PERCOBAAN B-2 KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU I.
II.
Tujuan 1.1. Menentukan kelarutan H2C2O4 pada berbagai suhu 1.2. Menentukan kalor pelarutan diferensial H2C2O4 Teori Dasar Yang dimaksud dengan kelautan dari suatu zat dalam suatu pelarut adalah banyaknya suatu zat yang dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (Hoedijono, 1990). Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut. Sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memiliki semblan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas (Yazid. Estien, 2005). Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan prinsip Le. Chateliers untuk menghitung efek temperature pada kelarutan. Dengan menggunakan terminology dari thermodinamika, bahwa kandungan panas atau entalphy dari sistem telah meningkat sesuai dengan jumlah energi thermal (heat molar vaporization atau ∆Hv). Perubahan entalphy untuk proses diberikan dengan mengurangi entalpy akhir sistem dengan entalphy mula-mula. Secara umum ∆H positif untuk setiap perubahan maksroskopik yang terjadi pada tekanan konstan jika energi panas mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut proses endotermik, sedangkan entalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik. Perubahan entalpi terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama, dan sistem adalah tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu eksotermik atau endotermik tergantung pada temperatur dan sifat alamiah solute dan solvent untuk memprediksi efek dari perubahan temperatur. Kita dapat menggunakan prinsip Le-Chatekiers, sangatlah diperlukan untuk memperhitungkan perubahan entalpi untuk proses pelarutan dari kondisi larutan jenuh. Entalpi molar dari larutan (∆H1) sebagai jumlah kalor dari energi panas yang seharusnya tersedia (∆H1 positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan (∆H1 negatif) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan
yang mana didalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang mendekati larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh. Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik (Sukardjo, 1997). III.
Alat dan Bahan Bahan
Alat
Larutan H2C2O4
Gelas kimia 1000 mL
Pipet volume 10 mL
Larutan NaOH
Tabung reaksi besar
Pipet volume 15 mL
Tabung reaksi sedang
Pipet volume 25 mL
Batang pengaduk lingkar
Labu takar 100 mL
Termometer
Labu takar 250 mL
Pipet volume 5 mL
Buret 50 mL dan klem
Tabel 3.1 Data alat dan bahan percobaan IV. Cara Kerja Sebanyak 50 mL larutan H2C2O4 bersuhu 60⁰C dimasukkan ke dalam tabung reaksi sedang bersama selubungnya. Kemudian dimasukkan batang pengaduk lingkar bersama dengan termometer, diaduk larutan. Agar cepat suhu larutan turun, dapat dilakukan dengan direndamnya tabung reaksi sedang bersama selubungnya ke dalam gelas kimia besar berisi air. Pada saat 50⁰C, dituang 10 mL larutan ke dalam gelas ukur lalu diencerkan ke dalam labu takar 100 mL sampai tanda batas. Dipipet 10 mL larutan H2C2O4 encer ke dalam labu erlenmeyer lalu dilakukan titrasi dengan larutan NaOH dengan digunakan indikator fenolftalein. Titrasi dilakukan duplo. Saat bersamaan pula, ditimbang piknometer kosong dan dicatat massanya. Kemudian diisi dengan larutan H2C2O4 encer, kemudian ditimbang dan dicatat massanya. Selama penggantian larutan berbagai suhu, ditimbang dan dicatat kembali massa piknometer kosong. Dilakukan hal yang serupa pada suhu 45⁰C, 40⁰C, 35⁰C, 30⁰C.
V.
Data Pengamatan Suhu ruang = 26⁰C Ρair suhu 26⁰C = 0.996783 gr/cm3 Massa piknometer kosong = 18,00 gram Massa piknometer + air = 46,87 gram [𝑁𝑎𝑂𝐻] = 0,5107 M
10,8
Massa piknometer kosong (gram) 18,00
Massa piknometer + zat (gram) 47,20
9,6
9,5
18,00
47,00
40
7,9
8,0
18,00
46,78
35
6,7
6,6
18,00
46,51
30
5,8
5,8
18,08
46,23
T (⁰C)
Volume titran 1 (mL)
Volume titran 2 (mL)
50
10,8
45
Tabel 4.1 Data pengamatan percobaan VI.
Pengolahan Data 6.1. Penentuan Volume Piknometer V=
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
ρ
air(26°C)
=
𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑎𝑖𝑟−𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
ρ
air(26°C)
=
46,87 𝑔𝑟𝑎𝑚−18,00 𝑔𝑟 0.996783 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
= 28,9631 cm3
6.2. Penentuan Massa Jenis H2C2O4 Massa zat = (massa piknometer + zat) - massa piknometer kosong Massa zat saat 50°C = 47,20 gram – 18,00 gram = 29,20 gram 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 29,20 𝑔𝑟𝑎𝑚 ρasam oksalat = 𝑣 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 = 28,9631 𝑐𝑚3 = 1,008179 g/cm3 Dengan cara yang sama diperoleh: Massa piknometer T (⁰C) + zat (gram) 50 47,20 45 47,00 40 46,78 35
46,51
Massa H2C2O4 (gram)
ρasam oksalat (g/cm3)
29,20 29,00 28,78
1,008179 1,001274 0,993678
28,51
0,984356
30 46,23 28,15 Tabel 6.1 Data massa dan massa jenis H2C2O4 di berbagai suhu
0,971926
6.3. Penentuan Kelarutan H2C2O4 dalam Larutan Jenuh H2C2O4 6.3.1. Penentuan Konsentrasi Larutan H2C2O4 Jenuh 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 50℃ =
𝑉1 + 𝑉2 10,8 + 10,8 = = 10,8 𝑚𝐿 2 2
𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 0,5107 × 10,8 = = 2,75778 𝑀 10 𝑚𝐿 10 2 × 100 𝑚𝐿 × 𝑉𝐻2 𝐶2 𝑂4 2 × 100 × 10 Dengan cara yang sama diperoleh: 𝑀𝐻2 𝐶2 𝑂4 50℃ =
T (⁰C) 50 45 40 35
Volume H2C2O4 (mL) 10 10 10 10
Volume NaOH (mL) 10,8 9,55 7,95 6,65
[H2C2O4] (M) 2,75778 2,438593 2,030033 1,698078
10 5,8 30 1,48103 Tabel 6.2 Data Kelarutan H2C2O4 dalam Larutan Jenuh H2C2O4 6.3.2. Penentuan Massa 10 mL Larutan H2C2O4, 90 mL Air, dan 10 mL Larutan H2C2O4 jenuh 𝑊𝐻2𝐶2𝑂4 = 100𝑚𝐿 × 𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 WH2O= 90 mL x 𝜌𝑎𝑖𝑟 W 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh = 𝑚𝐻2𝐶2𝑂4 - mH2O Untuk suhu 50℃ : 𝑊𝐻2𝐶2𝑂4 = 100𝑚𝐿 𝑥 1,008179 g/mL = 100,8179 gram WH2O= 90 mL x 0.996783 g/mL = 89,71047 gram W 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh = 100,8179 – 89,71047 = 11,1079 gram Dengan cara yang sama diperoleh: W 10 mL W (gram) 𝑊𝐻2𝐶2𝑂4(gram) 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh H2O T (⁰C) (gram) 89,71047 50 100,8179 11,10747 89,71047 45 100,1274 10,41693 89,71047 40 99,36782 9,657346 89,71047 35 98,4356 8,725126 89,71047 30 97,1926 7,482164 Tabel 6.3 Data Massa 10 mL Larutan H2C2O4, 90 mL Air, dan 10 mL Larutan H2C2O4 jenuh
6.3.3. Penentuan Massa Larutan H2C2O4 dan Massa Pelarut dalam 100 mL Larutan H2C2O4 jenuh W 𝐻2 𝐶2 𝑂4 dalam 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh = [𝐻2 𝐶2 𝑂4 ] 𝑥 𝑉 𝑥 𝑀𝑟 W 𝐻2 𝐶2 𝑂4 dalam 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh = [𝐻2 𝐶2 𝑂4 ] x 10 x 10-3L x 90,03 g/mol 𝑊𝐴𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 10𝑚𝐿 𝐻2 𝐶2 𝑂4 𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ = 𝑊 10 𝑚𝐿 𝐻2 𝐶2 𝑂4 𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ − 𝑊 𝐻2 𝐶2 𝑂4 dalam 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh Untuk suhu 50℃ : W 𝐻2 𝐶2 𝑂4 dalam 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh = 2,75778 𝑥 10 x 10-3L x 90,03 g/mol = 2,482829 g 𝑊𝐴𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 10𝑚𝐿 𝐻2 𝐶2 𝑂4 𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ =11,10747 - 2,4828 = 8,624638 g Dengan cara yang sama diperoleh : Wair dalam 10 mL W 𝐻2 𝐶2 𝑂4 dalam H2C2O4 jenuh 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 T (⁰C) (gram) jenuh (gram) 11,10747 2,482829 8,624638 50 10,41693 2,195465 8,221469 45 9,657346 1,827638 7,829708 40 8,725126 1,528779 7,196346 35 7,482164 1,333371 6,425007 30 Tabel 6.4 Data Massa Larutan H2C2O4 dan Massa Pelarut dalam 100 mL Larutan H2C2O4 jenuh W 10 mL 𝐻2 𝐶2 𝑂4 jenuh (gram)
6.3.4. Penentuan Molalitas 𝑚𝐻2 𝐶2 𝑂4 50℃ = 𝑊 𝑯
[𝑯𝟐 𝑪𝟐 𝑶𝟒 ]×𝑉 2 𝑂 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚
10 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟
=
2,75778 M x 10 x 10−3 𝐿 8,624638 𝑥10−3 𝑘𝑔
Dengan cara yang sama diperoleh: Wair dalam 10 [H2C2O4] (M) mL H2C2O4 T (⁰C) jenuh (gram) 8,624638 2,75778 50 8,221469 2,438593 45 7,829708 2,030033 40 7,196346 1,698078 35 6,425007 1,48103 30 Tabel 6.5 Data Molalitas Larutan H2C2O4
= 3,1975 m
Molalitas Larutan H2C2O4 (m) 3,1975 2,9661 2,5927 2,3596 2,3051
6.4. Penentuan Kalor Pelarutan Diferensial Asam Oksalat 6.4.1. Cara Rata-Rata 𝑚(𝑇 )
∆𝐻
(𝑇 −𝑇 )
𝑑𝑠 log 𝑚(𝑇2 ) = 2,303𝑅 × (𝑇2 ×𝑇1), R = 8,314 J/K.mol 1
2
1
Untuk suhu 𝑇1 = 50℃ = 323 K dan 𝑇2 = 45℃ = 318 K 2,9661 (318+ 323) ∆𝐻𝑑𝑠 = log3,1975 x 2,303 x 8,314 J K-1mol-1. (318−323) = 80,0828 J mol-1 Dengan cara yang sama untuk data yang lain: T1 (K) T2 (K) ∆𝐻𝑑𝑠 (J mol-1) 𝑚(𝑇1 ) 𝑚(𝑇2 ) 323 318 3,1975 2,9661 80,0828 318 313 2,9661 2,5927 141,1969 313 308 2,5927 2,3596 97,2962 308 303 2,3596 2,3051 23,7455 Tabel 6.6 Data Kalor Pelarutan Diferensial Asam Oksalat Cara Rata-Rata
∆𝐻𝑑𝑠 =
∆𝐻𝑑𝑠1 +∆𝐻𝑑𝑠2 +∆𝐻𝑑𝑠3 + ∆𝐻𝑑𝑠4 4
=
80,0828+141,1969+97,2962+23,7455 4
= 85,58035 J mol-1
6.4.2. Cara Grafik ∆𝐻𝑑𝑠 log 𝑚 = 2,303𝑅. 𝑇 Regresi dilakukan dengan mengalurkan log(m) terhadap 1/T Untuk suhu 50℃ 𝑎𝑡𝑎𝑢 323𝐾, log m = 0,504811; 1/T = 0,003096 K-1 Dengan cara yang sama untuk masing-masing suhu: Log molalitas Molalitas (m) 1/T(K-1) T (K) (m) 3,1975 0,504811 0,003096 323 2,9661 0,472186 0,003145 318 2,5927 0,413752 0,003195 313 2,3596 0,372838 0,003247 308 2,3051 0,36269 0,0033 303 Tabel 6.7 Data Kalor Pelarutan Diferensial Asam Oksalat Cara Grafik
Sehingga diperoleh grafik: 0.6 0.5
y = -748.69x + 2.8185 R² = 0.9547
0.4 0.3 0.2
0.1 0 0.00305
0.0031
0.00315
0.0032
Grafik 6.1 Grafik log molalitas terhadap 1/T y = -748,69x + 2,8185 −∆𝐻
𝑑𝑠 m = 2,303𝑅.
∆𝐻𝑑𝑠 = -2,303.8,314.(-748,69) ∆𝐻𝑑𝑠 = 14335,27 J.mol-1
0.00325
0.0033
0.00335
VIII. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan serangkaian pengolahan data, didapatkan kelarutan larutan H2C2O4 pada suhu 50⁰C sebesar 2,75778; 45⁰C sebesar 2,438593; 40⁰C sebesar 2,030033; 35⁰C sebesar 1,698078; dan 30⁰C sebesar 1,48103. Kemudian didapatkan ∆𝐻𝑑𝑠 dengan cara grafik sebesar 14335,27 J.mol-1 dan ∆𝐻𝑑𝑠 dengan cara rata-rata sebesar 85,58035 J mol-1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi pada percobaan ini bersifat endoterm. IX. Daftar Pustaka
9.1. Ismarwanto, Hoedjiono. 1990. Diktat Kuliah Kimia Analisa Bag. 1. Surabaya: FTI ITS
9.2. Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta 9.3. Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi
X. Lampiran 10.1. Data Massa Jenis Air
10.2. Data pengamatan
PERTANYAAN 1. Pencuplikan untuk menentukan kelarutan disini dilakukan dari suhu tinggi ke suhu rendah. Bagaimana pendapat anda jika pencuplikan itu dilakukan dengan arah berlawanan yaitu dari suhu rendah ke suhu tinggi? Jawab: Jika pelarutan suhu larutan bertambah dari sebelumnya, berarti proses pelarutannya menghasilkan kalor. Proses pelarutan yang menghasilkan kalor disebut proses eksoterm. Penurunan suhu akan menambah jumlah zat yang dapatlarut. Hal tersebut akan membuat kelarutan akan mengalami perbedaan proses, yaitu endoterm.
2. Dalam integrasi persamaan Van’t Hoff diandaikan bahwa ∆H tidak bergantung pada suhu. Bagaimana bentuk persamaannya bila kalor pelarutan merupakan fungsi kuadrat suhu? ∆H = A + BT + CT2 dengan A, B, dan C tetapan. Jawab: 𝜕 𝑙𝑛 𝐾 ∆𝐻 0 ( ) = 𝜕𝑇 𝑝 𝑅𝑇 𝑇2
𝑑 𝑙𝑛 𝑚 ∆𝐻 ∫ = ∫ 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2 𝑇1 𝑇2
∫ 𝑑 𝑙𝑛 𝑚 = ∫ 𝑇1
∆𝐻 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2
𝑇2
1 𝐴 + 𝐵𝑇 + 𝐶𝑇 2 𝑙𝑛 𝑚 = ∫ 𝑑𝑇 𝑅 𝑇2 𝑇1
𝑇2
1 𝑙𝑛 𝑚 = ∫ 𝐴𝑇 2 + 𝐵𝑇 + 𝐶𝑇 𝑑𝑇 𝑅 𝑇1