Percobaan III Penentuan Bilangan Koordinasi Ion Kompleks dengan Perbandingan Mol
I.
TUJUAN PERCOBAAN Menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dengan difenilamin.
II.
ALAT 1. Spektrofotometer Uv-Vis single beam
1 set
2. Glasfinn
1 buah
3. Labu ukur 25 ml, 50ml
@ 1buah
4. Gelas beaker 100 ml
8 buah
5. Gelas beaker 250 ml
1 buah
6. Gelas ukur 25 ml
1 buah
7. Pipet tetes
1 buah
8. Pipet volume
1 buah
9. Pengaduk kaca
1 buah
10. Corong kaca
1 buah
11. Neraca
1 buah
12. Kuvet
2 buah
Gambar Alat
Uv-Vis
kuvet
Pipet tetes Labu ukur
Corong kaca Pengaduk kaca
Neraca Gelas beker
Glasfinn
Pipet volume Gelas ukur
III.
IV.
BAHAN Difenilamin
7 ml
CuCl2.2H2O
60 ml
Aquades
secukupnya
DASAR TEORI Menurut Ramlawati (2005), Ditinjau dari asam basa, ligan dalam senyawa koordinasi merupakan basa lewis sedangkan ion logam pusat merupakan asam lewis. Ligan yang bergabung dengan ion lain (logam) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Ligan yang hanya mampu memberikan satu pasang elektron kepada satu ion logam pusat dalam senyawa koordinasi disebut monodentat.
Ligan yang mempunyai dua atom donor sehingga mampu memberikan dua pasang elektron kepada satu ion logam pusat dalam senyawa koordinasi disebut bidentat.
Ligan yang meliputi ligan-ligan yang memiliki lebih dari dua atom donor disebut polidentat.
Ikatan Kovalen antara ion logam pusat dan ligan membedakan senyawa kompleks koordinasi sebagai golongan tersendiri senyawa kimia yang mempunyai susunan dan bangun tertentu. Pada beberapa senyawa kompleks koordinasi kompleks lainnya. Bila dilarutkan dalam air, senyawa-senyawa kompleks dapat terurai namun kesetimbangan senyawa-senyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu berlangsung secara bertahap dengan penambahan ligan satu persatu. Mulamula sekali terbentuk senyawa kompleks 1 : 1 antara ion logam dan ligan, kemudian 1 : 2 dan seterusnya. (Rivai, 1994). Ikatan antara inti dan ligan bersifat kovalen, yaitu terjadi karena sepasang elektron dipakai bersama antara kedua atom yang berikatan. Dalam ikatan kovalen biasa, kedua pihak masing-masing memberikan satu elektron sehingga terbentuklah pasangan elektron tersebut. Dalam membentuk kompleks, ion logam tidak memberikan elektron, karena sebagai ion positif ia tidak mempunyai elektron bebas untuk keperluan tersebut maka kedua elaktron disediakan oleh ligan. Ikatan kovalen yang terjadi karena kedua elektron dari pasangan diberikan oleh satu pihak saja, disebut ikatan kovalen koordinasi (Svehla, 1990 ). Satu ion (molekul) kompleks terdiri dari satu atom pusat dengan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat. Atom pusat ditandai dengan bilangan koordinasi. Suatu angka bulat yang ditunjukkan dengan ligan monodentat yang dapat membentuk kompleks stabil dengan atom pusat. Pembentukan kompleks dalam analisis anorganik kualitatif sering trelihat dalam pemisahan dan identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum muncul jika ion kompleks terbentuk adalah adanya perubahan warna d dalam larutan. Fenomena lain yang yang terlihat jika adalah kenaikan kelarutan. Banyak endapan yang dapat melarut karena pembentukan kompleks. Kemampuan ion kompleks melakukan reaksi yang mengahasilkan pergantian satu atau lebih ligan dalam lingkungan koordinasinya oleh yang lain
disebut kelabilan. Kompleks inert adalah yang reaksi pergantian ligannya cukup lambat. Dengan cara memasukkan bersama-sama zat pereaksi
di dalam
wadah. (Sukardjo, 1997). Kemampuan ion kompleks melakukan reaksi yang mengahasilkan pergantian satu atau lebih ligan dalam lingkungan koordinasinya oleh yang lain disebut kelabilan. Kompleks inert adalah yang reaksi pergantian ligannya cukup lambat. Dengan cara memasukkan bersama-sama zat pereaksi di dalam wadahm(Cotton, 1989). Pada beberapa senyawa kompleks koordinasi, ikatan antara ion logam dan ligan tidak begitu kuat. Bila dilarutkan dalam air, senyawa-senyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu berlangsung secara bertahap dalam penambahan ligan satu persatu. Mula-mula sekali terbentuk senyawa kompleks 1:1 antara ion logam dan ligan, kemudian 1:2 dan seterusnya. Misalnya pembentukan senyawa kompleks antara ion tembaga dan ligan NH3 (Atkins, 1997). Spektrofotometer adalah alat yang terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. (Khopkar, 1990). Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi, ligan bertindak sebagai pemberi elektron dan ion logam sebagai penerima elektron. Sebagai akibat dari perpindahan kerapatan elektron ini, pasangan elektron menjadi kepunyaan bersama antara ion logam dan ligan, sehingga terbentuk ikatan pemberi penerima elektron. Keadaan-keadaan antara mungkin saja terjadi, namun jika pasangan elektron itu terikat kuat pada kedua sarah tersebut, maka ikatan kovalen sejati dapat terbentuk.Bergantung pada susunan elektronnya, ion logam dapat menerima sejumlah pasangan elektron, sehingga ion logam itu dapat berikatan koordinasi dengan sejumlah ligan. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion logam itu disebut bilangan koordinasi senyawa kompleks (Sunarya, 2003). V.
CARA KERJA
1. Seri larutan untuk penentuan bilangan koordinasi kompleks [Cu(Difenilamine) n ] 2+ .
2. Membuat campuran larutan CuCl2.2H2O di dalam metanol dengan difenilamin didalam metanol dengan perbandingan sebagai berikut :
Perb. Mmol Diphenilamin : CuCl2.2H2O 0:1 1:1 2:1 3:1 4:1 5:1 6:1 7:1
3. Mengukur masing-masing seri larutan tersebut menggunakan spektrofotometer UVVIS, sehingga memperoleh harga panjang gelombang yang berbeda-beda. 4. Mengumpulkan gabungan hasil spektra dari larutan tersebut pada suatu tempat. 5. Mencetak hasil spektra pada langkah no.4 6. Melakukan analisa terhadap hasil spektra yang diperoleh dengan cara mengeplotkan pada suatu grafik mmol difenilamine/mmol Cu(II) sebagai absisnya dan lamda (λ) maksimum sebagai ordinatnya dan selanjutnya menarik suatu garis singgung yang menyatakan perbandingan mol logam : ligan dari kompleks yang terbentuk.
VI.
HASIL PENGAMATAN No
Perb. Mmol Diphenilamin : CuCl2.2H2O λMaks (nm)
1
0:1
893 nm
2
1:1
873 nm
3
2:1
847 nm
4
3:1
854 nm
5
4:1
809 nm
6
5:1
852 nm
7
6:1
856 nm
8
7:1
859 nm
VII.
PEMBAHASAN Percobaan ini berjudul Penentuan Bilangan Koordinasi Ion Kompleks dengan Metode Perbandingan Mol dengan tujuan Menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dengan difenilamin. Bilangan koordinasi merupakan bilangan yang menunjukkan jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion logam.ion logam dapat menerima sejumlah pasangan electron yang diberikan oleh ligan, sehingga terjadi ikatan kovalen koordinasi. Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dalam kompleks [Cu(Difenilamine) n ]
2+
secara spektrofotometri yakni pengukuran
absorbansi dan panjang gelombang larutan dengan variasi perbandingan mol Cu2+ dengan diphenilamin. Larutan CuCl2.2H2O merupakan larutan berwarna, karena pada Cu2+ terdapat electron tak berpasangan pada orbital d. oleh karena itu digunakan spektrofometer karena senyawa kompleks Cu berwarna sehingga mampu menyerap sinar tampak yang melewatinya. Konfigurasi ion Cu2+ sebagai berikut : : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
29Cu
2+
29Cu
: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s0 3d9
CuCl2.2H2O ini merupakan Kristal terhidrat yang dapat mengikat air. Hal ini yang menyebabakan tidak digunakan aquades sebagai pelarut, karena jika kristal CuCl2.2H2O dilarutkan dalam akuades akan menyebabkan ion Cu2+ banyak dikelilingi oleh air, akibat terjadinya pengurangan partikel zat terlarut oleh molekul pelarut yang disebut proses solvasi, sehingga proses pembentukan senyawa kompleks Cu(II) dengan diphenilamin akan sulit dan berlangsung lambat. Maka dibutuhkan pelarut yang dapat mengikat hidrat. Pelarut tersebut adalah methanol. Methanol digunakan sebagai pelarut dikarenakan beberapa alas an, yaitu : 1. Mempermudah
proses
pembentukan
senyawa
kompleks
[Cu(Difenilamine)n]2+ 2. Diphenilamin tidak mengendap dalam pelarut methanol 3. Methanol tidak bereaksi dengan diphenilamin 4. Proses pembentukan senyawa kompleks Cu (II) berlangsung cepat Digunakan difenilamin yang berfungsi sebagai ligan yang kuat yang akan menggantikan posisi ligan H2O dalam kompleks. Pada percobaan ini digunakan variasi diphenilamin yang bertujuan untuk membandingkan seberapa besar pengaruh kekuatan ligan untuk menggantikan posisi H2O berdasarkan volume diphenilamin. Penambahan diphenilamin kedalam larutan CuCl2.2H2O menyebabkan perubahan
warna dari hijau bening sampai biru kehijauan sesuai dengan banyaknya diphenilamin yang ditambahkan. Semakin banyak penambahan volume diphenilamin yang ditambahkan, maka warna larutan akan semakin pekat. Perubahan ini disebabkan oleh adanya reaksi pembentukan kompleks baru (ligan H2O yang digantikan oleh diphenilamin) yaitu kompleks [Cu(Difenilamine) n ]
2+
. Ligan diphenilamin akan
menggantikan H2O karena ligan diphenilamin lebih kuat dibandingkan ligan H2O. sehingga diphenilamin dapat mendesak keluar ligan H2O dan menggantikannya. Saat penambahan diphenilamin terjadi reaksi : CuCl2 .2H2O + CH2OH → Cu(CH2OH)nCl2.2H2O Cu(CH2OH)nCl2 .2H2O + (C6H5)2NH →
[Cu(C6H5)2NH]nCl2.H2O
Pada prinsipnya, proses pembentukan dari senyawa kompleks dengan warna koordinasi merupakan pemindahan satu atau lebih pasangan electron dari ligan ke ion logam.ligan difenilamin bertindak sebagai pemberi electron sedangkan Cu2+ sebagai penerima electron. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion Cu2+ ini disebut sebagai bilangan koordinasi senyawa kompleks. Bilangan koordinasi ini dapat juga disebut jumlah ruang yang tersedia disekitar ion pusat. Atom N pada difenilamin dapat melepaskan H serta terdapat lone pair electron yang dapat mengikat Cu2+ membentuk [Cu(Difenilamine) n ]
2+
, dimana n merupakan
bilangan koordinasi. Digunakan spektrofometer karena senyawa kompleks Cu berwarna sehingga mampu menyerap sinar tampak yang melewatinya.Prinsip dari spektrofotometer Uvvis adalah sinar dari sumber sinar akan diseleksi oleh monokromator dan diteruskan ke sel pengabsorpsi yang terdiri dari sampel dan blanko. Penyerapan sinar Uv ini menyebabkan terjadinya eksitasi electron dari ground state ke excited state. Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan menyebabkan electron kembali ke keadaan dasarnya (ground state). Besarnya energy pengabsorpsi akan di deteksi oleh detector dan muncul sebagai spectra sehingga dapat diketahui panjang gelombangnya. Penggunaan spektrofotometer Uv-vis ini karena menggunakan sinar ganda, sinar pertama akan menembak larutan blanko dan sinar yang lainnya akan menembak larutan sample dengan waktu bersamaan, sehingga dapat bekerja secara maksimum sehingga tidak harus dikalibrasi dengan blanko apabila ingin mendeteksi sample. Larutan blanko yang digunakan adalah methanol karena methanol digunakan sebagai pelarut Kristal CuCl2.2H2O. methanol bersifat semi polar dan difenil amin bersifat nonpolar. Dari
hasil pengukuran diperoleh data yang telah dicantumkan pada hasil percobaan, hanya diperoleh satu puncak karena Cu2+ (atom pusat) mempunyai konfigurasi d9 sehingga splitting energinya hanya dua dan menghasilkan 1 transisi 2Eg- 2T2g.
2
D T2g
Pada hasil pengukuran didapatkan nilai λ yang cenderung menurun seiring dengan semakin banyak volume diphenilamin yang ditambahkan. Menurut literature, semakin banyak konsentrasi diphenilamin yang ditambahkan dalam larutan CuCl2 maka panjang gelombangnya semakin pendek. Hal ini dikarenakan terjadinya penggantian ligan H2O oleh diphenilamin yang mempunyai kekuatan ligan yang lebih besar. Dimana ligan difenilamin ini akan menggeser panjang gelombang menjadi lebih pendek, sehingga energinya menjadi lebih besar karena panjang gelombang berbanding terbalik dengan energy, sesuai dengan persamaan berikut : E = h C/λ Oleh karena itu, bertambahnya diphenilamin akan menggeser panjang gelombang maksimum larutan ke rah yang lebih pendek. Pergeseran ini akan berhenti saat penambahan diphenilamin tidak berpengaruh lagi terhadap kompleks tersebut. Pada saat itulah terbentuk senyawa kompleks Cu2+ yang stabil, karena ligan diphenilamin yang ditambahkan sudah tidak dapat diikat oleh ion logam Cu2+. Bilangan koordinasi ditentukan dengan membandingkan mol CuCl2.2H2O dengan mol . kemudian dianalisa dengan data yang diperoleh
diplotkan dan
didapatkan bilangan koordinasinya untuk Cu yg terkomplekskan diphenilamin yaitu 4, sehingga kompleks tersebut menjadi : (C6H5)2NH[Cu(C6H5)2NH]4 Menurut literature, bilangan koordinasi Cu2+ dengan difenilamin adalah 4 karena merupakan suatu kompleks tetrahedral. Oleh karena itu hasil yang didapat sesuai dengan literature, namun besar panjang gelombang tidak selalu turun berbeda dengan teori yang ada, hal ini disebabkan oleh :
1. Pengambilan larutan CuCl2.2H2O dengan methanol yang kurang hatihati sehingga methanol yang bersifat volatile menguap terlebih dahulu. 2. Kesalahan pada saat proses penambahan volume difenilamin. 3. Pada saat pengukuran, larutan belum homogen.
VIII.
KESIMPULAN Bilangan koordinasi merupakan bilangan yang menunjukkan jumlah ligan yang dapat diikan oleh ion logam.ion logam dapat menerima sejumlah pasangan electron yang diberikan oleh ligan, sehingga terjadi ikatan kovalen koordinasi. Reaksi yang terjadi pada percobaan : CuCl2 .2H2O + CH2OH → Cu(CH2OH)nCl2.2H2O Cu(CH2OH)nCl2 .2H2O + (C6H5)2NH →
[Cu(C6H5)2NH]nCl2.H2O
Semakin banyak konsentrasi diphenilamin yang ditambahkan dalam larutan CuCl2 maka panjang gelombangnya semakin pendek. Hal ini dikarenakan terjadinya penggantian ligan H2O oleh diphenilamin yang mempunyai kekuatan ligan yang lebih besar. Dimana ligan difenilamin ini akan menggeser panjang gelombang menjadi lebih pendek, sehingga energinya menjadi lebih besar karena panjang gelombang berbanding terbalik dengan energi. Bilangan koordinasi ditentukan dengan membandingkan mol CuCl2.2H2O dengan mol . kemudian dianalisa dengan data yang diperoleh
diplotkan dan didapatkan bilangan koordinasinya untuk Cu yg
terkomplekskan diphenilamin yaitu 4, sehingga kompleks tersebut menjadi : (C6H5)2NH[Cu(C6H5)2NH]4 Diperoleh satu puncak karena Cu2+ (atom pusat) mempunyai konfigurasi d9 sehingga splitting energinya hanya dua dan menghasilkan 1 transisi 2Eg- 2T2g.
IX.
DAFTAR PUSTAKA Atkins. 1997. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Cotton F.A, Wilkinson G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press. Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press Ramlawati. 2005. Buku Ajar Kimia Anorganik Fisik. Jakarta : Erlangga. Rivai, Harizul. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI-Press. Sukardjo. 1997. Kimia Fisik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Sunarya, Yayan. 2003. Ikatan Kimia. Bandung: JICA. Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian 1. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
Mengetahui,
Surakarta, 6 April 2015
Asisten Pembimbing
Praktikan
(Alifia Desy)
(Arikasuci F.R.)
Lampiran Perhitungan Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 0:1 Menurut percobaan : λ = 893 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 893 x 10-9 = 2,119 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 1:1 Menurut percobaan : λ = 873 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 873 x 10-9 = 2,277 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 2:1 Menurut percobaan : λ = 847 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 847 x 10-9 = 2,347 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 3:1 Menurut percobaan : λ = 854 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 854 x 10-9 = 2,328 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 4:1 Menurut percobaan : λ = 809 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 809 x 10-9 = 2,457 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 5:1 Menurut percobaan : λ = 852 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 852 x 10-9 = 2,333 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = 6:1 Menurut percobaan : λ = 856 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 856 x 10-9 = 2,322 x 10-19 J
Perbandingan difenilamin : CuCl2.2H2O = :1 Menurut percobaan : λ = 859 nm Energi = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 859 x 10-9 = 2,314 x 10-19 J