Pengantar Ilmu Perikanan.docx

  • Uploaded by: Arief Kurniady
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengantar Ilmu Perikanan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,063
  • Pages: 15
Pengantar Ilmu Perikanan Biofisik Kelautan

Disusun oleh : Nama

: Erika Melinda Oktaviani

Nim

: C1K018070

Kelas

: Budidaya Perairan (B)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM 2018

Apa itu biofisik? Lingkungan biofisik yaitu lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan, dan manusia, sedangkan komponen abiotik terdiri dari benda-benda mati seperti tanah, air, udara, dan cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dapat dikatakan baik jika interaksi antara kedua komponen berlangsung dengan seimbang. Sistem perikanan pada awalnya ialah suatu sistem alami – terdiri dari komponen ikan, binatang air lainnya, tumbuhan, bakteri, air dan komponen dasar perairan (abiotik). Masingmasing komponen saling tergantung dan berinteraksi satu sama lain. Interaksi tersebut terjadi dalam beberapa bentuk. Para ahli menyebut interaksi ini dengan simbion. Binatang karang (coral polyp) membentuk simbion atau interaksi saling menguntungkan dengan sejenis alga yang disebut zooxanthellae. Coral polyp mengambil oksigen dari zooxanthellae yang berada di dalam tubuhnya. Zooxanthella mendapat bahan organik dari sisa atau kotoran yang dikeluarkan oleh coral polyp. Kedua organisme ini melakukan simbiosis yang saling menguntungkan satu sama lain (mutual benefit – simbiosis mutualisme). Zooxanthellae, sejenis mikro-alga, tinggal di dalam jaringan coral polyp. Kedua komponen sistem alam ini saling berinteraksi untuk melengkapi fungsi sistem. coral polyp mendapat suplai oksigen dari zooxanthellae. Zooxanthellae mendapat makanan dari sisa dan ekskresi bahan organik yang dikeluarkan oleh coral polyp. Jika tidak ada zooxanthellae, coral polyp akan mengalami gangguan ekskresi dan tidak mendapat oksigen yang cukup untuk metabolisme tubuhnya – suatu simbiosis mutualisme, yang saling menguntungkan diantara dua komponen sistem alami perikanan. Gambar zooxanthellae

Ikan hiu, karena ukurannya yang relatif besar, kulitnya sering ditumbuhi oleh parasit dan tidak bisa dibersihkan oleh ikan hiu itu sendiri. Ikan pembersih, Remora sp., bisa memakan parasit yang menempel pada ikan hiu. Ikan ini (Remora) akan selalu mengikuti perjalanan ikan hiu, kemanapun dia pergi, sambil memakan parasit yang menempel pada kulitnya. Ikan Remora mendapat keuntungan karena bisa mendapatkan sebagian makanan (parasit) dan terhindar dari predator (karena menempel pada ikan hiu). Sebaliknya ikan hiu tidak merasa dirugikan dengan kehadiran ikan Remora disampingnya – ikan hiu relatif tidak mendapat keuntungan berarti karena luas permukaan kulitnya jauh lebih tinggi dibandingkan kemampuan ikan Remora untuk membersihakan seluruh permukaan tubuh ikan hiu. Simbiosis komensalisme antara ikan hiu dan ikan Remora. Walaupun tidak dirugikan, ikan hiu membiarkan ikan Remora untuk berlindung (menempel) dan memakan parasit yang menempel pada tubuh ikan ini. Karena luasnya permukaan tubuh ikan hiu, keberadaan Remora tentu tidak sampai menguntungkan ikan hiu. Gambar ikan hiu dan ikan remora sp.

Alga membutuhkan nutrient dalam bentuk material anorganik untuk dijadikan karbohidrat. Sebagian dari nutrient yang dibutuhkan alga tidak tersedia secara melimpah di perairan – contoh misalnya ialah unsur Silikat (Si) atau Seng (Zn). Beberapa jenis alga berbeda secara bersama membutuhkan minor nutrient ini pada saat yang sama. Mereka harus bersaing mendapatkan nutrient agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Beberapa alga merah (Rhodophyceae) mampu berkompetisi dengan jenis alga lainnya, seperti Chlorophyceae. Pada kondisi tertentu alga merah secara tiba-tiba bisa mendominasi dan tumbuh secara mendadak (blooming). Interaksi ini disebut kompetisi. Alga yang dominan, dalam jumlah tertentu ialah makanan bagi ikan-ikan pemakan plankton. Bentuk interaksi ini disebut grazing. Ikan-ikan

pemakan plankton menjadi makanan ikan-ikan yang lebih besar dan interaksinya disebut predasi. Sebaliknya, ikan besar akan mati karena penyakit atau kekurangan mangsa. Akibatnya, sisa ikan yang sudah mati akan jatuh ke dasar perairan serta dimakan oleh bakteri. Interaksi ini disebut dekomposisi. Semua komponen sistem perikanan tersebut berjalan secara alami dan membentuk keseimbangan. Jika terjadi perubahan alam yang ekstrem (seperti kemarau atau hujan berkepanjangan), sistem alami bisa berfluktuasi atau bergoyang. Namun, pada akhirnya sistem tersebut membentuk keseimbangan baru yang hampir sama dengan sebelumnya. Sistem perikanan alami tersebut berubah ketika manusia berusaha untuk memanipulasi system (Allen, 2002). Gambar Alga

 

Hal lain yang mempengaruhi biofisik laut yaitu ;

Pembalikan massa air (bahasa Inggris: upwelling) adalah sebuah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya. Pergerakan ini umumnya membawa nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton di dekat permukaan laut sehingga memperkaya biomassa di kawasan tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, kasawan upwelling dapat di identifikasikan dengan rendahnya temperature air laut dan tingginya kandungan biomassa. Peningkatan biomassa ini berkontribusi terhadap tingginya hasil perikanan tangkap di kawasan tersebut. Setidaknya 25% hasil tangkap laut dunia berasal dari kawasan yang hanya seluas 5% sari lautan dunia ini (Aderson, 1993).



Batasan garis pantai dan pasang surut di laut 

Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti abrasi dan sedimentasi yang terjadi di pantai, pengikisan ini akan menyebabkan berkurangnya areal daratan, sehingga menyebabkan berubahnya garis pantai. Secara sederhana proses perubahan garis pantai disebabkan oleh angin dan air yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, mengikis tanah dan kemudian mengendapkannya di suatu tempat secara kontinu. Proses pergerakan gelombang dating pada pantai secara esensial berupa osilasi. Angin yang menuju ke pantai secara bersamaan dengan gerak gelombang yang menuju pantai berpasir secara tidak langsung mengakibatkan pergesekan antara gelombang dan dasar laut, sehingga terjadi gelombang pecah dan membentuk turbulensi yang kemudian membawa material disekitar pantai termasuk yang mengakibatkan pengikisan pada daerah sekitar pantai (erosi). Pada dasarnya proses perubahan pantai meliputi proses erosi dan akresi. Erosi pada sekitar pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang keluar ataupun yang pindah meninggalkan suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan angkutan sedimen yang masuk, apabila terjadi sebaliknya maka yang terjadi adalah sedimentasi Perubahan garis pantai sangat dipengaruhi oleh interaksi antara angin, gelombang, arus, pasang surut, jenis dan karakteristik dari material pantai yang meliputi bentuk, ukuran

partikel dan distribusinya di sepanjang pantai sehingga mempengaruhi proses sedimentasi di sekitar pantai (Triatmodjo,1991). 

Dinamika terjadinya pasang surut Pasang surut air laut merupakan suatu fenomena alam yang berupa pergerakan air laut secera berkala dimana disebabkan oleh gaya gravitasi dan juga gaya tarik menarik oleh benda- benda laingi seperi matahari, bulan dan sebagainya. Para pendapat demikian sudah dipaparkan oleh banyak ahli, dimana para ahli menyatakan hal serupa. Pasang surut air laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan juga efek sentrifugal yang berasal dari dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi ini bervariasi secara langsung dengan massa namun berbanding terbalik dengan jarak. Graya gravitasi yang dihadirkan lebih besar daripada matahari. Meskipun secara ukuran bulan jauh lebih kecil dari matahari, namun bulan ternyata mempunyai gaya tarik yang lebih besar dua kali lipat daripada gaya tarik matahari dalam menyebabkan pasang surut karena jaraknya yang lebih dekat dengan Bumi. Gaya tarik gravitasi ini menarik air laut ke arah bulan dan juga matahari dan menghasilkan dua tonjolan atau bulge pasang surut gravitasional di laut. Pasang surut air laut merupakan suatu fenomena alam yang berupa pergerakan air laut secera berkala dimana disebabkan oleh gaya gravitasi dan juga gaya tarik menarik oleh benda- benda laingi seperi matahari, bulan dan sebagainya. Para pendapat demikian sudah dipaparkan oleh banyak ahli, dimana para ahli menyatakan hal serupa. Pasang surut air laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan juga efek sentrifugal yang berasal dari dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi ini bervariasi secara langsung dengan massa namun berbanding terbalik dengan jarak. Graya gravitasi yang dihadirkan lebih besar daripada matahari. Meskipun secara ukuran bulan jauh lebih kecil dari matahari, namun bulan ternyata mempunyai gaya tarik yang lebih besar dua kali lipat daripada gaya tarik matahari dalam menyebabkan pasang surut karena jaraknya yang lebih dekat dengan Bumi. Gaya tarik gravitasi ini menarik air

laut ke arah bulan dan juga matahari dan menghasilkan dua tonjolan atau bulge pasang surut gravitasional di laut (Triatmodjo,1991).



Pembagian perwilayahan dilaut Wilayah laut dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu berdasarkan letaknya, proses terjadinya, dan kedalamannya. Berdasarkan letaknya, wilayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu laut tepi, laut tengah, dan laut pedalamaan. 

Laut Tepi, yaitu laut yang terletak di antara tepi benua dan kepulauan yang memisahkannya dengan samudra. Contohnya, Laut Jepang terletak di antara Benua Asia dan Kepulauan Jepang yang memisahkannya dengan Samudra Pasifik, serta Laut Cina Selatan yang terletak di antara Benua Asia, Kepulauan Filipina, dan Indonesia yang memisahkannya dengan Samudra Pasifik.



Laut Tengah, yaitu laut yang terletak di antara dua benua. Contohnya, Laut Karibia terletak di antara Benua Amerika Utara dan Benua Amerika Selatan, Laut Mediterania terletak di antara Benua Afrika dan Benua Eropa, serta laut-laut di Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia.



Laut Pedalaman, yaitu laut yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh daratan. Contohnya, Laut Hitam, Laut Baltik, dan Laut Kaspia (Shendar, 2008).



Ancaman sumber daya laut yang akhirnya menyebabkan kersusakan 

Pembangunan wilayah pesisir pantai Hasil kajian di asia tenggara menyatakan, 80% penduduk terkonsentrasi pada wilayah antar 0-60 km dari laut. Pembangunan perumahan, fasilitas transportasi, pemanfaatan sumber daya, pariwisata pembangunan sampah maupun limbah akan terkonsentrasi di wilayah pesisir. Semua aktifitas di atas akan menekan dan mengancam sumber daya habitat dan hayati laut. Akibatnya pantai mengalami abrasi, daratan terkikis secara secara perlahan (Prasetya, 2003).



Konversi lahan Saat ini, beberapa tempat di dunia, bisa di pelajari detai dengan tersedianya informasi melalui citra satellite-Google Earth misalnya, menyakijan fasilitas sampai geo-eye, hanya beberapa ratus meter dari permukaan daratan. Kalau kita perhatikan pesisir pantai wilayah utara pulau jawa melalui Google Earth, bisa di bayangkan wilayah tersebut di tutupi oleh hutan bakau (mangroves) yang sangat lebat. Alas an klasik,tuntutkan pembangunan dan teknologi, memaksa konversi hutan bakau menjadi tambak dan peruntukan lainnya. Konversi lahan bakau tidak saja terjadi pada wilayah dengan populasi penduduk yang pada. Pemandangan dari pelabuhan udara Bima, Sumbawa, menunjukkan sebagian besar dari hutan bakau sudah dirubah menjadi lahan tambak dan kolam. Hutan bakau berfungsi untuk menjebak bahan organic, menjadi perangkap bahan pencemar dan menahan bahan-bahan partikulat sebelum sampai di pantai. Hutan bakau jugaberfungsi sebagai penyangga untuk mencegah instrusi air laut ke arah daratan. Secara fisik, hutan bakau bisa menahanpantai dari seragam gelombang, tsunami, dan angina topan, secara ekologis hutan bakau merupakan asuhan (nursey ground) bagi ikan kecil, tempat mencari makan ikan-ikan kecil, tempat mencari makan ikan-ikan dilaut dan sebagai lokasi pemijahan. Hampir semua hutan bakau pada wilayah pasang surut menghasilkan kepiting soka atau kepiting bakau, Scylla serrata (Forskal, 1775). Koversi lahan sering mengorbankan hutan bakau yang ada di

pinggir pantai. Jika alih fungsi hutan dilakukan secara berlebihan, bakau akan kehilangan berbagai fungsi dengan kata lain bisa berdampak negative pada perikanan tangkap (Prasetya, 2003).



Sedimentasi Hasil studi resiko kerusakan terumbu karang di Asia Tenggara mendapatkan bahwa lebih dari 80% lahan di Pulau Jawa dan Bali sudah dibuka untuk berbagai kepentingan yang berbeda. Pembukaan lahan di Pulau Sumatera dan Sulawesi mencapai 61 – 80%. Hanya sebagian wilayah. Kalimantan Timur dan Papua yang masih cukup baik, dengan pembukaan lahan antara 0 – 20%. Pembukaan lahan membuat tanah permukaan labil dan terbawa bersama air permukaan pada saat hujan. Seluruh bahan tersebut hanyut dan sampai di wilayah muara sungai. Dengan semakin berkurangnya lahan bakau, air sungai bersama partikel lumpur akan mengendap pada wilayah littoral dan paparan benua. Sedimentasi ini menjadi ancaman bagi lingkungan terumbu karang. Sedimentasi menutupi coral polyp dengan partikel lumpur. Kekeruhan oleh partikel lumpur juga menghambat radiasi sinar matahari sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh zooxanthellae, simbion dari coral polyp. Habitat terumbu karang yang baik hampir tidak pernah ditemukan dekat dengan muara sungai besar. Hal ini disebabkan karena sungai di Indonesia selalu membawa partikel lumpur dan bahan pencemar lainnya yang membuat habitat terumbu karang sulit berkembang. Sebaliknya, terumbu karang bisa tumbuh baik pada lokasi pulaupulau kecil yang relatif tidak memiliki sungai besar. Komodo, Teluk Maumere, Wakatobi dan Raja Ampat ialah beberapa wilayah di Indonesia dengan populasi

terumbu karang yang masih relatif baik dan tidak terpengaruh oleh partikel lumpur dari sungai. Hasil studi yang dilakukan oleh Tomascik mendapatkan kedalaman optimal terumbu karang di Kepulauan Seribu mencapai 8 – 12 m dari permukaan. Kondisi terumbu karang sehat ini terjadi. Perubahan tata guna lahan di darat bersama sistem pertanian yang tidak berkelanjutan, keduanya menyebabkan pencemaran pada badan dan tangkapan air. Pencemaran tersebut bisa bersifat poin-source yang mudah dilacak maupun nonpoint-source yang tidak mudah dilacak. Tipe pencemaran ini biasanya membawa nutrien secara berlebihan dan menyebabkan eutrofikasi di wilayah muara sungai dan pantai. Eutrofikasi berdampak pada pertumbuhan lumut dan alga lain secara berlebihan dan mendominasi permukaan perairan. Alga atau lumut menutupi permukaan coral polyp dan menyebabkan stress atau kematian. Dominasi alga juga mengurangi infiltrasi sinar matahari yang seharusnya optimal untuk pertumbuhan polyp dan pembentukan kerangka kapur (Prasetya, 2003).



Pencemaran Minyak Beberapa kegiatan manusia yang berbasis di laut dan menyebabkan degradasi sumber daya laut, antara lain ialah termasuk: pelabuhan, tumpahan minyak di laut, bangkai kapal yang ditinggalkan pemilik, pembuangan sampah dari atas kapal, pelemparan jangkar tambak (anchor), pembuangan air ballast dan aktifitas pengeboran minyak (di pantai atau lepas pantai). Wilayah sekitar pelabuhan umumnya didominasi oleh tiga kategori pencemaran: pembuangan minyak dari limbah pembakaran, pembuangan air ballast dan sampah. Intensitas pencemaran

minyak bisa terlihat pada permukaan air laut karena berat jenis minyak yang lebih rendah. Komposisi kimia hidro-karbon minyak lebih banyak berdampak negatif pada organisme permukaan (pelagis). Lapisan permukaan minyak bisa membentuk microfilm yang berdampak pada serapan energi matahari yang seharusnya bisa diterima oleh zooxanthella pada coral-polyp. Pembuangan air ballast umumnya mengandung bahan organik dan organisme infasive yang akhirnya menjadi kompetitor keragaman hayati lokal. Beberapa jenis kapal harus berlabuh dan melemparkan jangkar di luar pelabuhan. Secara fisik, dia bisa merubah struktur dasar perairan di sekitar pelabuhan. Pada dasarnya, pencemaran di laut bersifat lokal di sekitar sumber pencemaran. Beberapa jenis pencemar, terutama yang tidak bisa diencerkan oleh air laut, terbawa oleh arus laut dan menyebabkan dampak negatif pada area yang lebih luas. Kejadiankejadian seperti tumpahan minyak di Selat Malaka (Prasetya, 2003). 

Penangkapan Berlebih Penangkapan berlebih (over-exploitation), didefinisikan sebagai pengambilan sumber daya hayati laut (ikan) pada laju yang melebihi kemampuan sumber daya untuk melakukan pemulihan secara alami. Indikasi awal penangkapan berlebih ialah berkurangnya stok populasi, dan akhirnya, hasil tangkapan nelayan. Indikasi lainnya ialah pada semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap oleh nelayan. Penangkapan berlebih, jelas akan merugikan nelayan dan masyarakat karena potensi sumber daya yang bisa dimanfaatkan akan semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada kerugian ekonomi masyarakat lokal, bahkan bisa terjadi dalam bentuk hilangnya salah satu sumber penghidupan masyarakat pesisir dari penangkapan ikan. Ketika sumber daya mulai berkurang, kita bisa melihat frekuensi konflik diantara nelayan pengguna sumber daya yang semakin intens. Sumber daya hayati laut tinggal pada habitat atau ekosistem dan membentuk simbion, satu sama lain saling terkait, membentuk kesimbangan ekosistem. Penangkapan berlebih dari salah satu sumber daya hayati menyebabkan perubahan keseimbangan ekosistem secara biologis – Ikan napoleon, Cheilinus undulatus (Rüppell, 1835) dan siput terompet, Charonia tritonis (Linnaeus, 1758) ialah dua jenis

spesies yang dipercaya sudah mengalami penangkapan berlebih. Ikan napoleon diburu karena nilai ekonomisnya yang sangat tinggi pada perdagangan ikan karang hidup di Hongkong. Kedua jenis spesies ini diduga merupakan pemangsa telur Crown-Of-Thorn. Sedangkan Crown-of-Thorn ialah jenis organisme (Echinodermata) yang menjadi predator coral polyp. Penangkapan berlebih pada ikan napoleon dan siput terompet (triton) akan menyebabkan meledaknya populasi COT secara mendadak. Penangkapan berlebih pada kondisi ini lebih disebut sebagai ecological over-fishing yang tentu saja berdampak buruk pada ekosistem terumbu karang. Ikan napoleon dan siput terompet (triton) sering disebut sebagai keystone species, yang merupakan indikator kesehatan karang (Prasetya, 2003). 

Penangkapan Destruktif Penangkapan destruktif ialah jenis kegiatan pengambilan ikan dengan cara atau metode yang berdampak negatif pada populasi ikan dan habitat atau lingkungan tempat tinggal ikan. Penangkapan destruktif disebut juga dengan istilah penangkapan tidak ramah lingkungan, Unfriendly Fishing Methods. Peledak (bom ikan, dinamit) dan racun ikan (potasium sianida, tuba, akar bore, deris) ialah dua jenis metode penangkapan di Indonesia yang sangat terkenal, tergolong dalam metode destruktif. Trawl atau pukat hariamau juga termasuk dalam kategori alat destruktif bersama penangkapan dengan menggunakan strum listrik, electro-fishing. Dampak dari penangkapan destruktif dibedakan dalam dua kategori, ialah: tertangkapnya ikan non-target dan menyebabkan hasil sampling (by-catch), dan kerusakan kolateral. Trawl dan electrofishing sering kali atau hampir selalu menghasilkan by-catch yang sering kali tidak bermanfaat secara ekonomis dan terpaksa harus dibuang oleh nelayan. Kerusakan kolateral ialah dampak negatif, baik kerusakan habitat atau ikan-ikan kecil yang tidak pernah bisa dihitung, sebagai akibat dari cara operasi alat tangkap. Trawl dasar, bom ikan dan racun ikan sering kali menimbulkan dampak dalam bentuk kerusakan kolateral ini. Bom ikan umumnya digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang bergerombol di atas terumbu karang, seperti ikan ekor kuning, Caesio sp, atau ikan kuwe, Caranx sp. Ledakan oleh bom akan menimbulkan kerusakan fisik pada terumbu karang, menjadi serpihan kecil yang

disebut rubble. Bom menyebabkan perubahan struktur dasar, dari substrat keras (fix) menjadi substrat yang labil. Pada kondisi seperti ini, terumbu karang akan sulit tumbuh kembali karena bayi karang (planula) selalu membutuhkan subsrat keras untuk menempel. Trawl, disebut juga Pukat Harimau atau Pukat Hela, lebih banyak dioperasikan pada dasar berpasir atau pasir berlumpur. Dalam operasi, jaring ini menggaruk dasar perairan. Akibatnya, terjadi perubahan struktur dan kualitas habitat dasar yang sebelumnya sangat cocok untuk ikan. Ukuran mata jaring cod-end pada Trawl dibuat berukuran sangat kecil. Hal ini dimaksudkan agar udang, yang menjadi target utama penangkapan, tertinggal pada jaring cod-end. Namun, pada saat yang sama, ikan-ikan lain yang tidak menjadi target penangkapan juga tertangkap. Sebagian besar ikan-ikan ini tidak bernilai ekonomis untuk dibawa ke darat – nelayan harus membuang ikanikan tersebut ke tengah laut, disebut dengan istilah discard. Untuk mendapatkan 1 kg udang, operasi jaring Trawl di Australia Utara dilaporkan sampai membuang 20 kg ikan hasil samping atau by-catch. Ringkasnya, penangkapan dengan alat tangkap atau metode yang tidak ramah lingkungan mengancam keberlanjutan sumber daya dan keanekaragaman hayati laut. Ancaman tersebut terjadi dalam bentuk tingginya hasil samping dan kerusakan kolateral yang ditimbulkan oleh operasi alat. Harus diingat pula bahwa alat tangkap destruktif juga memberikan kontribusi nyata terjadinya penangkapan berlebih. Jadi, alat tangkap destruktif disebut menyebabkan terjadinya double-blow effect, penangkapan berlebih dan pada saat yang sama juga menyebabkan kerusakan habitat potensi bagi ikan (Prasetya, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Anderson DM, Prell WL. 1993. A 300 KYR record of upwelling off Oman during the late quaternary: evidence of the Asian southwest monsoon. Paleoceanography, 8(2): 193-208. Allen, G. R. and T. B. Werner 2002. Coral Reef Fish Assessment in the 'Coral Triangle' of Southeastern Asia. Environmental Biology of Fishes 65(2): 209-214. Dishidros. 2002. Buku Ramalan pasang surut 2002. Dishidros: Jakarta. I Shendar. 2008. Karakteristik Lingkungan Perairan Kepulauan Seribu. Vol (4). Prasetya .2003. Pengantar ilmu kelautan. Yogyakarta: Balai Pustaka. Triatmojo. 1991. Identifikasi perubahan Garis Pantai Kawasan Pesisir Barat Kabupaten Bekasi Jawa Barat Akibat Akresi-rekresi dengan menggunakan Data Citra Landast TM. Skripsi S1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP Semarang.

Related Documents


More Documents from "Hanada Yuki"