Pengolahan Hasil Perikanan

  • Uploaded by: Annisa Galuh Damayanti
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengolahan Hasil Perikanan as PDF for free.

More details

  • Words: 1,269
  • Pages: 5
Annisa Galuh D (13/353748/PN/13494) Kemunduran Mutu Ikan Berdasarkan Analisis Kesegaran Ikan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Setelah ikan mati, ikan akan mengalami penurunan tingkat kesegaran atau kemunduran mutu yang disebabkan oleh aktivitas enzim (autolisis), mikroorganisme maupun kimiawi (oksidasi) dan berakhir pada pembusukan. Urutan proses setelah ikan mati, meliputi: fase pre-rigor, fase rigor (rigor mortis), dan fase post-rigor. Perubahan pre-rigor atau sering dikenal dengan istilah hiperaemia merupakan fase yang terjadi pada ikan yang baru mengalami kematian yang ditandai dengan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003). Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Rigor mortis terjadi pada saat-saat siklus kontraksi-relaksasi antara myosin dan aktin di dalam miofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin (hilangnya kelenturan) yang permanen serta ditandai dengan keadaan otot yang kaku dan keras. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti suplai oksigen berkurang sehingga proses penguraian glukosa menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP). Fase rigor mortis dikehendaki selama mungkin karena proses ini dapat menghambat proses penurunan mutu oleh aksi mikroba. Semakin singkat proses rigor mortis pada ikan maka semakin cepat ikan itu membusuk. Perubahan post-rigor ditandai dengan melunaknya otot ikan secara bertahap Parameter untuk menentukan kesegaran serta kemunduran mutu ikan terdiri atas faktorfaktor fisikawi, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. 1. Kondisi fisik merupakan salah satu parameter yang mudah untuk diamati. Ciri-ciri kondisi fisik ikan segar dan mulai membusuk dapat dilihat melalui tabel dibawah ini. Ikan Segar Kulit - Warna kulit terang dan jernih - Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut. - Warna-warna khusus yang masih ada

Ikan Mulai Busuk - Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak - Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu

terlihat jelas Sisik - Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit lepas Mata - Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung Insang - Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah - Insang tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan Daging - Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung - Daging dan bagian tubuh lain berbau segar - Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan - Daging melekat pada tulang - Daging perut utuh dan kenyal - Warna daging putih

- Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang - Sisik mudah terlepas dari tubuh

- Tampak suram, tenggelam dan berkerut

- Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan - Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung - Daging lunak, menandakan rigormortis telah selesai - Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk - Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan - Daging mudah lepas dari tulang - Daging lembek dan isi perut sering keluar - Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama disekitar tulang punggung

Bila ditaruh di dalam air - Ikan segar akan tenggelam

- Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air 2. Ciri-ciri kesegaran dan kemunduran ikan secara kimia dapat diketahui dengan beberapa analisis, seperti : a. Analysis pH daging ikan. Pada fase rigor mortis pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula pH 6,97,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawasenyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini, pH ikan naik dengan perlahan-lahan dan

dengan semakin banyak senyawa basa purin dan pirimidin yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Junianto 2003). Jadi, dapat disimpulkan bahwa Ikan yang sudak tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandingkan ikan yang masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatile lainnya. b. Analisis kandungan hipoksantin Hipoksantin berasal dari pemecahan ATP, semakin tinggi kandungan hipoksantin maka tingkat kesegaran ikan rendah. Besarnya kadar hipoksantin yang masih dapat diterima oleh konsumen tergantung berbagai faktor diantaranya jenis hasil perikanan dan keadaan penduduk setempat. c. Analisis kadar dimetilamin, trimetilamin atau amoniak Penguraian protein akan menghasilkan senyawa dimetilamin, trimetilamin atau amoniak, jika kesegaran ikan mengalami penurunan maka kandungan nitrogen yang mudah menguap akan mengalami peningkatan. Pola penguraian protein pada ikan laut berbeda dengan ikan darat. Ikan darat akan dihasilkan amonia, sedangkan ikan laut akan dihasilkan dimetilamin dan trimetilamin. Untuk ikan dengan tingkat kesegaran masih tinggi, analisis yang dilakukan adalah dimetilamin, sedangkan trimetil amin untuk ikan dengan tingkat kesegaran rendah. d. Defosforilasi Inosin Monofosfat (IMP) IMP berkaitan dengan perubahan cita rasa daging ikan dan kesegaran ikan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan. e. Analisis kerusakan lemak pada daging ikan Kerusakan lemak terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatis. Proses oksidasi lemak menimbulkan aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kearah cokelat kusam. Bau tengik ini dapat merugikan, baik pada proses pengolahan maupun pengawetan, karena dapat menurunkan mutu dan harga jualnya. Analisis kerusakan lemak dapat dilakukan dengan analisa kandungan peroksidanya atau jumlah malonaldehida yang biasanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric acid). 3. Pengujian ikan secara mikrobiologi dapat dilakuan dengan penentuan Total Plate Count (TPC) yaitu perhitungan jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media

agar) dan diinkubasi selama 24 jam. Batas maksimum bakteri untuk ikan segar yaitu 5x10 5 koloni/gram (SNI 01-2346-2006). Ikan secara alamiah sudah membawa mikroorganisme, pada saat hidup ikan memiliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme sehingga tidak terlihat selama ikan masih hidup dan setelah ikan mati, bakteri-bakteri menyerang tubuh ikan. Mikroorganisme yang dominan penyebab kerusakan berupa bakteri karena kandungan proteinnya tinggi, kadar airnya tinggi, dan pH daging ikan mendekati netral sehingga menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri. Kegiatan bakteri erat kaitannya dengan suhu. Proses kemunduran mutu ikan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses kimia maupun fisis dapat dihambat melalui beberapa perlakuan, seperti penambahan es, es+garam, maupun diletakan dalam refrigerator sehingga ikan tetap dalam kondisi segar sampai jangka waktu yang cukup lama. Perkembangbiakan bakteri pada ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu yang digunakan, pertumbuhan bakteri semakin dihambat sehingga sistem rantai dingin harus diterapkan untuk mempertahankan ikan dalam kondisi dingin sampai ikan siap untuk diolah (Gelman et al. 2004). Perlakuan penambahan es, es+garam, penyimpanan ikan dalam suhu ruang maupun penyimpanan dalam refrigerator akan menghasilkan lama waktu penyimpanan yang berbeda beda. Es yang pantas digunakan untuk penyimpanan ikan terbuat dari air bersih dan berbentuk hancuran. Es berbentuk hancuran atau es curah berfungsi untuk menghindari luka-luka atau memar pada ikan dan kontak langsung antara es dengan ikan menjadi lebih baik. Air yang berasal dari cairnya es akan menghanyutkan substansi-substansi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme sehingga pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat dan secara langsung dapat memperpanjang kesegaran ikan sampai jangka waktu yang cukup lama. Bahkan bila ikan-ikan itu tetap disimpan dalam suhu antara 0-2,5 °C kondisinya akan tetap segar dan lebih terjamin mutunya jika dibandingkan dengan penyimpanan ikan pada suhu ruang saja (Ilyas 1983). Sedangkan, penambahan garam pada es dan ikan akan membuat waktu penyimpanan ikan akan berlangsung lebih lama lagi, hal ini dapat disebabkan karena terjadinya penurunan titik beku akibat penambahan garam. Penyimpanan ikan pada suhu dingin dalam lemari es (refrigerator) mampu memperpanjang umur simpan ikan hingga beberapa hari, sedangkan dalam

lemari pembeku (freezer) akan memperpanjang masa simpan lebih lama lagi yaitu hingga berbulan-bulan tergantung suhu yang digunakan (Pandit et al. 2007).

Related Documents


More Documents from ""

Pengolahan Hasil Perikanan
October 2019 31
Referat Imd.docx
November 2019 41
Sap Kb.docx
May 2020 30
Bisnis Plan Travel.doc
December 2019 35
Diet Lunak New.docx
May 2020 27