Penentuan Jensi Asam Amino Dalam Sampel.docx

  • Uploaded by: Danny Adi Kurniawan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penentuan Jensi Asam Amino Dalam Sampel.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,526
  • Pages: 21
I. Judul Percobaan : Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel II. Hari / Tanggal Percobaan : Jum’at / 14 September 2018 Pukul 09.30-11.30 WIB III. Tujuan Percobaan : Menentuan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi lapis tipis IV. Dasar Teori : Asam amino adalah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino sebagai komponen protein mempunyai gugus amina (-NH2) pada atom karbon α dari posisi gugus karboksil (-COOH). Rumus umum asam amino adalah (Poedjiadi, 1994) :

Gambar 1. Struktur asam amino Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Kelarutan asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat dan amina. Asam amino mempunyai titik lebur yang tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat dan amina. Hal ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan sekedar senyawa yang mempunyai

gugus –COOH dan gugus –NH2. Hal ini tampak pula pada

sifat asam amino sebagai elektrolit (Poedjiadi, 1994). Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan sifat asam karboksilat maupun sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik umumnya kurang larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula asam amino pada umunya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Perbedaan sifat antara asam karboksilat dan amina terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi (Poedjiadi, 1994).

Terdapat dua puluh asam amino alami yang lazim. Kedua puluh asam amino alami yang lazim, memiliki rangka yang terdiri dari gugus asam karboksilat dan gugus yang terikat secara kovalen pada atom pusat (karbon alfa). Dua gugus lainnya pada karbon alfa ialah hidrogen dan gugus R yang merupakan rantai samping asam amino. Sifat kimia gugus rantai sampinglah yang menyebabkan perbedaan sifat asam amino (Fessenden dan Fessenden, 1997). Asam amino penyusun protein dapat digolongkan berdasarkan berbagai kategori. Berdasarkan komposisi kimia gugus R, asam amino dapat digolongkan menjadi asam amino alifatik (glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin), asam amino hidroksil (serin, treonin), asam amino sulfur (sistein, metionin), asam amino aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan), asam amino asam (asam aspartat, asparagin, asam

glutamat, glutamin), asam

amino basa

(arginin, histidin, lisin) dan asam amino imino (prolin). Sedangkan pembagian asam amino berdasarkan polaritas molekulnya, yaitu asam amino polar dengan gugus R polar (C-O, CN, O-H) seperti glisin, sistein, asam glutamat, serin, tirosin, treonin, asam aspartat, glutamin, histidin, arginin, asparagin dan lisin. Sedangkan golongan asam amino nonpolar dengan gugus R nonpolar (C-C, C-H) seperti valin, alanin, leusin, metionin, prolin, isoleusin, fenilalanin dan tirosin. Asam-asam amino juga dapat digolongkan berdasarkan kemampuan sintesis tubuh manusia dan hewan yaitu asam amino nonesensial (alanin, prolin, glisin, serin, sistein, tirosin, asparagin, glutamin, asam aspartat dan asam glutamat) dan asam amino esensial (arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin) (Toha dan Hamid, 2001). Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetri, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang banyak memperoleh pengembangan adalah metode kromatografi (Poedjiadi, 1994). Ada beberapa macam kromatografi diantaranya kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (KLT), dan kromatografi penukar ion. Kromatografi lapis tipis (KLT) biasanya menggunakan aluminium oksida, serbuk selulosa atau silika gel sebagai absorben yang berupa ½ lapis tipis yang diletakkan di atas selembar kaca.

Seperti halnya pada

kromatografi kertas, larutan yang mengandung beberapa asam amino diteteskan di atas adsorben dan dibiarkan bergerak. Pemisahan asam amino didasarkan pada perbedaan kecepatan bergerak asam-asam amino tersebut pada pH tertentu. Harga Rf yaitu ciri khas suatu asam amino pada pelarut tertentu. Penentuan macam asam amino dapat pula

dilakukan dengan menghitung harga Rf masing-masing asam amino, kemudian dibandingkan harga Rf asam amino yang terdapat pada tabel yang telah ada (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007). Fase stasioner dapat berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase bergerak dapat berupa cairan maupun gas. Dalam semua teknik kromatografi, zat-zat terlarut yang dipisahkan bermigrasi sepanjang kolom, dan tentu saja laju pemisahan terletak dalam laju perpindahan yang berbeda untuk larutan yang berbeda. Harga Rf dapat disefenisikan sebagai berikut (Day dan Underwood, 2002) :

Harga Rf =

Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan

harga-

harga standar. Senyawa standar biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa

yang

dipisahkan

pada

kromatogram. Adapun

faktor-faktor

yang

mempengaruhi harga Rf yaitu (Day dan Underwood, 2002): 1. Strukur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan. 2. Sifat dari penyerapan dan derajat aktifitasnya. 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. 4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase gerak. 5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan. 6. Teknik percobaan. 7. Jumlah cuplikan yang digunakan. 8. Suhu. 9. Kesetimbangan. Analisis asam amino primer dapat menggunakan derivatisasi prakolom. Tetapi ini hanya untuk asam amino primer sehingga tidak mungkin dilakukan oksidasi asam amino sekunder menjadi asam amino primer sebelum melalui kolom. Bila oksidasi ini dilakukan, dapat terjadi kerusakan (Rediatning dan Kartini, 1987).

Larutan asam amino standar yang akan digunakan dalam percobaan, yaitu; 

HISTIDIN Histidin merupakan senyawa yang tergolong ke dalam asam amino. Senyawa histidin

ini juga banyak ditemukan dalam berbagai makanan yang kaya akan kandungan protein. Senyawa ini memiliki banyak kelebihan karena dapat dikonversi ke dalam berbagai macam senyawa seperti histamin, glutamat, dan hemoglobin. Tidak hanya itu saja, histidin juga bagian dari asam amino dasar yang penting dalam proses sintesis purin. Histidin merupakan satu dari 20 asam amino dasar yang terkandung di dalam protein. Jadi bisa dikatakan setiap makanan yang mengandung protein pasti akan mengandung senyawa histidin. Seperti halnya arginin dan juga lisin, histidin masuk ke dalam kategori asam amino dasar. Namun berbeda dengan jenis asam amino dasar lainnya, histidin memiliki bentuk rantai dasar yang mempu menyumbangkan dan juga menerima proton secara bersamaan. Kondisi tersebut membuat histidin sebagai salah satu senyawa asam amino dasar yang sangat penting. (Sudjana dkk., 2002). 

GLISIN Glisin merupakan asam amino yang paling sederhana dan dapat berdisosiasi

membentuk suatu anion glisin H2N-CH2-CO2-, yang dapat bertindak sebagai ligan terhadap kation logam transisi. Glisin digolongkan kepada ligan bidentat, ligan semi, dan ligan negatif, karena mempunyai pasanganelektron bebas dalam atom N dan pasangan elektron dalam atom O sebagai kelebihan elektron (Sudjana dkk., 2002). 

SISTEIN Sistein adalah asam amino yang secara umum dapat diproduksi oleh tubuh, di antara

banyak fungsinya, salah satu fungsi sistein adalah membantu menciptakan anti-oksidan dalam tubuh, sehingga dapat melawan radikal bebas dalam tubuh dan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih kuat. Beberapa makanan yang mengandung sistein yang cukup tinggi termasuk kedelai, daging sapi, domba, biji bunga matahari, ayam, gandum, ikan, keju, telur, kacang-kacangan, dan kamut. Asupan harian yang direkomendasikan untuk sistein adalah 4.1mg per kilogram per hari. Sistein merupakan asam amino non esensial. Jika

beberapa jenis asam

amino seperti leusin, triptofan, dan likopen tidak dapat diproduksi oleh tubuh, maka tidak

demikian dengan sistein. Jenis asam amino ini dapat dihasilkan oleh tubuh. Meski demikian terkadang seseorang juga perlu menambah sistein dari luar tubuh mereka. Oleh karenanya ada kalanya seseorang juga perlu mengkonsumsi beberapa makanan yang mengandung Sistein. Beberapa makanan yang mengandung sistein yang cukp tinggi diantaranya adalah kedelai, daging sapi, daging domba, biji bunga matahari, daging ayam, gandum, ikan, keju, telur, kacang-kacangan, dan kamut. (Sudjana dkk., 2002). V.

Alat dan Bahan 1. Alat: -

Kertas kromatografi

1 buah

-

Labu pemisah

1 buah

-

Kaca kapiler

1 buah

-

Gelas kimia

1 buah

-

Botol semprot

1 buah

-

Oven

1 buah

2. Bahan : -

n-butanol

secukupnya

-

aquades

secukupnya

-

larutan asam amino standar

secukupnya

-

Larutan sampel

secukupnya

-

Asam asetat glasial

secukupnya

VI.

Alur Percobaan 1. Pembuatan Larutan Pengemulsi 25 mL n-butanol + 6 mL asam asetat glasial + 25 mL aquades - Dimasukkan ke dalam erlenmeyer A - Ditempatkan dalam lemari kromatografi - Dijenuhkan Eluen

2. Menentukan Kompoenen Asam Amino Kertas kromatografi 4x10 cm - Ditotolkan 4 macam larutan A, B, C, S pada titik yang sudah ditandai dalam plat KLT dengan batas atas pada kertas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm - Di oven selama 5 menit dengan suhu 105oC - Setiap 1 tetesan dikeringkan terlebih dahulu sebelum tetesan berikutnya - Besar tetesan tidak melebihi 0,4 cm diameternya Kertas kromatografi bernoda - Digantung dalam lemari kromatografi selama beberapa jam untuk dijenuhkan dengan uap eluennya (±1,5 jam) - Dikeluarkan dari lemari kromatografi - Di oven pada suhu 105oC-110oC selama 5 menit Noda-noda asam amino - Disemprot ninhidrin - Dikeringkan pada suhu 105oC-110oC selama 5 menit - Ditandai dengan pensil - Dihitung harga Rf tiap noda - Dibandingkan nilai Rf asam amino standar untuk menentukan komponen asam aminonya Komponen asam amino

VII.

Hasil Pengamatan

No 1

Prosedur Percobaan Pembuatan Larutan Pengemulsi

25 mL n-butanol + 6 mL asam asetat glasial + 25 mL aquades - Dimasukkan ke dalam erlenmeyer A - Ditempatkan dalam lemari kromatografi - Dijenuhkan Eluen

Hasil Pengamatan Sebelum  Larutan nbutanol : larutan tak berwarna  Larutan asam asetat glasial : larutan tidak berwarna  Aquades : larutan tak berwarna

Sesudah

Dugaan/Reaksi

 Larutan n-  Asam asetat glasial + nbutanol + larutan butanol → n-butil asetat asam asetat (aq) + glasial + aquades  CH3COOH CH3CH2CH2CH2OH (aq) → : larutan tak berwarna CH3COOCH2CH2CH2CH2 (aq) + H2O (l)  Aquades bersifat polar  n-butanol bersifat semipolar  Asam asetat glasial bersifat non polar

Kesimpulan Reaksi antara n-butanol dan asam asetat glasial membentuk suatu ester yaitu butil asetat yang bersifat polar

2

Menentukan Kompoenen Asam Amino Kertas kromatografi 4x10 cm - Ditotolkan 4 macam larutan A, B, C, S pada titik yang sudah ditandai dalam plat KLT dengan batas atas pada kertas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm - Di oven selama 5 menit dengan suhu o 105 C - Setiap 1 tetesan dikeringkan terlebih dahulu sebelum tetesan berikutnya - Besar tetesan tidak melebihi 0,4 cm diameternya Kertas kromatografi bernoda - Digantung dalam lemari kromatografi selama beberapa jam untuk dijenuhkan dengan uap eluennya (±1,5 jam) - Dikeluarkan dari lemari kromatografi o o - Di oven pada suhu 105 C-110 C selama 5 menit Noda-noda asam amino -Disemprot ninhidrin o o -Dikeringkan pada suhu 105 C-110 C selama 5 menit -Ditandai dengan pensil -Dihitung harga Rf tiap noda -Dibandingkan nilai Rf asam amino standar untuk menentukan komponen asam aminonya Komponen asam amino

 Plat KLT : berwarna putih  Larutan standar A : larutan tak berwarna  Larutan standar B : larutan tak berwarna  Larutan standar C : larutan tak berwarna  Larutan standar S : larutan tak berwarna

 Plat KLT diberi batas menjadi plat berbatas atas bawah dan ada 4 titik.  Setelah di oven, plat menjadi kering  Setelah dimasukkan dalam chember yang berisi eluen, permukaannya basah seluruhnya  Setelah di oven dengan suhu o 105 C, plat menjadi kering.  Setelah disemprot ninhidrin dan di oven muncul noda sampel  Rf noda S sebesar 0,41 (ungu pudar)

 Muncul noda sampel sebelah disemprot ninhidrin dan di oven. Reaksi : 

(ninhidrin)

+

(asam amino)

CO2 + NH3 + RCHO

(hidryndantin)

Rf noda S sebesar 0,41 senilai dengan Rf sistein secara teori.

 Ninhydrin

+ NH

3

+

(hydrindantin)

senyawa kompleks berwarna ungu  Rf teori -Glisin = 0,26 (ungu) -Sistein = 0,4 (jingga) -Histidin = 0,11 (ungu)  Rf perhitungan -Glisin = 0,25 -Sistein = 0,23 -Histidin = 1,058

VIII. Pembahasan Pada percobaan ini yang berjudul “Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel” bertujuan untuk menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi lapis tipis. Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kepolaran antara fasa diam dan fasa gerak. Dalam percobaan ini, fasa diam yang digunakan ialah plat KLT. Plat tipis ini terbuat dari alumunium yang berlapis adsorben (silika) diatasnya. Prinsip percobaan KLT ini didasarkan pada sifat fisik dan kimia asam amino. Sifat fisik ditunjukkan oleh kecepatan bergerak pada fase diam dari kertas kromatografi dan sifat kimianya berdasarkan pada warna yang timbul ketika disemprot dengan larutan ninhidrin. Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Asam amino ini dapat ditentukan jenisnya melalui kromatografi dengan cara melihat nilai Rf yang dihasilkan oleh masing-masing asam amino. Metode kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dari masing-masing komponen. Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Afinitas senyawa dalam fase diam dan fase gerak ditentukan oleh sifat fisika kimia dari masing-masing senyawa. Faktor –faktor yang menyebabkan perbedaan migrasi komponenkomponen dalam sampel meliputi faktor pendorong migrasi analit dan faktor penghambat migrasi analit. Hasil migrasi inilah yang nanti akan digunakan untuk menentukan nilai Rf dari masing-masing komponen seperti asam amino.

1. Pembuatan larutan pengemulsi Pada percobaan ini larutan yang digunakan sebagai eluen yaitu campuran n-butanol, asam asetat glasial, dan aquades dengan masing masing volumenya yaitu 25 mL, 6 mL, dan 25 mL. Kemudian campuran larutan tadi dimasukkan ke dalam chamber, eluen dibuat benar-benar jenuh

terhadap

chamber

untuk

mempercepat proses elusi. Digunakan

campuran n-butanol, asam asetat, dan aquades sebagai eluen karena ketiga bahan tersebut memiliki kepolaran, dan memiliki perbedaan titik dielektrik. Air lebih polar dari pada n-

butanol dan n-butanol lebih polar jika dibandingkan dengan asam asetat. Eluen ini dibuat Sehari sebelum percobaan dilakukan. Hal ini bertujuan agar eluen benar-benar jenuh. Pada pembuatan eluen, digunakan larutan dengan tingkat kepolaran yang berbeda karena pencampuran pelarut sangat polar dengan pelarut sangat non polar sebaiknya ditambah satu pelarut lagi yaitu pelarut semipolar sehingga eluen yang terbentuk dapat bercampur dengan baik (tidak terlihat adanya kekeruhan). Selain itu, pemilihan eluen sangat penting karena jika eluen yang digunakan memiliki konsentrasi yang tidak sesuai dengan sampel yang akan dipisahkan, maka kromatografi dapat tidak berjalan. Jika eluen terlalu polar akan menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada kertas naik sampai batas atas tanpa mengalami pemisahan, jika eluen kurang polar, maka noda yang ditotolkan tidak akan bergerak sama sekali. Oleh karena itu dalam pembuatan eluen ini menggunakan tingkat kepolaran yang berbeda. Eluen dari campuran ketiga larutan tersebut membentuk suatu ester yang menghasilkan larutan tidak berwarna dan berbau khas. Reaksi-nya yaitu:

2. Menentukan komponen asam amino Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan komponen suatu asam amino dalam sampel dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat kromatrografi yang digunakan dalam percobaan ini merupakan plat kromatografi lapis tipis yang berukuran 4x10 cm yang berwarna putih. Plat tipis ini terbuat dari alumunium berwarna silver yang berlapis adsorben (silika gel) yang berwarna putih. Silika gel dapat membentuk ikatan hidrogen di permukaannya, karena pada permukaannya terikat gugus hidroksil. Oleh karena itu silika gel bersifat polar maka asam amino yang mempunyai tingkat kepolaran lebih tinggi akan terbawa terlebih dahulu oleh eluen yang mempunyai sifat polar. Sebelum percobaan dilakukan, plat KLT diberi garis terlebih dahulu yaitu garis batas bawah sebesar 1 cm dari bagian bawah dan garis batas atas sebesar 0,5 cm dari bagian atas plat. Dari batas bawah diberi tanda A, B, C, dan S. Masing-masing tanda diberi jarak 1 cm dan untuk tanda A dan S diberi jarak 0,5 cm dari tepi plat. Tanda A, B, C, dan S

digunakan sebagai penanda larutan asam amino standar yang masing-masing larutannya yaitu histidin, glisin, sistein, dan sampel. Setelah diberi garis, langkah selanjutnya yaitu mengoven plat KLT pada inkubator dengan suhu 105-110oC selama 5 menit dengan tujuan yaitu agar pori-pori pada silika gel terbuka sehingga dapat menghilangkan air yang terserap oleh silika yang ada pada plat. Kemudian setelah di oven, ditotolkan larutan asam amino standar (glisin, sistein, histidin) pada sampel menggunakan pipa kapiler. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan proses kromatografi. Proses kromatografi ini memerlukan waktu sampai ± 1 jam untuk mencapai batas atas plat KLT. Setelah proses kromatografi selesai, selanjutnya mengoven plat tersebut dengan suhu 105-110oC selama 5 menit. Dikarenakan larutan asam amino standar dan sampel merupakan larutan tak berwarna maka setelah dioven, disemprotkan larutan ninhidrin dengan tujuan untuk menampakkan noda. Setelah disemprotkan, plat KLT dioven kembali sampai noda terlihat. Setelah dioven, terdapat bercak berwarna ungu yang mengindikasikan terjadinya reaksi antara asam amino dengan larutan ninhidrin. Reaksi ninhidrin dengan asam amino yaitu:

Setelah nampak noda, dilakukan perhitungan Rf dengan rumus sebagai berikut:

Harga Rf =

Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal

Sehingga pada percobaan yang dilakukan diperoleh nilai Rf glisin, sistein, histidin, dan sampel berturut-turut yaitu 0,25; 0,23; 1,058; dan 0,41. Namun nilai Rf glisin, sistein, dan histidin secara teori yaitu 0,26; 0,40; 0,11. Sehingga hasil dari percobaan membuktikan sampel tersebut adalah sistein. Namun apabila percobaan dilakukan dengan benar dan teliti maka akan didapatkan histidin dalam sampel. Hal ini membuktikan bahwa ada ketidaksesuaian antara hasil percobaan dengan hasil secara teori. Pada data yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa nilai Rf yang dihasilkan saat percobaan tidak sesuai dengan teori. Nilai Rf yang dihasilkan saat percobaan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai Rf secara teori. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi gerak noda pada KLT dan nilai Rf yaitu: a. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan b. Tebal dan kerataan pelat c. Eluen yang digunakan d. Derajat kejenuhan dari uap e. Jumlah cuplikan yang digunakan f. Suhu Tingginya nilai Rf yang dihasilkan mungkin dikarenakan oleh masih adanya air dalam plat sehingga memungkinkan air ikut tertarik oleh eluen dan mengakibatkan noda terlalu cepat tertarik keatas. Faktor lainnya yaitu cara menyemprotkan ninhidrin terhadap plat yang tidak merata dan selain itu juga dapat terjadi karena kurangnya ketelitian saat menotolkan sampel pada plat KLT sehingga menyebabkan noda tidak tampak saat disemprotkan larutan ninhidrin. IX.

Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:



Komponen suatu asam amino dalam sampel dapat ditentukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).



Sampel S mengandung asam amino histidin.



Ketidaksesuaian nilai Rf secara teori dan hasil percobaan dapat terjadi karena masih adanya air pada plat atau ketidaktelitian saat melakukan percobaan.

X. Jawaban Pertanyaan 1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan kromatografi kertas ? Jawab : Keuntungan :  KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.  dentifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet  Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.  Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.  Hanya membutuhkan sedikit pelarut.  Biaya yang dibutuhkan terjangkau.  Jumlah perlengkapan sedikit.  Preparasi sample yang mudah  Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007). Kerugian :  Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.  Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.  Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun

2. Apakah metode kromatografi kertas dapat digunakan untuk analisis kuantitatif? Jawab : Metode kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk analisis kualitatif, tidak untuk analisis kuantitatif. Dalam analisis kualitatif, metode KLT dalam hal ini digunakan untuk mengidentifikasi ada/tidaknya sampel asam amino di dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif merupakan suatu analisa untuk mengetahui besarnya/banyaknya suatu zat di dalam sampel. Sedangkan, dalam hal ini Metode kuantitatif tidak bisa digunakan untuk mengetahui banyak suatu zat dalam sampel, melainkan hanya dapat

mengidentifikasi ada/tidaknya suatu zat di dalam sampel. Sehingga, dapat dikatakan metode KLT tidak dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

3. Faktor apa saja yang memengaruhi nilai Rf ? Jawab : Nilai Rf dipengaruhi beberapa hal seperti komposisi dan jenis pelarut, konsentrasi pelarut, kemurnian pelarut, komposisi zat suatu sampel, kejenuhan uap pelarut, kebersihan dan kekeringan suatu pelat, stabilitas chamber pelarut.

Daftar Pustaka Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1997. Dasar- Dasar Kimia Organik. Jakarta:Erlangga. Hughes, A.B. 2009. Amino Acids, Peptides and Proteins in Organic Chemistry. Australia:WILEY-VCH. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:UI-Press. Rediatning, W. dan Kartini, N. 1987. Analisis Asam Amino Dengan Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom dan Pascakolom. Proceedings ITB. 20(1,2): 41-59. Sudjana, E., Abdurachman, M., dan Yuliasari, Y. 2002. KarakteriSasi Senyawa Kompleks Logam Transisi Cr, Mn, dan Ag Dengan Glisin Melalui Spektrofotometri Ultraungu dan Sinar Tampak. Jurnal Bonatura, 4(2):69-86. Toha, A. dan Hamid, A. 2001. Biokimia:Metabolisme Biomolekul. Bandung:Alfabeta.

LAMPIRAN PERHITUNGAN Rf

Harga Rf =

Jarak yang ditempuh nodal Jarak yang ditempuh eluen

Diketahui: -

Jarak tempuh eluen

-

Jarak tempuh noda A (histidin)

-

Jarak tempuh noda B (glisin)

-

Jarak tempuh noda C (sistein)

-

Jarak tempuh noda S

 Harga Rf noda A =  Harga Rf noda B =  Harga Rf noda C =  Harga Rf noda S =

9 8,5 2,2 8,5 2 8,5 3,5 8,5

=1 = 0,25 = 0,23 = 0,41

LAMPIRAN FOTO

NO

GAMBAR

KETERANGAN

1

Persiapan alat dan bahan

2

Pemberian garis batas pada plat KLT

3

Proses pengovenan plat KLT dengan suhu 114oC selama 5 menit

4

Larutan asam amino standar yang digunakan

yaitu

histidin,

glisin,

sistein, dan larutan sampel.

5

Proses penotolan larutan asam amino standar dan sampel pada plat KLT

6

Proses kromatografi

7

Proses pengovenan setelah dilakukan kromatografi lapis tipis

8

Proses

penyemprotan

larutan

ninhidrin sebagai penampak noda

9

Plat hasil kromatografi. Terbentuk noda berwarna ungu.

Related Documents

Asam Amino
June 2020 26
Asam Amino
November 2019 26
Asam Amino
April 2020 19
Asam Amino Dan Protein
July 2020 18
Metabolisme Asam Amino
June 2020 13

More Documents from "Linda Aprilia"