Pengaruh Neuromuskular Elektrikal Stimulasi Pada Otot Antagonis Dan Agonis Pada Pasien Stroke Dengan Spastisitas.docx

  • Uploaded by: Setiawati Pinem
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengaruh Neuromuskular Elektrikal Stimulasi Pada Otot Antagonis Dan Agonis Pada Pasien Stroke Dengan Spastisitas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,789
  • Pages: 8
OTOT ANTAGONIS VERSUS AGONIS NEUROMUSKULAR ELECTRICAL STIMULASI PADA SPASTISITAS PASIEN STROKE

Latar Belakang : Spastisitas adalah masalah umum yang dihadapi dalam terapi pasien hemiplegi. Berbagai teknik terapi telah dikembangkan untuk mengurangi spastisitas, neuromuskular elektrikal stimulasi adalah salah satunya. Beberapa studi telah membuktikan bahwa stimulasi baik pada otot spastik atau stimulasi pada otot antagonis pada otot yang spastik berhasil mengurangi spastisitas. Namun, tidak ada literatur yang tersedia sebagai perbandingan mana yang lebih efektif dalam mengurangi spastisitas. Oleh karena itu studi ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas setiap teknik dan membandingkan kedua teknik neuromuskular elektrikal stimulasi (NMES) untuk menentukan teknik yang paling efektif. Metode : Studi ini dengan desain sebelum dan sesudah eksperimen, 30 pasien paska stroke dipilih dan diacak menjadi dua kelompok. Kelompok A menerima neuromuskular elektrikal stimulasi pada otot antagonis (trisep) dan kelompok B menerima neuromuskular elektrikal stimulasi pada otot agonis (bisep brachii) selama 2 minggu, 1 sesi per hari selama 30 menit. Hasil pengukuran dicatat menggunakan Skala Ashworth yang dimodifikasi dan Skala Deep Tendon Reflex Grading. Hasil : Analisis Statistik dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon signed rank sum test dan tes U Mann-Whitney pada 0.05 tingkat signifikan. Ada perbaikan yang signifikan setelah terapi berdasarkan skala Ashworth yang dimodifikasi dan skala Deep Tendon Reflex Grading sebelum dan setelah intervensi dalam kelompok dan antar kelompok dengan p-nilai < 0.001. Kelompok yang menerima neuromuskular elektrikal stimulasi pada otot antagonis menunjukkan perbaikan yang lebih baik dengan perbedaan yang berarti 1,8 dan 1.2 pada skala Ashworth dimodifikasi dan Skala Deep Tendon Reflex Grading.

1

Kesimpulan : Studi menyimpulkan bahwa kedua teknik ini dapat mengurangi spastisitas dan pada perbandingan ditemukan bahwa neuromuskular elektrikal stimulasi pada otot antagonis (trisep) lebih efektif mengurangi spastisitas daripada neuromuskular elektrikal stimulasi pada otot agonis. Kata kunci : Stroke, Spastisitas, NMES, Otot antagonis, Otot agonis, MAS.

PENGENALAN Stroke adalah penyebab tunggal terbesar kecacatan neurologis [1]. Spastisitas adalah salah satu kecacatan jangka panjang akibat stroke. Spastisitas adalah tonus otot abnormal mengikuti stroke, yang mengganggu kontrol postural normal dan memyebabkan kesulitan melakukan gerakan aktif, sering membutuhkan rehabilitasi. Spastisitas dapat didefinisikan sebagai karakteristik gangguan motorik karena meningkatnya perlawanan kecepatan gerakan pasif dan hiperaktif refleks penguluran [2]. Sekitar 20% untuk 30% dari semua pasien stroke mengalami spastisitas[3-5]. Spastisitas membatasi kemampuan volunter motorik pasien, jika dibiarkan tanpa terapi akan mengakibatkan disfungsi sendi, nyeri kontraktur dan gerakan kompensasi yang akan berkembang menjadi disabilitas [1]. Ditandai gangguan fungsional yang terkait dengan spastisitas sehingga membutuhkan berbagai penanganan medis untuk mengatasi masalah ini. Dasar patofisiologi spastisitas berkembang pada berbagai tingkat yang berbeda, termasuk arkus refleks penguluran, mempengaruhi segmental tulang belakang, mekanisme supraspinal dan faktor – faktor mekanis [6,7]. Ada berbagai teknik terapi konvensional yang tersedia untuk spastisitas, penguluran yang lama, teknik proprioseptif neuromuskular, cryotherapy, dll. Salah satu teknik terapi adalah neuromuskular elektrikal stimulasi (NMES) [8]. NMES adalah teknik yang menjanjikan

2

untuk intervensi terapi fisik dan literatur terbaru menyebutkan bahwa teknik tersebut sangat potensial [9]. Levine MG (1952), adalah salah satu peneliti awal yang melaporkan manfaat NMES untuk spasisitas pada otot antagonis sehingga terjadi relaksasi pada otot yang hipertonus setelah beberapa detik stimulasi, sebagaimana dibuktikan berkurangnya tarikan pasif yang berlawanan pada otot spastik [10]. CJ Robinson (1998) mencatat efek jangka panjang dari elektrikal stimulasi pada otot quadriceps yang spastik pada 31 pasien spinal cord injury dan sebagian besar peserta terjadi penurunan spastisitas setelah 8 minggu elektrikal stimulasi [11]. Dengan demikian, inhibisi spastik dapat dicapai melalui stimulasi agonis (otot spastik) atau otot antagonis [12,13]. Namun, tidak ada studi banding untuk menentukan metode stimulasi mana yang lebih efektif dalam mengurangi spastisitas. Jadi studi ini bertujuan untuk menentukan mana yang lebih efektif diberikan neuromuskular elektrikal stimulasi pada otot antagonis atau otot agonis dalam mengurangi spastisitas pada pasien stroke. Maka tujuan studi adalah untuk menentukan metode paling efektif neuromuskular elektrikal stimulasi untuk mengurangi spastisitas, yang dapat digunakan sebagai tambahan untuk terapi konvensional untuk meningkatkan efektivitas rehabilitasi. MATERI DAN METODE Total 30 pasien paska stroke direkrut dari Rumah sakit amal K.S. Hegde, Deralakatte, Mangalore, untuk penelitian ini, dengan tujuan untuk membandingkan efektivitas neuromuskular elektrikal stimulasi pada antagonis (trisep) dengan neuromuskular elektrikal stimulasi pada agonis (bisep brachii) di untuk mengurangi spastisitas. Usia pasien yang berpartisipasi antara 45 sampai 75 tahun. Pasien mempunyai spastisitas pada otot bisep brachii grade 2 sesuai skala Ashworth yang dimodifikasi dengan stroke selama 6 bulan.

3

Subyek dibagi secara acak menjadi 2 kelompok menggunakan tabel yang ada di computer menggunakan nomor acak. Ada 10 pasien laki-laki dan 5 pasien wanita di kelompok-A. Dalam kelompok-B ada 8 pasien laki-laki dan 7 pasien wanita. Kelompok A menerima NMES pada otot antagonis (trisep) dan Kelompok B menerima NMES pada otot agonis (bisep brachii) selama 30 menit setiap sesi. Elektroda ditempatkan sepanjang aksis longitudinal massa otot, satu elektroda pada origo dan elektroda yang lan ditempatkan pada motor poin otot. Intensitas yang digunakan cukup untuk membangkitkan kontraksi minimal otot terlihat. Pasien di kedua kelompok menerima sesi terapi tunggal per hari selama 5 hari seminggu selama 2 minggu. Kelompok A mendapat NMES pada otot antagonis (trisep). Posisi pasien: miring ke sisi sehat, kepala sedikit fleksi di atas bantal tipis, trunk lurus dengan disangga bantal pada bagian belakang, bahu sisi lesi protraksi, fleksi, dengan lengan tersangga pada bantal dalam posisi rileks, siku sedikit fleksi, lengan bawah pronasi, pergelangan tangan dan jari – jari pada posisi netral. Tungkai sisi lesi di atas bantal, dengan panggul dan lutut sedikit fleksi. Penempatan elektroda: satu elektroda ditempatkan pada origo otot trisep yaitu bagian atas posterior humerus dan elektrode lainnya pada motor poin otot trisep. Kelompok B mendapat NMES pada otot agonis (bisep brachii). Pasien berbaring telentang dengan leher posisi netral pada bantal tipis, trunk lurus sejajar dengan leher. Bahu sisi lesi protraksi disangga bantal dengan lengan lurus disisi tubuh, siku dan pergelangan tangan dalam posisi netral, tersangga dan rileks. Bantal kecil ditempatkan di bawah pinggul untuk mencegah retraksi pelvis dan lateral rotasi tungkai. Penempatan elektroda: satu elektroda pada origo otot bisep brachii dan elektroda lainnya ditempatkan pada motor poin otot bisep brachii. Bagian yang diterapi harus terbuka dan ditempatkan pada posisi di atas, sehingga terapis bisa mengamati kontraksi otot.

4

Setelah pemberian NMES, pasien dari kedua kelompok menerima terapi konvensional selama 30 menit dengan penguluran pasif secara perlahan pada otot bisep yang spastik selama 30 detik dengan 3 pengulangan dan teknik PNF dengan teknik hold rilex dan slow reversal pada ekstremitas atas. Hasil akhir dicatat pada hari pertama sebelum terapi dan diulang pada hari ke-15 setelah terapi menggunakan skala Ashworth yang dimodifikasi dan Skala deep reflex tendon grading. Kedua hasil pengukuran dinilai oleh fisioterapis yang tidak terlibat dalam studi ini menggunakan kedua skala tersebut. Analisa statisik : Data yang diperoleh secara statistik dianalisis menggunakan SPSS versi 17,0. Deskriptif statistic digunakan untuk menggambarkan mean dan SD data demografis. Perbedaan mean pada hasil pengukuran dalam kelompok dan antar kelompok terdeteksi dengan menggunakan Wilcoxon signed rank sum test dan tes U Mann-Whitney pada 0.05 level signifikan. Untuk melakukan perhitungan data, kategoris variabel skala Ashworth dimodifikasi dibuat dalam nilai numerik, didesain sebagai "Computed modified Ashworth scale score" dalam studi ini yaitu skala Ashworth dimodifikasi nilai 0 = 0, nilai MAS 1 = 1, nilai 1 + = 2, nilai 2 = 3, nilai 3 = 4, dan nilai 4 = 5. HASIL Hasil skala Ashworth dimodifikasi (MAS) menunjukkan penurunan spastisitas sangat signifikan dalam kelompok NMES antagonis dengan perbedaan berarti 1,80 (SD = 1,01) pada level p < 0.001. Berdasarkan hasil MAS, ada penurunan spastisitas sangat signifikan pada kelompok agonis dengan perbedaan berarti 1,00 (SD = 1,07) di p < 0,007.

5

Berdasarkan Skala deep reflex tendon grading, ada penurunan spastisitas yang sangat signifikan pada kelompok antagonis dengan perbedaan berarti 1,20 (SD = 0.56) pada p < 0.001. Berdasarkan Skala deep reflex tendon grading, ada penurunan spastisitas yang sangat signifikan pada kelompok agonis dengan perbedaan berarti 0,60 (SD = 0.63) pada p < 0,007. DISKUSI Dalam studi ini, dari analisis statistik terlihat adanya penurunan spastisitas yang signifikan setelah selesai NMES selama 15 hari di kedua kelompok yang terlihat pada Skala Ashworth dimodifikasi dan Skala deep reflex tendon grading. Perbandingan nilai sebelum stimulasi dan setelah stimulasi pada kelompok A, ternyata bahwa ada perbedaan yang signifikan pada skor Ashworth modifikasi (z = 3.228, p < 0.001) dan skor reflex grading (z = 3.448, p < 0.001). Temuan ini yang sesuai dengan studi sebelumnya dari Sahin N et al. (2012) yang telah melakukan penelitian randomised controlled tentang efektivitas elektrikal stimulasi dalam mengurangi spastisitas pada pasien paska stroke dan menyimpulkan bahwa NMES yang diberikan bersama-sama dengan penguluran otot-otot ekstensor pergelangan tangan lebih efektif daripada hanya penguluran otot ekstensor pergelangan tangan dalam mengurangi spastisitas [16]. Juga, hasil yang tidak konsisten ditemukan oleh Bakhtiary AH et al, (2008) yang melakukan uji klinis randomised controlled pada 40 pasien menunjukkan bahwa elektrikal stimulasi pada otot antagonis efektif membantu mengurangi spastisitas pada pasien stroke [13]. Penurunan spastisitas yang signifikan pada otot antagonis dengan menggunakan NMES bisa juga disebabkan oleh neural plastisitas seperti yang dilaporkan oleh Motta-Oishi, dkk (2013) [17].

6

Perbandingan nilai sebelum dan setelah stimulasi pada kelompok B, ternyata ada perbedaan yang signifikan pada nilai Ashworth dimodifikasi (z = 2.719, p < 0,007) dan nilai reflex grading (z = 2.714, p < 0,007). Penemuan ini sesuai dengan Theodore I. (1996), yang melakukan penelitian pada "efek NMES dalam mengurangi tonus" dengan mengaplikasikan NMES selama 10 menit pada otot fleksor pergelangan tangan yang spastik (agonis). Studi ini menunjukkan pengurangan tahanan pasif otot-otot fleksor pergelangan tangan yang spastik setelah diberikan NMES 18. Menurut Alon dan De Dominico (1987) stimulasi agonis otot spastik dapat menghambat eksitasi kelelahan otot atau inhibisi autogenic melalui peningkatan respon organ tendon Golgi. Ketika nilai mean dibandingkan, kelompok antagonis (Kelompok A) menunjukkan pengurangan spastisitas lebih besar dibandingkan dengan kelompok agonis (Kelompok B). Alasan neurophysiologis efektivitas NMES pada otot antagonis tampaknya karena prinsip istirahat pada "reciprocal inhibition" [19,20]. Saat NMES diaplikasikan pada otot antagonis, muscle spindle dengan serabut aferen diameter besar Ia yang berasal dari otot akan keluar. Aksi potensial yang dihasilkan serabut ini akan ditransmisikan ke spinal cord dan merangsang interneurons spinal, yang akan menghambat aktivitas motor neuron pada otot yang spastik. NMES dengan mekanisme yang tepat pada otot yang spastis akan mengurangi spastisitas yang tidak diketahui. Para peneliti menduga pengurangan spastisitas akibat efek antidromically yang menyebabkan aksi potensial sehingga membangkitkan akson motor neuron pada otot spastik. Inhibisi dari sel Renshaw, inhibisi inter neuron akan menghambat aktivitas agonis (otot spastik) itu sendiri [20].

7

Studi ini memberikan dimensi baru dalam terapi pasien stroke untuk tonus norml, yaitu dengan menggunakan NMES pada antagonis otot spastik, spastisitas dapat dikurangi lebih efektif. KESIMPULAN Berdasarkan hasil statistik dalam studi ini, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada efek NMES untuk spastisitas antara kelompok yang menerima NMES pada antagonis dan kelompok yang menerima NMES pada agonis. Juga, dari hasil yang diperoleh dalam studi ini, dapat disimpulkan bahwa NMES pada otot antagonis mengurangi spastis lebih efektif dibandingkan NMES pada otot agonis.

8

Related Documents


More Documents from "Dewi Ulfati"