Perdarahan Postpartum Sriwah.docx

  • Uploaded by: sriwahyuni
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perdarahan Postpartum Sriwah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,429
  • Pages: 12
Perdarahan Postpartum A. Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada umumnya bila terdapat perdarahan lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi <90 mmHg dan nadi >100x/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.1,2 Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua, yaitu: 1.

Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta.

2.

Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam persalinan biasanya oleh karena sisa plasenta.1,3

B. Epidemiologi Sekitar 5% dari semua persalinan (4% setelah persalinan pervaginam, 6-8% setelah kelahiran seksio sesaria). Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.2 Perdarahan postpartum yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.1

C. Etiologi Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah tone, tissue, trauma, thrombin.1 1.

Tone Dimished : Atonia Uteri

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Diagnosis ditegakkan setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 5001000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.1,3,4 2.

Tissue: a.

Retensio plasenta

b.

Sisa Plasenta Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu

dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena: 1) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) 2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab: plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium. 3) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. 1,2,4 3.

Trauma Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir: a.

Ruptur uteri Ruptur spontan uteri jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut seksio sesarea sebelumnya.4

b.

Inversi uterus

Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inversi uterus. Invesri uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.2 Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver Crede) atau tekanan intra abdominalyang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin). Inversio uteri ditandai dengan:  Syok karena kesakitan  Perdarahan yang banyak bergumpal  Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat  Bila itu terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.1 c.

Robekan Jalan Lahir Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.1,5 Robekan yang terjadi biasa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris, dan uretra dan bahkan, yang terberat, ruptur uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan

hendaklah

dilakukan

inspeksi

yang

teliti

untuk

mencari

kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahn yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Semua sumber perdarahan yang terbuka haru diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.1,2

4.

Thrombin : Gangguan pembekuan darah Perdarahan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya.akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntukan, perdarahan gusi, rongga hidung, dan lain-lain.1 Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time).1,6

D. Faktor Risiko Faktor risiko perdarahan postpartum dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan saat persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, dan riwayat perdarahan postpartum. Faktor risiko selama kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan ganda, plasenta previa, preeklampsia. Sedangkan untuk faktor risiko saat persalinan meliputi plasenta previa anterior, plasenta previa mayor, peningkatan suhu tubuh >37⁰, korioamnionitis, dan retensio plasenta.1 Umur reproduksi yang ideal bagi wanita untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun, keadaan ini disebabkan karena pada umur <20 tahun fungsi organ dan kematangan sel telur yang belum maksimal potensial mengalami persalinan dengan premature, plasenta previa, abortus, pre eklampsi, kondisi ini berisiko lebih besar terjadinya perdarahan, sedangkan pada umur >35 tahun elastisitas otot-otot panggul dan sekitarnya serta alatalat reproduksi pada umumnya telah mengalami kemunduran sehingga dapat mempersulit persalinan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada ibu. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh umur dan jarak kehamilan terhadap kejadian perdarahan karena atonia uteri tahun 2015 umur ibu berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) sebanyak 35.9 %. Kehamilan di usia muda memiliki risiko yang lebih tinggi pada kesehatan. Selain karena faktor biologis, usia <20 tahun secara psikologis juga belum cukup untuk mengasuh dan membesarkan anak, reaksi emosi yang masih labil dapat menyebabkan gangguan dalam pola asuh sehingga mengganggu perkembangan anak nantinya.6 Perdarahan postpartum juga berhubungan dengan obesitas. Risiko perdarahan akan meningkat dengan meningkatnya indeks massa tubuh. Pada wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 40 memiliki resiko sebesar 5,2% dengan persalinan normal.8

E. Gejala Klinis Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan. Gambaran perdarahan postpartum yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain.1,8

F.

Diagnosis a.

Pemeriksaan fisik, perdarahan >500 ml setelah bayi lahir

b.

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus.

c.

Pemeriksaan obstetri

d.

Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir

e.

Pemerikasaan ginekologi

f.

Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.1,7

G. Pemeriksaan Penunjang2 a.

Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. 2) Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal.

3) Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan. b.

Pemeriksaan radiologi 1) Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan

laboratorium

atau

radiologi

dapat

dilakukan.

Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya gumpalan darah dan retensi sisa plasenta. 2) USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya

perdarahan

postpartum

seperti

plasenta

previa.

Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. H. Penatalaksanaan Kasus perdarahan postpartum harus segera mendapat penanganan yang tepat karena kasus perdarahan postpartum dapat mengancam jiwa. Seorang ibu dengan perdarahan hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang sesuai, termasuk pemberian obat-obatan, prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan operasi. Di daerah dengan akses terbatas untuk memperoleh perawatan petugas medis, transportasi, dan pelayanan gawat darurat akan menyebabkan terjadinya keterlambatan penanganan sehingga risiko kematian karena perdarahan postpartum meningkat. Kondisi tersebut diperburuk apabila ibu mengalami anemia.1 Hal terpenting dalam penanganan perdarahan postpartum adalah penggantian cairan. Keterlambatan atau ketidaksesuaian dalam memperbaiki hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan postpartum. Meskipun pada kasus perdarahan kedua komponen darah yaitu plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk

menjaga homeostatis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah pemberian cairan.7

1.

Tatalaksana Umum7,8 Memanggil bantuan tim untuk melakukan tatalaksana secara simultan menilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien. Apabila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok yaitu, memberikan oksigen, memasang infus intravena dengan jarum besar, memulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sesuai dengan kondisi ibu. Melakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan. Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah lengkap. Memasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk. Melakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu. Memeriksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri. Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina). Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban. Menyiapkan transfusi darah jika kadar Hb <8 g/dL atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat. Menentukan penyebab perdarahannya dan melakukan tatalaksana spesifik sesuai penyebab.

2.

Tatalaksana Sesuai Penyebab1,7,8 a. Atonia Uteri 1) Sikap trendelenburg , memasang venous line, dan memberikan oksigen 2) Lakukan pemijatan uterus 3) Pastikan plasenta lahir lengkap 4) Beri 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9%/RL dengan kecepatan 60 tpm dan 10 unit IM 5) Bila tidak tersedia oksitosin atau perdarahan tidak berhenti  ergometrin 0.2 mg IM/IV dapat diulang 15 menit kemudian dan setiap 4 jam selanjutnya bila diperlukan. Dosis maksimal 1 mg

6) Lakukan kompresi bimanual selama 5 menit simultan dengan

b.

pemberian uterotonika 7) Bila kontraksi tidak membaik  rujuk Robekan Jalan Lahir 1) Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan lalu irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik krmudian hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap dan jahit. Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien. 2) Robekan Serviks Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio. Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan lalu jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit. Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu

c.

rujuk pasien. Retensio Plasenta Beri 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9%/RL dengan kecepatan 60 tpm dan 10 unit IM lalu lakukan tarikan tali pusat

terkendali.

Bila

tidak

berhasil



plasenta

manual secara hati-hati. Beri antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan metronidazol 500 mg IV). Segera atasi atau d.

rujuk bila terjadi komplikasi perdarahan atau infeksi Sisa Plasenta Melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum

e.

manual atau dilatasi dan kuretase. Gangguan Pembekuan Darah Memberikan transfusi darah lengkap segar untuk menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah.

f.

Inversi Uteri Segera melakukan reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, rujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan laparotomi. Bila laparotomi tidak berhasil dapat dilakukan

g.

histerektomi subtotal hingga total. Ruptura Uteri Merujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan reparasi uterus atau histerorafi. Bila histerorafi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi subtotal hingga total.

I.

Pencegahan Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.3,8

DAFTAR PUSTAKA 1.

Karkata MK. Perdarahan Pascapersalinan (PPP). Prawirohardjo S. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka, 2010

2.

Norwitz ER, Scorge JO. Third stage of labor and postpartum hemorrhage. In: Obstetrics and Gynecology at a Glance. 4th Ed. United Kingdom: Wiley Backwell, 2013. 144-5p

3.

Mochtar R. Sinopsis Obstretis. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: EGC, 2009

4.

Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. DeCherney and Lauren Nathan. United Kingdom: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2003

5.

Arif, M. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Aesculapius FKUI, 2008

6.

Purwanti, (2015) Determinan penyebab perdarahan karena atonia uteri, Jurnal Prada. ISSN 2087-6874 volume VI nomor 1 Juni 2015

7.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, edisi 1. Jakarta; 2013

8.

Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 23. New York: McGraw-Hill; 2010.

Related Documents


More Documents from "Quolette Constante"