BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya sejarah. Sejarah merupakan segala peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi yang dapat memberikan segala manfaat bagi kehidupan manusia baik itu menjadi sumber inspirasi, edukatif, maupun sebagai sumber rekreatif bagi setiap manusia. Khususnya sejarah mengenai peradaban Islam. Sejarah mengenai peradaban Islam ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi para umat Islam di dunia. Di mana melalui sejarah peradaban Islam terdapat berbagai cerita atau kronologi mengenai peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan agama Islam baik itu pada zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, , pada masa Khulafaurrasyidin, atau para tabi’in dan tabiuttabi’in. Salah satu yang dikaji dalam sejarah peradaban Islam ialah mengenai kerajaankerajaan yang berdiri sepeninggalan Rasulullah dan para sahabatnya, diantara kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Ustmani yang berdiri selama kurang lebih 7 abad lamanya. Kerajaan Turki Ustmani dipimpin oleh banyak khalifah karena kerajaan ini berdiri dalam waktu yang lama. Banyak peristiwaperistiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Turki Ustmani, baik itu mengenai konflik intern, ekstern, mengenai kejayaan-kejayaan yang diperoleh, para pemimpinnya, faktor penyebab kemundurannya dan sebagainya. Sehingga perlu mempelajari mengenai Kerajaan Turki Ustmani. Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini untuk mengkaji lebih dalam mengenai kerajaan Turki Ustmani, baik itu mengenai latar belakang kemunculannya, para pemimpinnya, kejayaan yang diperoleh serta faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhannya.
1
B. RumusanMasalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu: 1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Ustmani? 2. Siapa-siapa sajakah Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Ustmani? 3. Bagaimana peradaban Islam di Turki? 4. Apakah penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Ustmani?
C. TujuanPenulisan Adapun tujuan penulisan pada makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Ustmani 2. Untuk mengetahui Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Ustmani 3. Untuk mengetahui peradaban Islam di Turki 4. Untuk mengetahui penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Ustmani
2
BAB II PEMBAHASAN A. Sekilas Tentang Turki Ustmani Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam.[1] Munculnya dinasti Ustmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kirakira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi pada sejak abad ke-9 M. Pada abad itu muncul berbagai dinasti seperti Aghlab, di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M). Kerajaan Ustmani berkuasa secara meluas di Asia kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun 1306 M. Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Ustman I (1290-1326 M), pendiri kerajaan ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922. Di antara negara muslim, Turki Ustmani yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada masa Sultan Ustman, orang Turki bukan merebut negara-negara Arab, tetapi juga seluruh daerah antara Kaukasus dan kota Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya Turki merupakan faktor penting dalam perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat. Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan Islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.[2]
1 . Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 193. 2 . Ibid., h. 194
3
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Ustmani Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah Asia kecil, dan di sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah Syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam tersebut, pemimpin orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar, tahun 1228.[3] Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya kepada Sultan Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.[4] Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium.[5] Pada waktu itu bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari saudara sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira dengan kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah 3
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 51. . Ibid., h. 52 5 . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 130. 4
4
perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300. Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol, sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan.[6] Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan Ustmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah 6
. Syafiq A. Mughni, Op . Cit., h. 52.
5
kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Ustman I.[7]
C. Sultan Turki Ustmani Raja-raja Turki Ustmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, tetapi tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti sultan terdahulu. Ada kalanya putra kedua atau putra ketiga dan menggantikan sultan. Dalam perkembangan selanjutnya pergantian kekuasaan itu juga diserahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya. Dengan sistem pergantian kekuasaan yang demikian itu sering timbul perebutan kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran antara satu pangeran dengan pangeran yang lalinnya, yang mengakibatkan lemahnya kekuasaa Ustmaniyyah. sejak zaman Ustman hingga Sulaiman yang agung dapat dikatakan bahwa para sultannya terdiri dari orang-orang yang kuat, dapat mengembangkan kerajaannya hingga ke Eropa dan ke Amerika. Di masa Sulaiman yang bergelar juga al-Qanuni itulah Turki Ustmani mencapai puncak kejayaannya. Setelah masa itu para sultannya dalam keadaan lemah, ditambah lagi dengan banyaknya serangan balik dari negeri-negeri Eropa yang sudah merasa kuat. Akhirnya para penguasa Ustman tidak dapat lagi mempertahankan kerajaanya yang luas itu dan hilanglah kekuasaannya tahun 1924 ketika Mustafa Kemal Attaturk menghapuskan kekhalifahan untuk selamalamanya di bumi Turki dan bergantilah negeri itu menjadi Republik hingga kini.[8] Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang dari tiga puluh delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi menjadi lima periode.
7 8
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 130. . Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 53.
6
1. Periode pertama Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan Timur. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut: a.
Usman I
1299-1326
b.
Orkhan (putera Usman I)
1326-1359
c.
Murad ((putera Orkhan)
1359-1389
d. Bayazid I Yildirim (Putera Murad)
1389-1402. [9]
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Ustman mendapatkan kekuasaannya setelah meningglanya Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II. Kerajaannya diperkuat dengan menambah wilayah-wilayah yang dirampasnya dari Bizanthium. Untuk negeri-negeri yang belum ditaklukan di wilayah Asia Kecil, Ustman mengirim surat kepada mereka untuk memilih dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk agama islam, membayar jizyah, atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk dan memeluk agama islam, sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada pula yang menentang dan bersekutu dengan tentara Tartar untuk melawannya. Ustman pun tidak gentar menghadapinya, disiapkan pasukan pilihan untuk melawan sekutu Tartar yang akhirnya dapat dikalahkannya.[10] Setelah Ustman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Ustman
(raja besar keluarga
Ustman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M kerajaan Turki Ustmani dapat meenaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356 M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Ustmani.[11] Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan 9
. Ibid., h. 53. . Ibid., h. 54. 11 . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 131. 10
7
Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian Utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah bessar pasukan Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Ustmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman , raaja Honggaria. Namun Sultan Bayazid 1 dapat mengahancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut.[12] Sultan Bayazid naik tahta tahun 1389 dan mendapat gelar Yaldirin dan Yaldrum, yang berarti kilat karena terkenal dengan serangan-serangannya yang cepat terhadap lawannya. Ia menaklukkan wilayah-wilayah yang belum ditundukkan oleh para pendahulunya. Di masanya terjadi perang besar antara pasukan Ustmani dengan ntentara sekutu Eropa. Bayazid tidak gentar menghadapi pasukan sekutu di bawah anjuran Paus dan bahkan menghancurkan pasukan salib.[13] Ekspansi kerajaan Usmani sempta terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Ustmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M. Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turrki Ustmani. Penguasapenguasa Seljuq di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.[14]
12
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
196. 13 14
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 55. . Badri Yatim, Loc. Cit., h. 131.
8
2. Periode Kedua Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah: a. Muhammad I (Putera Bayazid I)
1403-1421
b.
1421-1451
Murad II (Putera Muhammad I)
c. Muhammad II Fatih (Putera Murad II) d. Bayazid II (Putera Muhammad II)
1451-1481 1481-1512
e. Salim I (Putera Bayazid II)
1512-1520
f.
1520-1566.[15]
Sulaiman I Qanuni (Putera Salim I)
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri. Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara puteraputera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudarnya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.[16] Muhammad baru diakui seluruh wilayah Ustman setelah berjuang kurang lebih sepuluh tahun. Ia mempunyai strategi yang berbeda untuk menghadapi semua lawannya.ia membuat perjanjian damai dengan raja-raja Eropa dan menaklukkan wilayah-wilayah yang menentang satu demi satu. Akirnya wilayah Ustman dapat disatukan satu demi satu. Integrasi wilayah ini tampaknya mengejutkan Eropa karena mereka sama sekali tidak menduga bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah berantakan akibat serangan Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan digantikan oleh putranya Murad II. Sultan Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak dihiraukan oleh raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang paling penting adalah bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri Honggaria dengan Huynade sebagai pemimpinnya. Serangan-serangan terhadap dunia Islam 15 16
. Syafiq A. Mughni, op. Cit., h. 58. . Badri Yatim, Loc. Cit., h. 132.
9
membuahkan kemenangan, yang memaksa Murad II untuk berdamai dengan mereka. Perdamaian dengan sumpah di bawah kitab suci masing-masing agama itu Injil dan al-Qur’an dikhanati oleh pihak Kristen. Mereka bernafsu menyerang kembali Ustman tanpa menghiraukan perjanjian yang telah dibuat belum lama berselang. Sultan Murad yang semula mengundurkan diri dari panggung politik bangkit keembali guna menghadapi penghinatan itu. Akhirnya dengan semangat yang tinggi dan serangan yang dahsyat pasukan Huynade dapat dilumpuhkan dan ia lari ke Eropa. Sultan Murad II meninggal setelah itu, pada tahun 1451 M, dan digantikan oeh putranya, Muhammad II.[17] Sultan Muhammad II naik tahta pada tahun 1451 M dengan mewarisi kerajaan yang luas. Ia terkenal dengan nama Al-Fatih, sang penakluk atau pembuka, karena pada masanya Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium berabad-abad lamanya dapat ditundukkan. Hal itu terjadi pada tahu 1453 M. Pasukan Ustmani memblokade kota berbenteng kat itu dari segala penjuru yang akhirnya kota itu dapat ditaklukkan. Gereja Aya Sophia yang terkenal itu diubah menjadi mesjid dan kebebasan beragama dijamin. Ibu kota Usmani dipindahkan ke kota itu dari Edirne.[18] Telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng di kota tua itu. Dengan terbukannya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat keerajaan Bizanthium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Ustmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Ustmani. Karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.[19] Sultan Muhammad mengembangkan wilayahnya lebih lanjut setelah penaklukan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Sultan meninggal tahun 1481 dan diganti oleh putranya Bayazid II. Berbeda bengan ayahnya Bayazid II lebih memnetingkan kehidupan tasawuf daripada perang di medan laga. Kelemahannyaa di bidang pemerintahan 17
. Syafiq A. Mughni, Loc. Cit., h. 58-59. . Ibid., h. 59. 19 . Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 196. 18
10
yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Sultan itu tidak begitu ditaati oleh rakyatnya, termasuk putera-puteranya. Bahkan terjadi perselisihan yang panjang antara mereka. Akhirnya Sultan Bayazid II mengundurkan diri dari pemerintahan tahun 1512 dan digantikan oleh puteranya Salim I. Berbeda dengan ayahnya Sultan Salim I memiliki kemampuan memerintah dan memimpin peperangan. Maka pada saat pemerintahannya wilayah Ustman bertambah luas hingga menembus Afrika Utara. Syria dapat ditaklukan dan Mesir yangg diperintah oleh kam Mamalik ditundukkan pada tahun 1517 M. Gelar khalifah yang disandang oleh al-Mutawakkil ‘ala Allah, salah seorang keturunan Bani Abbas yang selamat daris serangan bangsa Mongol 1235 M dan pada saat itu yang berada di bawah proteksi Mamluk, diambil alih oleh Sultan. Dengan demikian sejak masa Sultan Salim para sultaan Ustmani menyandang juga gelar khalifah. Walaupun sangat sebentar sekali berkuasa Sultan Salim sangat berjasa membentangkan wilayahnya hingga mencapai Afrika Utara, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Ia meninggal tahun 1520 dan digantikan oleh anaknya Sulaiman I.[20] Pada masa Sultan Sulaiman I ini terjadilah zaman keemasan bagi kerajaan Turki Ustmani. Wilayahnya mencapai kawasan yang luas, meliputi daratan Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia. Serta meliputi lautan Hindia, laut Arabia, laut Merah, Lut Tengah dan Laut Hitam. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan dari segala Sultan, raja diraja, pemberi anugrah mahkota bagi raja-raja dan bayang-bayang Allah di muka bumi. Ia membuat dan memberlakukan Undang-undang di wilayahnya sehingga ia disebut al-Qanuni, pembuat Undang-undang. Orang Barat menyebutnya sebagai Sulaiman yang agung, The Magnificent. Ia wafat taahun 1566 dan digantikan oleh putranya Salim II. Di masa anaknya inilah mulai tampak kemunduran kerajaan Ustmani sedikit demi sedikit.
20
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59.
11
3. Periode Ketiga Periode ini ditandai dengan kemampuan Ustmani untuk mempertahankan wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Namun kemunduran segera terjadi. Dalam masa kemunduran Turki Ustmani setelah Sulaiman terdapat beberapa Sultan yang berkuasa berturut-turut sebagai berikut: a.
Salim II (Putera Sulaiman I)
1566-1573
b.
Murad III (Putera Salim II)
1573-1596
c.
Muhammad III (Putera Murad III)
1596-1603
d. Ahmad I (Putera Muhammad III)
1603-1617
e.
Mustafa I (Putera Ahmad I)
1617-1618
f.
Usman II (Putera Ahmad I)
1618-1622
g.
Mustafa I (Yang kedua kalinya)
1622-1623
h.
Murad IV (Putera Ahmad I)
1623-1640
i.
Ibrahim I (Putera Ahmad I)
1640-1648
j.
Muhammad IV (Putera Ibrahim I)
1648-1687
k.
Sulaiman III (Putera Ibrahim I)
1687-1691
l.
Ahmad II (Putera Ibrahim I)
1691-1695
m. Mustafa II (Putera Muhammad IV)
1695-1703.[21]
Pada akhir kerajaan Sulaiman I kerajaan Ustmani berada di tengah-tengah dua kekuatan Monarki Austria di Eropa dan keerajaan Shafawi di Asia. Selama periode ini Usmani mencapai kemenangan dibeberapa negara di Eropa. Di Asia sistem Feodal memungkinkan munculnya penguasa-penguasa lokal yang diberi gelar pasya. Mereka ditemukan diperbatasa Persia dan Kurdistan, dan juga di Syria. Melemahnya kerajaan Usmani pada awal periode ini sebagian besar disebabkan oleh alasan domestik. Selama abad ke-16 sudah tampak bahwa Usmani hanya bisa bertahan dengan perang yang terus menerus, sekarang keadaan itu harus disesuaikan dengan kondisi aman. Pengganti Sulaiman tidak sesuai dengan tuntutan kondisi itu. Sultan Muhammad II, Usman II, dan Muhammad IV sering menyertai pasukan dalam ekspedisi, tetapi Murad IV adalah Sultan terakhir 21
. Ibid., h. 60.
12
yang mempertahankan tradisi ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat langsung dalam administrasi negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh tradisi kebesaran. Namun ini tidak menyelamatkan pembunuhan Ustman II pada tahun 1628 dan pemakzulan Ibrahim pada tahun 1648 dan Muhammad IV pada tahun 1688. Bahkan para penguasa dan jendral memainkan peran lebih penting dalam pemerintahan, seperti Mehmed Saqoli Pasya di bawah Salim II, Sinan Pasya di bawah Muhammad II, Murad Pasya dan Khalil Pasya di bawah Ahmad I dan Ustman II. Di samping itu beberapa kelompok lain bersaing dalam mengatur negara, seperti korps Janissari, Sipahi, lingkaran istana dan ulama’ dengan instuisinya syaikh al-islam. Murad IV adalah satu-satunya sultan yang sanggup menekan pengaruh kelompok-kelompok itu. Ia bahkan berhasil meningkatkan kekuatan militer baru, Segban, berasama-sama Janissari. Sekalipun terdapat gejolak keagamaan dari sebagian masyarakat melawan orang-oarangg kristen, para negarawan itu menunjukkan sikap yang sangat toleran. Ada pemberontakan agama yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah di Asia Kecil, dan ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan lama abad ke-13 dan ke-14 tidak seluruhnya lenyap. Pada tahun 1599 muncul gerakan Qara Yaziji dan Urfa, pada tahun 1606 pemberontakan Qalender Oghlu di Sharukhan, yang sempat beberapa tahun menguasai wilayah yang luas di Anatolia Barat, sampai dihancurkan oleh Murad Pasya; pada tahun 1623-1628 terjadi pemberontakan Abaza yang melawan Janissari. Di Anatolia timur ada gerakan pemisahan diri di bawah seorang Kurdi bernama Janbulat di Syiria Utara.[22]
4. Periode Keempat Periode ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultansultannya adalah sebagai berikut:
22
a.
Ahmad III (Putera Muhammad IV)
1703-1730
b.
Mahmud I (Putera Mustafa II)
1730-1754
. Ibid., h. 62
13
c.
Usman III (Putera Mustafa II)
1754-1757
d. Mustafa III (Putera Ahmad III)
1757-1774
e.
Abdul Hamid (Putera Ahmad III)
1774-1788
f.
Salim III (Putera Mustafa III)
1789-1807
g.
Mustafa IV (Putera Abd. Al-Hamid I)
1807-1808
h.
Mahmud II (Putera Abd. Al-Hamid II)
1808-1839. [23]
Selama abad ke-18 tanda-tanda kemunduran kerajaan Turki semakin tampak. Sebab-seba kemunduran itu terdapat dalam kondisi politik. Dampak masa transisi dari penaklukan ke masa damai dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan asing, seperti Austria dan Rusia. Sistem administari tetap sama selama periode ini. Dalam hampir semua bidang otoritas pemerintah pusat kehilangan pengaruhnya. Pada awal abad ke-18 hal ini belum begitu tampak. Konstantinopel masih merupakan ibukota yang cemerlang di mana istana Ahmad III memberikan contoh sebuah kehidupan yang mewah . pada periode ini pula terjadi perkembangan literatur yang pesat diluar lingkaran ulama’. Kelas baru sastrawan muncul yang menjadi cikal bakal lahirnya kelas menengah intelektual yang bermula pada awal abad ke-19. Demikian juga lahir pelukis-pelukis baru sejak tahun 1727. Kelas baru dari fungsionaris ini adalah budak-budak sultan. Hanya di bawah Muhammad II posisi mereka diatur dengan cara yang lebih liberal.dalam situasi pemerintahan itu Janissari dan Sipahi yang disisplin mereka sekarang mengedor beberapa kali memberontak. Pemberontaka Janissari yang dipimpin oleh Patrona Khalil pada tahun 1730 yang menyebabkan hilangnya tahta Ahmad III, tampaknya lebih ditujkan untuk melawan aristokrasi baru itu. Setelah Ahmad III kehidupan di istana menjadi lebih tenang. Kelas penguasa dan para sultan mulai menyadari kelemahan kerajaan dan berusaha mengatasinya dengan cara memperkenalkan pembaharuan militer. Salim III melaksanakan pembaharuan militer, tetapi sangat sedikit yang mendukungnya. Intitisi pasukan baru yang menyebabkan pemberonrakan Janissari yang didukung oleh para ulama’. Mahmud II akhirnya mempertimangkan reformasi yang lebih terencana. 23
. Ibid., h. 63.
14
Ia akhirnya mengambil kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain dalam melaksanakan pembaharuan selain melakukan pembunuhan massal terhadap Janissari, tindakan itu benar-baenar terjadi di Konstantinopel pada 16 Juni 1826.[24] Pada saat yang sama tarekat Bektassyyiyah ditindas. Lemahnya kerajaan pusat telah menjadi karakterr kerajaan Usmani pada abad ke-18. Aljazair, Tunisia, dan Tripoli diperintah oleh para Bey secara turun-temurun. Mesir diambil alih oleh Ali Bey. Di Anattholia pada tahun 1739 ada pemberontakan yang berbahaya dari Syari Beg Oghlu. Di Mesopotamia dan Iraq kondisinya juga demikian. Di syiria kaum Druze memiliki amirnya sendiri dan daerah pantai dikuasai oleh Jazzar Pasya dari Akka.
5.
Periode Kelima Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari
negara di bawah pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah: a.
Abdul Majid I (Putera Mahmuud II)
1839-1861
b.
Abdul Aziz (Putera Mahmud II)
1861-1876
c.
Murad V (Putera Abd. Majid I)
1876-1876
d. Abdul Hamid II (Putera Abd. Majid I)
1876-1909
e.
Muhammad V (Putera Abd. Majid I)
1909-1918
f.
Muhammad IV (Putera Abd. Majid I)
1918-1922
g.
Abdul Majid II (1922-1924), hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang akhirnya diturunkan pula dari jabatan khalifah. Turki Usmtani di hapus oleh Kemal Attaturk dan Turki menjadi negara nasiona Republik Turki.[25]
Pada periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih merupak aplikasi dari Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus berlanjut sehingga secara bertahap wilayah Usmani semakin berkurang. Pada tahun 1865 Turki kehilangan Serbia, dan dua kerajaan kecil di Danube. Pada tahun 1878 Serbia, 24 25
. Ibid., h. 64-65 . Ibid., h. 66.
15
Montonegro dan Rumania lepas dari Usmani, sedang Bulgaria menjadi semiindependen. Di kawasa Caucasia Turki kehilangan Qars dan Batum. Inggris mencaplok Cyprus dan Mesir. Burgaria merdeka dan Bosnia dan Herzegovina diambil oleh Austria. Kemudian Tripoli jatuh ketangan Italia. Selama abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik. Namun, karena keterlibatan Turki dalam perang Dunia menyebabkan kehilangan beberapa wilayah di Asia. Konstantinopel sendiri diduduki oleh pasukan sekutu. Kemunduran politik ini pada akhirnya mengentarkan turunnya sultan Muhammad VI pada tahun 1922 dan kemudian hilangnya kerajaan Usmani.[26]
D. Peradaban Islam di Turki Sejak masa Usman bin Ertaghrol yang dianggap pembina pertama kerajaan Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke Eropa. 1.
Bidang Pemerintahan dan Militer Para pemimpin kerajaan Ustmani pada masa-masa pertama adalah orangorang yang kuat sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Ustmani hingga mencapai masa keemasannya itu bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan tersebut.[27] Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjat dengan Eropa. Ketika itu pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur Ustmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak
26 27
. Ibid., h.67. . Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
200.
16
menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan megadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutassi personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Ustmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negara-negara non-muslim.[28] Di samping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau militer Thaujjah. Angkatan lautpun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Ustmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Ustmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Ustmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintah yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultansultan Turki Ustmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr AlA’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang AzZanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Ustmani sampai datangnya reformasi 28
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 134.
17
pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namannya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki Usmani menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa kejayaannya.[29]
2. Bidang Ilmu Pengetahuan Peradaban Turki Usmani merupaka perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya adalah peradaban Persia, mereka banyak mengambil pelajaran-pelajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemilitera banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang perinsipperinsip ekonomi, sosial kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang Turki Ustmani yang terkenal sbagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing utnuk menerima kebudayaan luar.[30] Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Ustmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kkemiliteran sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.[31] 3. Bidang kebudayaan Dinasti Ustmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju. Pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Ustmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke17, muncul penyair yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan. 29
.Samsul Munir Amin, Op. Cit.,h. 201. . Ibid., h. 202. 31 . Badri Yatim, op. Cit., h. 136. 30
18
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi Musahif Mstafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Ustmani melahirkan dua tokoh terkemuka yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari smeua penulis adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai AlKutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang penyair yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M).adapun di bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya bangunanbangunan mesjid yang indah, seperti mesjid Al-Muhammadi atau Majid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja.[32] Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung maka, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah bangunan di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.[33] 4. Bidang Keagamaan Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politk. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi
32 33
. Samsul Munir Amin, Op. Cit.,h. 202. . Badri Yatim, Op. Cit., h. 136.
19
masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan. Pada masa Turki Ustmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.[34] Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tiak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintah kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Hunus Al-Hamidiyah, yang mengupas tentang masalah ilmu kalam, untuk melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu agama dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya klasik.[35] Bagaimanapun kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujuka ke Eropa Timur yang belum masuk ke dalam wilayah kekuasaan dan agama islam. Akan tetapi karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik pekembangannya jauh di bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-negeri yang sudah
34 35
. Ibid., h. 136. . Samsul Munir Amin, Op. Cit., h. 204.
20
ditaklukan itu, akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.[36]
E. Kemunduran Turki Ustmani Setelah Sultan Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Suliaman AlQanuni digan ti oleh Sultan Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani dengan armada laut kristen yang terdiri dari angkatan lau Spanyol, Bundukia, Sri Paus dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpn oleh Don Juan dari Spanyol. Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut musuh. Baru pada masa sultan berikutnya Sultan Murad III, Tunisia dapat direbut kembali.[37] Pada masa Sultan Murad III (1574-1595) Kerajaan Usmani pernah berhasil menyerbu Kaukasia dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun karena kehidupan moral Sultan yang kurang baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III, dalam siatuasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Ustmani. Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I. Karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II. Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid seorang Sultan yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari Rusia yang diberi nama perjanjian Kinarja, isinya yaitu kerajaan Ustmani harus 36 37
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 137-138. . Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
205.
21
menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintas selat yang menghubungkan Laut Hitam dan laut puith, dan kerajaan Ustmani mengakui kemerdekaan Kirman.[38] Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Ustmani selama dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai abad ke 19 M. Oleh karena itu satu persatu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negerinegeri Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan kerajaan Ustmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.[39] Banyak faktor
yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami
kemunduran, diantaranya adalah: 1.
Wilayah kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administari pemerintahan kerajaan Ustmani tidak beres. Di pihak lain para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ni tentu menyedot potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun Negara.
2.
Heterogenitas penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Ustmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur.
38
. Ibid., h. 206. . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 166. 39
22
3.
Kelemahan para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Ustmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin perah.
4.
Budaya Pungli (korupsi), pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Ustmani, setiap jabata yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan
jabatan
tersebut.
Berjangkitnya
budaya
Pungli
ini
mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh. 5.
Pemberontakan tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Ustmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali.
6.
Merosotnya ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti pereekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat besar untuk biaya perang.
7.
Terjadinya Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan Ustmani kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan penegmbangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.[40] Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan kerajaan Ustmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[41]
40 41
. Ibid., h. 167. . Samsul Munir Amin, op.cit., h. 209.
23
BAB III PENUTUP KESIMPULAN Adapun kesimpulan pada penyusunan makalah ini yaitu: 1.
Dinasti Ustmani di Turki merupakan kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama hampir 7 abad lamanya (1290-1924 M) dan merupakan kerajaan besar, kerajaan Ustmani didirikan oleh Usman I Putra Ertohul bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mula-mula mendiami daerah Mongol dan daerah utara China
2.
Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang dari tiga puluh delapan sultan, sejarah kekuasaan mereka di bagi menjadi lima periode.
3.
Dinasti Turki mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang ekspansi atau perluasan agama islam, dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, dalam segi budaya, sastra dan arsitek bangunan, dalam bidang keagamaan, sedangakan dalam bidang ilmu pengetahuan tidak mengalami kemajuan yang berarti
4. Turki Ustmani mengalami masa kemunduran yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu wilayah kekuasaan yang sangat luas, heterogenitas penduduk, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Ustmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya., maraknya budaya pungli (korupsi),
pemberontakan
tentara jenissari, merosotnya ekonomi, dan terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Mughni, Syafiq A.. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos.
Yatim, Badri. 2001. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
25