DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah BAB II Pembahasan 2.1 Pengertian Pengaruh 2.2 Perspektif Sosial Budaya dalam Pendidikan 2.3 Konten Kurikulum Nasional dan penerapannya 2.4 Kurikulum JSIT 2.5 Perpaduan kurikulum nasional dan JSIT BAB III Penutup 3.1 Simpulan 3.2 Saran
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah wajib melaksanakan amanat konstitusi berupa penguatan pendidikan. Amanat tersebut tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang berbunyi antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan yang didapat oleh para pendiri republic memiliki keragaman makna sehingga pada setiap periode selalu mengalami transformasi dan pengembangan Pada batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 disebutkan bahwa : tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran (ayat 1); pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang (ayat 2). Ayat pertama memberikan petunjuk kepada kita bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin hak-hak warganya dalam mendapatkan layanan pendidikan. Sedangkan ayat kedua memberikan petunjuk bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional. Dalam penyelenggaraan pendidikan, terdapat banyak masalah yang segera harus dipecahkan. Salah satu masalah tersebut yakni kualitas pendidikan. Masalah tersebut berkenaan dengan bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar bangsa Indonesia dapat mempertahakan eksistensinya. Pada tingkat operasional, masalah kualitatif pendidikan berkenaan dengan masalah kualitas mengajar guru dan kualitas belajar siswa yang sama-sama harus ditingkatkan. Persoalan yang berkaitan dengan kualitas pendidikan mengarah pada produk kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang tidak sesuai dengan arah
semangat pembangunan terkini. Oleh karena itu, perlu adanya kebijaksanaan pendidikan yang aksentuasinya pada peningkatan mutu pendidikan ini. Kualitas pendidikan yang harus terus ditingkatkan mendorong munculnya ke permukaan sistem kurikulum terpadu yang diterapkan pada sekolah-sekolah bergenre Islam Terpadu. Sekolah Islam Terpadu (SIT) dipayungi dalam suatu wadah kordinasi bernama Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Di dalam wadah tersebut, SIT mencoba menerapkan keterpaduan pendidikan agama dan sains dalam satu tata nilai kurikulum yang khas. Mindset yang diterapkan pada model kurikulum SIT adalah bagaimana menghasilkan lulusan yang tidak hanya berwawasan saintifik, melainkan juga memiliki moralitas, spiritualitas, dan pemahaman agama yang baik. Kurikulum
Diknas
terkini
menyosialisasikan
kurikulum
2013
yang
pada
perkembangannya menjadi kurikulum nasional. Kurikulum nasional memiliki paradigm kepada penguatan karakter peserta didik di samping pemenuhan wawasan keilmuan. Penerapan penanaman karakter ini sebenarnya sudah tercantum dalam sistem kurikulum yang sudah pernah diterapkan, hanya saja kini masuk tahapan revitalisasi. Sehingga penguatan karakter menjadi suatu hal yang wajib diimpementasikan. Eksistensi dari dua identitas kurikulum tersebut menimbulkan rasa ingin tahu penulis bagaimana proses adaptasi dan sinkronisasi antara dua sistem kurikulum tersebut. JSIT tentu menjadi pihak yang harus menyesuaikan diri dengan pernak pernik kurikulum nasional. Penyesuaian yang dilakukan tersebut akan dipahami melalui perspektif sosial budaya sebagai sesuatu yang melekat pada diri manusia.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana unsur sosial dan budaya diterapkan pada pendidikan? 2. Bagaimana sinkronisasi dan adaptasi dari kurikulum nasional dengan JSIT pada tataran pembelajaran, penilaian, dan pendidikan karakter? 3. Apa pengertian Sekolah Islam Terpadu?
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pengaruh Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1997:747), kata pengaruh yakni “daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan seseorang”. Pengaruh adalah “daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan seseorang” (Depdikbud, 2001:845). WJS.Poerwardaminta berpendapat bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang
berkuasa
atau
yang
berkekuatan
dan
berpengaruh
terhadap
orang
lain
(Poerwardaminta:731). Dari tinjauan mengenai pengertian pengaruh yang ada di atas, dapat dipahami bahwa pengaruh adalah suatu hal yang dapat membawa suatu hal yang lain kepada tahapan perubahan dan penyesuaian dalam konteks yang berlaku. Pengaruh dalam hal ini tidak hanya menyangkut suatu yang hidup, benda maupun sistem juga dapat menimbulkan penyebaran konsep pemikiran sehingga mendorong entitas sistem lain untuk ikut berubah atau menyesuaikan diri.
2.2 Perspektif Sosial Budaya Dalam Pendidikan. Manusia memiliki kemampuan sosial berupa kesadaran sosial dan pengelolaan sosial yang terus mengalami perubahan-perubahan sejalan tumbuh berkembangnya usia dan kedewasaan. Kemampuan sosial
menentukan bagaimana manusia mengelola hubungan,
sednagkan kesadaran sosial merupakan kemampuan merasakan emosi orang lain, memahami sudut pandang mereka, dan berminat aktif pada kekhawatiran mereka. Sementara itu,
pengelolaan sosial merupakan kemampuan membimbing, mempengaruhi, mengembangkan orang lain, pengelolaan konflik, membangun ikatan, dan kerja kelompok (Triwiyanto, 2014:8). Tirtarahadja dan Sulo (2005:19) mengatakan bahwa adanya dimensi sosial pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuat dorongan tersebut sehingga bila dipenjarakan, menjadi hukuman yang paling berat dirasakan manusia karena dengan diasingkan di dalam penjara, artinya diputuskannya dorongan bergaul tersebut dengan mutlak (Triwiyanto, 2014:8) Dimensi manusia sebagai makhluk sosial memperlihatkan bahwa keberadaannya saling terkait satu sama lain. Di dalam dimensi ini terdapat proses sosial dan interaksi sosial antar manusia. Soekanto (2002:6) menjelaskan bahwa proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama. Dinamika proses sosial tersebut terjadi pada kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, serta stratifikasi dan kekuasaan (Triwiyanto, 2014:8) Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki perilaku dalam menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Vembriarto (1990:3) menyatakan bahwa perilaku manusia tersebut hanya dapat dimengerti dari tujuan, cita-cita, atau nilai-nilai yang dikejar. Perilaku sosial itu membangun kepribadian manusia, yaitu melalui peranan-peranan yang dilakukannya dalam masyarakat. Peranan tersebut menghasilkan kebudayaan, yang sering disebut juga warisan sosial manusia. Perilaku sosial manusia itu merupakan unsur dalam proses sosial, yaitu proses yang memiliki bentuk konflik, kerja sama, sosialisasi, dan sebagainya. Kristalisasi dari proses sosial tersebut karena pengaruh kebudayaan, membentuk struktur sosial, yaitu susunan
interest, peraturan, harapan, dan sebagainya yang mengikat individu-indivudu masyarakat untuk bertindak sebagai kesatuan (Triwiyanto, 2014:9) Kurikulum adalah suatu rancangan pendidikan. Ia merupakan ruh dalam pendidikan dan menjadi inti utama bagaimana pendidikan itu berlangsung. Kurikulum saat ini mengarahkan visi outputnya pada kesiapan lulusan untuk siap menjadi masyarakat yang bermanfaat dengan kontribusi nyata. Artinya ada semangat untuk menguatkan nilai-nilai sosial dalam proses pendidikan. Ketika diarahkan untuk terjun ke masyarakat, tentu harus memahami niali kebudayaan masyarakat. Dengan demikian, implementasi pendidikan kita harus memiliki konten penguatan nilai sosial dan budaya. Peserta didik tidak hanya ditata bagian internal dirinya, melainkan juga menangani perilaku yang akan menjadi cara komunikasi mereka di masyarakat. Karena peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan formal atau informalnya di lingkungan masyarakat, dan pada akhirnya akan terjun pula ke masyarakat. Kehidupan masyarakat tentu memiliki beragam karakteristik kebudayaan dan nilai sosial yang berbeda, oleh karena itu kurikulum harus memiliki tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Karena setiap lingkungan masyarakat masingmasing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Rosni dalam jurnalnya berjudul Landasan Sosial Budaya dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Pengembangan Kurikulum menyebutkan tentang adanya dua pertimbangan sosial budaya dalam pengembangan kurikulum : pertama, pertama,Setiap orang dalam masyarakat selalu berhadapan dengan masalah anggota masyarakat yang belum dewasa dalam kebudayaan. Maksunya manusia belum mampu menyesuaikan dengan cara kelompoknya. Kedua, Kurikulum dalam setiap masyarakat
merupakan refleksi dari cara orang perfikir, berasa, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu untuk membina struktur dan fungsi kurikulum, perlu memahami kebudayaan.3 Karena itu, para pengembang kurikulum harus: 1. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat. 2. Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada. 3. Menganalisis kekuatan serta potensi daerah. 4. Menganalisis syarat dan tuntunan tenaga kerja. 5. Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.
Rosni menambahkan, penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat. Disinilah tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu: 1. Mengajar keterampilan, 2. Mentransmisikan budaya, 3. Mendorong adaptasi lingkungan, 4. Membentuk kedisiplinan, 5. Mendorong bekerja berkelompok, 6. Meningkatkan perilaku etik, dan 7. Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Faktor kebudayaaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum, antara lain: 1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan, budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum. 2. Kurikulum pada dasarnya mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti masyarakat industry, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan seolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbuadaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan. Perspektif sosial budaya dalam pendidikan kita, khususnya berkenaan dengan kurikulum, terdapat pada diberikannya porsi besar tentang pembelajaran berbasis studi sosial. Studi sosial memiliki konten yang memberikan pondasi kepada peseta didik untuk menguatkan aspek kultural dan sosial. Melalui konten studi sosial tersebut, peserta didik diharapkan mampu mewujudkan perilaku yang bertanggung jawab selaku individual dan sebagai bagian dari masyarakat. Selain itu, studi sosial dalam kurikulum juga membantu peserta didik mengembangkan kepekaan terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun masyarakat (Alma, 2010:19).
Perspektif sosial budaya dalam pendidikan juga tercermin bagaimana kombinasi antara porsi pengetahuan dan pembinaan mentalitas diberikan bobot yang sama. Peserta didik diharapkan tidak hanya kuat dalam wawasan umum, melainkan juga memiliki kemampuan untuk menerapkannya dalam dunia nyata dalam konteks sosial budaya masyarakat. Peserta didik dibentuk pribadinya, didewasakan jiwanya, dan dikuatkan pola komunikasinya agar tidak canggung ketika berhadapan dengan masyarakat. Pada dasarnya, manusia memang makhluk sosial, ia dapat menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus dan tidak bisa dipisahkan dari lingkungan hidup sekitarnya (Alma, 2010:22)
2.3 Konten Kurikulum Nasional dan Penerapannya Dasar, fungsi, dan prinsip pendidikan nasional termaktub dalam UU Sisdiknas. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (Triwiyanto, 2014:114-115) Definisi kurikulum sesuai UU Sisdiknas adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sementara itu pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu kepada
standard
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik (Triwiyanto, 2014:130) Hamalik (2013:11) menyebutkan tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kritis, dan peranan kreatif. Peranan konservatif menunjukkan bahwa salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda. Selain itu, kurikulum juga turut berpartisipasi dalam control sosial dan memberikan penekanan pada unsur berpikir kritis. Peranan kreatif meletakkan kurikulum berperan dalam melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan sesuatu untuk dibutuhkan di masa yang akan datang (Triwiyanto, 2014:132) Menurut Mulyasa (2014, h. 6) kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi pada tingkat berikutnya. melalui pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis kompetensi kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki nilai jual yang bisa ditawarkan kepada bangsa lain didunia. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu. Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan.
Dalam kurikulum 2013 memiliki karakteristik diantaranya: (1). Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) satuan pendidikan dan kelas, dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. (2). Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. (3). Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK. (4). Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dijenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah berimbang antara sikap dan kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi). (5). Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti. (6). Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal) diikat oleh kompetensi inti. (7). Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata 2 pelajaran di kelas tersebut. (8). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.
2.4 Kurikulum Sekolah Islam Terpadu (SIT) Sekolah Islam Terpadu (SIT), seperti dikutip dari Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT)yaitu sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan AlQur’an dan As Sunnah. Konsep operasional SIT merupakan akumulasi dari proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama Islam, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Istilah “ Terpadu” dalam SIT dimaksudkan sebagai penguat (tauhid) dari Islam itu sendiri. Maksudnya adalah, Islam yang utuh menyeluruh, dalam segala aspek kehidupan. Bukan hanya berupa pemahaman formal dalam lingkungan sekolah tapi mencontohkannya dalam aspek kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum dasar, SDIT tetap berkiblat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan acuan dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Namun sekolah melakukan pengembangan sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjadi dasar pendidikan Dalam aplikasinya, Sekolah Islam Terpadu menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum. Dengan pendekatan ini, semua mata pelajaran dan semua kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai ajaran dan pesan nilai Islam. Pelajaran
umum,
seperti
matematika,
IPA,IPS,
bahasa,
jasmani/kesehatan,
keterampilan dibingkai dengan pijakan, pedoman dan panduan Islam. Sementara dalam pelajaran agama, kurikulum diperkaya dengan pendekatan konteks kekinian dan kemanfaatan, dan kemaslahatan. Pelajaran yang diberikan sangat lengkap. Berupa pendidikan dasar umum dan pendidikan agama. Pelajarnnya antara lain Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, dan Penjaskes. Sementara pelajaran lainnya yang berkaitan dengan keislaman masuk dalam kategori Muatan Lokal yang terdiri dari Akidah Akhlak, Qur’an Hadis, Fiqih, Tareqh, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Tahfidz, Tahsin, dan komputer. Dengan cukup padatnya pelajaran dan mengajarkan keterpaduan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, maka konsep SDIT memang full day school. Anak-anak berada di sekolah dalam waktu yang panjang hingga sore hari. Mereka tak hanya belajar dalam kelas, tapi juga melaksanakan solat wajib dan sunnah secara berjamaah. Saat belajar mengaji, ada
guru khusus yang mengajarkannya. Bukan sekedar membaca tapi benar-benar diajarkan secara detail cara membaca yang benar sesuai tajwid dan tahsinnya. Anak-anak juga dilatih untuk menghafal Al-Quran. Nantinya ada buku laporan khusus soal seberapa banyak hafalan anak, dan menjadi nilai penting dalam sisi akademik. Orangtua pun harus terlibat aktif dalam menyiapkan anak, membimbing serta mendampingi anak dalam menjalani tiap aktivitas sekolah. Hal ini karena sistem sekolah terpadu artinya sekolah dan orangtua juga bekerja sama dan terpadu dalam hal mendidik anak. Dalam aplikasinya sekolah Islam Terpadu diartikan sebagai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah islam terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif atau Psikomotorik. Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasadiyah. Dalam penyelenggaraannya memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah dan masyarakat. Dengan sejumlah pengertian di atas dapatlah ditarik suatu pengertian umum yang komprehensif bahwa sekolah Islam Terpadu adalah sekolah Islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integrative nilai dan ajaran Islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orang tua, serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetisi murid.
2.5 Perpaduan Kurikulum 2013 dengan SIT Dalam
teori
Tyler
(1974)
mengatakan
terdapat
empat
yang
dianggap
fundamental dalam pengembangan kurikulum yaitu (Syaiful, 2011: 146) : 1.Berhubungan dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai yang tergambar dalam disiplin ilmu, 2.Berhubungan dengan pengalaman belajar (learning experience) untuk mencapai tujuan, 3.Pengorganisasian
pengalaman
belajar
yang
menggambarkan
aktifitas
peserta
didik berinteraksi, 4.Berhubungan dengan evaluasi, yaitu evaluasi hasil belajar dengan menggunakan prosedur dan standard yang benar.
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa kurikulum merupakan elemen terpenting dalam mengembangkan proses pembelajaran. Kurikulum dapat dipahami dengan dua sudut pandang, yaitu makro dan mikro. Secara makro, kurikulum didefinisikan sebagai aktifitas dan pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik baik di dalam dan di luar kelas. Pengertian ini mengindikasikan bahwa dimensi kurikulum sangat luas meliputi: beban belajar, struktur kurikulum, desain kelas, rekrutmen peserta didik, kualitas
guru
atau
dosen
dan
tenaga kependidikan, ketersediaan prasarana dan
sarana, orang tua dan lingkungan masyarakat. Semua komponen ini merupakan satu kesatuan utuh dan saling berkaitan untuk menunjang keberhasilan proses
pembelajaran.
Pengertian secara mikro mengartikan bahwa kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran. Sebagaimana yang dapat kita ketahui melalui proses pembelajaran yang ada sekolah. Kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau sekumpulan bahan ajar yang dipelajari oleh siswa. Menurut Gagne pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan
yang
dirancang
untuk memungkinkan terjadinya proses belajar
pada siswa (Hamzah, 2012: 212) Diketahui bahwa ciri
utama
pembelajaran
adalah
meningkatkan dan mendukung proses belajar siswa Dapat dilihat dari interaksi antara peserta didik dan guru dalam rangkai mencapai tujuan.Sebagaimana Ibu Isnani menjelaskan bahwa “Pada proses pembelajaran siswa dikenalkan dengan nilai-nilai keIslaman sehingga materi yang disampaikan dapat terhubungkan dengan Al-Quran dan Sunnah. Pada
tahap
ini, proses pembelajaran yang ada di sekolah Islam Terpadu menerapkan kolaborasi dari dua kurikulum yaitu kurikulum nasional dan kurikulum sekolah Islam Terpadu. Sehingga setiap materi yang disampaikan langsung disesuaikan dengan kondisi dengan memberikan contoh yang nyata. Artinya setiap materi yang disampaikan langsung disampaikan secara nyata. Pada standar
yang
baku
kegiatan
pembelajaran
kurikulum
JSIT
memiliki
dalam mengembangkan bahan ajar yang akan disampaikan.
Sebagaimana dipahami bahwa hakikatnya pendidikan adalah suatu proses pendewasaan anak didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara guru dan siswa. Hal ini pula sejalan dengan pendapat Macmud yang mengatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dengan sadar, sengaja, dan penuh tanggung jawab untuk membawa anak didik menuju kedewasaan secara ruhaniyah dan sosial. Berikut kami paparkan perpaduan kurikulum Nasional yang merupakan acuan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu :
1. Pembelajaran Dalam proses pembelajaran seperti halnya sekolah-sekolah lainnya memiliki perangkat pembelajaran. Terdapat silabus dan RPP. SIT biasanya memiliki kurikulum yang dibuat secara mandiri. Untuk
meningkatkan
kinerja
para
pendidik,
SIT
memiliki
program kelompok kerja guru yang sering disebut KKG. Tujuannya adalah untuk dapat saling sharing kendala-kendala atau hal yang dapat meningkatkan kualitas mengajar agar dapat tersampaikan dengan baik kepada siswa. 2. Penilaian Sebagai kegiatan menilai suatu objek, ada beberapa prinsip-prinsip umum dalam melakukan penilaian, yaitu: a. Clearly specifying what is to be assessed has priority in the assessment. b. An assessment procedure should be selected because of its relevance to the characretistics or performance to be measured. c. Comprehensive assessment reiquires a variety of procedures. d. Proper use of assessment procedures requires an awareness of their limitations. e. Assessment is a means to an end, not an end in itself. Penilaian sebagai bagian dari evaluasi memiliki prinsip di dalam proses kerjanya. Prinsip-prinsip itu adalah: 1) kejelasan bagian yang akan di nilai, 2) pemilihan prosedur penilaiankarena berkaitan dengan karakteristik yang akan dinilai, 3) penilaian secara komprehensif membutuhkan prosedur yang berbeda-beda, 4) ketepatan penggunaan prosedur penilaian 5) penilaian merupakan sarana mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.Dari uraian di atas tentang definisi penilaian dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan sistematis dan terencana sebagai usaha mengumpulkan data dan kemudian menganalisanya untuk dibuat penomoran, kelas dan perankingan. Hasil analisis bukan berupa angka sebagaimana pengertian pengukuran, akan tetapi interpretasi berupa kualitatif seperti lulus tidak lulus, baik atau buruk dan seterusnya.Adapun hasil wawancara yang diperoleh dari guru kelas yaitu Bunda Fifi Yuhelmi “Proses evaluasi semuadicangkup seperti kognitif, afektif maupun psikomotorik. Setiap senin kita mengadakan evaluasi ibadah seperti halnya mentoring atau bisa disebut juga liqo. “Kalaupun untuk penilaian psikomotoriknya adalah sikap.Adapun aspek penilaian yang diambil yaitu:
a.Kepribadian b.Kelakuan c.Kerajinan d.Kebersihan e.Pengetahuan f.Kedisiplinan
3. Pendidikan karakter JSIT sudah menetapkan bahwa Karakteristik JSIT Indonesia diantaranya adalah: (1) Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis dan operasional sekolah, (2) Mengintegrasikan ilmu dan nilai kauniyah dan qauliyah dalam bangunan kurikulum, (3) Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran efektif untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar, (4) Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik, (5) Menumbuhkan bi’ah sholihah dalam iklim dan lingkungan sekolah. Sekretaris Jenderal JSIT Indonesia, Suhartono mengatakan, ada tiga konsep pendidikan karakter. Tanpa itu Pendidikan karakter tidak akan terterapkan dengan baik. Pertama, yaitu keteladanan. Guru haruslah menjadi teladan, lalu bersinergi dengan orang tua, atau juga tokoh masyarakat. Kedua, pembiasaan. Anak-anak harus dibiasakan terus menerus melakukan kegiatan berkarakter. Dan ketiga, adalah pembudayaan. Proses pendidikan karakter di JSIT yakni diajarkan lalu pembiasaan, lalu dilatih untuk konsisten. Setelah menjadi kebiasaan maka akan menjadi karakter. Setelah menjadi karakter maka akan menjadi budaya. Masalahnya, ketika sekolah sudah melakukan keteladanan dan pembiasaan, proses itu tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Sehingga pembelajaran dan pembiasaan itu tidak mampu diterapkan. Dengan demikian, sekolah harus melakukan beberapa cara, diantaranya mengundang orang tua menunjukkan metode pengajaran guru. Lalu dengan itu, orang tua melakukan hal yang sama. Agar apa yang dilakukan seiring dengan sekolah. Kemudian selain itu, undang pula orang tua dalam program kelas “parenting”. Di situ orang tua disampaikan bagaimana sekolah mengajar anak-anak mereka.
Selanjutnta adalah melakukan “home visit” (mengunjungi langsung rumah murid). Guru menyampaikan sejauh mana perkembangan anaknya. Apa kelebihan yang diapresiasi, dan apa kelemahan yang harus diselesaikan secara Bersama. Salah satu bukti dari penerapan berbagai cara itu adalah,
SDIT di bawah JSIT meraih peringkat ketiga untuk Indeks
Integritas UN.
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013 Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter); yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih. Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama. Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan
yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
Penguatan Tri Pusat Pendidikan PPK tidak mengubah struktur kurikulum, namun memperkuat Kurikukum 2013 yang sudah memuat pendidikan karakter itu. Dalam penerapannya, dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter. Kemudian ditambahkan kegiatan dalam kokurikuler dan ekstrakurikuler. Integrasi ketiganya diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif anak didik.PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga (orang tua), serta komunitas (masyarakat) agar dapat membentuk suatu ekosistem pendidikan.
BAB III PENUTUPAN
3.1 Simpulan 3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA Imron, Ali. Kebijaksanaan Pendidikan Di Indonesia : Proses, Produk, dan Masa Depannya. 2008. Bumi Aksara: Jakarta. Ismail, Fajri. Pelaksanaan Kurikulum JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu) di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Furqon Palembang. 2018 : UIN Radeh Fatah Palembang Sagala, Syaiful. (2011).Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Sudjana,N.
(2005).Pembinaan
dan
Pengembangan
Kurikulum
di
Sekolah.Jakarta: Sinar Baru Algensindo. Uno,
Hamzah
B.danMohammad,
N.
(2012).
Belajar
dengan
PendekatanPAILKEM.Jakarta: Bumi Aksara.Online Triwiyanto, Teguh. PengantarPendidikan. 2014. Bumi Aksara: Jakarta. Alma, Buchari. Pembelajaran Studi Sosial.2010. Alfabeta:Bandung
Sumber Internet http://digilib.unila.ac.id/311/11/BAB%20II.pdf (diakses pada 24 Maret 2019 pukul 13.30 WIB)
https://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/Paparan/Paparan%20Wamendik.pdf (diakses pada 24 Maret 2019 pukul 13.50) http://repository.unpas.ac.id/12751/7/14.%20Bab%20II.pdf (Diakses pada 24 Maret 2019 pukul 13.50) https://jsit-indonesia.com/ikuti-lomba-guru-sit-kreatif-berbasis-pembelajaran-terpadu/ (Diakses pada 31 Maret 2019 pada 13.00) https://jsit-indonesia.com/sample-page/makna-terpadu-pada-sit/ (diakses pada 31 Maret 2019 pukul 13.20) https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintumasuk-pembenahan-pendidikan-nasional (Diakses pada 31 Maret 2019 pukul 14.00)