jalannya karena kolonialis Belanda selalu ingin menancapkan kembali kekuasaannya10 Desakan Belanda ini begitu kuat sehingga memaksa bangsa Indonesia harus berpikir politis dalam rangka mengelabui Belanda, walaupun menyetujui himbauan Belanda untuk menjadi negara Serikat tetapi tidak berlangsung lama. Keadaan yang mempengaruhi perubahan konstitusi di Indonesia juga berasal dari internal (dalam negeri) yang beraneka ragam desakan dalam hal menjalankan sistem ketatanegaraan, namun hal itu juga akibat dari faktor eksternal, yaitu perubahan dari negara Serikat kembali ke NKRI, untuk mengelabui Belanda maka UUD yang dipergunakanpun tidak menggunakan UUD 1945 tetapi menggunakan UUDS 1950.Akibat dari perubahan konstitusi maka berubah pula sistem ketatanegaraan Indonesia waktu itu.

10

Nikmatul huda, Hukum tata negara Indonesia, (Jakarta : Rajawali pers, 2009), 124

Situasi yang genting bisa mempengaruhi perubahan konstitusi, karena sistem ketatanegaraan tidak dijalankan dengan baik, pemerintahan kacau dan terjadi ketidak percayaan dalam menjalankan pemerintahan, maka melalui dekrit persiden kembali menggunakan UUD 1945. Presiden mengambil alih kepemimpinan nasional, konstitusi. Perubahan konstitusi sangat dimungkinkan karena di dalam UUD 1945 sendiri mengatur prinsip dan mekanisme perubahan UUD 1945, yaitu termuat dalam Pasal 37 UUD 1945. Secara filosafis UUD 1945 telah mencampurkan antara paham kedaulatan rakyat dengan faham integralistik, sehingga mempengaruhi sistem demokrasi yang tidak bisa berjalan dengan sempurna. Rakyat merasa banyak dirugikan, demokrasi terberangus dan lain sebagainya kemudian terjadi tuntutan perubahan sistem ketatanegaraan yang berawal dari perubahan konstitusi, maka untuk menjadi konstitusi yang kuat harus dilakukan perubahan, agar dapat memfasilitasi bagi tampilnya konfigurasi politik dan pemerintahan yang demokrasi11 Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang perubahan UndangUndang Dasar yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, namun demikian Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 telah menetapkan bahwa :”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.” Artinya perubahan memang bisa dilakukan sepanjang pasal-pasal yang dapat dilakukan perubahan.

I. Kesimpulan

1. Konstitusi Di negara Indonesia Selalu Berkembang dan cenderung melakukan perubahan, yang mana konstitusi pertama kali berlaku adalah UUD 1945, yang lalu di gantikan oleh/berubah mendjadi UUD RIS pada tahun 1949 yang mana merupakan konstitusi kedua yang mengakibatkan bentuk Negara Indonesia yang tadinya berupa Negara Kesatuan berubah menjadi Negara Serikat. UUDS 1950 merupakan konstitusi yang kemudian berlaku, walaupun bentuk negara kembali kepada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun sistem pemerintahannya adalah Parlementer sampai dikeluarannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang mengakibatkan kembali berlakunya UUD 1945 yang berlaku hingga reformasi dan dilanjuti dengan empat amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali dan berlaku sampai sekarang. 2. Perubahan konstitusi di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, beberapa faktornya yaitu penyusunan rancangan UUD yang dilakukan oleh BPUPKI sangat 11

Muh, Mahfud MD Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. (Jakarta: Rineka Cipta. 2003), 177

tergesa-gesa sehingga hasilnya dianggap belum begitu sempurna. Desakan dari Belanda juga merupakan faktor eksternal yang menjadi penyebab berubahnya konstitusi, hingga terjadinya pergeseran politik hukum di Indonesia yang menuntut amandemen UUD 1945, dan berpengaruh pada berubahnya sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Referensi: Buku:  Asshidiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta Rajawali Pers,      

2009. Diponolo, G.S. Ilmu Negara. Jakarta: Balai Pustaka, 1975. Mahfud M.D., Moh. Perkembangan Politik Hukum (Studi Tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia), Disertasi, Pasca Sarjana, UGM-Yogyakarta, 1993. Sitorus, L.M. Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapa- ngan. cet. ke-3. Jakarta: PT. Pembangunan, 1958. Huda, Nikmatul. Hukum Tatanegara Indonesia. Jakarta : Rajawali pers. 2009. Bahar, Saefroedin dkk. (Ed.). Risalah Sidang BPUPKI- PPKI. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indo- nesia, 1992. Asshidiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konpress, 2005.

Related Documents


More Documents from ""