Penelitian Tuberculosis.docx

  • Uploaded by: Anonymous 8mL9h0d7
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penelitian Tuberculosis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,036
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2008). Saat ini Indonesia sedang menanggung beban ganda (double burden) dalam menghadapi permasalahan kesehatan. Disatu sisi perkembangan penyakit tidak menular mengalami peningkatan namun di sisi lain permasalahan penyakit infeksi menular juga masih menjadi prioritas masalah kesehatan karena jumlahnya yang masih tinggi (Depkes RI, 2013). Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan dan menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negarapun yang bebas dari penyakit tuberkulosis. Karena disebagian besar negara di dunia jumlah kasus tuberkulosis tidak terkendali maka pada tahun 1993 WHO menetapkan tuberkulosis sebagai The Global Emergency (kedaruratan global penyakit TB). Di Kawasan Asia Tenggara terdapat lima (Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, dan Thailand) dari 22 negara dengan beban penyakit TB yang tertinggi, sekitar 35 % dari seluruh kasus TB di dunia berasal dari wilayah ini. 1

Indonesia merupakan negara di Kawasan Asia Tenggara yang menduduki peringkat ketiga untuk kasus TB (WHO dalam Annual TB Report 2014). Berdasarkan laporan WHO, tahun 2017 sekitar 1.020.000 kasus TB baru dan hanya sepertiga yang ditemukan dan diobati. Dua pertiga atau sekitar 67 % lainnya belum dapat ditemukan atau kemungkinan sudah ditemukan namun tidak dilaporkan kepada kemenkes. Pemerintah telah menetapkan pencegahan dan pengendalian TB sebagai prioritas Pembangunan Nasional 2015-2019 dengan 12 indikator. Pemerintah Indonesia telah memiliki komitmen yang kuat dalam mensukseskan target eliminasi TB di Indoensia pada tahun 2035. Lima provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan Papua Barat. (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Data Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, setiap tahunnya ditemukan rata-rata 3000 kasus tuberkulosis BTA (+) dengan rata-rata kematian akibat tuberkulosis per tahun sebanyak 130 kasus. Pada tahun 2017 jumlah kasus tertinggi Tuberkulosis Paru di puskesmas pada wilayah Kota Mataram adalah Puskesmas Cakranegara. Menurut laporan Puskesmas Unit I Seketeng bagian TB, pada tahun 2017 penderita tuberkulosis berjumlah 81 orang sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita tuberkulosis meningkat menjadi 88 orang dengan kasus BTA (+) sebesar 61 dan kasus BTA () 27 orang yang tersebar di 5 kelurahan meliputi Kelurahan Seketeng, Bugis, Brang Bara, Pekat, dan Samapuin. 2

Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial berupa munculnya stigma buruk terhadap penderita TB bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Depkes RI, 2011). Sehingga perlu diadakan sosialisasi terkait penyakit TB kepada seluruh masyarakat

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis paru 2.1.1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Depkes RI, 2011). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.1.2. Etiologi Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron,

2.1.3. Cara penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama (Depkes RI, 2011).

4

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan

seseorang

terpajan

kuman

TB

ditentukan

oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2011).

2.1.4. Klasifikasi Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat diklasifikasikan berdasarkan: (1) lokasi anatomi penyakit; (2) riwayat pengobatan sebelumnya; (3) hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT; (pada revisi guideline WHO tahun 2013 hanya tercantum resisten obat); dan (4) status HIV (Depkes RI, 2013). 2.1.4.1.

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi: a) TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. b) TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi, tulang, dan selaput otak (Depkes RI, 2013).

5

2.1.5. Gejala Klinis Gambaran klasik TB Paru yaitu batuk kronis, produksi sputum, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, keringat malam, dan hemoptysis. . Apabila ditemukan salah satu dari empat gejala (batuk, demam, berkeringat di malam hari, atau penurunan berat badan) maka diperlukan evaluasi diagnostik lebih lanjut(Zumla, Raviglione, Hafner, and Fordham von Reyn, 2013). Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori. 2.1.5.1.

Gejala respiratori meliputi : a) Batuk ≥ 2 minggu dan batuk darah b) Sesak nafas c) Nyeri dada

2.1.5.2.

Gejala Sistemik a) Demam b) Gejala sistemik lain adala malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun (Hasan,H, 2011).

6

2.1.6. Diagnosis Diagnosis Tuberkulosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dahak, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. 2.1.6.1.

Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan sputum untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).  S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan sputum pagi pada hari kedua.  P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segxera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.  S (sewaktu) : sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan sputum pagi (Depkes RI, 2011).

7

Diagnosis TB Paru ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahak ditemukan BTA (+). Bila hanya 1 spesimen positif, perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB paru BTA (+). Bila foto toraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS uang hasilnya negative berarti bukan penderita TB. Bila SPS positif, berarti penderita TB BTA (+). Bila foto toraks mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negative maka didiagnosis adalah TB paru BTA negative rontgen positif (Hasan, H, 2011). b) Pemeriksaan biakan Peran biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu: pasien TB Ekstraparu, pasien TB anak, dan pasien TB BTA Negatif. Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan (Depkes RI, 2011). c) Uji Kepekaan Obat TB Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulsosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan 8

mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang mengalami kriteria suspek TBMDR (Depkes RI, 2011) 2.1.6.2.

Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis miller. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru, tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (Basri, Z,dkk, 2010).

Gambar 2.2. Gambaran radiologi pasien Tuberkulosis Paru

9

Pada kasus pemeriksaan SPS positif foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila : a) Curiga adanya komplikasi b) Hemoptisis berulang atau berat c) Didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+) Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB aktif : a) Bayangan berawan/nodular di segemen apikal dan posterior lobus atas dan segmensuperior lobus bawah paru. b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular. c) Bayangan bercak milier d) Efusi pleura Gambaran radiologi yang dicurigai TB inaktif : a) Fibrotik, terutama pada segemen apikal dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah. b) Kalsifikasi c) Penebalan pleura Gambaran Destryoed lung Merupakan gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat. Sulit untuk menilai aktiviti penyakit berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Luas proses yang tampak 10

pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dinyatakan sebagai berikut: a) Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas lesi tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus vertebra torakalis IV, atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kaviti. b) Lesi luas, bila proses lebih dari lesi minimal (Hasan,H, 2011). 2.1.6.3.

Pemeriksaan penunjang lain Pemeriksaan

darah

rutin

kurang

spesifik.

Pada

saat

tuberkulosis aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tinggi (Basri, Z,dkk, 2010). Pemeriksaan serologi dilakukan dengan metode Elissa, Mycodot

dan

PAP.

Teknik

lain

untuk

mengidentifikasi

Mycobacterium tuberculosis dengan PCR, RALF (restrictive fragment length plymorphisms), LPM (light producing maycobacterium) (Hasan,H, 2011). Pemeriksaan

histoptologi

jaringan,

diperoleh

melalui

transbronchial lung biopsy, transthoracal biopsy, biopsy paru terbuka, 11

biopsy pleura, biopsy kelenjar dan organ lain di luar paru. Diagnosis ditegakkan bila jaringan menunjukkan adanya granuloma dengan perkejuan (Hasan,H, 2011).

Gambar 2.3. Alur Diagnosis TB Paru berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011

2.1.7. Pengobatan Tuberkulosis 2.1.7.1.

Jenis, sifat dan dosis OAT Tabel 2.6. Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Lini Pertama

12

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg BB) Harian 3 x seminggu 5 10 (4-6) (8-12) 10 10 (8-12) (8-12) 25 35 (20-30) (30-40)

Jenis OAT

Sifat

Isoniasid (H)

Bakterisid

Rifamficin (R)

Bakterisid

Pyrazinamid (Z)

Bakterisid

Streptomycin (S)

Bakterisid

15 (12-18)

15 (12-18)

Etambutol (E)

Bakteriostatik

15 (15-20)

30 (20-35)

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2011

2.1.7.2.

Menurut Depkes RI (2011) pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip sebagai berikut: a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan menggunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT directly observed treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan. Tahap awal (intensif) 13

a) Pada tahap intensif (awal) pasien mandapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap lanjutan a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 2.1.7.3.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia a) Panduan

OAT

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah: 

Kategori 1: 2HRZE/4(HR)3



Kategori 2: 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3

Di samping kedua kategori ini, disediakan panduan OAT sisipan: HRZE dan OAT anak: 2HRZ/4HR

14



Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OATKDT. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.



Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan

tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. b) Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya I.

Kategori-1 ( 2HRZE/4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: 

TB paru BTA positif



TB paru BTA negatif foto toraks positif



TB ekstra paru

15

Tabel 2.7. Dosis paduan OAT KDT kategori-1 Tahap lanjutan Tahap intensif Berat 3 kali seminggu tiap hari selama 56 hari badan selama 16 minggu RHZE (150/75/400/275) RH (150/150) 30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT 38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT 55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT ≥71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2011.

Untuk dosis panduan OAT KOmbipak kategori-1 terlampir lampiran 1.. II.

Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: 

Pasien kambuh (relaps)



Pasien gagal (failure)



Pasien putus obat (default)

Untuk Dosis Panduan OAT kategori-2 terlampir lampiran1. Untuk Dosis Panduan OAT Kombipak kategori-2 terlampir lampiran 1.

16

III.

OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Tabel 2.8. Dosis KDT untuk Sisipan Berat Badan 30 – 37 kg 38 – 54 kg 55 – 70 kg ≥ 71 kg

Pemberian setiap hari selama 28 hari (28 dosis) 2 kaplet 4KDT 3 kaplet 4KDT 4 kaplet 4KDT 5 kaplet 4KDT

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2011.

Untuk Dosis OAT Kombipak Sisipan terlampir lampiran 1

2.1.7.4.

Hasil pengobatan pasien TB BTA positif a) Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang sputum (follow-up) hasilnya negatif pada Akhir pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan sebelumnya negatif. b) Pengobatan Lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan sputum ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

17

c) Meninggal Adalah pasien yang meninggal dalam pengobatan karena sebab apapun. d) Pindah Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. e) Default (putus obat) Adalah pasien TB yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai f) Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan sputumnyanya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 2.1.7.5.

Efek Samping OAT dan Penatalaksanaanya Tabel 2.9. Efek Samping Ringan OAT Efek samping

Penyebab

Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampisin

Semoa OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi

Pirasinamid

Beri aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH

Beri vitamin B6 100 mg/hari

Warna kemerahan pada urin

Rifampisin

Tidak perlu diberi apapun, tetapi perlu penjelasan kepada 18

pasien Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2011.

Tabel 2.10. Efek Samping Berat OAT Penyebab

Penatalaksanaan

Gatal dan kemerahan kulit

Semua jenis OAT

Ikuti petunjuk penatalaksanaan di bawah

Tuli

Streptomisin

Steptomisin dihentikan, ganti etambutol

Gangguan keseimbangan

Streptomisin

Streptomisin dihentikan , ganti etambutol

Ikterus tanpa penyebab lain

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang

Bingung dan muntah-muntah

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang

Gangguan penglihatan

Etambutol

Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan

Rifampisin

Hentikan rifampisin

Efek samping

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2011.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”: Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat.

19

Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien menghilang, namun pada sebagian pasien malah menjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan tersebut menghilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

2.1.8. Komplikasi Menurut Harnoko. K (2010) pada pasien Tuberkulosis Paru dapat timbul beberapa komplikasi diantaranya : a) Batuk darah b) Bronkiektasis c) Empiema d) Pneumotoraks e) Luluh paru f) TB ekstrapulmonar g) Sindrom Obstruksi pasca TB

20

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1. Waktu, Tempat, dan Peserta Penyuluhan Penyuluhan dilakukan di GOR Pragas. Penyuluhan ini merupakan rangkaian kegiatan Hari Ulang Tahun PPNI dan Peringatan Hari TB Nasional 2018. Peserta penyuluhan berasal dari kelompok lansia Kemang Satange Kelurahan Seketeng yang berjumlah sekitar 30 orang.

3.2. Pemantauan kegiatan di Lapangan Peserta penyuluhan tampak sangat antusias dengan materi yang disampaikan. Dalam sesi tanya jawab para peserta sangat aktif dalam bertanya masalah TB.

21

BAB IV PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1 Pengamatan selama berinteraksi dengan peserta penyuluhan 

Peserta penyuluhan masih ada yang menganggap bahwa penyakit TB merupakan penyakit keturunan.



Kurangnya pengetahuan peserta penyuluhan tentang bagaimana cara menghindari penularan penyakit TB.



Peserta menyatakan bahwa banyak masyarakat yang masih malu untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan karena menganggap TB merupakan suatu aib.



Banyak peserta penyuluhan yang belum mengetahui perbedaan gejala antara TB dengan penyakit yang memiliki gejala seperi batuk.



Kurangnya pengetahuan peserta tentang bagaimana cara mengurangi resiko penularan pada anak kecil.

Adapun pemecahan masalah yang dapat diupayakan adalah : 

Memperbanyak pemberian informasi mengenai penyakit TB kepada masyarakat melalui kegiatan penyuluhan baik di dalam gedung maupun luar gedung.

22



Meningkatkan media penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.



Setiap orang berperan aktif dalam penanggulangan TB dengan memulainya terlebih dahulu lewat diri sendiri dan keluarga terdekat dengan cara Temukan TB, Obati Sampai Sembuh (TOSS TB)



Menggalakan program bersama masyarakat dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. GERMAS Melakukan Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS)



Menemukan orang yang terduga TB lebih dini, dan mendorong pasien untuk berobat hingga sembuh.



Penguatan jejaring layanan pemerintah dan swasta berbasis kabupaten kota



Dengan melakukan kunjungan rumah berkala untuk deteksi dini penyakit TB melalui kegiatan door too door

23

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan 

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya



Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori :batuk ≥ 2 minggu dan batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, demam



Diagnosa dengan melakukan pemeriksaan dahak dan rotgen paru.

24

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. 2007. Rokok dan Tuberkulosis Paru. Jakarta: Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respiratori FK UI. Atmosukarto & Soewasti, 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis. Jakarta: Media Litbang Kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Mataram, 2014. Laporan Evaluasi Kegiatan TB Paru Kota Mataram. Mataram: Bidang P2 Dinas Kesehatan Kota Mataram. Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2014. Laporan Evaluasi Kegiatan TB Paru Provinsi NTB. Mataram: Bidang P2 Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Djojodibroto, D. 2010. Respirologi. Jakarta: EGC. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementrian Kesehatan RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 Tahun 1999. Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

25

Related Documents

Penelitian
October 2019 73
Penelitian
December 2019 75
Penelitian
June 2020 43
Penelitian
December 2019 60
Penelitian Sosial.docx
October 2019 16
Jenis Penelitian
May 2020 11

More Documents from ""