PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA BIOLOGI SISWA KELAS IX C MADRASAH TSANAWIYAH AN-NUR TANGKIT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING Surya Okta Melisa1), Try Susanti2), Syahran Jailani3) Madrasah Tsanawiyah An-Nur Tangkit, Muaro Jambi1) Program Studi Pendidikan Biologi, Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha, Jambi 2) 1)
[email protected], 2)
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini membahas tentang Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Biologi melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing di kelas IX C Madrasah Tsanawiyah An-Nur Tangkit. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan desain penelitian tindakan model Kurt Lewin yang terdiri atas 4 tahapan yakni Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan Refleksi (Reflection). Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan teknik test dan ceklist pengamatan. Penelitian menemukan bahwa adanya peningkatan hasil belajar IPA Biologi siswa yang pada pra tindakan didapati sebesar 52,38% siswa yang tuntas. Pada siklus I aktivitas belajar siswa dikategorikan masih kurang aktif, namun hasil belajar siswa meningkat dari hasil belajar sebelumnya dengan 71,43% siswa yang mencapai indikator keberhasilan. Sedangkan pada siklus II Pembelajaran dengan Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terjadi peningkatan yang lebih baik lagi pada aktivitas siswa dengan kategori sangat aktif dan hasil belajar siswa lebih meningkat yaitu 90,48% yang mencapai Indikator Keberhasilan. Hasil penelitian ini menyarankan agar guru menerapkan Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dalam Pembelajaran IPA Biologi Kata Kunci : Snowball Throwing, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan tidak pernah lepas dari permasalahan, baik masalah yang bersumber dari peserta didik, tenaga pendidik, maupun faktor penunjang terselenggaranya proses pendidikan. Hal ini terjadi karena pendidikan sebagai pilar kemajuan bangsa secara terus menerus mengalami perkembangan mengikuti perkembangan ilmu dan tekhnologi. Untuk itu, kompetensi seorang guru juga semestinya selalu ditingkatkan terutama kompetensi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang berkualitas bisa dicapai apabila guru sebagai pemegang kunci keberhasilan pembelajaran memahami prinsip dasar pembelajaran.
Menurut Lufri[6], prinsip dasar pembelajaran adalah mengembangkan potensi anak didik (kognitif, afektif, psikomotor atau dalam paradigma baru dikenal istilah kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan skill) secara optimal. Oleh karena itu, perlu dirancang strategi pembelajaran, (1) bagaimana guru mengajar, mendidik dan melatih secara tepat, (2) bagaimana guru memotivasi anak didik supaya belajar dan mengembangkan kompetensinya secara optimal, (3) bagaimana anak didik memiliki akhlak mulia, (4) faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan belajar anak didik, (5) bagaimana guru bisa menjadi teladan
dalam berperilaku, (6) bagaimana seharusnya peran guru dalam pembelajaran. Belajar mengajar akan terasa lebih semangat dan lebih hidup apabila siswa bisa terlibat aktif secara langsung seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar itu akan lebih baik, jika si subjek belajar mengalami atau melakukannya jadi tidak bersifat verbalistik.[13] Belajar aktif merupakan pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa, mental, intelektual dan emosional untuk memperoleh hasil belajar. Keaktifan siswa merupakan hal yang paling mendasar dalam proses belajar mengajar. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah. Siswa harus lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasi. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi. Hal ini membuat suasana kelas menjadi kondusif. Siswa dapat melibatkan kemampuan semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan membentuk pengetahuan dan keterampilan yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Mata pelajaran biologi seharusnya menjadi pelajaran yang menantang sekaligus menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 dimana tujuan mempelajari biologi yaitu: 1) mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling keterkaitannya dengan IPA lainnya; 2) mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri; 3) membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; 4) memupuk sikap ilmiah
yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. Berdasarkan pengalaman peneliti selama PPL dan mengajar di Madrasah Tsanawiyah An-Nur Tangkit dan wawancara dengan guru biologi. Guru sudah menggunakan beberapa metode dalam proses belajar mengajar, namun aktivitas siswa masih rendah. Siswa belum sepenuhnya memperhatikan dan memahami materi pelajaran, masih ada siswa yang ribut dalam belajar, berbicara dengan teman, menopang dagu dimeja, akibatnya proses pembelajaran tidak berjalan dengan efektif. Sehingga akhirnya guru banyak menggunakan metode ceramah saja dalam mengajar. Rendahnya aktivitas siswa berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah, banyak nilai siswa yang masih belum mencapai nilai KKM yaitu 75. Dari 21 orang siswa yang mencapai KKM hanya 8 orang dan yang belum mencapai KKM ada 13 orang siswa., rata-rata nilai siswa adalah 68 Kenyataan yang ditemukan tersebut tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja, harus ada usaha perbaikan yang dilakukan guru. Perbaikan yang diperlukan adalah dapat menyentuh kelemahan proses pembelajaran baik dari pihak guru maupun siswa. Salah satu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran di atas adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ideide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka. Kegiatan kerja sama yang dibangun dalam pembelajaran kooperatif akan membantu siswa yang berkemampuan kurang untuk memahami materi pelajaran karena mereka terlibat langsung dalam pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran kooperatif siswa dibiasakan untuk membangun
semangat kebersamaan dalam kelompok sehingga setiap siswa merasa bertanggung jawab terhadap kesuksesan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif yang dianggap tepat dan sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa di Madrasah Tsanawiyah An-Nur Tangkit, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. “Tipe ini dapat menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang dipadukan melaui suatu imajinatif membentuk dan melempar bola salju. Siswa dituntut mampu membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan, sehingga siswa akan aktif dalam kelompoknya dan siswa akan banyak berkomunikasi dengan anggota lain dengan sendirinya siswa akan termotivasi untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru.[9] Berdasarkan permasalahan dan akibat yang ditimbulkannya terhadap rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa maka akan dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Biologi siswa kelas IX C Madrasah Tsanawiyah An-Nur Tangkit dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA Biologi siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. KAJIAN TEORI 1. Kooperatif Learning Tipe Snowball Throwing Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing adalah model pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju. Dibentuk kelompok yang diwakili ketua
kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing- masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyan) lalu dilempar ke siswa lain yang masingmasing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.[4] Adapun sintaks tipe pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut :[4] a. guru menyampaikan materi yang disajikan b. guru membentuk kelompokkelompok dan memanggil masingmasing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi c. masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masingmasing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya d. kemudian masing-msing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok e. kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dillempar dari satu siswa ke siswa lain selama ± 15 menit f. setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan lalu diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian g. evaluasi h. penutup Kelebihan dari model Snowball Throwing diantaranya adalah melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan. Sedangkan kelemahan dari model ini yakni pengetahuan tidak luas hanya berkuat pada pengetahuan sekitar siswa serta tidak efektif.[16]
2. Aktivitas Belajar Siswa Belajar itu dapat membina moralitas seseorang, yang mungkin melalui berinteraksi dengan pribadi-pribadi manusia yang lain. Belajar adalah suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin terwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.[13] Aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki melalui aktivitas.[3] Belajar bukanlah hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.[12] Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.[10] Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Aktivitas siswa tidak cukup hanya dengan mendengarkan atau mencatat seperti yang lazim dilaksanakan selama ini. Akan tetapi perlu adanya aktivitasaktivitas positif lain yang dilakukan oleh siswa. Menurut Diedrich dalam Sardiman membuat suatu data yang berisi 177
macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:[21] a. visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain b. oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi c. listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato d. writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin e. drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram f. motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak g. mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, me-mecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan h. emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup. Menurut Diedrich dalam Hamalik, aktivitas siswa digolongkan ke dalam delapan jenis kegiatan, yaitu:[13] (1) kegiatan-kegiatan visual, meliputi kegiatan; membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, pameran, dan mengamati orang lain atau bermain (2) kegiatan-kegiatan lisan, meliputi; menyatakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi (3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, meliputi kegiatan; mendengarkan
(4)
(5) (6)
(7)
(8)
penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, dan mendengarkan suatu permainan kegiatan-kegiatan menulis, meliputi kegiatan; menulis laporan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, mengerjakan lembar kerja, menulis cerita, dan mengisi angket kegiatan-kegiatan menggambar, meliputi kegiatan; menggambar, membuat grafik, diagram peta, dan pola kegiatan-kegiatan metrik, meliputi kegiatan; melakukan percobaan, melaksanakan pameran, menyelenggarakan permainan, dan membuat model kegiatan-kegiatan mental, meliputi kegiatan; mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, dan membuat keputusan kegiatan-kegiatan emosional, meliputi kegiatan; minat, membedakan, berani, dan tenang. Manfaat aktivitas belajar dalam proses pembelajaran adalah: a. siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri b. berbuat sendiri dan akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa c. memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok d. siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga sanggat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. e. memupuk disilpin belajar dan dan suasana belajar demokratis, kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat f. membina dan memupuk kerja sama antara sekolah dan masyarakat, guru dengan orangtua siswa yang bermanfaat dalam pendidikan siswa g. pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkret, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis
h. pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika 3. Hasil Belajar IPA Biologi Proses belajar akan mengahasilakan hasil belajar. Meskipun tujan pembelajaran itu dirumuskan secara jelas dan Baik, belum tentu hasil pengajaran yang diperoleh mesti optimal, karena hasil yang baik itu dipengaruhi oleh-oleh komponen yang lain, dan terutama bagaimana aktivitas siswa sebagai subjek belajar. Suatu proses belajar; mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif.[13] Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nila-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne dalam Suprijono, hasil belajar berupa:[15] a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Hasil belajar digunakan untuk mengetahui sejauh mana taraf keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar. Jadi hasil belajar berupa kemampuan, setelah belajar siswa memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Hasil belajar IPA
Terpadu (Biologi) adalah kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran IPA Terpadu (Biologi). Menurut Nasoetion tujuan pendidikan dikelompokan dalam tiga ranah (domain). Ketiga ranah tersebut adalah:[19] 1. Ranah proses berpikir (Cognitive domain): mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah proses berpikir. 2. Ranah sikap hidup (Afektife domain): berhubungan dengan pandangan siswa dan sikap siswa. 3. Ranah keterampilan fisik (psychomotor domain): berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagianbagiannya. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu penelitian di dalam kelas yang dilakukan guru bertujuan memperbaiki proses pembelajaran.[1] Penelitian ini terdiri atas empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang.[1] Keempat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu 1. Perencanaan, 2. Tindakan, 3. Pengamatan dan 4. Refleksi. Mengacu pada penelitian tindakan kelas model Kemmis Stephan & Mc Taggart (2010) dalam Arikunto. Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs An-nur Tangkit kabupaten Muaro Jambi, yang beralamat di Jl.An-Nur Rt.008/RW.003 Desa Tangkit, Sungai Gelam Muaro Jambi. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX C MTs An-Nur Tangkit pada semester ganjil tahun ajaran 2014-2015. Jumlah siswa 21 orang yang terdiri dari 21 orang siswa perempuan. PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dalam dua siklus. Dari analisa
data hasil belajar siswa dengan penerapan model pembalajaran kooperatif tipe Snowball Throwing terlihat bahwa hasil belajar meningkat. Berdasarkan hasil refleksi pertama diperoleh temuan jumlah siswa yang tuntas memperoleh nilai ≥ 75 ada 15 orang atau 71,43% dari jumlah keseluruhan siswa 21 orang, sedangkan jumlah siswa yang belum tuntas 6 orang atau 28,57% dari jumlah keseluruhan siswa. Selain itu nilai rata-rata kelas sebesar 70,05 dari temuan ini diketahui bahwa siswa kelas IX C dinyatakan belum berhasil mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh sekolah yakni 75% dari nilai KKM 75, sehingga untuk mencapai keberhasilan diperlukan upaya perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran siklus I yang ditemukan oleh guru. diantara upaya yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa siklus II adalah: 1. Guru lebih memotivasi dalam proses belajar mengajar. 2. Guru lebih meningkatkan kemampuan dirinya dalam penguasaan materi dan mengendalikan kelas dalam pemelajaran. 3. Guru lebih memberikan penjelasan dan pemahaman kepada siswa mengenai materi dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan sebagai evaluasi belajar pada siklus sebelumnya 4. Guru lebih memotivasi siswa untuk bekerjasama dalam kelompoknya dan berani untuk mempresentasikan hasil hasil diskusinya didepan kelas. 5. Guru harus meningkatkan kedisiplinan siswa dengan menerapkan fungsi reward dan punishment dalam pembelajaran Sehingga dari hasil refleksi pada pengamatan siklus II didapati adanya peningkatan aktivitas siswa yang lebih aktif dibandingkan pada sikus sebelumnya, selain itu peningkatan hasil belajar siswa pada siklus ini dengan
Frekuensi Siswa
temuan jumlah siswa yang tuntas memperoleh nilai ≥ 75 ada 19 orang siswa atau 90,48% dari jumlah keseluruhan 21 orang siswa, sedangkan jumlah yang belum tuntas sebanyak 2 orang atau 9,52% dari jumlah keseluruhan siswa. Selain itu nilai ratarata yang diperoleh siswa juga meningkat yaitu sebesar 80,24. Dari analisa di atas hasil belajar di atas menunjukkan bahawa proses pembelajaran IPA Biologi yang dilakukan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa selain itu penerapan metode ini dapat menstimulus siswa untuk aktif dalam belajar, dan siswa termotivasi untuk bekerjasama dengan siswa lain. Sehingga proses pembelajaran yang berlangsung lebih menyenangkan dan memberikan siswa pengalaman langsung dalam pemahaman konsep serta teori yang dipelajari, sehingga proses pembelajaran yang berlangsung lebih menyenangkan dan memberikan siswa pengalaman langsung dalam pemahaman konsep serta teori yan dipelajari, sehingga hasi belajar yang diharapkan dapat tercapai. Berikut disajikan Grafik frekuensi siswa yang berhasil dalam pembelajaran IPA Biologi persiklusnya. 20
11
15
19
10 0 1
2
3
Grafik Frekuensi Keberhasilan Siswa (1) Pra Siklus, (2) Siklus 1, (3) Siklus 2 Siklus dua dipandang sudah cukup, karena telah terjadi peningkatan hasil belajar dan siswa telah berhasil mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 75 dari 75% indikator keberhasilan yang ditetapkan sekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran biologi dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX C Pada mata pelajaran IPA Biologi di Madrasah Tsanawisah An-Nur Tangkit. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pemahasan yang tekah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa: Penerapan metode yang sesuai dengan materi yang dipelajari dapat dikolaborasikan dengan metode lain sehingga memberikan hasil yang efektif untuk pencapaian indikator dan tujuan pembelajaran. Sebelum dilakukan pembelajaran IPA Biologi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing, hasil belajar siswa dikategorikan masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang tuntas hanya 11 orang 52,38% dari jumlah keseluruhan siswa 21 orang, sedangkan jumah siswa yang belum tuntas 10 orang atau 47,62% dari jumlah keseluruhan siswa. Selain itu nilai ratarata yang diperoleh siswa sebesar 70,24. Proses pembelajaran pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari hasil belajar pra tindakan yaitu dengan jumlah siswa tuntas 15 orang atau 71,43% dari jumlah keseluruhan siswa 21 orang, sedangkan jumlah siswa yang belum tuntas 6 orang atau 28,57% dengan nilai rata-rata 74,05 selain itu dari proses observasi yang dilakukan untuk aktivitas siswa, siswa dikategorikan kurang aktif. Proses pembelajaran pada siklus II yang diukur melalui lembar observasi, kegiatan belajar siswa dikategorikan sangat aktif dengan meningkatan hasil belajar siswa dikategorikan sangat aktif dengan peningkatan hasil belajar siswa yang tuntas 19 orang atau 90,48% dan jumlah siswa yang belum tuntas sebanyak 2 orang atau 9,52% dari jumlah keseluruhan siswa. Dengan kata lain terjadi peningkatan terhadap hasil belajar siswa sebesar 19,05 dari siklus sebelumnya.
REFERENSI (1) Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rieneka Cipta. 2006 (2) Arikunto, Suharsimi. Suhardjono dan Supardi. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi aksara. 2010 (3) Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. 2004 (4) Komalasari, Kokom. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. 2011 (5) Kunandar. Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas, Jakarta: PT.Raja Grafindo. 2008 (6) Lufri. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: Universitas Negeri Padang. 2010 (7) Miles, Matthew B, dan A. Michael Hubermen. Analisa Data Kualitatif (terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidin), Jakarta: Universitas Indonesia. 1992 (8) Nasoetion. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993 (9) Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi dalam Belajar. Bandung: Rosdakarya. 2004 (10) Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rieneka Cipta 93 (11) S. Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2003 (12) Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2009 (13) Sardiman, Arif. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. 2007 (14) Suharjono. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. 2006 (15) Suprijono, Agus. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009 (16) Widodo, Selamat. Meningkatkan Motivasi Siswa bertanya melalui Model Snowball Throwing dalam
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 2009