BAB I PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindungan terhadap faktor – faktor luar yang berbahaya.1 Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan, yang membungkus permukaan anterior dari bola mata dan permukaan posterior dari palpebra. Lapisan permukaan konjungtiva, yaitu lapisan epitel berhubungan dengan epidermis dari palpebra dan dengan lapisan permukaan dari kornea, yaitu epitel kornea. Konjungtiva dibedakan menjadi tiga bagian yaitu konjungtiva palpebra, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbi.2-5
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva. (1) Limbus, (2) Konjungtiva Bulbi, (3) Konjungtiva Forniks, (4) Konjungtiva Palpebra, (5) Pungtum Lakrimalis, (6) Konjungtiva Marginalis.2 Konjungtiva bertanggung jawab terhadap produksi mukus, yang penting dalam menjaga stabilitas tear film dan transparansi kornea. Selain itu, konjungtiva juga mampu melindungi permukaan okular dari patogen, baik sebagai barier fisik, maupun sebagai sumber sel-sel infalamsi.2-4 Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan cabang dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina sentralis, arteri siliaris posterior, dan beberapa arteri silaris anterior.4 Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu arteri palpebralis dan arteri siliaris anterior. Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade marginal dan 1
perifer dari palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva palpebralis. Arteri yang berasal dari arkade marginal palpebra akan melewati tarsus, mencapai ruang subkonjungtiva pada daerah sulkus subtarsal membentuk pembuluh darah marginal dan tarsal. Pembuluh darah dari arkade perifer palpebra akan menembus otot Muller dan memperdarahi sebagian besar konjungtiva forniks. Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk menyuplai konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan pembuluh darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang melalui forniks superior dan inferior untuk kemudian melanjutkan diri ke konjungtiva bulbi sebagai arteri konjungtiva posterior. Suplai dari dari arteri siliaris anterior berjalan sepanjang tendon otot rektus dan memperca-bangkan diri sebagai arteri konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bola mata. Arteri ini mengirim cabangnya ke pleksus perikorneal dan ke daerah konjungtiva bulbi sekitar limbus. Pada daerah ini, terjadi anastomose antara pembuluh darah konjungtiva anterior dengan cabang terminal dari pembuluh darah konjungtiva posterior, menghasilkan daerah yang disebut Palisades of Busacca. 4,6 Vena-vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri konjungtiva. Diameter venavena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1 mm dan dapat diidentifikasi dengan mudah. Drainase utama dari konjungtiva talsalis dan konjungtiva bulbi langsung mengarah ke vena-vena palpebralis. Beberapa vena tarsalis mengarah ke vena-vena oftalmikus superior dan inferior, yang akan berakhir pada sinus kaverosus.4,6
Gambar 2. Arteri dan vena konjungtiva4,6 Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.7,8
2
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.9 Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).10 Perdarahan subkonjungtiva berdasarkan mekanismenya, dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan subkonjungtiva tipe spontan dan traumatik. Perdarahan tipe spontan diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. Pada perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik, didapatkan anamnesis bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.7 Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selaina terlihat darah pada bagian sklera. Pada mata penderita dapat terlihat adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal), tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan, perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.11 Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.7 Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.12 Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini nyeri yang berhubungan dengan perdarahan, terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat), terdapat riwayat gangguan perdarahan, riwayat hipertensi, dan riwayat trauma pada mata.12
3
BAB II LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN Nama
: Nn. DT
Umur
: 17 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen
Bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Alamat
: Wanea
Kunjungan
: 03 Mei 2016
2. ANAMNESIS Keluhan Utama Mata kiri merah sejak 3 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Penderita mengalami mata merah sejak kurang lebih 3 hari SMRS. Awalnya penderita terkena pukulan dari temannya pada mata kirinya sejak 3 hari SMRS kemudian matanya menjadi merah dan nyeri di mata dan daerah sekitar mata. Kemerahan terlihat pada sebagian besar mata kiri. Selain itu, terdapat kebiruan di daerah periorbita atas dan bawah. Nyeri yang dirasakan sudah berkurang setelah pemberian obat. Penderita juga mengeluh mata kirinya sering berair sejak saat itu. Keluhan penglihatan kabur, dan kotoran berlebihan pada mata disangkal penderita. 4
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual muntah sebelumnya. Keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh disangkal penderita. Pasien saat ini mengkonsumsi asam mefenamat dan deksamethasone
Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat penyakit sebelumnya disangkal penderita
-
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, hemofilia, penyakit pada jantung, paru, hati, dan ginjal disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga Hanya penderita yang memiliki sakit seperti ini
3. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu badan (aksila)
: 36,5oC
Kepala
: tidak ada kelainan
Thoraks
: jantung, paru dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstremitas
: akral hangat, tidak ada kelainan
TB/BB
: 158 cm / 58 kg
5
Status Psikiatri Sikap penderita kooperatif, selama dilakukan pemeriksaan ekspresi wajah dan sikap yang ditunjukkan baik. Status Neurologis Motorik dan sensorik normal, reflex fisiologis (+), reflex patologis (-) Pemeriksaan Khusus (Status Oftalmikus) JENIS PEMERIKSAAN
OD
OS
Visus
6/6
6/6
Near vision
N 14 – N 18
N 14 – N 18
Colour sense – tes ishihara
N/N
N/N
Light sense – pen light
N/N
N/N
Light projection – pen light
N/N
N/N
Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan Objektif Inspeksi Mata
Palpebra
tak
ada Palpebra superior dan
kelainan, lakrimasi(- inferior
tampak
), konjungtiva dan hematoma, lakrimasi sklera
normal, (-),
permukaan rata,
camera
konjungtiva
kornea tampak
perdarahan,
oculi permukaan
anterior dalam, iris rata,
kornea
camera
oculi
normal, pupil bulat, anterior dalam, iris refleks cahaya (+), normal, pupil bulat, lensa jernih, kornea refleks jernih
cahaya
normal, lensa jernih, kornea jernih
Edema
-
+
Perdarahan
-
+
Sekret
-
-
Lakrimasi
-
-
Fotofobia
-
-
6
(+)
Blefarospasme
-
-
Posisi bola mata
Ortoforia
Ortoforia
Benjolan / tonjolan
-
-
Pergerakan bola mata
Normal, ke segala Normal, ke segala arah
Palpasi
Palpasi
arah tekanan Terdapat nyeri tekan.
intraokular normal
Palpasi
tekanan
intraokular normal Obliqus
Kornea
Jernih, abrasi (-)
Jernih, abrasi (-)
Ilumination
COA
Dalam, hifema (-)
Dalam, hifema (-)
Iris
Normal, iridodialisa Normal, iridodialisa (-)
(-)
Lensa (kekeruhan)
Jernih
Jernih
Direct
Kornea
Jernih, abrasi (-)
Jernih, abrasi (-)
Opthalmoscope
COA
Dalam, hifema (-)
Dalam, hifema (-)
Lensa
Jernih, luksasi (-)
Jernih, luksasi (-)
Badan kaca
Jernih
Jernih
Refleks fundus
(+) uniform
(+) uniform
Papil
Bulat, tegas, vital
Bulat, tegas, vital
Retina
Perdarahan
Slit Lamp
(-), Perdarahan
(-),
detachment (-)
detachment (-)
P. darah
Normal
Normal
Makula lutea
Refleks fovea (+)
Refleks fovea (+)
Kornea
Normal, abrasi (-), Normal, abrasi (-), edema (-)
edema (-)
COA
Dalam, hifema (-)
Dalam, hifema (-)
Iris
Normal
Normal
Lensa
Jernih
Jernih
Konjungtiva bulbi
Normal
Tampak
perdarahan
pada sebagian besar konjungtiva
7
4. RESUME Penderita mengalami mata merah sejak kurang lebih 3 hari SMRS. Awalnya penderita terkena pukulan dari temannya pada mata kirinya sejak 3 hari SMRS kemudian matanya menjadi merah dan nyeri. Kemerahan terlihat pada sebagian besar mata kiri. Selain itu, terdapat kebiruan di daerah periorbita atas dan bawah. Penderita juga mengeluh mata kirinya sering berair sejak saat itu. Penglihatan kabur (-), kotoran berlebihan pada mata (-), batuk (-), demam (-), mual muntah (-). Keluhan sering mimisan (-), luka sukar sembuh (-). Pasien saat ini mengkonsumsi asam mefenamat dan deksamethasone. Pada pemeriksaan inspeksi mata kiri, palpebra superior dan inferior tampak hematoma, dan konjungtiva tampak perdarahan. Pada pemeriksaan slit lamp, tampak perdarahan pada sebagian besar konjungtiva.
5. DIAGNOSIS Perdarahan subkonjungtiva + hematoma palpebra okulus sinistra et causa trauma tumpul
6. PENATALAKSANAAN Tatalaksana pada kasus ini dapat diberikan kompres dingin pada mata penderita. Air mata buatan digunakan untuk mengobati iritasi ringan yang dapat terjadi pada mata. Pemberian vasokonstriktor digunakan untuk mengurangi perdarahan yang luas pada mata. Pemberian asam traneksamat digunakan untuk perdarahannya yang mana obat ini merupakan agen hemostasis, bersifat competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. - Artificial tears ED 4xgtt 2 OS - Vasoconstrictor ED 4xgtt 1 OS - Asam traneksamat 3x500 mg p.o
8
7. PROGNOSIS •
Quo Ad Vitam : Bonam
•
Quo Ad Functionam : Bonam
•
Quo Ad Sanationam : Bonam
9
BAB III DISKUSI Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kiri yang muncul secara tiba-tiba, terdapat riwayat trauma pada penderita. Keluhan ini tidak disertai adanya kotoran yang berlebihan dan, tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%), Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami perdarahan subkonjungtiva dibandingkan laki – laki. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah traumatik, karena terdapat riwayat trauma pada mata kiri penderita sebelumnya. Adapun penyebab perdarahan subkonjungtiva adalah idiopatik, batuk, tegang, muntah – muntah, bersin, traumatik, hipertensi, gangguan perdarahan: penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE dan defisiensi vitamin C, berbagai antibiotik, obat / bahan kimia, sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva, beberapa infeksi sistemik, penggunaan lensa kontak. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okuli sinistra, yaitu terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi okulus sinistra, kornea tampak jernih dan intak, pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih. Diagnosis banding pada kasus ini adalah konjungtivitis. Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa artificial tears eye drop 4x2 tetes/ hari, nafazolin HCl eye drops 4x1 tetes/ hari pada mata kiri dan asam traneksamat 3x500mg per oral, serta beberapa edukasi antara lain untuk menghindari
pemakaian obat-obatan
seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, lalu untuk kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan bertambah luas (mata bertambah merah) untuk mengevaluasi respon terapi yang telah diberikan dan perbaikan dari gejala klinis. Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak 10
memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 1-2 minggu tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas, beberapa dokter memberikan vasokonstriktor dan multivitamin. Karena perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini cukup luas maka diberikan juga asam traneksamat, yang mana obat ini merupakan agen hemostasis, bersifat competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Asam traneksamat merupakan sintetis analog dari asam amino lisine yang berperan sebagai antifibrinolitik dengan cara mengikatkan 4 hingga 5 reseptor lisin pada plasminogen atau plasmin. Hal ini mencegah plasmin untuk berikatan dengan fibrin. Asam traneksamat lebih efektif 8 kali lebih kuat pada aktivitas antifibrinolitik dibandingkan analog yang lebih lama, asam aminocaproic. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan, sehingga mencegah perdarahan ulang. Efek samping asam traneksamat antara lain nyeri kepala, nyeri perut, diare, lesu, anemia, dan yang paling jarang adalah deep vein thrombosis.
Gambar 3. Mekanisme kerja asam traneksamat.
11
BAB IV PENUTUP Kesimpulan Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemungkinan penyebab timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah traumatik, karena terdapat riwayat trauma pada mata kiri penderita sebelumnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okuli sinistra, yaitu terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi okulus sinistra, kornea tampak jernih dan intak, pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih. Diagnosis banding pada kasus ini adalah konjungtivitis akut. Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa artificial tears eye drops 4x2 tetes/ hari, nafazolin HCl eye drops 4x1 tetes/ hari pada mata kiri dan asam traneksamat 3x500mg, serta beberapa edukasi antara lain menggunakan kompres dingin pada mata kirinya, dan menghindari pemakaian obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan.
12
LAMPIRAN
Foto 1. Tampak perdarahan pada subkonjungtiva dan hematoma pada palpebra
Foto 2. Foto Klinis Penderita
13
DAFTAR PUSTAKA 1.
Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta
2.
Vaughan DG, Asburg T, Paul Riodan-Eva. Anatomi and Embriologi of The Eye in : General Ophthalmology. 16th Edition. Mc. Graw Hill Companies. USA. 2004: 5-6, 25-7.
3.
Liesegang. TJ, Skuta GL, Contor LB. Anatomy and Embriology of the Eye in: Fundamental and Principles of Ophthalmology. Section 2. American Academy of Ophthalmology. San Franscisco. 2008-2009: 36.
4.
Pepperl JE, et al. Conjungtiva in : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-ROM). Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.
5.
Lang GK. Conjuctiva in : Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. Thieme. New York. 2006: 67-9.
6.
Snell RS, Lemp MA. The Ocular Appendages in: Clinical Anatomy of The Eye. 2nd Edition. Blackwell Science. 1998 : 108-14
7.
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta
8.
Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta
9.
Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 8 Februari 2012, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview
10.
Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure
11.
American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika
12.
Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 8 Februari 2012/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs
14