Perindo Masa Bj Habibie & Gusdur.docx

  • Uploaded by: IstriiRatna
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perindo Masa Bj Habibie & Gusdur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,041
  • Pages: 8
MASA BJ HABIBIE

KEPENDUDUKAN Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie adalah Presiden ketiga Indonesia (1998-1999) setelah lengsernya Soeharto dari jabatannya. Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Pada masa pemerintahan Habibie Indonesia memiliki 28 provinsi. Dengan jumlah penduduk total adalah 206.264.595 jiwa, Pada Desember angka kemiskinan di Indonesia naik menjadi 24,2 persen dengan 49,5 juta jiwa. Dan dapat diturunkan di tahun 1999 (Februari) dimana angka kemiskinan turun menjadi 23,43 persen dengan 47,97 juta jiwa. Di awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi persoalan legitimasi yang cukup serius.Akan tetapi, Habibie berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui beragam cara. Diantaranya, pemerintahan Habibie menghasilkan dua Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan perlindungan atas hak asasi manusia. Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa pemerintahan Habibie yang pendek tersebut. Dengan catatan positif atas beberapa kebijakan dalam bidang HAM yang menjadi perhatian masyarakat internasional ini, Keinginan Habibi mengakselerasi pembangunan sesungguhnya sudah dimulainya di Industri pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dengan menjalankan program evolusi empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat “berawal dari akhir dan berakhir diawal. Kebijakan Habibie dalam persoalan Timor-Timur menunjukan hal ini dengan jelas. Habibie mengeluarkan pernyataan pertama mengenai isu Timor Timur pada bulan Juni 1998 dimana ia mengajukan tawaran untuk pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk provinsi Timor Timur. Proposal ini, oleh masyarakat internasional, dilihat sebagai pendekatan baru. Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal dengan menyatakan bahwa Indonesia akan memberi opsi referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor Timur. Karena itu, keputusan berpindah dari opsi otonomi luas ke referendum merupakan keputusan pemerintahan Habibie sendiri. Aksi kekerasan yang terjadi sebelum dan setelah referendum

kemudian memojokkan pemerintahan Habibie. Legitimasi domestiknya semakin tergerus karena beberapa hal. Pertama, Habibie dianggap tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi referendum di Timor Timur karena ia dianggap sebagai presiden transisional. Kedua, kebijakan Habibie dalam isu Timor Timur merusakan hubungan saling ketergantungan antara dirinya dan Jenderal Wiranto, panglima TNI pada masa itu. Pada akhirnya, Timor-Timur lepas dari Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999

PEMBANGUNAN REGIONAL Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Presiden B.J. Habibie menjalankan pemerintahannya tanpa adanya wakil presiden. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang sehingga lebih tertata tanpa ada campur tangan politik. Masa pemerintahan Habibie merupakan masa dimana kondisi kacau pasca pengunduran diri Soeharto, berujung pada berbagai kerusuhan dan disintegerasi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Selama 17 bulan masa pemerintahannya sebagai Presiden Indonesia ketiga, Habibie memperkenalkan reformasi pasca Soeharto.Ketika Habibie mulai memegang kekuasaanpada tanggal 21 Mei 1998, terdapat limaisu terbesar yang harus dihadapi yaitu, masa depan reformasi, masa depan ABRI (sekarang TNI), masa depan daerah yang melepaskan diri dari Indonesia, masa depan Soeharto (Keluarga, kekayaan dan kroni-kroninya) dan masa depan perekonomian serta kesejahteraan rakyat. Kabinet Presiden Habibie dibentuk dalamwaktu 24 jam, dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan.Sebelum krisis ekonomi 1997/1998, Indonesia telah mengalami pertumbuhanekonomi yang amat pesat. Selama lima Repelita yang pertama di bawah pemerintahanSoeharto, dari 1969 sampai 1994, PDB meningkat rata-rata 6,8%setahun. Pertumbuhan penduduk rata-rata 2% setahun. Pertengahan 1998, inflasi ditargetkanmencapai angka 80% untuk tahun berjalan,namun akhirnya target tersebut tidaktercapai. Peristiwa Badai El nino menjadi-kan panen beras berkurang. Nilai tukar ru-piah berada di bawah Rp 10.000,00 perdo llar, ba hkan mencapa i le vel Rp15.000,00 - Rp 17.000,00 dan diperkira-kan 113 juta

orang Indonesia (56%dari jumlah penduduk) berada di bawah garis kemiskinan. Pada akhir Juni 1998, anggaran negara harus direvisi untuk ketiga kalinya karena asumsi-asumsinya tidak relevan. IMF memprediksi bahwa perekonomianakan menurun sebanyak 10%.

PERDAGANGAN INTERNASIONAL Di awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi persoalan legitimasi yang cukup serius. Tidak hanya menangani masalah ekonomi yang akut, tetapi juga harus menyelesaikan masalah HAM yang dihasilkan oleh pemerintahan terdahulu. Pemerintah berusaha mendapatkan dukungan internasional dengan beragam cara, diantaranya, pemerintahan Habibie mengasilkan undang-undang yang berkaian dengan perlindungan atas hak asasi manusia. Selain itu, pemerintahan Habibie pun berhasil mendorong ratifikasi empat konvensi internasional dalam masalah hak-hak pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa pemerintahan Habibie.Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Habibie menaikkan kembali derajat kepercayaan internasional terhadap Indonesia. Habibie mampu memperoleh simpati dari IMF dan Bank Dunia dengan keputusan kedua lembaga tersebut untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi sebesar 43 milyar dolar dan bahkan menawarkan tambahan bantuan sebesar 14 milyar dolar. Hal ini memperlihatkan bahwa walaupun basis legitimasi dari kalangan domestik tidak terlampau kuat, dukungan internasional yang diperoleh melalui serangkaian kebijakan untuk memberi image positif kepada dunia internasional memberi kontribusi positif bagi keberlangsungan pemerintahan Habibie saat periode transisi menuju demokrasi dimulai. Selain itu, Habibie juga memiliki konsep industri padat karya melalui konsep Penerapan produk prioritas yang diterapkandengan teknologi canggih sebagai nilai tambah dalam produksi. Konsep ini mengandalkan pada keuntungan komparatif dengan orientasi pasar bebas dan ekspor produk-produk padat karya dan sumber daya alam. Pada masa pemerintahan Habibie, Indonesia berhasil menurunkan kurs menjadi sekitar Rp10.000/USD danRp15.000/USD. Pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah naik ke level USD 6500/USD, merupakan kurs yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar BI bisa berfokus pada

pengurusan bidang ekonomi. Habibie juga mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus dan menggunakan dana pribadi dari pengusaha selama dalam tugas. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. B.J. Habibiemundur dari kekuasaan pada 20 Oktober1999, digantikan oleh Abdurrahman Wahid.

MASA GUSDUR

KEPENDUDUKAN Gusdur yang menggantikan Habibie karena pertanggungjawabannya dalam sidang umum MPR, mengemban estafet kepemimpinan nasional yang tidak ringan. Gusdur dihadapkan dengan persoalan bangsa yang menuntut untuk secepatnya dicarikan jalan keluarnya, sehingga Indonesia dapat bangun dari ketepurukannya dalam bidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya. Warisan kemiskinan, pemutusan hubungan, dan kemerosotan nilai tukar rupiah, hutang luar negeri, satu sisi dan sisi lain tuntutan agenda reformasi harus sama-sama mendapat perhatian serius. Harapan perbaikan di tangan Gus Dur sangat besar, karena ia dipilih secara demokrasi dan dinilai proses sidang pemilihannya transparan, diliput oleh media dalam dan luar. Namun harapan itu hanyalah tinggal harapan, karena presiden baru ini tidak mengetahui apa yang diderita rakyatnya, merasa tidak mempunyai beban, maka langkah-langkah yang diambil bukan mengarah pada pemulihan, sebaliknya malah memperparah keadaan. Pada masa pemerintahan Gusdur angka kemiskinan turun menjadi 19,14 persen dengan 38,74 juta jiwa di tahun 2000. dan di tahun 2001 angka kemiskinan turun kembali menjadi 18,41 persen dengan 37,87 juta jiwa. Tapi kepercayaan terhadap Gus Dur mulai turun, karena ketidakmampuannya memberantas KKN, ditambah perilaku ekonomi yang ia lakukan. Selain ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Gus Dur, orang-orang kabinet pun merasa tidak puas terhadap kinerja Gus Dur. Banyak kalangan mengatakan bahwa Gus Dur berjalan sendiri. Gus Dur mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kurang menguntungkan kelompok partai tertentu, terutama terhadap

partai-partai Poros Tengah atau pun partai Golkar yang membuat menteri-menteri dari partaipartai itu bekerja setengah hati. Mereka tidak berada dalam situasi psikologis yang nyaman di dalam kabinet karena adanya pernyataan-pernyataan Gus Dur yang tidak jelas ujung pangkalnya. Seperti tuduhannya terhadap beberapa menteri yang diduga melakukan praktik korupsi. Pada waktu Gus Dur menjadi presiden, disintegrasi bangsa semakin terbuka dengan dibiarkannya beberapa daerah menyuarakan keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI, misalnya Riau, Jatim, Madura, Aceh, Irian Jaya. Pemicunya adalah lepasnya Timtim. Kecenderungan Gusdur yang berjalan sendiri tanpa dipertimbangkan dampaknya bagi masyarakat luas, misalnya perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, toleransi pengibaran bendera bintang kejora oleh Presiden merupakan langkah kontraproduktif. Model jalan sendiri ini menguntungkan Gerakan Papua Merdeka, dan menambah tugas baru aparat keamanan.

PEMBANGUNAN REGIONAL Masa Kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dimulai pada 20 Oktober 1999. Gus Dur memliki intelegensia, kekocakan, keterbukaan dan komitmen terhadap pluralisme serta kebencian terhadap dogmatisme. Pada tahun 2000 beberapa indikator menunjukkan bahwa proses pemulihan ekonomi nampak menguat. Pertumbuhan ekonomi meningkat lebih tinggi dari yang diprakirakan, yakni menjadi 4,8%. Beberapa faktor seperti membaiknya permintaan domestik, masih kompetitifnya nilai tukar rupiah, serta situasi ekonomi dunia yang membaik, telah memungkinkan sejumlah sektor ekonomi, termasuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM), meningkatkan kegiatan usaha mereka, baik untuk memenuhi konsumsi domestik maupun ekspor. Beberapa kemajuan juga dicapai, misalnya dalam proses restrukturisasi perbankan, penjadwalan kembali utang luar negeri pemerintah, serta penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh nilai tukar yang kompetitif dan ekspor non migas menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan kegiatan investasi semakin meningkat. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, tingkat pengeluaran konsumsi juga ikut mengalami peningkatan. Ekspor, investasi, dan konsumsi terhadap pertumbuhan PDB pada tahun 2000 masing-masing mencapai 3,9%, 3,6%, dan3,1%. Kuatnya kinerja ekspor dan peran investasi yang meningkat dalam pembentukan PDB mengindikasikan semakin mantapnya proses pemulihan ekonomi yang

terjadi. Di sisi penawaran, semua sektor dalam perekonomian mengalami pertumbuhan. Dengan dorongan permintaan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pengangkutan menjadi motor pertumbuhan dengan sumbangan terhadap pertumbuhan PDB masing-masing sebesar 1,6%, 0,9%, dan 0,7%. Sektor industri pengolahan pada tahun 2000 mencatat pertumbuhan sebesar 6,2%, sementara sektor perdagangan serta sektor pengangkutan masing-masing meningkat sebesar 5,7%dan 9,4% (Bank Indonesia 2000). Tekanan kenaikan harga menjadi lebih besar dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi berbagai subsidi guna mendorong pembentukan harga berdasarkan mekanisme pasar serta kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS). Dalam tahun 2000, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penyesuaian di bidang harga dan pendapatan yang antara lain mencakup peng-urangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif dasar listrik (TDL), tarif angkutan, cukai rokok, serta kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri, serta upah mini-mum regional (UMR). Selain itu, tekanan inflasi juga muncul dengan semakin tingginya ekspektasi peningkatan laju inflasi di kalangan konsumen dan produsen. Peningkatan ekspektasi ini mengakibatkan kecenderungan kenaikan harga-harga menjadi sulit diredam dengan segera karena cenderung bersifat menetap (persistent). Secara keseluruhan, laju inflasi tahun 2000 mencapai 9,35% (year-on-year), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 1999 sebesar 2,01% (Bank Indonesia, 2000). Kegigihan mempertahankan kekuasaan dengan cara apapun, keterbatasan dalam pengelihatan pada panca indra, masalah kesehatan, kurangnya pengalaman dalammasalah pemerintahan, membuat Gus Dur diberhentikan sebagai Presiden pada tanggal 23 Juli oleh MPR

PERDAGANGAN INTERNASIONAL Hubungan sipil militer merupakan salah satu isu utama dalam perjalanan transisi menuju demokrasi di Indonesia. Dinamika hubungan sipil militer ini terutama terlihat dalam isu separatisme, baik di Aceh maupun Papua. Isu Timor Timur seperti di uraikan diatas juga menjadi contoh penting yang memperlihatkan keterkaitan antara faktor domestik (hubungan sipil militer) dan faktor eksternal (diplomasi dan politik luar negeri). Bila dalam periode Habibie terjadi hubungan saling ketergantungan antara pemerintahan Habibie dengan TNI, pada masa

Abdurrahman Wahid terjadi power struggle yang intensif antara presiden Wahid dengan TNI sebagai akibat dari usahanya untuk menerapkan kontrol sipil atas militer yang subyektif sifatnya. Pasca reformasi, ketika Abdurrahman Wahid memimpin Indonesia, politik luar negeri Indonesia cenderung mirip dengan politik luar negeri Indonesia yang dijalankan oleh Soekarno pada masa orde lama, dimana lebih menekankan pada peningkatan citra Indonesia pada dunia internasional. Pada masa pemerintahannya, politik internasional RI menjadi tidak jelas arahnya. Hubungan RI dengan dunia Barat mengalami kemunduran setelah lepasnya Timor Timur. Salah satu yang paling menonjol adalah memburuknya hubungan antara RI dengan Australia. Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional, untuk itu dia melakukan banyak kunjungan ke luar negeri selama satu tahun awal pemerintahannya sebagai bentuk implementasi dari tujuan tersebut. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor Timur, adalah soal integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu perbaikan ekonomi. Namun, sebagian besar kunjungan – kunjungannya itu tidak memiliki agenda yang jelas. Bahkan, dengan alasan yang absurd, Wahid berencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sebuah rencana yang mendapat reaksi keras di dalam negeri. Dan dengan tipe politik luar negeri Indonesia yang seperti ini membuat politik luar negeri Indonesia menjadi tidak fokus yang pada akhirnya hanya membuat berbagai usaha yang telah dijalankan oleh Gus Dur menjadi sia-sia karena kurang adanya implementasi yang konkrit.

DAFTAR PUSTAKA Setyohadi.tuk. 2004. Perjalan Bangsa Indonesia Dari Masa ke Masa. Bogor: Rajawali Corpuration. Ricklefs, M.C.2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi. Abdul Hakim dan Guswildan Giovani. 2012. Perbandingan Perekonomian Dari Masa Soekarna Hingga Susilo Bambang Yudhoyono (1945-2009). 03 (02) 161-180. Jurnal Ekonomika-Bisnis

Related Documents


More Documents from ""