Pengetahuan

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengetahuan as PDF for free.

More details

  • Words: 2,603
  • Pages: 11
0

PENGETAHUAN, BAHASA, DAN TRADISI DALAM HERMENEUTKA GADAMER DAN RELEVANSINYA BAGI ILMU-ILMU KEAGAMAAN

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah "Filsafat Ilmu: Topik-Topik Epistemologi" Dosen Pengampu Dr. Alim Roswantoro, M.Ag.

Disusun Oleh Arif Al Wasim, S. Pt. NIM 08216593

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAHQIQ AL-KUTUB YOGYAKARTA 2009

1

PENGETAHUAN, BAHASA, DAN TRADISI DALAM HERMENEUTKA GADAMER DAN RELEVANSINYA BAGI ILMU-ILMU KEAGAMAAN I. Pendahuluan Hermeneutika sebenarnya merupakan topik lama, namun kini muncul kembali sebagai sesuatu yang baru dan menarik, apalagi dengan berkembangnya ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Sastra sebagai bagian ilmu humaniora merupakan salah satu bidang yang sangat membutuhkan konsep hermeneutika ini. Dengan demikian, hermeneutika seakan-akan bangkit kembali dari masa lalu dan dianggap penting. Hermeneutika Baru muncul sebagai sebuah gerakan dominan dalam teologi Protestan Eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan titik fokus dari isu-isu teologis saat ini. Untuk memahami substansi hermeneutika, sebenarnya dapat dikembalikan kepada sejarah filsafat dan teologi, karena hermeneutika tampak dikembangkan dalam kedua disiplin tersebut. Selanjutnya, perkembangan pemikiran tentang hermeneutika secara lambat laun merebak ke berbagai area disiplin lainnya, termasuk juga pada disiplin sastra. Secara lebih umum, hermeneutika di masa lampau memiliki arti sebagai sejumlah pedoman untuk pemahaman teks-teks yang bersifat otoritatif, seperti dogma dan kitab suci. Dalam konteks ini, dapatlah diungkapkan bahwa herme-neutika tidak lain adalah menafsirkan berdasarkan pemahaman yang sangat mendalam. Dengan perkataan lain, menggunakan sesuatu yang “gelap” ke sesuatu yang “terang”. Secara etimologis kata “hermeneutika” itu berasal dari bahasa Yunani, kata kerja “Hermeneuein” yang berarti menafsirkan atau menginterpretasi, kata benda “hermenia’ yang berarti penafsiran atau interpretasi. Dari kata kerja hermeneuein dapat ditarik tiga bentuk makna dasar dalam pengertian aslinya, yaitu: (1) mengungkapkan kata-kata, misalnya to say; (2) menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi; (3) menerjemahkan, seperti didalam transliterasi bahasa asing. Ketiga makna itu bisa diwakilkan dengan bentuk kata kerja inggris

2

“to interpret”, namun masing-masing dari ketiga makna tersebut membentuk sebuah makna yang independen dan signifikan bagi interpretasi.1 Pada mitologi Yunani kuno, kata hermeneutika merupakan derivasi dari kata Hermes, yaitu seorang dewa yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa kepada manusia. Menurut versi mitos lain, Hermes adalah seorang utusan yang memiliki tugas menafsirkan kehendak dewata dengan bantuan kata-kata manusia. Pengertian dari mitologi ini kerapkali dapat menjelaskan pengertian hermeneutika teks-teks kitab suci, yaitu menafsirkan kehendak tuhan sebagaimana terkandung di dalam ayat-ayat kitab suci. Secara teologis peran Hermes tersebut dapat dinisbahkan sebagaimana peran Nabi, bahkan Sayyed Hossein Nashr menyatakan bahwa Hermes tersebut tidak lain adalah Nabi Idris a.s.2 Jadi disni dapat disimpulkan bahwa hermeneutika adalah ilmu dan seni menginterpretasikan (the art of interpretation) suatu teks/kitab suci. Sedangkan dalam perspektif filosofis, hermeneutika merupakan aliran filsafat yang mempelajari hakikat hal mengerti atau memahami sesuatu. Sesuatu yang dimaksud disini dapat berupa teks, naskah-naskah kuno, peristiwa, pemikiran dan kitab suci, yang kesemua hal ini adalah merupakan objek penafsiran hermeneutika.

II. Hans Georg Gadamer Hans Georg Gadamer dilahirkan Marburg, pada tanggal 11 Februari 1900. Latar belakang pendidikan formalnya adalah studi bahasa-bahasa dan kebudayaan klasik serta filsafat. Ia belajar filsafat kepada Richard Hoenigswald di Breslau, Nicolai Hartmann dan ahli filsafat neo-Kantian Paul Natorp di Marburg. Tahun 1922 ia lulus dengan disertasi The Essence of Pleasure and Dialogue in Plato. Pada tahun 1923 ia bertemu Edmund Husserl dan Martin Heidegger di Frieberg. Ia menulis disertasi doktoralnya yang kedua di bawah bimbingan

1 2

Hamidi, Jazim. 2005: Hermeneutika Hukum, Yogyakarta, UII Press. hal. 20. Nasr, Sayyed Hossein. 1989: Knowledge and The Secred, State university press, New York. hal. 71

3

Heidegger. Pada tahun 1929 diangkat menjadi dosen luar biasa di Universitas Marburg, dan pada tahun 1937 diangkat menjadi profesor filsafat di Marburg, Tahun 1939 ia menjadi guru besar di Universitas Leipzig. Pada 1947 menduduki jabatan di Universitas Frankfurt-am-Main. Dua tahun kemudian ia menggantikan Karl Jaspers sebagai Profesor Filsafat di Heidelberg, dan menjadi Profesor Emeritus pada tahun 1968. Ia mengajar di Heidelberg selama lebih dari 50 tahun dan menjadi profesor tamu di berbagai universitas di dunia Tahun 1960 ia menerbitkan Truth and Methods. Karya ini pada dasarnya merupakan dukungan sangat berharga terhadap karya salah satu gurunya, Heidegger. Dalam karyanya ini, ia mengemukakan argumen-argumen berupa analisis kritis terhadap bahasa, kesadaran sejarah, dan pengalaman estetik. Di sini ia juga menuangkan pemikirannya tentang perpaduan cakrawala (fusion of horizon) antara pemikiran Kant, Dilthey dan Aquinas, serta gagasan-gagasannya sendiri.3 Selain dipengaruhi oleh Heidegger, Gadamer juga dipengaruhi oleh Plato, beberapa

tema

Neo-Kantianisme,

Hegel

(khususnya

dalam

negativitas

pengalaman). Gadamer juga melihat adanya kesinambungan Neo-Kantianisme dengan fenomenologi Husserl. Namun, perluh dicatat bahwa hermeneutika Gadamer kendati dekat dengan Hegel, tidak bertolek dari subjektivisme yang implisit pada Hegel dan semua metafisika sebelum Heidegger. Meskpun dekat dengan Plato, Gadamer tidak mengendalikan doktrin ide Plato maupun konsepsinya tentang kebenaran dan bahasa.4

III. Pengetahuan, Bahasa, dan Tradisi dalam Hermeneutika Gadamer Fenomena hermeneutika dalam pandangan Gadamer pada dasarnya sama sekali bukan suatu masalah metode, sehingga tujuan penelitiannya bukan hanya merumuskan logika yang dipakai dalam berbagai bidang kegiatan untuk mengetahui, tujuannya juga bukan menyususn suatu teori umum interpretasi. 3

Rahardjo, Mudjia. 2007: Hermeneutika Gadamerian, Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gus Dur. Malang: UIN Malang Press. Hal 112. 4 Poespoprodjo. 2004: Hermenutika. Bandung: Pustaka Setia. Hal 93.

4

Hermeneutika dipandang sebagai suatu teori pengalaman yang sesungguhnya, sebagai suatu usaha filosofis untuk mempertanggungjawabkan pemahaman, dan sebagai suatu proses ontologis di dalam diri manusia Gadamer berusaha untuk memahami pemahaman sekomprehensif mungkin. Ia berpendapat bahwa tugas paling fundamental dari hermeneutika bukanlah mengembangkan suatu prosedur pemahaman, tetapi meneliti "apa yang selalu terjadi" manakala kita memahami. Hermeneutika adalah penelitian tentang semua pengalaman pemahaman. Gadamer merumuskan pemahaman sebagai suatu masalah ontologis.5 Berkaitan dengan hal itu, penting bagi kita untuk mengerti apa yang ditekankan Gadamer mengenai horizon. Ia menekankan bahwa seseorang memahami menurut horizon sejarah tertentu. Horizon yang dimaksudkan Gadamer adalah bentangan visi yang meliputi segala sesuatu yang bisa dilihat dari sebuah titik tolak khusus. Kita selalu berada pada titik tertentu dan dimana kita berada selalu mempengaruhi apa yang kita lihat. Dengan demikian yang perlu dilakukan adalah memperluas horizon kita seluas-luasnya serta terbuka terhadap horizon baru. Dalam filsafat hermeneutika khususnya pada peristiwa memahami atau menginterpretasi sesuatu, subyek (interpreter) tidak dapat memulai upayanya dengan mendekati obyek pemahamannya sebagai tabula rasa (tidak bertolak dari titik nol). Sebab setiap orang terlahir kedalam suatu dunia produk sejarah yang selalu menjalani proses menyejarah terus menerus, yakni tradisi yang bermuatan nilai-nilai, wawasanwawasan, pengertian-pengertian, asas-asas, arti-arti, kaidah-kaidah, pola-pola perilaku dan sebagainya, yang terbentuk dan berkembang oleh dan dalam perjalanan sejarah. Jadi, tiap subyek, terlepas dan tidak tergantung dari kehendaknya sendiri, selalu menemukan dirinya sudah berada dalam suatu tradisi yang sudah ada sebelum ia dilahirkan (Befindlichkeit: ia menemukan dirinya sudah ada disitu).6 Lewat proses

5

Poespoprodjo. 2004: Hermenutika. Bandung: Pustaka Setia. Hal 94 Sidharta, Arief. makalah Hermeneutik: landasan kefilsafatan ilmu hukum dalam Bahan Kuliah/Handout Mata Kuliah Filsafat Hukum, pada program doktor (S3) Ilmu Hukum UII Yogyakarta, tahun 2007, hal 9. Dikutip oleh Ahmad Zaenal Fanani. 2009: Hermeneutika Hukum Sebagai Metode Penemuan Hukum: Telaah Filsafat Hukum. Pdf file, diunduh dari www.badilag.net pada 15 April 2009.

6

5

interaksi dengan dunia sekelilingnya, tiap orang menyerap atau diresapi muatan tradisi tersebut, dan dengan itu membentuk pra-pemahaman terhadap segala sesuatu, yakni prasangka berupa putusan yang diberikan sebelum semua unsur yang menentukan sesuatu atau suatu situasi ditelaah secara tuntas, dan dengan itu juga terbentuk cakrawala pandang, yakni medan pengamatan (range of vision) yang memuat semua hal yang tampak dari sebuah titik pandang subyektif tertentu. Pra pemahaman dan cakrawala pandang itu akan menentukan persepsi individual terhadap segala sesuatu yang tertangkap dan teregistrasi dalam wilayah pandang pengamatan individu yang bersangkutan. Dalam dinamika proses insterpretasi, prapemahaman dan cakrawala pandang dapat mengalami pergeseran, dalam arti meluas, melebar dan meningkat derajat kedalamannya. Pergeseran ini dapat mengubah pengetahuan subyek, karena akan dapat memunculkan hal-hal baru dan aspek-aspek baru dari hal-hal yang tertangkap dalam cakrawala pandang. Proses interpretasi itu berlangsung dalam proses lingkaran pemahaman yang disebut lingkaran hermeneutik (hermeneutische zirkel), yakni gerakan bolak-balik antara bagian atau unsur-unsur dan keseluruhan sehingga terbentuk pemahaman yang utuh. Dalam proses pemahaman ini, tiap bagian hanya dapat dipahami secara tepat dalam konteks keseluruhan, sebaliknya keseluruhan ini hanya dapat dipahami berdasarkan pemahaman atas bagian-bagian yang mewujudkannya. Lingkaran pemahaman ini dimungkinkan, karena pada diri interpreter sudah ada cakrawala pandang dan pra-pemahaman yang terbentuk lewat interaksi dengan tradisi yang didalamnya ia menjalani kehidupan. Bertolak dari pra-pemahaman dalam kerangka cakrawala pandangnya tentang interpretandum (ihwal yang mau dipahami) sebagai suatu keseluruhan, interpreter berusaha menemukan makna dari bagian-bagian lalu berdasarkan pemahaman atas bagian-bagian tersebut dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya berupaya memahami interpretandum, hasilnya disorotkan pada bagian-bagian guna memperoleh pemahaman yang lebih tepat untuk kemudian hasilnya disorotkan balik pada keseluruhan, dan demikian seterusnya sampai tercapai suatu pemahaman yang utuh dan tepat.7

Dalam pandangan Gadamer, penafsiran bukanlah proses psikologi empati, melainkan proses membiarkan signifikansi suatu objek atau tindak 7

Ibid.

6

intensional mengemuka sendiri. Interpretasi merupakan suatu fusi horizon dimana suatu objek atau tindak yang bermakna yang berasal dari suatu dunia konseptual diterjemahkan ke dalam pengertian yang sesuai bagi orang lain.8 Gadamer

mengemukakan

gagasan

tentang

perluasan

cakrawala

pemahaman. Proses memperluas cakrawala pemahaman dalam lingkaran hermeneutis ini tidak pernah berhenti untuk menghasilkan sebuah kebenaran objektif. Proses ini akan terus berlanjut, mengembangkan dan memperluas horizon dan wawasan. Dalam upaya memaknai tradisi masa lalu, seorang interpreter akan memahami dengan wawasan kekinian. Di sini jarak dengan masa lalu tidak diatasi dengan hanya mengkonstruksi kembali makna di masa lalu tetapi memahaminya dengan horizon kekinian. Dalam dialog tersebut terjadi perbenturan antara cakrawala pemikiran interpreter dengan author. Horizon bagi Gadamer adalah kepenempatan (situatedness) semua penafsiran yang terjadi dalam suatu wacana. Horizon bergrak sewakru interpreter yang memandang horizon itu juga bergerak. Fusi merupakan pertemuan dua horizon sehingga menyatu, yakni ketika perbedaan antar horizon telah dihilangkan. Fakta keterjeratan manusia pada tradisi tertentu menegaskan human funitude sebagai pusat ontologis. Medium yang menjadi wahana bagi manusia untuk menyadari keterjeratannya dalam suatu tradisi tertentu adalah bahasa. Dalam bahasa, alam historis kita dan relasi kita dengan dunia diperantarai dan pemahaman-pemahaman baru pun diproduksi. Gadamer menolak ide bahwa bahasa adalah tempat penemuan dan pencapaian keterbatasan kita9 Untuk memahami keterbatasan, kita harus mulai dari posisi sentral bahasa. Ia adalah posisi dimana kita menemukan diri kita sendiri. Bahasa tidak dipetik sebagai alat pemahaman diri yang harus ditransendensikan, tetapi bahasa adalah medium yang di dalamnya kita ada dan akan tetap ada. Ia adalah suatu

8

Rahardjo, Mudjia. 2007: Hermeneutika Gadamerian, Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gus Dur. Malang: UIN Malang Press. Hal 116. 9 Roswantoro, Alim. 2007: Tradisi sebagai Rumah dan Bahasa sebagai Jendela Being: Menelusuri Metafisika Gadamer dalam Hermeneutika Filosofisnya dalam Zubaedi. dkk. 2007: Filsafat Barat, dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi sains ala Thomas Kuhn. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal 169.

7

posisi pembukaan ke arah suatu keseluruhan. Bahasa adalah posisi yang darinya dan di dalamnya kita (sedang) berhubungan dengan the totality of being.10 Fusi horizon terjadi melalui perantara dialog bahasa. Bahasalah yang menghubungkan historical horizon dan horizon kekinian interpreter. Bentuk kongkret

kesadaran

historis

terlihat

dalam

kenyataan

sifat

kebahasaan

pemahaman. Dunia ini pada hakikatnya bersifat kebahasaan. Bahasa menempati posisi sentral dalam hermeneutika karena manusia adalah manusia karena mempunyai

bahasa.

Bahasa

dipandang

oleh

Gadamer

sebagai

proses

penyingkapan kenyataan. Bahasalah yang memungkinkan kenyataan dipahami. Bahkan dengan lebih tegas, ia menyatakan "Ada yang dapat dipahami adalah bahasa"11 Kenyataan bahwa tradisi adalah bersifat kebahasaan mempunyai konsekuensi-konsekuensi

hermeneutik.

Pemahaman

tradisi

yang

bersifat

kebahasaan memiliki prioritas khusus dibandingkan dengan tradisi-tradisi lain. Tradisi kebahasaan memang kurang mempunyai kedekatan fisik, tetapi lebih akrab dengan pemahaman karena pemahaman itu sendiri senantiasa bersifat kebahasaan. Dalam hermeneutika filosofisnya, Gadamer mengingatkan bahwa kita berbicara tentang being, atau berhubunjgan dengan the totality of beings, yang selalu berangkat dari ruang terdekat kita sebagai interpreter atau pembaca, yakni "bahasa" dan "tradisi" dimana kita adalah bagian tak terpisahkan dari keduanya. Tradisi dan bahasa merupakan dua kata kunci fundamental hermeneutika filosofis Gadamer. Kedua kata ini adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Being in tradition and language bisa disebut sebagai metafisiknya secara umum. Metafisika ini dapat diformulasikan sebagai Tradition as the house of Being and Language as the window of Being. Pemahaman dan akal selalu disituasikan oleh keduanya. Being selalu tersembunyi dalam keduanya, dan karenanya akal hanya hadir pada diri kita dalam fakta-fakta historisnya yang kongkret, dan bergantung 10

Johnson, P.A., Gadamer: "Incarnation, Finitude, and the Experience of Divine Finitude" dalam Faith and Philosophy: Journal of the Society of Christian Philosophers, vol. 10 Number 4 October 1993, dikutip oleh Roswantoro. 2007. Tradisi sebagai Rumah…. Hal 170 11 Poespoprodjo. 2004: Hermenutika. Bandung: Pustaka Setia. Hal 102-103.

8

pada keadaan-keadaan tertentu yang beroperasi di dalamnya.12 Konsep kebenaran yang diungkapkan oleh Gadamer dapat berarti apa yang secara argumentatif divalidasi oleh the community of interpreters yang membuka diri mereka kepada apa yang tradisi katakan kepada mereka.13

IV. Hermeneutika Gadamer dan Relevansinya bagi Ilmu-Ilmu Keagamaan Dalam proses interpretif terjadi interaksi antara interpreter dan teks, dimana interpreter mempertimbnagkan konteks historisnya bersama dengan prasangka-prasangka sebagai tradisi, kepentingan praktis, bahasa dan budaya. Secara ringkas tergambar dalam skema sebagai berikut:14

Tradisi Pemaknaan Kepentingan praktis Interpreter

KEBENARAN

Text

Konteks Historis

Bahasa Tanggapan Kultur

Bagan Hermeneutika Dialogis Gadamer Kerangka pemikiran Gadamer mengandaikan ada dua pihak yang terlibat dalam interpretasi, antara text dan interpreter. Melalui proses interpretasi dengan perspektif Gadamer, bisa saja seorang interpreter mempunyai interpretasi yang berbeda dengan interpreter lainnya terhadap text yang sama. Hal ini terjadi karena 12

Roswantoro, Alim. 2007: Tradisi sebagai Rumah dan Bahasa sebagai Jendela Being: Menelusuri Metafisika Gadamer dalam Hermeneutika Filosofisnya dalam Zubaedi. dkk. 2007: Filsafat Barat, dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi sains ala Thomas Kuhn. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal 173. 13 Bernstein, Richard. 1985: Beyond Objctivity and Relativism. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Dikutip oleh Roswantoro. 2007: Tradisi sebagai Rumah…. Hal 174. 14 Maulidin. 2003: "Sketsa Hermeneutika". Gerbang No. 14 volume V, hal 3-44. dikutip Rahardjo, Mudjia. 2007: Hermeneutika Gadamerian, Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gus Dur. Malang: UIN Malang Press. Hal 121.

9

perbedaan tradisi dan historical horizon yang melingkupinya. Di sinilah peran penting bahasa, di samping sebagai perangkat interpretasi juga sebagai sarana dialog dan argumentasi antara interpreter untuk saling memahami tradisi dan interpretasi yang dilatar belakanginya. Sebagai implikasi dan relevansi hermenutika Gadamer dalam ilmu-ilmu keagamaan maupun kehidupan beragama, metafisika Gadamer sangat apresiatif terhadap pluralitas agama. Dalam skala yang lebih kecil, pluralitas dalam pandangan-pandangan keagamaan atau perbedaan mazhab dalam kehidupan beragama. Fakta pluralitas tidak harus dimaknai mana yang terbaik, tetapi saling berkomuniksi, bertegur sapa, dan berdialog. Setiap individu yang beragama atau bermazhab saling menghargai prejudices yag diberikan tradisi mereka masingmasing sebagai sumber positif atau pembukaan diri bagi pemahaman. Dengan visi hermeneutik Gadamer, studi Islam dapat lebih banyak mendengar dan berdialog antar disiplin ilmu ataupun interdisiplin ilmu.

V. Penutup Gadamer menyadarkan bahwa tradisi adalah sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Manusia tidak akan bisa lepas dan senantiasa berada dalam tradisi. Tradisi adalah dasar dan latar belakang adri semua yang mungkin ada. Pemahaman yang timbul dalam diri manusia adalah pemahaman melalui bahasa di dalam tradisi. Pemahaman merupakan peristiwa kebahasaan tradisi. Hal ini menunjukkan betapa penting peran tradisi bagi eksistensi kebudayaan, kelanjutan eksistensi, dan perkembangan kebudayaan. Ketermasukan pada tradisi terjadi melalui bahasa. Memasuki tradisi kebahasaan adalah memasuki kesinambungan arti. Bahasa di samping merupakan perangkat untuk memahami arti, juga sebagai sarana untuk validasi argumentatif dalam usaha saling memahami perbedaan, bahkan untuk menjelaskan konsep kebenaran. Dengan historical horizon dan effective history, pluralitas budaya dan keberagamaan akan berproses menuju suatu harmoni, keselarasan menjadi kawan bukan menjadi lawan. Wallahu a'lam..

10

DAFTAR PUSTAKA

Hamidi, Jazim. 2005: Hermeneutika Hukum, Yogyakarta, UII Press. Poespoprodjo. 2004: Hermenutika. Bandung: Pustaka Setia. Rahardjo, Mudjia. 2007: Hermeneutika Gadamerian, Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gus Dur. Malang: UIN Malang Press. Nasr, Sayyed Hossein. 1989: Knowledge and The Secred. New York: State university press. Zubaedi. dkk. 2007: Filsafat Barat, dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi sains ala Thomas Kuhn. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal 173. Zaenal Fanani, Ahmad. 2009: Hermeneutika Hukum Sebagai Metode Penemuan Hukum: Telaah Filsafat Hukum. Pdf file, diunduh dari www.badilag.net pada 15 April 2009.

Related Documents

Pengetahuan
June 2020 22
Pengetahuan Komputer
May 2020 16
Pengetahuan Emosional
May 2020 15
Pengetahuan Bahan.docx
April 2020 8
Pengetahuan Hp
November 2019 12