Penyakit Degeneratif Sieng Artritis Rematoid.docx

  • Uploaded by: Yuni Ariani Yuni
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penyakit Degeneratif Sieng Artritis Rematoid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,831
  • Pages: 31
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penyakit degeneratif seringkali tidak terdeteksi, karena terjadinya penyakit

sebelum diaknosa ditegakan membutuhkan waktu yang lama. Penyakit degeneratif biasanya terjadi pada orang yang berusia di atas 40 tahun. Sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi penyakit degeratif meningkat karena terjadi perubahan pola makan dan aktivitas sehari – hari. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik dipe rkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dn lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan faktor – faktor pendorong

yang lain sekarang ini ada kecendrungan bahwa pen yakit

degeneratif meningkatkan peranan sebagai penyebab kematian.

1.2

Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum Tujuan umum adalah untuk mengetahui gambaran tentang penyakit degeneratif. b. Tujuan Khusus  Mengetahui apa itu penyakit degeneratif.  Mengetahui apa saja jenis – jenis penyakit degeneratif.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penyakit Degeneratif A. PENGERTIAN Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ / alat tubuh. Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim & hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel ( DNA ), pembuluh darah, jaringan protein & kulit ( ketuaan ).

Penyakit degeneratif atau sering disebut dengan penuaan dini sering kali mendera setiap orang dibelahan bumi ini. Degeneratif juga mampu menyerang setiap orang hingga dalam rentan waktu yang sangat cepat. Sebenarnya penyakit ini kini memiliki jenis mencapai 50 macam di dunia yang perlu diwaspadai. Dengan menyusulnya angka kematian yang kian meningkat. Penyakit tersebut belakangan ini sudah merambah ke penderita berusia 40 tahun. Padahal, dulu penyakit degeneratif bisa disebut sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan dan menyerang orang di atas usia 50 tahun.

3

Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya penyakit degeneratif mempunyai kaitan cukup kuat dengan bertambahnya proses penuaan usia seseorang. Meskipun faktor keturunan juga berperan cukup besar. Faktor gizi atau makanan memiliki peranan yang cukup besar untuk memicu terjadinya penyakit degeneratif,terutama Jenis makanan yang mengandung lemak jenuh (saturated fat), garam dan gula, serta bermacam-macam additive seperti monosodium glutamate dan tartrazine dengan kadar yang tinggi. dengan munculnya tempat-tempat makan junk food hampir di seluruh sudut kota yang menyediakan jasa pelayanan cepat saji dan menawarkan jasa pesan antar secara otomatis merubah gaya hidup masyarakat ke dalam kebiasaan makan makanan yang berlemak dan rendah serat .Junk food adalah makanan tidak sehat karena memiliki nilai nutrisi rendah," Junk food hampir tidak mengandung protein, vitamin serta serat yang sangat dibutuhkan tubuh dan memiliki kadar kolesterol tinggi. ImagePola makan makanan yang serba instan saat ini sangat digemari oleh sebagian masyarakat perkotaan. Sebagai contoh, gorengan jenis makanan murah meriah dan mudah didapat karena banyak dijual di pinggir jalan ini rasanya memang enak. Jajanan seperti pisang goreng, tahu isi, ubi goreng, pisang coklat (piscok), balabala serta banyak yang lain dengan rasanya yang gurih, renyah, dan berharga murah, membuat orang menyukai makanan gorengan. WHO Lebih lanjut menyatakan sebanyak satu miliar orang di seluruh dunia saat ini menderita kegemukan, suatu keadaan yang bisa memicu berbagai penyakit degeneratif. Jumlah ini diperkirakan naik menjadi 1,5 miliar pada tahun 2015.

4

Bermacam-macam pendekatan diajukan oleh berbagai kalangan. Dua di antaranya adalah mengusulkan pengurangan penggunaan garam pada berbagai makanan olahan yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan produsen makanan olahan serta pengenaan pajak yang lebih tinggi terhadap produk rokok. Salah satu penyakit degeneratif yang banyak menimpa adalah diabetes militus. Penyakit ini merupakan penyakit degeneratif non infeksi yang bersifat menahun akibat tingginya kadar glukosa dalam darah. Penyakit diabetes sangat berbahaya karena dapat menyebabkan munculnya penyakit-penyakit lain yang lebih berbahaya seperti jantung, ginjal dan kebutaan. Dr. Joko Triharto -seorang dokter ahli penyakit dalam- dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa diagnosis penyakit secara dini adalah cara terbaik untuk menghindari penyakit diabetes melitus yang berkepanjangan.

B. JENIS – JENIS PENYAKIT DEGENERATIF 

Hipertensi



Hiperlipidemia



Hipercholesterolemia



Stroke



Jantung Koroner



Kerusakan Syaraf Otak ( pikun )



Artritis Rematoid



Deabetes Mellitus Tipe 2 ( lipotoxic pankreas, insulin resistence )

5



Penuaan Kulit



Parkinson



Osteoforosis



Obesitas

C. FAKTOR PENYEBAB 1. Gaya hidup tidak sehat : 

Kurang olah raga



Merokok



Alkoholic ( pecandu alkohol )



Narkoba



Workaholic ( gila kerja )



Stres psikologis ( tekanan batin )

2. Konsumsi lemak jenuh ( kolesterol ), gula murni berlebihan & kurang serat 3. Obesitas / Kegemukan 4. Paparan zat kimia ( plastik, Pb, Ar, Hg, zat warna pakaian, asam borak, formalin, dll ) 5. Makanan teroksidasi ( minyak jlantah, pemanasan minyak dg suhu tinggi, daging bakar / panggang ) 6. Makanan kaleng, penambah rasa ( MSG ) 7. Radikal bebas ( polusi udara dari asap motor/mobil, asap pabrik, asap rokok )

6

8. Sinar matahari ( jam 09.00 – 15.00 WIB ), pengobatan dg sinar ultra violet jangka panjang

D. CARA PENCEGAHAN 1. Gaya hidup sehat 2. Menu makanan mengandung zat gizi seimbang & bervariasi 3. Hindari paparan toxic prooksidan ( radikal bebas ) 4. Suplemen antioksidan : 

Vit. B12 : sistim syaraf & otak



Asam folat : merangsang metabolisme homosistein agar tdk mjd plak di arteri



Betakaroten : sel kekebalan ( sel T, limfosit ), mencegah oksidasi LDL kolesterol, mencegah penyakit jantung & stroke



Vit. E : mencegah oksidasi LDL kolesterol, menurunkan aterosklerosis



Vit. C : menghambat sel kanker, meningkatkan HDL kolesterol, menurunkan tekanan darah, memperkuat pembuluh darah, meremajakan sel darah putih, membentuk antioksidan endogen glutation



Ca : mencegah oksidasi LDL kolesterol & menurunkan tekanan darah



Mg : sistesis ATP, stabilisisasi DNA, RNA, menurunkan tekanan darah, mencegah resistensi insulin, mencegah cardiac arrest



Se : Zat kemopreventif, pembetuk antioksidan endogen enzim peroksidase glutation

7



Cr : meningkatkan kerja insulin, mencegah DM



Zn : mengaktifkan kelenjar thimus untuk produksi antibodi, pembetuk antioksidan endogen enzim superoksida dismutase ( SOD )



Mn : pembetuk antioksidan endogen enzim superoksida dismutase ( SOD )



Cu : pembetuk antioksidan endogen enzim superoksida dismutase ( SOD )



Koenzim Q- 10 : mencegah oksidasi LDL kolesterol

E. KEBUTUHAN 1. Asam folat

: 400 mcg/hr

2. Vit. E

: 400 – 800 IU

3. Vit. C

: 300 – 5.000 mg/hr

4. Betacaroten : 3.800 – 11.000 IU /hr 5. Cr

: 200 mcg/hr

6. Mg

: 200 mcg/hr

7. Se

: 50 – 200 mcg/hr

8. Ca

: 500 – 1.500 mg/hr

9. Se

: 15 – 30 mg/hr

10. Koenzim Q

: 30 mg/hr

8

2.2 Konsep Penyakit Artritis Reumatoid A. PENGERTIAN Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.2000) Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001) Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )

B. ETIOLOGI Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu: 1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus. 2. Endokrin 3. Autoimmun 4. Metabolik

9

5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

C. PATOFISIOLOGI Membran syinovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan majorhistocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belum teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39. Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan

10

interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis. Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.

D. MANIFESTASI KLINIS Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. 1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. 2. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada

sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan

11

sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang. 3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi

terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam. 4. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang 5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan ini dapat juga timbul pada tempattempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

12

Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom Sjogren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.

E. KOMPLIKASI Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

F. PENATALAKSANAAN Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benarbenar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan

13

bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit. Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut : a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita c. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi d. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain. Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan tujuan tersebut di atas, yaitu : 1. Pendidikan Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. 2. Istirahat Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi

14

waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat. 3. Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit. 4. Diet/ Gizi Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting. 5. Obat-obatan Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi

15

nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus. b. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas. c. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas. d. LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat e. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi. f. SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi. g. JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR. h. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. i. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium j. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi k. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi,

16

produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ). l. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

2.3 Konsep Penyakit Obesitas A. Definisi 

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. (www.medicastore.com)



Obesitas merupakan keadaaan Indeks Massa Tubuh (IMT) anak yang berada diatas persentil ke 95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya. (Institute of medicine (IOM) di AS)



Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. (Vivi Juhanita S.,Gizi.Net)



Obesitas adalah keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh. (Arief Mansjoer, dkk)

B. Etiologi Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori yang lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh / pemasukan makan yang berlebihan ke dalam tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan

17

pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas melibatkan beberapa factor: 1. Masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh a. Pada Bayi -

Bayi yang minum susu botol yang selalu dipaksakan oleh ibunya, bahwa setiap kali minum harus habis.

-

Kebiasaan untuk memberikan minuman / atau makanan setiap kali menangis.

-

Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang terlalu dini.

-

Jenis susu yang diberikan osmolaritasnya tinggi (terlalu kental, terlalu manis, kalorinya tinggi), sehingga bayi selalu haus / minta minum.

b. Faktor Psikis Apa yang ada di dalam pikiran sesorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.

18

Ada dua pola makan abnormal yaitu: makan dalam jumlah yang sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stress dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah yang sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari. c. Gaya hidup masa kini Kecenderungan sekarang suka makanan “fast food” yang berkalori tinggi seperti : Hamburger, Pizza, Ayam goreng dengan kentang goreng, ice cream, aneka makan mie, dll. 2. Penggunaan kalori yang kurang Berkurangnnya pemakaian energi dapat terjadi pada anak yang kurang aktivitas fisiknya, seharian nonton TV, dll. Lebih-lebih kalau nonton TV sambil tidak berhenti makan, maka cenderungan menjadi obesitas akan menjadi besar. 3. Faktor lingkungan Gen merupakan factor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti.

19

Lingkungan ini termasuk perilaku / pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktifitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktifitasnya. 4. Faktor kesehatan Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: -

Sindroma yang diwariskan, contohnya: sindroma cushing, sindroma prader-willi

-

Hormonal Kelenjar pituitary dan fungsi hipotalamus. Penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi hipotalamus yang abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang berlebihan) karena gangguan pada pusat kenyang di otak.

-

Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan seperti : lesi-lesi hipotalamus, hipofisis, dan lesi otak yang lain.

5. Factor perkembangan Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak bisa memiliki sel lemak sampai lima kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak

20

dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel. 6. Aktivitas fisik Kurang aktifitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktifitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Untuk terjadinya obesitas tidak hanya tergantung dari berbagai macam penyebab yang telah disebutkan di atas, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor predisposisi lainnya misalnya : 1. Herediter (faktor keturunan) Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Kalau salah satu orang tuanya obesitas, maka anaknya mempunyai resiko 40% menjadi obesitas, sedangkan kalau kedua orang tuanya obesitas, maka resiko menjadi 80%. 2. Suku / Bangsa Pada suku / bangsa tertentu kadang-kadang terlihat banyak anggotanya yang menderita obesitas. 3. Pandangan masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat adalah yang bayi yang gemuk.

21

4. Anak cacat, anak aktifitasnya kurang karena problem fisik/ cara mengasuh. 5. Umur orang tua yang sudah lanjut baru punya anak, anak tunggal, anak “mahal”, anak dari orang tua tunggal, dll. 6. Meningkatnya keadaan social ekonomi seseorang. Orang tua yang dulunya berasal dari keluarga yang kurang mampu, maka mereka cenderung memberikan makanan sebanyak-banyaknya pada anakanaknya. Atau keluarga yang migrasi dari Negara berkembang ke Negara yang maju atau kaya. 7. Obat-obatan Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan. C. Patofisiologi Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak, adalah sebagai berikut : 1. Jumlah sel lemak normal, tetapi terjadi hipertrofi / pembesaran. 2. Jumlah sel lemak meningkat / hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi. Penambahan dan pembesaran jumlah sel lemak paling cepat pada masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa meningkat dewasa. Setelah masa dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah sel, tetapi hanya terjadi pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada masa anak selain hiperplasi juga terjadi hipertrofi. Sedangkan obesitas yang terjadi setelah masa dewasa pada umumnya hanya terjadi hipertrofi pada sel lemak.

22

Obesitas terjadi kalau intake kalori berlebihan, terutama pada tahun pertama kehidupan. Rangsangan untuk meningkatkan jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa, setelah itu terjadi pembesaran sel saja. Sehingga kalau terjadi penurunan berat badan setelah masa dewasa, bukan karena jumlah sel lemaknya yang berkurang tetapi besarnya sel yang berkurang. Disamping itu, pada penderita obesitas juga menjadi resisten terhadap hormone insulin, sehingga kadar insulin dalam peredaran darah akan meningkat. Insulin berfungsi untuk menurunkan lipolisis dan meningkatkan pembentukan jaringan lemak. D. Manifestasi Klinik Obesitas dapat terjadi pada usia berapa saja, tetapi yang tersering pada tahun pertama kehidupan, usia 5 – 6 tahun dan pada masa remaja. Gejala obesitas antara lain : 1. Anak dengan obesitas lebih berat dari anak seusianya (terlihat sangat gemuk). 2. Pertumbuhan tulangnya lebih cepat matang dan lebih berkembang. Anak yang obesitas relatif lebih tinggi pada masa remaja awal, tetapi pertumbuhan memanjangnya selesai lebih cepat, sehingga hasil akhirnya mempunyai tinggi badan yang lebih pendek dari usia sebayana. 3. Bentuk muka anak tidak proporsional, hidung dan mulut terlihat kecil, dagu ganda (double chin).

23

4. Terdapat timbunan lemak pada daerah payudara adipositas (buah dada seolah-olah berkembang) yang biasanya terjadi pada anak laki-laki. 5. Penis pada anak laki-laki terlihat kecil, oleh karena sebagian organ tersebut tersembunyi dalam jaringan lemak pubis. 6. Paha dan lengan atas besar, jari-jari tangan relative kecil dan runcing. 7. Perut menggantung dan sering disertai strie. 8. Sering terjadi gangguan psikologis, baik sebagai penyebab ataupun sebagai akibat dari obesitasnya. 9. Anak lebih cepat mencapai masa pubertas. 10. Terjadi gangguan pernafasan dan sesak nafas. Penimbunan lemak yang berlebihan di dalam diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas meskipun penderita hanya melakukan aktifitas ringan. Biasanya terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu) sehingga pada siang hari penderitanya sering merasa ngantuk. E. Komplikasi Berbagai keadaan yang erat hubungannya dengan obesitas, baik yang terjadi pada masa bayi maupun masa dewasa, antara lain : 1. Terhadap kesehatan Obesitas ringan sampai sedang, morbiditasnya kecil pada masa anakanak. Tetapi bila obesitas masih terjadi setelah masa dewasa, maka

24

morbiditas maupun mortalitasnya akan meningkat. Terdapat korelasi positif antara tingkat obesitas dengan berbagai penyakit infeksi, kecuali TBC. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi tersebut, dikaitkan dengan menurunnya respons imunologik sel T dan aktivitas sel polimorfonuklear. 2. Saluran pernafasan Pada bayi, obesitas merupakan resiko terjadinya infeksi saluran pernapasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paru-paru. Adanya hipertrofi tonsil dan adenoid akan mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga mangakibatkan anoksia dan saturasi oksigen rendah, yang disebut sindrom Chubby Puffer. Obstruksi kronis saluran pernapasan dengan hipertrofi tonsil dan adenoid, dapat mengakibatkan gangguan tidur, gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang abnormal. Keluhan lainnya adalah nafas yang pendek. 3. Kulit Kulit sering lecet karena gesekan. Anak merasa gerah / panas, sering disertai miliaria, maupun jamur pada lipatan kulit. 4. Ortopedi Anak yang obesitas pergerakannya lambat. Sering terdapat kelainan ortopedi seperti Legg-Perthee disease, genu valgum, slipped femoral capital epiphyses, tibia vara, dll.

25

5. Efek psikologis Kurang percaya diri. Anak pada masa remaja yang obesitas biasanya pasif dan depresi. Karena sering tidak dilibatkan pada kegiatan yang dilakukan oleh teman sebayanya, juga sulit mendapatkan pacar karena merasa potongan tubuhnya jelek, tidak modis, merasa rendah diri sehingga mengisolasi dari pergaulan teman-temannya. Gangguan kejiwaan ini juga dapat sebagai penyebab terjadinya obesitas, yaitu dengan melampiaskan stress yang dialaminya kemakanan. 6. Bila obesitas pada masa anak terus berlanjut sampai masa dewasa, dapat mengakibatkan : 

Hipertensi pada masa adolensi.



Hiperlipidemia, ateroskerosis, penyakit jantung koroner, hipertensi maligna pada dewasa.



Diabetes.



Sindrom Pickwickian merupakan komplikasi yang berat dari obesitas dewasa, yaitu gangguan pada jantung dan pernapasan, hipoventilasi. Dengan manifestasi polisitemia, hipoksemia, sianosis, pembesaran jantung, gagal jantung kongestif, dan somnolen. Kita harus berhatihati pada pemberian oksigen konsentrasi tinggi pada anak ini. Usaha pengurusan badan sangat penting kalau terjadi komplikasi ini.



Maturitas seksual lebih awal, menstruasi sering tidak teratur.

26

F. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Keperawatan Tujuan pengobatan obesitas pada anak berbeda dengan pengobatan obesitas dewasa, karena tujuannya hanya menghambat laju kenaikan berat badan yang pesat tersebut dan tidak boleh diit terlalu ketat. Sehingga pengaturan diitnya harus dipertimbangkan bahwa anak masih dalam masa pertumbuhan. Olah raga atau aktifitas tubuh yang teratur sangat penting dalam upaya penatalaksanaan obesitas pada anak. 

Pada prinsipnya, pengobatan pada anak dengan obesitas adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki

factor

penyebab,

misalnya

kesalahan

cara

pengasuhan maupun factor kejiwaan. 2. Motivasi penderita obesitas dewasa tentang perlunya pengurusan badan. Sedangkan orang tua atau bayi anak yang obesitas harus dimotivasi tentang pentingnya memperlambat kenaikan berat badan bayi atau anaknya. 3. Memberikan

diit

rendah

kalori

yang

seimbang

untuk

memperlambat kenaikan berat badan. 4. Menganjurkan penderita untuk olah raga yang teratur atau anak bermain secara aktif sehingga banyak energi yang digunakan.

27

Baik terapi diet maupun psikoterapi harus diberikan kepada seluruh keluarga sehinga seolah-olah turut serta dalam usaha pencapaian berat badan tersebut. Cara pengaturan diitnya adalah sebagai berikut : 1. Pada bayi yang mengalami obesitas, tujuan terapi untuk menurunkan berat badannya seperti pada obesitas dewasa tetapi memperlambat diberikan

diit

kecepatan sesuai

kenaikan dengan

berat

kebutuhan

badannya.

Bayi

normal

untuk

pertumbuhan, yaitu 110 kkal/kg.BB/hari untuk bayi kurang dari 6 bulan dan 90 kkal/kg.BB/hari untuk bayi lebih dari 6 bulan. Susu botol jumlahnya harus dikurangi dengan cara diselingi dengan air tawar. Tidak dianjurkan memberikan susu yang diencerkan, susu rendah / lemak. Disamping itu kita anjurkan pada ibunya agar anak tidak digendong saja, tetapi dibiarkan melakukan aktifitas. 2. Pada anak pra sekolah yang mengalami obesitas, kenaikan berat badannya harus diperlambat, dengan memberikan diet seimbang 60 kkal/kg.BB perhari. Atau bisa juga dari makanan keluarga dengan porsi kecil dan menghindari makanan yang mengandung kalori tinggi. Selain itu kita harus mendorong anak untuk melakukan aktifitas fisik dan mencegah menonton tv berlebihan. 3. Pada anak usia sekolah (pra pubertas) yang obesitas, kita berusaha mempertahankan berat badan anak dan menaikkan tinggi

28

badannya. Diet yang diberikan sekitar 1200 kkal/hari atau sekitar 60 kkal/kg.BB perhari. Mendorong anak melakukan aktifitas fisik secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Hindari menonton tv terlalu lama dan makan makanan yang berkalori tinggi. 4. Pada obesitas dewasa, kita harus menurunkan berat badannya untuk mencapai berat badan yang diharapkan sesuai dengan tinggi badannya. Diet yang diberikan sekitar 850 kkal/hari, atau kalau ingin menurunkan berat badan 500 gram/minggu, kurangi kalorinya 500 kkal/hari. Selain itu dorong untuk melakukan aktifitas, baik sendiri-sendiri maupun berkelompok. Mendorong anak agar mau melakukan interaksi dengan teman-temannya. b. Penatalaksanaan Medis  Terapi pengobatan Ada 2 jenis utama obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi obesitas: 1. Obat anti obesitas yang mengurangi nafsu makan, obat ini bekerja dengan

cara

meningkatkan

kadar

neurotransmitter

pada

persambungan diantara ujung-ujung syaraf di otak ( sinaps ). Macam-macam obat anti obesitas :

29



Fenfluramin ( fen ) dan deksfenfluramin, kedua obat ini menekan

nafsu

makan

terutama

dengan

meningkatkan

pelepasan serotonin oleh sel-sel syaraf. Efek dari fen dapat menyebabkan hipertensi pulmoner dan efek dari deksfen menyebabkan katup jantung. 

Fentermin, menekan nafsu makan dengan menyebabkan pelepasan norepinefrin oleh sel-sel syaraf.

2. Obat yang menghalangi penyerapan zat gizi dari usus, antara lain : orlistat (menghalangi penyerapan lemak di usus).

30

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Penyakit degeneratif adalah penyakit yang mengiringi proses penuaan

penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia. Penyakit degeneratif merupakan istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Beberapa jenis penyakit degeneratif antara lain: osteoporosis, stroke, penyakit jantung, asam urat, DM, kolesterol, obesitas, dll.

3.2

Saran Dalam kenyataannya sekarang ini, penyakit degeneratif yang biasa dialami

oleh orang lanjut usia ternyata sudah dialami pada usia relatif muda. Tentunya hal ini berkaitan dengan pengaturan pola makan yang tidak benar. Untuk itu perlu kita upayakan pemberian pola makan yang benar sejak bayi balita dan seterusnya dalam pola yang seimbang.

31

DAFTAR PUSTAKA Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006 Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Katahn, Martin. 1987. Program 28 Hari Tanpa Diet. Semarang : Dahara prize. Khomsan, Ali. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Bogor : IPB Press. Mansjoer, arif. Dkk.2009, kapita selekta kedokteran . Jakarta. Media aesculapius Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby Mc.Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America : Mosby

Efendy,Y.H. 1992. Tinjauan Sekilas Tentang Obesitas. Jurnal Jurusan Gizi dan Masyarakat dan Sumber Daya Masyarakat, Vol. 1, No.1. Bogor : Institute Pertanian Bogor. Manuaba, I.A. 2004. Dampak Buruk Obesitas. http://www.balipost.co.id/balipost/ 2004/3/7/cez.htm. Poerwandari, E.K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologis. Depok; Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Steven B, Halls. 2003. Relationship Between The Body Mass Index and Body Compotition Article : Review and Comment (last edited 10 November, 2003), Copyright.

Related Documents


More Documents from "NUR ATHIFAH"

Lk Asfiksia.docx
November 2019 30
Sap Herlina Tb Paru.docx
November 2019 35
Lambang Stifar.docx
May 2020 17