Pengembangan Siti Lestari.docx

  • Uploaded by: Lestari Siti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengembangan Siti Lestari.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,020
  • Pages: 48
PENERAPAN DUL DIS SAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI INDUKSI MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI SMA N 1 KARANGANYAR DEMAK TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Disusun Oleh: NAMA

: SITI LESTARI, S.Pd, M.Si

NIP

: 19880323 201001 2 015

INSTANSI

: SMA N 1 KARANGANYAR DEMAK

SMA NEGERI 1 KARANGANYAR DEMAK Web : www.smanska.sch.id. E-mail : [email protected] Jln. Raya Cangkring No. 08 Telp (0291) 2911674 Karanganyar-Demak 59582

i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama

: SITI LESTARI, S.Pd, M.Si.

Alamat

: Purwosari RT 3/6 Kudus

NIP

: 19880323201001 2 015

Instansi

: SMA N 1 Karanganyar Demak

dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah dengan judul: Penerapan Dul Dis Saw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Induksi Matematika pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018 adalah observasi, pemikiran, dan pemaparan asli yang merupakan hasil karya saya sendiri yang belum pernah dipublikasikan baik secara keseluruhan maupun sebagian, dalam bentuk jurnal, working paper atau bentuk lain yang dapat dipublikasikan secara umum. Karya ilmiah ini sepenuhnya merupakan karya intelektual saya dan seluruh sumber yang menjadi rujukan dalam karya ilmiah ini telah saya sebutkan sesuai kaidah akademik yang berlaku umum, termasuk para pihak yang telah memberikan kontribusi pemikiran pada isi, kecuali yang menyangkut ekspresi kalimat dan desain penulisan. Demikian pernyataan ini saya nyatakan secara benar dengan penuh tanggung jawab dan integritas.

Mengetahui, Kepala SMA N 1 Karanganyar Demak

Demak, 20 Agustus 2018 Yang menyatakan,

Drs. Mulyani M Noor, M.Pd NIP. 19640608 199203 1 007

Siti Lestari, S.Pd, M.Si NIP. 19880323 201001 2 015

ii

D r s . M

CURICULUM VITAE

Nama

: Siti Lestari, S.Pd, M.Si.

Tempat Tanggal Lahir

: Kudus, 23 Maret 1988

No HP

: 085641443392

Jabatan

: Guru (PNS) Mapel Matematika

Pangkat/ Gol

: Penata Muda Tk. I/ III/b

Alamat

: Purwosari RT 3/6 Kudus

Instansi

: SMA N 1 Karanganyar Demak

iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. ii CURICULUM VITAE ............................................................................ iii DAFTAR ISI ......................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian .............................................................. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 6 A. Discovery Learning .............................................................. 6 B. Cooperative Learning Tipe Jigsaw ....................................... 13 C. Modul ................................................................................... 16 D. Kerangka Pemikiran............................................................. 18 E. Hipotesis Penelitian ............................................................. 18 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................. 19 A. Desain Penelitian ................................................................ 19 B. Subyek Penelitian ................................................................ 23 C. Instrumen Penelitian ........................................................... 23 D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 24 E. Teknik Analisis Data ........................................................... 25 F. Indikator Keberhasilan ........................................................ 25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 26 A. Hasil Penelitian .................................................................... 26 B. Pembahasan ........................................................................ 36 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 39 A. Kesimpulan .......................................................................... 39 B. Saran .................................................................................. 39 DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang ada dalam setiap jenjang pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun atas. Pembelajaran matematika membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif. Namun, banyak siswa yang merasa tegang saat belajar matematika dan menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit. Kurangnya

semangat

dan

kesulitan

siswa

dalam

belajar

matematika juga dialami oleh siswa SMA N 1 Karangayar Demak. Hal ini terlihat dari saat siswa diberikan latihan soal yang berbeda dengan contoh maka akan mengaku kesulitan mengerjakan. Selain itu, siswa yang kesulitan mengerjakan soal, maka mudah putus asa dan menyerah. Dalam induksi

pembelajaran

matematika

khususnya

materi

tentang

matematika, kebanyakan siswa tidak begitu minat terhadap

materi tersebut. Pada materi induksi matematika siswa dituntut untuk membuktikan rumus umum dengan metode induksi. Menurut hasil observasi penulis , induksi matematika dianggap oleh siswa sebagai materi pelajaran yang agak sulit karena proses pengerjaannya yang cukup panjang dan manipulasi aljabar dalam proses pembuktian

1

induksinya. Siswa juga masih bingung dalam mengganti dan memisalkan pernyataan dalam langkah induksi. Hal ini menyebabkan siswa ketika melihat soal induksi matematika saja sudah berpikir materi itu sulit dikerjakan. Pemilihan sebuah model pembelajaran merupakan hal yang penting

dalam

mempengaruhi

perencanaan pembelajaran minat

siswa

dalam

karena

akan

pembelajaran yang pada

akhirnya mempengaruhi hasil belajar siswa.

Model

pembelajaran

yang diharapkan akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah model yang mampu membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran dan mampu mengarahkan siswa menemukan sendiri konsep yang akan dipelajari. Discovery Learning pada prinsipnya tidak memberi pengetahuan secara langsung kepada siswa, tetapi sendiri

pengetahuan

yang

baru.

siswa

harus menemukan

Karena

siswa

harus

menemukan sendiri pengetahuannya, maka siswa dituntut aktif dakam pembelajaran di kelas (Thorset, 2002). Dengan demikian, model discovery

learning diharapkan mampu

meningkatkan

kemampuan kritis dan penalaran matematika pada siswa. Penelitian Habriah Ahmad (2015) menunjukkan bahwa discovery learning mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematika pada siswa SMA. Model discovery learning dapat diaksanakan

dengan strategi

pembelajaran kooperatif Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

2

dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap materinya sendiri maupun terhadap materi orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan modul yang disusun berdasarkan prinsip

Discovery

Learning

dan

diterapken

melalui

metode

pembelajaran jigsaw dengan judul “Penerapan Dul Dis Saw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Induksi Matematika pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018”.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas terdapat dua rumusan masalah, “Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Dul Dis Saw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Induksi Matematika pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar materi induksi matematika pada siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018.

3

2. Tujuan Khusus a.

Mendeskripsikan

pembelajaran

Dul

Dis

Saw

untuk

meningkatkan hasil belajar materi induksi matematika pada siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018. b.

Meningkatkan meningkatkan hasil belajar materi induksi

matematika pada siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan secara teoretis dapat memberikan sumbangan pembelajaran matematika, terutama pada pelaksanaan pembelajaran Dul Dis Saw untuk meningkatkan hasil belajar materi induksi matematika pada siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi siswa, Siswa dapat memperbaiki kualitas proses belajar. Diharapkan siswa dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai adanya kebebasan dalam belajar matematika dan siswa dapat mengemukakan ideidenya sehingga siswa dapat meningkatkan penalarannya secara logis.

4

b. Manfaat bagi guru Bersama

guru

matematika

lain,

hasil

penelitian

dapat

dimanfaatkan untuk memperbaiki layanan pembelajaran. Guru dapat menggunakan sebagai bahan masukan untuk memberi materi pembelajaran dengan pembelajaran dul dis saw untuk meningkatkan hasil belajar materi induksi matematika pada siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018. c. Manfaat bagi sekolah, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas layanan pembinaan berkelanjutan. Hasil penelitian ini akan memberikan proses dan hasil pembelajaran matematika.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Discovery Learning 1. Pengertian Discovery Learning Menurut Sund (2003) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip-prinsip. Discovery terjadi apabila siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Yang dimaksud konsep mental adalah proses mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan dan sebagainya. Metode penemuan (discovery) diartikan sebagai prosedur mengajar

yang

mementingkan

manipulasi

obyek

dan

percobaan,

pengajaran, sebelum

perseorangan, sampai

kepada

generalisasi. Sehingga metode penemuan (Discovery) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif (Suryosubroto, 2009). Bruner memakai strategi yang disebutnya discovery learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 2006). Discovery learning adalah memahami

6

konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Sund dalam Malik, 2001). 2. Tahap Discovery Learning Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu

yang

menimbulkan

kebingungannya,

kemudian

dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang

7

dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Memberikan kesempatan peserta

didik

untuk

mengidentifikasi

dan

menganalisa

permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. c. Data collection (pengumpulan data). Ketika

eksplorasi

berlangsung

guru

juga

memberi

kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya

hipotesis, dengan demikian anak didik diberi

kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan

nara

sumber,

melakukan

8

uji

coba

sendiri

dan

sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar

secara

aktif

untuk

menemukan

sesuatu

yang

berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d. Data processing (pengolahan data) Menurut Syah (2004) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta

didik

baik

melalui

wawancara,

observasi,

dan

sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002). Data processing disebut juga dengan pengkodean pembentukan

coding/kategorisasi konsep

dan

yang

generalisasi.

berfungsi Dari

sebagai

generalisasi

tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. e. Verification (pembuktian) Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil

data

processing

(Syah,

9

2004).

Berdasarkan

hasil

pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap

generalisasi/menarik

kesimpulan

adalah

proses

menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan

memperhatikan

hasil

verifikasi

Berdasarkan hasil verifikasi maka

(Syah,

2004:244).

dirumuskan prinsip-prinsip

yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah

atau

prinsip-prinsip

yang

luas

yang

mendasari

pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. 3. Kelebihan Dan Kekurangan Discovery Learning Kelebihan dari model pembelajaran Discovery Learning adalah sebagai berikut: a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

10

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c.

Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan

gagasan-gagasan.

Bahkan gurupun

dapat

bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. i.

Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

j.

Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;

11

Adapun kekurangan dari Model Discovery Learning ini adalah :1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. 4) Pengajaran pemahaman,

discovery

lebih

sedangkan

cocok

untuk

mengembangkan

mengembangkan aspek

konsep,

keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. 5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan

yang dikemukakan oleh para

siswa 6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

12

B. Cooperative Learning Tipe Jigsaw 1. Pengertian Menurut Rusman (2012) Model kooperatif tipe jigsaw adalah model yang mengambil pola cara kerja seuah gergaji (zigzag). Yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujua bersama. 2. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperaif Tipe Jigsaw Pembelajaran

kooperatif

dengan

tipe

Jigsaw

mempunyai karakteristik atau ciri sebagai berikut : a. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dengan memperhatikan keheterogenan. b. Bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. c. Terdapat kelompok asal dan kelompok hasil yang saling bekerjasama. d. Kemudian

terdapat

tiga

konsep

sentral

yang

menjadi

karakteristik cooperative learning sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (2010, h. 237) , yaitu: e. Penghargaan Kelompok Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas criteria yang ditentukan. Sehingga keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan

13

individu

sebagai anggota

kelompok dalam menciptakan

hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. f. Pertanggung

Jawab

Individu

Keberhasilan

kelompok

tergantung pada belajar individual dari semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini menitiberatkkan pada aktivitas anggota kelompok saling membantu dalam belajar. g. Kesempatan

yang

Sama

untuk

Mencapai

Kesuksesan

Cooperative learning menggunakan metode scoring yang mencakup prestasi

nilai

yang

perkembangan diperoleh

berdasarkan

siswa

dari

peningkatan

terdahulu.

Dengan

menggunakan metode skoring ini setiap siswa yang berprestasi rendah,

sedang

dan

tinggi

sama-sama

memperoleh

kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompok. 3. Sintaks Model Pembelajaran Kooperaif Tipe Jigsaw Berikut sintaks model pembelajaran koopertaif tipe jigsaw dapat disajikan pada Tabel 1.2 dalam Miftahul Huda (2013): Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw Fase Tingkah Laku Guru Fase 1 membagi Guru membagi topik topik pelajaran menjadi empat bagian/subtopik

14

Tingkah Laku Siswa Siswamendengarkan informasi yang di jelaskan guru

Fase menjelaskan topik

2 Guru memberikan pengenalan/penjelasan mengenai topik yang akan di bahas pada pertemuan hari itu.

Siswa mendengarkan sekaligus memahami penjelasan informasi yang disampaikan oleh guru

Fase 3 Guru membuat Mengorganisasi kelompok yang kan siswa berisikan 4-6 orang. kedalam kelompokkelompok belajar

Siswa membentuk kelompok sesuai dengan koordinasi dari guru

Fase 4 Guru membagikan Siswa mengerjakan Membimbing subtopik kepada setiap tugas yang diberikan kelompok anggota kelompok oleh guru bekerja dan belajar

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi

Siswa mempresentas

Fase

Tingkah Laku Guru hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasika n hasil kerjanya

Tingkah Laku Siswa ikan hasil kerjanya sekaligus membenarkan hasil kerjanya yang telah di evaluasi oleh guru

Fase 6 Guru mencari caracara Memberikan untuk menghargai baik pengahargaan upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Siswa merasa terhargai atas usaha yang telah dilakukannya, dengan penghargaan yang diberikan oleh guru

Sumber : Miftahul Huda (2013)

15

C. Modul Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis yang memuat seperangkat pengalaman belajar terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013:9). Modul merupakan sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional), dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul (Suprawoto, 2009:2). Dengan demikian, modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing. Hamdani mengemukakan beberapa pengertian tentang modul, antara lain sebagai berikut: 1) modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, pembelajaran,

petunjuk

kegiatan

belajar,

batasan-batasan materi latihan,

dan

mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik

cara untuk

mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara mandiri, 2) modul merupakan alat pembelajaran yang disusun sesuai kebutuhan belajar pada mata pelajaran tertentu untuk keperluan proses pembelajaran tertentu berisi kompetensi, kompetensi dasar yang ingin

16

dicapai (Hamdani, 2011:219). Modul mampu membelajarkan diri sendiri atau dapat digunakan untuk belajar secara mandiri. Siswa diberi kesempatan untuk berlatih, memberikan rangkuman, dan melakukan tes sendiri. Modul merupakan suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan (Nasution, 2010:205), dan merupakan satuan program belajar mengajar yang terkecil yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan (Winkel, 2007:472).

17

D. Kerangka Pemikiran Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika

Siswa terkesan tidak aktif dalam pembelajaran

Siswa menganggap pelajaran matematika sulit

Metode pembelajaran kurang sesuai

Pembelajaran Dul Dis Saw

Hasil belajar

Pelaksanaan pembelajaran Dul Dis Saw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Induksi Matematika pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan maalah di atas, maka hipotesis penelitian tindakan ini adalah “pelaksanaan pembelajaran Dul Dis Saw dapat meningkatkan hasil belajar materi induksi matematika pada siswa kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018”.

18

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action

research).

Penelitian

tindakan

kelas

merupakan

suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang

dilakukan

oleh

siswa

(Suharsimi

Arikunto,

dkk.

2006).

Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggota maka penelitian ini berbentuk individual, artinya peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) di satu kelas saja. Penelitian tindakan kelas dibagi dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observe), serta refleksi (reflect). Kemmis dan McTaggart dalam Suwarsih Madya (1994), yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan

oleh

peserta-pesertanya

dalam

situasi

sosial

untuk

meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut. Model PTK yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Adapun alur kegiatan penelitian tindakan menurut Kemmis dan McTaggart adalah:

19

Secara visual prosedur PTK dapat digambarkan sebagai berikut:

Perencanaan

Refleksi

Siklus 1

pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Siklus 2

Refleksi

Pelaksanaan

Pengamatan Seterusnya sesuai dengan alokasi waktu setiap tahap tindakan yang direncanakan ?

Gambar 3.1 Siklus Prosedur Penelitian Rincian dari tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Siklus 1 1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan meliputi kegiatan: a. Observasi awal/refleksi awal 1) Membuat soal tes awal. 2) Menentukan sumber data

20

3) Menetapkan kelompok. b. Menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan 1) Menentukan tujuan pembelajaran. 2) Menyusun kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Metode Jigsaw untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi. 3) Menyiapkan modul berdasarkan model discovery learning. 4) Menyusun lembar observasi dan catatan lapangan 5) Membuat soal-soal formatif dan lembar kerja peserta didik untuk mengukur penilaian hasil belajar kognitif peserta didik. 6) Mengkoordinasi program kerja pelaksanaan tindakan dengan teman sejawat dan salah satu guru. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan tindakan disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. Adapun urutan kegiatan secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Penyajian materi Penyajian materi dilakukan secara klasikal selama kurang lebih 15-30 menit. Penyajian materi meliputi secara garis besar.

21

b. Belajar dalam kelompok Setelah penyajian materi secara klasikal, selanjutnya siswa akan mengelompok dalam kelompok-kelompok kecil yang telah ditentukan. Setiap kelompok akan diberikan modul yang disusun berdasarkan model discovery learning. c. Tes akhir/Post test Setelah

melakukan

kegiatan

belajar

dalam

kelompok,

selanjutnya siswa kembali ke tempat duduk masing-masing dan bersiap melakukan tes individu. Soal yang diberikan pada siswa pada tes ini adalah sesuai dengan materi sub pokok bahasan yang telah diajarkan. Jawaban tes dicocokkan dan dinilai bersama. Skor yang diperoleh dihitung sebagai kemajuan

individu

dan

penentuan

hasil

belajar

untuk

menentukan ketuntasan belajar individu dan klasikal. Skor kemajuan masing-masing anggota dijumlah dan dirata-rata sebagai skor kelompok. d. Pemberian penghargaan Setelah melakukan penghitungan skor kelompok, maka akan diketahui nilai dari masing-masing kelompok. Kelompok yang mendapat skor tertinggi akan diberikan penghargaan berupa tambahan nilai dan diberi predikat sebagai kelompok terbaik.

22

3. Mengamati (observer) Mengamati

dilakukan

selama

kegiatan

pelaksanaan

tindakan berlangsung. Proses pengamatan secara intensif dilakukan oleh guru. Obyek yang diamati meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran.

Pengamatan

dilakukan

berdasarkan

lembar

observasi, disediakan catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi. 4. Merefleksi (reflect) Merefleksi dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan hasil pemahaman siswa. Merefleksi adalah menganalisis data-data yang diperoleh dari tes akhir, observasi, wawancara dan catatan lapangan. Tahap refleksi meliputi kegiatan memahami, menjelaskan dan menyimpulkan data.

B. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 3 SMA N 1 Karanganyar Demak.

C. Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2006), instrumen penelitian adalah suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

23

mengumpulkan data agar lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar observasi/pengamatan Lembar observasi/pengamatan, yaitu lembar yang berisi indikator-indikator proses pembelajaran dalam melaksanakan pengamatan di kelas. Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk memperoleh gambaran tentang pembelajaran dengan menggunakan Model Dus Dis Saw. 2. Tes akhir siklus Berupa tes yang diberikan setiap akhir siklus yang akan digunakan sebagai umpan balik untuk mengetahui perubahan yang terjadi akibat Model Dus Dis Saw terhadap hasil belajar materi induksi matematika siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik observasi atau pengamatan secara langsung untuk mengamati tindakan dengan menggunakan Model Dus Dis Saw. Selanjutnya pada tiap siklus dilaksanakan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa.

24

E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi bermakna. 2. Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi tabular termasuk dalam format matriks, grafis, dan sebagainya. 3. Penyimpulan adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan atau formula yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang luas.

F. Indikator Keberhasilan Proses pembelajaran materi induksi matematika dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar materi induksi matematika pada peserta didik dari siklus I ke siklus berikutnya. Indikator keberhasilan dalam pembelajaran ini tercermin dengan adanya peningkatan rata hasil belajar materi induksi matematika siswa. Keberhasilan pembelajaran dapat di ketahui dari hasil tes, jika hasil tes rata hasil belajar materi induksi matematika mencapai nilai 75 secara individual dan 85% secara klasikal

25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Siklus I Siklus I dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu

perencanaan, pelaksanaan,

observasi, dan

refleksi

sebagaimana dipaparkan sebagai berikut. a. Perencanaan Persiapan dan perencanaan yang dilakukan yaitu penyusunan 1) materi pelajaran yang akan diajarkan, 2) perangkat pembelajaran berupa RPP, lembar observasi aktivitas peserta didik, lembar observasi pengelolaan kelas oleh guru, dan 3) tes yang akan diujikan pada akhir siklus. b. Pelaksanaan Siklus

pertama

dilaksanakan

dalam

empat

kali

pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran untuk tiap pertemuan. Proses pembelajaran dalam kelas belum sepenuhnya sesuai dengan perencanaan awal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

1) model pembelajaran Dul Dis Saw

merupakan hal baru bagi peserta didik, 2) secara umum, peserta

didik

masih

26

mengalami

hambatan

dalam

mempelajari modul berprinsip discovery learning, dan 3) peserta didik cenderung masih terbiasa dengan tata cara pembelajaran sebelumnya yang biasa diterapkan oleh guru. Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, dilakukan beberapa upaya perbaikan, di antaranya 1) guru sekaligus sebagai peneliti memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai pembelajaran dengan model Dul Dis Saw serta manfaatnya bagi mereka, 2) secara intensif, guru mengarahkan peserta didik yang telah memahami materi pelajaran untuk membimbing rekannya yang lain.

Pada

akhir siklus pertama, berdasarkan hasil penilaian guru (peneliti)

dan

pengamatan

rekan

observer,

dapat

disimpulkan bahwa 1) peserta didik mulai terlihat nyaman dan antusias dengan suasana pembelajaran menggunakan model Dul Dis Saw, 2) peserta didik mulai memperlihatkan kemampuan menerapkan prinsip induksi matematika, 3) peserta didik terlihat aktif dalam proses pembelajaran, mengerjakan soal latihan, dan mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.

27

c. Observasi dan evaluasi 1) Hasil observasi aktivitas pesera didik dengan model pembelajaran Dul Dis Saw Hasil observasi aktivitas peserta didik pada siklus I menunjukkan bahwa, pembelajaran yang terjadi belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari seluruh poin atau aspek yang diobservasi, beberapa hasil observasi masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Jumlah peserta didik yang relative besar, karakter peserta didik yang berbeda-beda, hingga pada kemampun pengelolaan kelas oleh guru yang belum maksimal menyebabkan proses yang terjadi belum sepenuhnya menunjukkan pembelajaran dengan model Dul Dis Saw. Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan atau refleksi guna perbaikan di siklus selanjutnya. 2) Data skor rata-rata keterampilan indikator kemampuan induksi matematika peserta didik siklus I Skor kemampuan induksi matematika peserta didik diperoleh dari hasil tes kemampuan induksi matematika yang dilakukan pada akhir siklus I. Adapun skor rata-rata tiap indikator kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus I disajikan pada Tabel 4.1 berikut.

28

Tabel 4.1 Data skor indikator kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus I No. 1

2

3

4

Indikator Kemampuan induksi Skor Rata-rata matematika Membuktikan formula suatu 43,5 barisan bilangan dengan prinsip induksi matematika Membuktikan kebenaran formula 41,5 dengan prinsip induksi matematika Membuktikan formula 45,0 keterbagian bilangan dengan prinsip induksi matematika Membuktikan formula bentuk 48,0 ketidaksamaan dengan prinsip induksi matematika

3) Data ketuntasan individu dan klasikal kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus I Data ketuntasan individu dan klasikal kemampuan induksi matematika peserta didik diperoleh dengan terlebih dahulu mengkonversi skor tes kemampuan induksi matematika yang dilakukan pada akhir siklus I. Adapun ketuntasan secara individu dan klasikal nilai kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus I disajikan pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Data ketuntasan individu dan klasikal kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus I Kategori Jumlh Ketuntasa Klasikal Tuntas 21 60% Tidak Tuntas 14

29

d. Refleksi Pelaksanaan refleksi dilakukan oleh peneliti bersama rekan observer untuk menganalisis data yang telah diperoleh dari proses tindakan di siklus pertama, kemudian

dijadikan

sebagai

bahan

perencanaan

tindakan pada siklus berikutnya. Adapun data yang diperoleh pada siklus pertama yang menjadi bahan refleksi untuk perbaikan di siklus berikutnya adalah sebagai berikut: (1) pada umumnya, setiap

kelompok

mengalami

hambatan

dalam

mengikuti tahapan model pembelajaran Dul Dis Saw, (2) guru belum secara utuh menciptakan suasana pembelajaran dengan model pembelajaran Dul Dis Saw, (3) jumlah peserta didik yang relatif besar yaitu 9 peserta didik dalam satu kelompok mengakibatkan guru sebagai peneliti kurang mampu mengontrol peserta didik dan jalannya proses pembelajaran. Kondisi

ini

dibuktikan

dengan

hasil

analisis

pengelolaan pembelajaran oleh guru yang belum mencapai 100% serta nilai rata-rata kemampuan induksi matematika peserta didik sebesar 62 dari nilai 100 yang mungkin dicapai. Selain itu, ketuntasan secara

klasikal

kemampuan

30

induksi

matematika

peserta didik hanya sebesar 62.86%, sehingga belum dikatakan berhasil. 2. Siklus II Siklus II dilakukan berdasarkan perbaikan-perbaikan pada siklus I. Tahap pelaksanaan siklus II sebagai berikut: a. Perencanaan Untuk

memperbaiki

kelemahan

dan

mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada pembelajaran di siklus I, maka pada pelaksanaan pembelajaran di siklus berikutnya (siklus II) dapat dibuat perencanaan sebagai berikut: (1) guru sebagai peneliti lebih intensif melakukan pembimbingan bagi peserta

didik

yang

mengalami

kesulitan

belajar

khususnya terkait fase-fase model Dul Dis Saw, (2) guru yang juga sebagai peneliti terlebih dahulu mengecek kesiapan peserta didik sebelum memulai proses pembelajaran agar mampu mengikuti dan menerima materi pelajaran dengan baik, (3) membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok yang lebih kecil (jumlah peserta didik dalam setiap kelompok lebih sedikit dari siklus sebelumnya yaitu menjadi 4 peserta didik dalam setiap kelompok, (4) memberikan motivasi atau dorongan kepada peserta didik untuk lebih aktif

31

belajar, teliti, dan bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan. b. Pelaksanaan Siklus kedua dilaksanakan dalam empat kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran untuk tiap pertemuan, berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan. c. Observasi dan evaluasi 1) Hasil observasi aktivitas pesera didik dengan model pembelajaran Dul Dis Saw Hasil observasi aktivitas peserta didik pada siklus II menunjukkan

terjadinya

peningkatan

dari

siklus

I.

Pembelajaran yang terjadi sudah sesuai dengan apa yang diharapkan. Peserta didik sudah memperlihatkan ketertarikan dan keantusiasannya terhadap jalannya pembelajaran, hingga pada kemampun pengelolaan kelas oleh guru yang maksimal menyebabkan proses yang terjadi menunjukkan pembelajaran dengan model Dul Dis Saw. 2) Data skor rata-rata keterampilan indikator kemampuan induksi matematika peserta didik siklus II Skor kemampuan induksi matematika peserta didik diperoleh dari hasil tes kemampuan induksi matematika yang dilakukan pada akhir siklus II. Adapun skor rata-rata

32

tiap indikator kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus II disajikan pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Data skor indikator kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus II No. 1

2

3

4

Indikator Kemampuan induksi Skor Rata-rata matematika Membuktikan formula suatu 65 barisan bilangan dengan prinsip induksi matematika Membuktikan kebenaran formula 72 dengan prinsip induksi matematika Membuktikan formula 64 keterbagian bilangan dengan prinsip induksi matematika Membuktikan formula bentuk 68 ketidaksamaan dengan prinsip induksi matematika

3) Data ketuntasan individu dan klasikal kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus II Data ketuntasan individu dan klasikal kemampuan induksi matematika peserta didik diperoleh dengan terlebih dahulu mengkonversi skor tes kemampuan induksi matematika yang dilakukan pada akhir siklus II. Adapun ketuntasan secara individu dan klasikal nilai kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus I disajikan pada Tabel 4.4 berikut.

33

Tabel 4.4 Data ketuntasan individu dan klasikal kemampuan induksi matematika peserta didik pada siklus II Kategori Jumlh Ketuntasa Klasikal Tuntas 31 88.6% Tidak Tuntas 4

d. Refleksi Hal yang dapat disimpulkan dari penerapan model pembelajaran Dul Dis Saw adalah hasil observasi aktivitas belajar

peserta

didik,

hasil

observasi

pengelolaan

pembelajaran oleh guru, nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik, serta ketuntasan individu dan klasikal keterampilan berpikir kritis peserta didik dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan, rangkumannya sebagai berikut: Peserta

didik

menunjukkan

peningkatan

aktivitas

pembelajaran yang baik atau aktif mengikuti fase-fase model pembelajaran Dul Dis Saw. Data hasil observasi pengelolaan pembelajaran oleh pada guru siklus I dan II sebesar 90.91% dan 100%, sehingga dikategorikan sangat baik. Nilai rata-rata hasil tes keterampilan berpikir kritis peserta didik dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik pada siklus I sebesar 72 dan pada siklus II sebesar 81.

34

Ketuntasan individu dan klasikal peserta didik dari siklus I ke siklus II menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari jumlah peserta didik yang mencapai nilai ≥ 75 sebanyak 22 orang pada siklus I meningkat menjadi 31 orang di siklus II, atau secara klasikal mencapai 62.86% di siklus I dan meningkat menjadi 88.57% di siklus II, sehingga dapat dikatakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan telah berhasil karena telah melampaui persentase yang telah ditetapkan

sebagai

indikator

keberhasilan

(ketuntasan

klasikal), yakni sebesar 85%. Untuk ketuntasan individual di siklus II, masih terdapat 4 orang peserta didik yang berada pada kategori tidak tuntas. Keempat orang peserta didik tersebut juga berada pada kategori tidak tuntas di siklus I. Dari hasil observasi aktivitas peserta didik yang dilakukan selama penelitian menunjukkan

bahwa

keempat

peserta

didik

tersebut

memang kurang menunjukkan ketertarikannya terhadap pembelajaran. Saat proses pembelajaran, mereka hanya sibuk bercerita dan mengerjakan pekerjaan lain yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran. Saat diberi tugas, peserta didik tersebut beberapa kali tidak mengerjakannya. Selain itu, bisa dikatakan bahwa keempat peserta didik tersebut

35

memang

memiliki

kemampuan

yang

lebih

rendah

dibandingkan teman-teman mereka yang lain.

B. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan observer selama penelitian, aktivitas belajar peserta didik dengan model pembelajaran Dul Dis Saw mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini tentunya dapat memberikan gambaran bahwa, pembelajaran Dul Dis Saw yang diterapkan oleh guru dapat memberikan pengaruh positf terhadap proses pembelajaran matematika materi induksi matematika peserta didik kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 1 Karanganyar Demak. Pembelajaran Dul Dis Saw melatih peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik tidak hanya berperan sebagai objek pembelajaran, namun juga berperan aktif dalam melakukan banyak kegiatan. Selain itu, penerapan pembelajaran Dul Dis Saw memberikan pengalaman baru bagi peserta didik dalam pembelajaran matematika materi induksi matematika. Beberapa cara atau teknik yang dilakukan oleh guru (peneliti) sehingga aktivitas dapat meningkat, di antaranya (1) guru melakukan pembimbingan

dan

pendampingan

khusus pada

peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (2) pada fase tertentu yang dianggap membutuhkan waktu lebih lama, maka

36

diberikan strategi khusus, (3) guru membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok yang lebih kecil (jumlah peserta didik dalam setiap kelompok lebih sedikit dari siklus sebelumnya), Berdasarkan hasil identifikasi jawaban pada

hasil tes

kemampuan induksi matematika, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis peserta didik dari siklus I ke siklus II yang juga berdampak pada peningkatan persentase ketuntasan individu dan klasikal dari siklus I ke siklus II. Strategi yang dilakukan pendidik agar nilai induksi matematika peserta didik dapat meningkat adalah (1) memberikan soal latihan kepada peserta didik untuk dikerjakan di rumah, (2) memberi bimbingan khusus kepada peserta didik yang mengalami kesulitan pada saat proses pembelajaran dan setelah pembelajaran usai atau pada saat waktu luang. Temuan yang cukup menarik pada hasil tes kemampuan induksi matematika adalah terdapat beberapa peserta didik yang mengalami peningkatan hasil belajar. Sebagian dari peserta didik mengalami peningkatan kemampuan induksi matematika yang signifikan, sebagian lainnya mengalami peningkatan, namun tidak begitu jauh dari skor siklus sebelumnya. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya sebagian peserta didik mengalami fluktuasi motivasi belajar, kesenjangan pemahaman pada materi ajar di tiap siklus, dan ada pula yang belum siap

37

mengikuti ujian pada saat tes kemampuan induksi matematika dilakukan. Hasil penelitian mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Upaya yang dilakukan oleh guru adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan mulai dari awal hingga akhir pembelajaran, dan memberikan kegiatan yang menarik selama proses pembelajaran. Guru/Peneliti memotivasi peserta didik agar aktif selama proses pembelajaran. Guru/Peneliti juga memberi tugas yang jelas saat melakukan eksperimen dalam kerja kelompok. Hal ini memberikan indikasi bahwa pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Dul Dis Saw secara khusus dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas XI MIPA 3 SMA N 1 Karanganyar Demak.

38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan pada kelas XI MIPA 3 SMA N 1 Karanganyar Demak maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran Dul Dis Saw dapat meningkatkan hasil belajar materi induksi matematika pada Siswa Kelas XI SMA N 1 Karanganyar Demak Tahun Pelajaran 2017/2018. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa hal yang dapat dijadikan saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian sebagai berikut. 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Dul Dis Saw dapat meningkatkan kemampuan

induksi

matematika

peserta

didik,

sehingga

diharapkan kepada guru/pendidik untuk dapat menerapkan model pembelajaran ini pada materi yang sesuai. 2. Sekolah

hendaknya

memfasilitasi

kepentingan

penelitian

selanjutnya sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi sekolah dan mutu lulusannya.

39

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta Budiningsih.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Dalyono. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Djamarah, Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia Rusman, N.Y. 2012. Strategi Universitas Negeri Malang

Belajar Mengajar Biologi.

Malang:

Slavin, Robert. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. 2003. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company. Suprawoto, N. 2009. Mengembangkan Bahan Ajar dengan Menyususn Modul. Jakarta: Bumi Aksara Suryosubroto. 2009. Prinsip Memilih Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka. Cipta Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Winkel. 2007. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia

L A M P I R A N

Lampiran 1 Gambar Modul Discovery Learning

Cover

Petunjuk Penggunaan Modul

Tahapan Discovery Learning

Related Documents

Siti
June 2020 27
Siti Project
November 2019 46
Uts Siti
October 2019 40
Siti Salmi.pdf
November 2019 38

More Documents from "muhammadrizal ansori"