Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah Dalam hal ini kita baru membahas pengertian dari kata hadisnya saja, belum soal apa itu hadits Nabi?. Dan untuk ini kami membaginya dalam dua ulasan:
Menurut bahasa: Ada tiga kata yang dijadikan makna dari hadis itu sendiri, yaitu:
Khabar – Ini artinya warta atau berita, dalam istilahnya ini banyak diartikan dengan segala sesuatu yang diperbincangkan atau ucapan yang dipindahkan dari seseorang kepada orang lain atau yang lebih dikenal dengan “ma yatahaddatsu bihi wa yunqalu”. Dari makna ini yang kemudian disebut perkataan “hadis Nabi” Jadid – Artinya baru, ini adalah lawan kata dari qadim yang berarti yang sudah lama. Jadi, hadis bisa juga diartikan dengan sesuatu yang baru jika disandarkan dalam katanya saja, kecuali jika disandarkan pada nabi maka maknanya lain lagi. Qarib – Bermakna yang dekat, atau yang belum lama ini berlangsung atau terjadi, misalnya dalam kalimat “haditsul ahdi bil-Islam” yang artinya orang yang baru masuk Islam. Adapun jamaknya huduts atau hidats.
Jamak dari kata hadis bisa hudtsan atau hidtsan dan biasa juga disebut ahadits. Bahkan jamak yang terakhir disebut inilah yang selalu digunakan untuk mengungkapkan hadis-hadis yang bersumber dari nabi, yakni Ahaditsul Rasul. Perlu diketahui bahwa kata ‘ahadits’ yang merupakan bentuk jamak bukanlah jamak dari kata hadits, melainkan isim jamak, sedangkan kata tunggal atau mufradnya yang sebenarnya adalah dari kata ‘uhdutsah’ yang berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Ini sepaham dengan pendapat Az-Zumakhsyary dalam kitab Al-Kasysyaf. Adapun dalil yang mengungkapkan bahwa hadis bermakna khabar adalah dalam surah AthThur ayat 34: ٍ فَ ْليَأْت ُ ْوا ِب َح ِد ْي َث ِمثْ ِل ِه ِإ ْن كَانُ ْوا صٰ ِدقِيْن “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar.”
Menurut istilah dari ahli hadis Oleh al-Hafidh dalam syarah Al-Bukhary menyebukan soal pengertian hadis ini, yakni ُأ َ ْق َوالُهُ صلى هللا عليه وسلم َوأ َ ْفعَالُهُ َوأَحْ َوالُه “Segala ucaban Nabi saw., segala perbuatannya dan juga segala keadaan beliau.” Dikatakan juga bahwa makna segala keadaan Nabi adalah termasuk juga dengan apa yang diriwayatkan dalam kitab sejarah yang sahih, seperti kelahiran beliau, tempatnya dan segal yang menyangkut dengan itu.
Defenisi hadits Nabi menurut ulama Ushul Hadits Ada yang berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh ulama Ushulul Hadis, yang mana ada penegasan di akhirnya bahwa segala yang disandarkan kepada Nabi hanya pada hal yang berkaitan dengan hukum. Sebagaimana disebutkan: اري ُْرهُ ِم َّما يَتَعَلَّ ُق بِ ِه ُح ْك ٌم ِبنَا ِ َأ َ ْق َوالُهُ صلى هللا عليه وسلم َوا َ ْفعَالُهُ َوتَق “Segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi, yang berkaitan dengan masalah hukum.” Ini artinya, walaupun disandarkan kepada Nabi tapi tidak ada kaitannya dengan soal hukum maka ia tidak termasuk hadis Nabi. Kurang lebih seperti itu maknanya jika kita merujuk pada pendapat ini. Makna Sunnah Nabi
Secara bahasan atau lughat, Sunnah ialah jalan yang dijalani, terpuji atau pun tidak. Karenanya, sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan maka dinamai dengan sunnah walau pun itu kebiasaan tidak baik. Salah satu dasar dari pengertian ini misalnya pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “man tsanna sunnatan hasanatan…” (Barangsiapa mengadakan suatu sunnah (jalan) yang baik…” Dari penggalan hadis di atas memaknai kata sunnah dengan jalan. Adapun menurut istilah sebagaimana pendapat para muhadditsin adalah “Segala yang disandarkan kepada Nabi saw, baik itu perbuatan, perkatann, taqrir (ketetapan), sifat, kelakuan, pengajaran, serta segala perjalanan hidup Rasul, baik itu sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.” Mengenai kata sunnah yang pernah terucap dalam salah satu hadis Nabi adalah pada hadis mengenai dua hal yang telah dihadiskan oleh Rasul kepada kita yang mana ketika menyebut salah satunya, selain Al-Qur’an, menggunakan kata sunnah tersebut, yakni Sunnah RasulNya. Selain itu, sunnah bisa juga diartikan dengan segala dalil syar’i yang telah disepakati oleh fuqaha, yakni Al-Qur’an, hadis Nabi, serta ijtihad para sahabat. Hal ini sejalan dengan himbauan beliau untuk berpegang pada sunnahnya dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Maksud dari Taqrir
Taqrir sendiri adalah ketetapan. Yakni suatu kejadian yang mana pada saat itu Nabi berada di situ dan beliau tidak mengingkari, menyanggah, atau pun menyalahkan tindakan atau perbuatan dari seseorang atau sahabatnya. Sebagai contoh mengenai taqrir adalah ketika Nabi bersabda, “Jangan seseorang kamu bersembahyang, melainkan di bani Quraidhah.” Mengenai ucapan Nabi ini kemudian timbul dua penafsiran dan tindakan dari para sahabat, yang mana satunya memahami secara lahirnya
dan tidak salat Ashar sampai mereka sampai di Bani Quraidhah, sedang golongan satunya lagi memaknainya agar sahabat segera pergi ke tempat itu, sehingga mereka salat Ashar tetap tepat waktu walau belum sampai di sana. Akhirnya tindakan para sahabat itu sampai ke Nabi, namun nabi tidak memberikan komentar apa-apa yang menandakan bahwa keduanya benar dilakukan. Demiikian halnya ketika Khalid bin Walid makan dlab. Nabi tidak ikut memakannya dan kemudian ketika ditanya apakah beliau mengharamkannya, beliau lantas menjawab : “Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeri saya karena itu saya tidak suka memakannya. Makanlah, sesungguhnya dia itu halal.” (HR. Bukhari dan Muslim) Pengertian Khabar dan Atsar Nabi (silahkan merujuk ke halaman ini)
Kedua kata di atas juga bisa dibilang sinonim dari kata hadits nabi, namun walau begitu, defenisinya tetap berbeda dan bisa dikhususkan pada makna umum atau khusus. Sebagian ulama memang berbeda pendapat soal maknyanya, namun secara umum masing-masing sudah punya makna yang tegas dan dimaksudkan untuk apa saja kata tersebut. Perbedaan Hadits dan Sunnah Walau terdengar sama, pada dasarnya keduanya memiliki makna berbeda. Hadits, walau hanya dilakukan sekali atau diriwayatkan oleh seorang perawi saja maka ia sudah bisa dikatakan hadis. Adapun Sunnah, dikhususkan untuk amaliyah yang dilakukan terus-menerus dan turun-temurun atau istilahnya mutawatir., yakni cara Nabi melakukan sesuatu ibadah yang dinukilkan kepada kita dengan amaliyah yang mutawatir pula. Dan walapun penukilannya tidak mutawatir, tapi pelaksanaannya dilakukan mutawatir atau turun temurun, atau singkatnya bisa dikatakan sanadnya tidak mutawatir, tapi amaliyahnya mutawatir, maka ia dinamakan sunnah Nabi. Demikianlah ulasan mengenai pengertian hadits menurut bahasa dan istilah atau defenisi hadis, khabar dan atsar. Walau terdengar sama karena kebiasaan kita selama ini menganggapnya demikian, tapi pada dasarnya masing-masing kata tersebut memiliki defenisi yang berbeda berdasarkan pendapat para fuqaha dan ahli hadis yang dituangkan dalam kitabnya masing-masing. Semoga Anda semua bisa menjadikannya sebagai rujukan untuk karya tulis ilmiah maupun penulisan buku lainnya http://www.caraspot.com/06393-pengertian-hadits-menurut-bahasa-dan-istilah.html LATAR BELAKANG DAN DESKRIPSI HADITS MUDHARABAH pada Prakteknya memang sudah berjalan Pada saat Nabi Muhammad Sebelum diangkat Menjadi Rasul, Yakni Ketika Nabi Muhammad muda bekerjasama dalam Perdagangan Bersama Siti Khadijah - Janda Kaya Raya - pada waktu itu.. Namun Pendapat Para Ahli Hadits Sendiri Mengemukakan dengan Wajah Berbeda Ketika Mendeskripsikan "Hadits" Meskipun Substansinya Sama.
Secara garis Besar ada 3 Pendapat yang Mendiskripsikan Pengertian Hadits : 1. Para Ulama Hadits BerPendapat bahwa Hadits ialah perkataan, perbuatan dan takrir Rasululllah SAW. mulai sejak Nabi Muhammad sudah diangkat menjadi Rasul. 2. Sebagian Ahli Hadits Mengemukakan Bahwa Hadits ialah ucapan, perbuatan, dan takrir Rasulullah SAW. Baik ketika ia menjabat sebagai RAsul Maupun Sebelumnya. 3. Pendapat lain mengemukakan Bahwa hadits Merupakan Perkataan, Perbuatan dan takrir Rasulullah SAW. dan para sahabat - sahabatnya. namun dari Pengertian Hadits diatas, Para ulama lebih sepakat terhadap Pendapat yang pertama , meskipun tidak sedikit yang berpendapat yang llain, bahkan adanya kelompok inkar assunah. dan jumhur ulama sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum islam setelah Al-Qur'an. HADITS TENTANG MUDHARABAH ada dua hadits yang biasa dipakai oleh para mahasiswa dan cendekiawan muslim indonesia khususnya yang biasa dipakai : yakni 1. .. . .
َ اربَة اِ ْشت ََر َ َّاس ْبنُ َع ْب ِد ْال ُم احبِ ِه ِ ص َ ب ِإذَا دَفَ َع ْال َما َل ُم ِ ِّط ِل ُ سيِِّدُنَا ْالعَب َ ََكان َ ط َعلَى َ ض ْ ي ِب ِه دَابَّةً ذَاتَ َك ِب ٍد َر ،ٍطبَة َ َوالَ يَ ْشت َِر، َوالَ يَ ْن ِز َل ِب ِه َوا ِديًا،أ َ ْن الَ يَ ْسلُكَ ِب ِه بَحْ ًرا ُ فَ َبلَ َغ ش َْر، َض ِمن ُ طهُ َر ُسلَّ َم فَأ َ َجازَ ه َ َفَإ ِ ْن فَ َع َل ذَلِك َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو َ ِس ْو َل هللا
)(رواه الطبراني فى األوسط عن ابن عباس
”Adalah Abbas bin Abdul Muththalib, apabila ia menyerahkan sejumlah harta dalam investasi mudharabah, maka ia membuat syarat kepada mudharib, agar harta itu tidak dibawa melewati lautan, tidak menuruni lembah dan tidak dibelikan kepada binatang, Jika mudharib melanggar syarat2 tersebut, maka ia bertanggung jawab menanggung risiko. Syarat-syarat yang diajukan Abbas tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, lalu Rasul membenarkannya”.(HR ath_Thabrani). Hadist ini menjelaskan praktek mudharabah muqayyadah.
2.
المقارضة والبيع الى اجل وخلط البر باالشعير للبيت ال للبيع: ثالثة فيهن البركة ()ااا اااا “Tiga macam mendapat barakah: muqaradhah/ mudharabah, jual beli secara tangguh,
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk
dijual”. (HR.Ibnu Majah).
A. PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR
1. Definisi Al-Hadits Dalam kamus besar bahasa Arab [al-‘ashri], Kata Al-Hadits berasal dari bahasa Arab “alhadist” yang berarti baru, berita. Ditinjau dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, dintaranya: a.
al-jadid (yang baru), lawan dari al-Qadim (yang lama)
b.
Dekat (Qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)
c.
Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercayakan dan dipindahkan dari sesorang kepada orang lain.[1] Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu kabar (kalimat) yang semisal Al-Qur’an itu, jika mereka orang-orang yang benar” (QS. At-Thur: 34).[2] Secara terminologis, hadits ini dirumuskan dalam pengertian yang berbeda-beda diantara para muhadditsin dan ahli ushul.mereka berbeda-beda pendapatnya dalam menta’rifkan Alhadits. Perbedaan tersebut disebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya objek peninjauan mereka masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.[3] Ibnu Manzhur berpendapat bahwa kata ini berasal dari kata Al-Hadits, jamaknya: AlAhadits, Al-Haditsan dan Al-Hudtsan. Ada juga sebagian Ulama yang menyatakan, bahwa ahadits bukan jamak dari haditsyang bermakna khobar, tetapi meruppakan isim jamak.Mufrad ahadits yang sebenarnya, adalah uhdutsah, yang bermakna suatu berita yang dibahas dan sampai dari seseorang ke seseorang.(Hasbi Ashidiqi, sejarah pengantar ilmu hadits : 2) Menurut istilah ahli ushul fiqih, pengertian hadits ialah: كل ماصدر عن النبي صلى هللا عليه وسلم غيرالقرأن الكريم من قول او فعل اوتقرير مما يصله ان يكون دليال لحكم شرع “Hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Qur’an alKarim, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan dengan hukum syara”.
Sedangkan Ulama Hadits mendefinisikan Hadits sebagai berikut: كل ما أثرعن النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير اوصفة خلقية او خلقية “Segala sesuatu yang diberikan dari Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifatsifat maupun hal ihwal Nabi”.[4] Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaan. Kedua hadits tersebut di atas menyatakan bahwa unsur Hadits itu terdiri dari tiga unsur yang ketiga unsur ini hanya bersumber dari Nabi Muhammad, ketiga unsur itu adalah: a.
Perkataan. Yang dimaksud dengan perkataan Nabi Muhammad ialah sesuatu yang pernah dikatakan oleh beliau dalam berbagai bidang.
b.
Perbuatan. Perkataan Nabi merupakan suatu cara yang praktis dalam menjelaskan peraturan atau hukum syara’. Contohnya cara Sholat.
c.
Taqrir. Arti taqrir adalah keadaan beliau mendiamkam, tidak menyanggah atau menyetujui apa yang dilakukan para sahabat. Sementara kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan hadits itu bukan hanya yang berasal dari Nabi SAW, namun yang berasal dari sahabat dan tabi’in disebut juga hadits. Sebagai buktinya, telah dikenal adanya istilah hadits marfu’, yaitu hadits yang dinisbahkan kepada Nabi SAW, hadits mauquf, yaitu hadits yang dinisbahkan pada shahabat dan hadits maqtu’ yaitu hadits yang dinisbahkan kepada tabi’in.Jumhur Al-Muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadits merupakan pengertian yang terbatas sebagai berikut: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, penyataan (taqrir) dan sebagainya” Sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Mahfuzh Al-Tirmizi, yaitu: أن الحديث اليحتث بالمرفوع اليه صلى هللا عليه وسلم بل جاء بلموقوف وهو ما أضيف الى الصحابى والمقطوع وهو ما أضيف للتبعي
Artinya: “Bahwasanya hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’ yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf,yang disandarkan kepada sahabat dn yang maqtu, yaitu yang disandarkan kepada tabi’in” Munzier Suparta (2001:3)
Berdasarkan pengertian hadits diatas maka kami menyimpulkan bahwa hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadits karena ahli ushul membedakan diri Nabi Muhammad dengan manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Ini pun, menurut mereka harus berupa ucapan, perbuatan dan ketetapannya. Sedangkan kebiasaankebiasaan, tata cara berpakaian dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits. Dengan demikian, pengertian hadits menurut ahli ushul lebih sempit dibanding dengan hadits menurut ahli hadits.[5] Disamping itu, ada beberapa kata yang bersinonim (muradif) dengan kata hadits seperti: sunnah, khabar, dan atsar. 2. Definisi As-Sunnah Menurut bahasa sunnah berarti الطريقة محمودة كانت اومذمونة “Jalan yang terpuji atau tercela”.[6] Firman Allah s.w.t “Dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah”. Adapun menurut istilah, ta’rif Sunnah antara lain sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad ajaj al-khathib: م من قول اوفعل اوتقريراوصفةخلقية.ما أثر عن النبى ص Artinya: “Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum Nabi diangkat jadi rasul atau sesudahnya”. Sabda Nabi SAW, لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبرودراعابدراع حتى لودخلواحجرالضب لدخلتموه Artinya:”sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (perjalanan-perjalan) orang yang sebelummu” sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga sekiranya mereka memasuki seorang dan (berupa biawak) sungguh kamu memasuki juga”.[7](HR. Muslim)
Menurut istilah as-sunnah adalah pensarah Al-Qur’an, karena Rasulullah bertugas menyampaikan Al-Qur’an dan menjelaskan pengertiannya. Maka As-asunnah menerangkan ma’na Al-Qur’an, adalah dengan cara: a.
Menerangkan apa yang dimaksud dari ayat-ayat mudjmal, seperti menerangkan waktu-waktu sembayang, bilangan raka’at, kaifiyat ruku’, kaifiyat sujud, kadar-kadar zakat, waktu-waktu memberikan zakat, macam-macamnya dan cara-cara mengerjakan haji. Karena inilah Rasulullah s.a.w. bersabda:
Artinya “ambillah olehmu dariku perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dalam ibadah haji”. a.
Menerangkan hukum-hukum yang tidak ada didalam Al-Qur’an seperti mengharamkan kita menikahi seseorang wanita bersamaan dengan menikahi saudaranya ayahnya, atau saudara ibunya, seperti mengharamkan kita makan binatang-binatang yang bertaring.
b.
Menerangkan ma’na lafad, seperti mentafsirkan al maghdlubi ‘alaihim dengan orang yahudi dan mantafsirkan adldlallin, dengan orang nasroni.[8]
3. Khabar Secara etimologis khabar berasal dari kata :khabar, yang berarti ‘berita’.Adapun secara terminologis, para ulama Hadits tidak sepakat dalam menyikapi lafadz tersebut.sebagaimana mereka berpendapat adalah sinonim dari kata hadits dan sebagian lagi tidak demikian.Karena Khabar adalah berita, baik berita dari Nabi SAW, maupun dari sahabat atau berita dari tabi’in.[9] Sementara Khabar menurut ahli Hadits, yaitu : “Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW”. [10] Ulama lain mengatakan Khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut Hadits. Ada juga ynag mengatakan bahwa Hadits lebih umum dan lebih luas daripada Khabar, sehingga tiap Hadits dapat dikatakan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dikatakan Hadits.[11]Karena itu, sebagian ulama berpendapat bahwa Khabar itu menyangkut segala sesuatu yang datang dari selain Nabi SAW. Sedangkan Hadits khusus untuk segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW.[12] 4. Atsar Atsar dari segi bahasa artinya bekas sesuatu atau sisa. Sesuatu dan berarti pula nukilan (yang dinukilkan). Karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW. Dinamkan doa maksur.[13]
Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara pendapat para ulama. Sedangkan menurut istilah: ماروي عن الصحابة ويحوزاطالقه على كالم النبى ايضا Artinya: “yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat danboleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”.[14]Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu’. (Mudasir : 1999: 32). 5. ANALISIS Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar Dari keempat istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan astar shahih. Dari keempat tema tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema tersebut sangat berguna sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan Atsar.[15] Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut: a.
Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.
b.
Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.
c.
Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.[16]
Namun Sayangnya kedua hadits Tersebut ialah dhaif , hadits Pertama ialah matruk (tidak
dipakai) menurut imam Al - Haitsami karena dalam struktur sanadnya ada Abu Jarud AlA'ma (buta) kadzb (dusta) . oleh karenya imam Al - Haitsami mematrukn hadits tersebut. Lihat Wahbah zuhaely , Al-Fiqhu Al islam Wa adilatuhu juz 5 (10 Juz) Bab Mudharabah begitupun dengan hadits yang ke - 2 .. hadits tersebut dahif, lihat Wahbah zuhaely , AlFiqhu Al islam Wa adilatuhu juz 5 (10 Juz) Bab Mudharabah.. Namun Ibnu Hajr Al atsqalani - muridnya imam Al haitsami - lebih jelas lihat : masih tetap memasukan "hadits pertama" dari Abbas bin Abdul Muthalib sebagai Hadits Ahkam dalam kitab Bulighul Marom. namun meskipun tidak menggunakan kedua Hadits tersebut dalam Al - Quran Sudah dijelaskan dalam Surat Al-Muzammil : 20 dan Al-Baqarah (2): 198 Para sahabat juga telah berijma' tentang kebolehan bermudharabah dan tidak ada yang menyangkalnya.
SINONIM HADITS
A. Terminologi Hadis Nabawi
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui yaitu hadis, sunnah, atsar, dan khabar. Jumhur ulama menyamakan arti hadis dan sunnah, atau dengan kata lain keduanya merupakan kata sinonim (muradif). Hanya saja istilah hadis lebih sering digunakan oleh ulama hadis. Sedangkan ulama ushul fiqh lebih banyak menggunakan istilah sunnah. Nabi sendiri menamakan ucapannya dengan sebutan al-hadis untuk membedakan antara ucapan yang berasal dari beliau sendiri dengan yang lain. Berikut ini uraian dari beberapa istilah di atas:
1. Hadis
Kata hadis secara etimologi (bahasa) berarti al-jadid (baru, antonim kata qadim), alkhabar
yang
berarti
berita
dan
al-Qarib
(dekat).
Sedangkan secara terminologi hadis adalah segala ucapan, perbuatan, ketetapan dan karakter Muhammad Saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi.
2. Sunnah
Sunnah secara etimologi adalah perbuatan atau perjalanan yang pernah dilalui baik yang tercela maupun yang terpuji. Sedangkan secara terminologi sunnah mempunyai
pengertian yang berbeda-beda, karena ulama memberikan pengertian sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.
a.
Menurut ulama ahli hadis, sunnah adalah semua hal yang berasal dari Nabi, baik
perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang lainya. Menurut pengertian ini sunnah bisa meliputi fisik maupun perilaku Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum ataupun sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Mereka memandang Nabi adalah sosok suri tauladan yang sempurna bagi umat Islam, sehingga dalam pandangan mereka segala sesuatu yang berasal dari Nabi; baik yang ada kaitanya dengan hukum maupun tidak adalah sunnah.
b.
Ulama usul fiqh memberikan definisi yang hampir sama, namun mereka
membatasi sunnah hanya dengan yang bisa dijadikan acuan pengambilan hukum. Hal ini disebabkan mereka memandang Nabi sebagai syari’ (pembuat syariat) di samping Allah. Hanya saja ketika ulama usul mengucapkan hadis secara mutlak maka yang dimaksud adalah sunnah qawliyah. Karena menurut mereka sunnah memiliki arti yang lebih luas dari hadis, yaitu mencakup semua hal yang bisa dijadikan petunjuk hukum. bukan sebatas ucapan saja.
c.
Ulama fiqh mendefinisikan sunnah dengan suatu hal mendapatkan pahala bila
dikerjakan namun tidak sampai mendapatkan dosa bila ditinggalkan. Mereka memandang Nabi saw sebagai pribadi yang seluruh perkataan dan perbuatannya mengandung hukum syara’.
3. Khabar dan Atsar
Pengertian khabar dan atsar menurut ulama hadis adalah sama dengan hadis. Namun sebagian ulama berpendapat bahwasannya sesuatu yang berasal dari Nabi adalah hadis. Sedangkan yang berasal dari selain Nabi disebut khabar. Para fuqaha Khurasan menyebut hadis mawquf dengan khabar dan hadis maqthu‘ dengan atsar.
Menurut arti bahasa khabar ialah berita. Jadi, khabar memiliki arti yang hampir sama dengan hadis, karena tahdits (pembicaraan) artinya tidak lain adalah ikhbar (pemberitaan). Secara terminologi khabar ada beberapa pendapat, di antaranya "hadis yang disandarkan pada sahabat", atau "segala berita yang diterima dari selain dari Nabi". Untuk terminologi khabar, peneliti lebih sepakat dengan definisi yang pertama - sebagaimana juga dikemukakan oleh ulama Khurasan- yaitu khabar ialah hadis yang disandarkan pada sahabat (mawquf). Hal ini dimaksud untuk memudahkan klasifikasi serta untuk membedakan antara khabar dengan hadis atau sunnah.
Secara etimologi atsar berarti bekas atau sisa. Sedangkan secara terminologi ada 2 pendapat; (1). Atsar sinonim dengan hadis (2). Atsar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan sahabat1. Pendapat yang kedua ini mungkin berdasarkan arti etimologisnya. Dengan penjelasan, perkataan sahabat merupakan sisa dari sabda Nabi. Oleh karena itu, perkataan sahabat disebut dengan atsar merupakan hal yang wajar.
Dari paparan tentang definisi hadis, sunnah, khabar dan atsar di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan terminologi yang digunakan oleh muhadditsin terkait ruang lingkup dan sumber ke empat definisi tersebut. Hadis atau sunnah memberikan pengertian bahwa rawi mengutip hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw (marfu‘). Sedangkan khabar tidak hanya mencakup hadis marfu‘ saja tetapi juga mengakomodasi hadis mawquf (rawi hanya bersumber dari sahabat saja tidak sampai pada Rasulullah). Bahkan juga yang hanya berhenti sampai tingkatan tabi‘in (maqtu‘) saja. Sedangkan atsar oleh para muhadditsin lebih diidentikkan hanya pada hadis mawquf atau maqtu‘ saja.
Untuk memudahkan pengidentifikasian hadis, maka akan lebih mudah apabila istilah hadis, sunnah, khabar dan atsar dibedakan dalam pendefinisiannya. Hal ini dilakukan bukan untuk mendistorsi makna dari istilah tersebut, tetapi lebih dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi. Selain itu, diharapkan akan lebih mempermudah dalam memahami struktur hadis. Sehingga menurut hemat peneliti, hadis dan sunnah dipergunakan adalah untuk hadis marfu‘, khabar untuk hadis mawquf, dan atsar untuk hadis maqthu‘.