Perbahan Pada Serangga Herbivora Dan Serangga Karnivora.docx

  • Uploaded by: Titin cantika
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perbahan Pada Serangga Herbivora Dan Serangga Karnivora.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,646
  • Pages: 10
PERUBAHAN PADA SERANGGA HERBIVORA DAN SERANGGA KARNIVORA

PAPER OLEH: KELOMPOK 9 DELA IRMA NASIP TITIN CANTIKA MANURUNG JOSUA FERNANDO NADEAK

(160301071) (160301037) (160301124) (160301221)

EKOLOGI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNUVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

PENDAHULUAN

Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup . sumberdaya alam (hayati dan non hayati) adalah komponen lingkungan, dan merupakan bagian dari ekosistem

Perubahan ekosistem berarti telah terjadi perubahan lingkungan, tetapi perubahan lingkungan belum tentu menyebabkan perubahan/kepunahan ekosistem .Perubahan Ekosistem menurut waktu: 1) Perubahan musiman, contoh di wilayah iklim temperate (negara 4 musim) 2) Perubahan jangka panjang (ribuan atau jutaan tahun) => perubahan klimatik dan evolusioner 3) Perubahan yg tjd dlm jangka waktu 1-500 th (suksesi) => isu global climate change 4) Perubahan jangka pendek atau sangat cepat

Penyebab perubahan lingkungan: 1) alami/aktivitas alam; erupsi gunung merapi, tsunami, gempa bumi, erosi, dll. 2) aktivitas manusia: -perusakan dan pencemaran lingkungan -degradasi habitat makhluk hidup -kepunahan makhluk hidup (sumberdaya hayati) -ketidakseimbangan dan ketidakstabilan ekosistem

-kepunahan /perubahan ekosistem

Perubahan sumberdaya hayati dan lingkungan dapat bersifat negatif/merugikan maupun positif/menguntungkan bagi manusia. Manusia berperan besar dalam terjadinya berbagai perubahan sumberdaya hayati dan lingkungan yang ada.

PERUBAHAN PADA SERANGGA HERBIVORA DAN SERANGGA KARNIVORA Perubahan iklim secara biologis akan mempengaruhi semua kehidupan yang ada di bumi baik manusia, hewan, mapun tumbuhan. Dalam kontek hama dan penyakit tumbuhan, maka perubahan iklim juga akan mempengaruhi kejadian penyakit dan terjadinya serangan hama di pertanaman. Karena perubahan iklim secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi hewan kecil seperti atropoda yang di dalamnya banyak terdapat serangga hama, musuh alami, dan pengurai, serta mikroorganisma lain seperti cendawan, bakteri dan virus yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit pada tumbuh. Perubahan iklim merupakan penyebab utama dari perubahan keragaman dan kelimpahan artropoda, distribusi geografi dari serangga hama, dinamika populasi, biotope hama, interaksi antara tanaman dan herbivora, aktivitas dan kelimpahan musuh alami, kepunahan spesies, serta efikasi dan teknologi proteksi tanaman. Pengertian faktor fisik terbatas kepada suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan dan angin yang mudah dievaluasi. Setiap serangga mempunyai kisaran suhu tertentu, dimana pada suhu terendah ataupun suhu tertinggi, serangga tersebut masih dapar bertahan hidup. Serangga di daerah tropis tidak tahan terhadap suhu rendah dibandingkan serangga yang hidup di daerah sub tropis, mendekati suhu minimum, perkembangan serangga menjadi lambat walaupun serangga masih hidup, keadaan tersebut disebut diapause. Diapause karena suhu minimum disebut hibernasi dan yang disebabkan suhu maksimum disebut estivasi. Jadi kehidupan serangga di alam dipengaruhi oleh suhu dengan kisaran suhu 15°C - 50°C. Komponen terpenting dari faktor biologi adalah parasitoid, predator dan entomopatogen. Ketiga komponen itu berpengaruh terhadap populasi karena makin

tinggi faktor biologi tersebut. Demikian pula sebaliknya akan makin menurun. Parasitoid berukuran lebih kecil dan mempunyai waktu perkembangan lebih pendek dari hostnya sering menumpang hidup pada atau di dalam tubuh serangga hama. Dalam tubuh host/inang tersebut, parasitoid mengisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam tubuh inang. Parasitoid yang hidup di dalam tubuh inang disebut endoparasitoid dan yang menempel di luar tubuh inang disebut ectoparasitoid. Tidak seluruh kehidupan parasitoid didalam atau pada serangga hama. Stadium larva hidup sebagai parasitoid sedangkan stadium dewasa hidup bebas dengan memakan nektar, embun madu atau cairan lain. Parasitoid umumnya mempunyai inang yang lebih spesifik, sehingga dalam keadaan tertentu parasitoid lebih efektif mengendalikan hama. Kelemahan dari parasitoid itu karena adanya parasitoid tertentu yang dapat terkenaparasit lagi oleh parasitoid lain. Kejadian seperti diatas disebut hiperparasitisme dan parasitoid lain tersebut disebut parasit sekunder. Bila parasit sekunder ini terkena parasit lagi disebut parasit tertier. Parasit sekunder dan parasit tertier disebut sebagai hyperparasit. Kemudian predator biasanya berukuran lebih besar dan perkembangannya lebih lama prey (inangnya). Predator tidak spesifik terhadap pemilihan mangsa. Oleh karena itu predator adalah serangga atau hewan lain yang memakan serangga hama secara langsung. Untuk perkembangan larva menjadi dewasa dibutuhkan banyak mangsa. Predator yang monophagous menggunakan serangga hama sebagai makanan utamanya. Predator seperti ini biasanya efektif tetapi mempunyai kelemahan, yaitu apabila populasi hama yang rnenjadi hama mangsanya lebih biasanya predator yang dapat bertahan hidup. Pada umumnya predator tidak bersifat monophagous, contoh: Kumbang famili Coccinellidae, belalang sembah dan lain sebagainya.

Perubahan iklim akan berpengaruh besar pada distribusi geografis dari seranggaa hama, dan suhu rendah sering lebih penting daripada suhu tinggi dalam menentukan distribusi geografis serangga hama. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan kemampuan lebih besar untuk melewati musim dingin pada serangga spesies terbatas pada suhu rendah di lintang yang lebih tinggi, memperluas jangkauan geografis mereka (dan peledakan hama serangga tiba-tiba dapat menghapus spesies tanaman tertentu, dan juga mendorong invasi oleh spesies eksotis. Pergeseran spasial dalam distribusi tanaman di bawah perubahan kondisi iklim juga akan mempengaruhi distribusi serangga hama di wilayah geografis . Beberapa spesies tanaman mungkin tidak mengikuti perubahan iklim, sehingga terjadi kepunahan pada spesies tertentu untuk inang tertentu. Untuk semua spesies serangga, suhu yang lebih tinggi, di bawah ambang batas atas spesies, akan menghasilkan perkembangan yang lebih cepat dan peningkatan pesat dalam populasi hama sehingga waktu untuk kematangan reproduksi akan berkurang jauh. Selain efek langsung dari perubahan suhu pada tingkat perkembangan, peningkatan dalam kualitas makanan karena stres abiotik dapat mengakibatkan peningkatan dramatis dalam pertumbuhan beberapa spesies serangga sedangkan pertumbuhan hama serangga tertentu mungkin terpengaruh. Ledakan hama lebih mungkin terjadi dengan tanaman stres sebagai akibat dari melemahnya system pertahanan tanaman, dan dengan demikian, meningkatkan tingkat kerentanan terhadap hama serangga. Dalam ekosistem hutan, stres kronis secara signifikan mengubah komposisi komunitas, dan pohon-pohon yang tumbuh di bawah tekanan tinggi didukung 1/10 jumlah arthropoda dibandingkan dengan pohon yang tumbuh di bawah kondisi yang menguntungkan. Peningkatan stres pohon juga berkorelasi dengan delapan sampai 10

kali lipat penurunan dalam kekayaan spesies dan kelimpahan artropoda. Kekayaan Arthropoda dan kelimpahan individu pohon berkorelasi positif dengan pertumbuhan radial pohon selama kekeringan, menunjukkan bahwa analisis pohon cincin dapat digunakan sebagai prediktor keanekaragaman arthropoda (Stone et al. 2010.). Akibatnya pengaruh perubahan iklim pada tanaman dan herbivor juga akan berpengaruh pada tingkat trofik yang ada di atasnya yaitu musuh alami, dengan tersedianya inang atau dengan kepunahan inang juga akan menyebabkan perubahan pada populasi musuh alami. Kenaikan suhu udara akibat dari perubahan iklim diproyeksikan berpengaruh terhadap fisiologis tanaman yang berakibat pada peningkatan pertumbuhan pada waktu musim dingin dan meningkatkan efisiensi panen di Zimbabwe, akan tetapi berpengaruh terhadap peningkatan populasi serangga hama dan luas infeksi penyakit . Kenaikan suhu udara berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kecambah benih , sehingga berakibat pada penurunan populasi tanaman. Selain itu, kondisi suhu udara di atas 32°C menyebabkan ruas memendek, jumlah ruas bertambah banyak, kandungan serat dalam batang meningkat, dan kandungan sukrosa menurun . Perubahan fenologi dan fisiologi tanaman sebagai akibat dari perubahan iklim, berpengaruh terhadap perkembangan herbivora, ketersediaan inang dan mangsa bagi musuh alami serangga herbivora. Perubahan iklim menyebabkan tanaman seringkali mengalami cekaman kekeringan, hal ini akan menurunkan sistem pertahanan tanaman. Perubahan komponen iklim sebagai akibat dari fenomena perubahan iklim, seperti peningkaan suhu, CO2, kelembapan udara, dan pola hujan, akan mengubah sistem dalam tanaman maupun herbivora. Pengaruh perubahan iklim ini terhadap interaksi antara tanaman dan herbivora di daerah tropis sangat nyata.

Perubahan pada tanaman, yang merupakan inang bagi herbivora, menyebab-kan perubahan juga terhadap penyebaran dan dinamika populasi serangga hama, interaksi antara serangga dan tanaman inangnya, aktivitas dan kelimpahan populasi musuh alami, serta efektivitas teknik pengen-dalian hama. Seringkali dengan menurunnya sistem pertahanan tanaman akibat fenomena perubahan iklim menyebabkan terjadinya peningkatan populasi serangga hama yang drastis (pest outbreak). Selama tahun 2002 hingga 2003, di India terjadi kehilangan hasil tebu hingga 30% yang disebabkan karena adanya infestasi aphis Ceratovacuna lanigera yang menyerang daun, sehingga menurunkan daya pemulihan tanaman. Selain suhu, CO2 dilaporkan dapat menurunkan pertahanan tanaman terhadap serangga hama. Meningkatnya konsentrasi CO2 menye-babkan menurunnya kandungan nitrogen dalam daun, sehingga terjadi peningkatan komsumsi oleh serangga pemakan daun hingga 40%. Pada kondisi kekeringan dan adanya peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer, menyebabkan terjadinya outbreak populasi herbivora. Peningkatan CO2, suhu dan hujan menyebabkan menurunnya kualitas nutrisi tanaman bagi herbivora yang selanjutnya berpengaruh terhadap kebugaran herbivora tersebut. Penurunan kebugaran herbivora akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan musuh alaminya (parasitoid dan predator). Tanaman yang mempunyai daya adaptasi rendah terhadap perubahan iklim akan berdampak positif terhadap herbivora yang memnfaatkan tanaman tersebut. Interaksi antara serangga herbivora dengan musuh alaminya dipenga-ruhi oleh toleransi herbivora terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim dan laju pergerakannya. Selain dipengaruhi oleh kondisi inangnya, perkem-bangan musuh alami serangga hama juga dipengaruhi secara langsung oleh komponen iklim. Parasitisasi oleh parasitoid telur

Trichogramma spp meningkat dengan menu-runnya jumlah curah hujan, dan sebaliknya menurun dengan meningkatnya jumlah curah hujan. Interaksi interspesies antara tanaman dan herbivora melibatkan senyawa volatil, yaitu senyawa metabolit sekunder yang diproduksi oleh tanaman yang dapat dideteksi oleh herbivora, sehingga terjadi penemuan inang tanaman (host location) oleh serangga. Interaksi tritrofik antara tanaman, herbivora dan musuh alaminya juga melibatkan senyawa volatil, baik yang diproduksi oleh tanaman maupun oleh herbivora, sehingga musuh alami dapat menemukan inang atau mangsanya. Perubahan iklim, khususnya suhu dan konsentrasi CO2, berpengaruh terhadap penyebaran dan emisi senyawa volatil yang diproduksi oleh tumbuhan (dikenal sebagai Herbivore Induced Plant VolatilesHIPV) dan digunakan oleh musuh alami untuk menemukan inang atau mangsanya. Selain itu, peningkatan CO2 juga berpengaruh terhadap persepsi musuh alami pada volatil tersebut, sehingga kemampuan untuk menemukan inang atau mangsa berkurang. Adanya perubahan emisi volatil ini menyebabkan hos location oleh musuh alami menjadi tergang-gu, sehingga berakibat pada efektivitas pengendalian alami hama oleh parasioid atau predatornya.

DAFTAR PUSTAKA Damayanti, E., Gatot, M., Sri, K. 2015. Perkembangan Populasi Penggerek Batang dan Musuh Alaminya Pada Tanaman Padi PHT. Universitas Brawijaya. Filah, S., Siti, H., Yuanita, W. 2016. Kelimpahan Arthropoda Di Pertanaman Padi Ratun Di Sawah Lebak yang Diaplikaskan Bioinsektisida Bacillis Thuringiensis. Universitas Brawijaya. Nurindah dan Titiek, Y. 2018. Strategi Pengelolaan Serangga Hama Dan Penyakit Tebu Dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Balai Penelitian Tanaman PEmanis dan Serat. Malang. Stone, A.C., Gehring, C.A., and Whitham, T.G. 2010. Drought negatively affects communities on a foundation tree: growth rings predict diversity. Oekologia164: 751–761. Tien, Aminatun. 2013. Perubahan Sumber Daya Hayati dan Lingkungan : Kasus Lingkungan Pertanian. Jurusan Pendididkan Biologi. Universitas Negri Yogyakarta. Yogyakarta. Wardani, N. 2010. Perubahan Iklim dan Pengaruhnya Terhadap Serangga Hama. Balai PEngkajian Teknologi Pertanian Lampung. Lampung.

Related Documents


More Documents from "nor fadillah"