Penegakan Hukum Di Indonesia Kel.1.docx

  • Uploaded by: Initial Foxtrot Ryu
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penegakan Hukum Di Indonesia Kel.1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,730
  • Pages: 25
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Materi dan Pembelajaran Pkn

Disusun Oleh Kelompok 1 : Bella Putri A.

(170141055) Pegi Adha

(170141118)

Devi Valensya S.P (170141071)

Resdiana Natalia

(170141122)

Fiharma Ulfathira

(170141111)

Ririen Hermina

(170141123)

Kusmawati Dewi

(170141114)

Winda Nuriani

(170141139)

Laras Ariska (170141115) Pebri Yuliana

Ananda Herviani P.

(170141117)

(170141143)

Nazilah

(170141144)

DosenPengampu : Eka Wahyuningsih, M.Pd.

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG 2019

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormatIbu Eka Wahyuningsih, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Materi dan Pembelajaran Pknyang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan makalah ini. Penulis yakin makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Untuk itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini.Dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi berguna dalam menambah ilmu pengetahuan, dan amal ibadah bagi kita semua kepada Allah SWT.

Pangkalpinang, 29 Maret 2019

Tim penyusun

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................................. C. Tujuan Masalah ...................................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum .................................................................................. B. Penggolongan Hukum ............................................................................ C. Fungsi Hukum ........................................................................................ D. Bentuk-bentuk HAM .............................................................................. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................... B. Saran ....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belum lama ini terjadi tindak pidana kejahatan penculikan, perkosaan sekaligus pembunuhan terhadap korban yang di sinyalir korban tersebut merupakan calon pendeta. Berdasarkan pemberitaan di laman www.detik.com (red), Seorang calon pendeta asal Nias, ditemukan tewas setengah bugil di Ogan Komring Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Pelaku juga menyekap bocah berinisial N yang berusia 9 tahun . "Selain wanita, ada anak warga sekitar yang ikut jadi korban dan usianya masih 9 tahun. Anak ini selamat dan pulang ke rumah," terang tetangga lingkungan wanita tersebut, Arisman Manao saat ditemui di RS Bhayangkara Palembang, Selasa (26/3/2019). N ikut menjadi korban penyekapan karena sedang dibonceng oleh wanita yang diperkosa pelaku. Supaya aksinya tak diketahui orang, bocah tersebut disekap pelaku. Informasi yang diterima detikcom, wanita itu pergi dari rumah menuju ke Pasar Jati bersama bocah N. Ketika pulang, keduanya dihadang pelaku yang diketahui ada dua orang. Selanjutnya mereka pun dibekap dan lehernya diikat dengan karet. N yang masih kecil dibuang pelaku di semak belukar dalam kondisi 2 tangan terikat. 5 jam kemudian, N sadar dan pulang ke rumah di tengah gelap gulita. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum dalam arti yang luas. Upaya-upaya penegakan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat yang berkembang kearah modernisasi menurut tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan ke arah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai sarana penunjang modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh. Semoga hukum dapat menjerat pelaku dalam tindak pidana tersebut, dengan demikian upaya penegakan hukum di Indonesia dilakukan dengan jalan, peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, antara lain

dengan mengadakan pembaharuan, kodifikasi, serta unifikasi hukum di bidangbidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum masyarakat, menertibkan dengan fungsi lembaga-lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing dan peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum di Indonesia.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dapat di rumuskan masalah sebagai berikut : 1. Adanya tindakan penculikan, perkosaan dan pembunuhan. 2. Pemahaman tentang hukum 3. Penggolongan hukum 4. Fungsi hukum 5. Lembaga-lembaga penegak hukum 6. Upaya-upaya dalam menegakkan hukum

C. Identifikasi Masalah Berdasarkan perumusan masalah tersebut diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana definisi dari hukum ? 2. Bagaimana penggolongan-penggolongan hukum? 3. Bagaimana fungsi dari hukum ? 4. Bagaimana pembagian lembaga-lembaga penegakan hukum?

D. Tujuan Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di peroleh tujuan penulisan makalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui definisi dari hukum 2. Untuk mengetahui penggolongan-penggolongan hukum. 3. Untuk mengetahui fungsi dari hukum 4. Untuk mengetahui pembagian lembaga-lembaga penegakan hukum.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip dalam Udin S. Winataputra (2016:8.6), norma hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat batiniah). Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman ini merupakan salah satu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Salah satu ciri terpenting lainnya dari kaidah hukum terletak pada kekuatan sanksinya. Berlakunya kaidah hukum ditopang oleh kekuatan sanksinya yang dapat dipaksakan melalui organ-organ penegak hukum. Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Disebut demikian karena peraturan itu mengancam perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat dengan tindakan-tindakan paksaan, yaitu menetapkan tindakan paksaan tersebut di dalam undang-undang. Tindakan paksaan ini memberikan suatu perbedaan dari semua tata sosial lainnya, yaitu tata sosial yang memberikan ganjaran sebagai sanksinya, dan lebih utama lagi tata sosial yang tidak mengundangkan sanksi sama sekali, yang mendasarkan pada teknik motivasi langsung. Efektivitas dari tata sosial ini terletak bukan pada paksaan melainkan pada kepatuhan sukarela. Udin S. Winataputra (2016:8.7) menyatakan bahwa hukum adalah suatu organisasi paksaan. Sebab hukum melekatkan kondisi-kondisi tertentu terhadap penggunaan paksaan di dalam hubungan-hubungan antar manusia, mengesahkan penggunaan paksaan hanya oleh individu-individu tertentu dan hanya di bawah kondisi-kondisi tertentu. Hukum menyebabkan penggunaan paksaan sebagai monopoli masyarakat. Sungguh karena memonopoli

penggunaan tindak paksaan bahwa hukum menciptakan ketentraman masyarakat. Pada hakikatnya, suatu masyarakat hanya mungkin jika setiap individu menghormati kepentingan-kepentingan tertentu, kehidupan, kebebasan, dan harta benda dari setiap individu lainnya, yakni setiap individu menahan diri dari perbuatan menganggu secara paksa terhadap bidang-bidang kepentingan ini dari sesamanya. Kaidah hukum merupakan salah satu kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip dalam Udin S. Winataputra (2016:8.6), norma hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat batiniah). Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman ini merupakan salah satu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Salah satu ciri terpenting lainnya dari kaidah hukum terletak pada kekuatan sanksinya. Berlakunya kaidah hukum ditopang oleh kekuatan sanksinya yang dapat dipaksakan melalui organ-organ penegak hukum. Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Disebut demikian karena peraturan itu mengancam perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat dengan tindakan-tindakan paksaan, yaitu menetapkan tindakan paksaan tersebut di dalam undang-undang. Tindakan paksaan ini memberikan suatu perbedaan dari semua tata sosial lainnya, yaitu tata sosial yang memberikan ganjaran sebagai sanksinya, dan lebih utama lagi tata sosial yang tidak mengundangkan sanksi sama sekali, yang mendasarkan pada teknik motivasi langsung. Efektivitas dari tata sosial ini terletak bukan pada paksaan melainkan pada kepatuhan sukarela.

Udin S. Winataputra (2016:8.7) menyatakan bahwa hukum adalah suatu organisasi paksaan. Sebab hukum melekatkan kondisi-kondisi tertentu terhadap penggunaan paksaan di dalam hubungan-hubungan antar manusia, mengesahkan penggunaan paksaan hanya oleh individu-individu tertentu dan hanya di bawah kondisi-kondisi tertentu. Hukum menyebabkan penggunaan paksaan sebagai monopoli masyarakat. Sungguh karena memonopoli penggunaan tindak paksaan bahwa hukum menciptakan ketentraman masyarakat. Pada hakikatnya, suatu masyarakat hanya mungkin jika setiap individu menghormati kepentingan-kepentingan tertentu – kehidupan, kebebasan, dan harta benda dari setiap individu lainnya, yakni setiap individu menahan diri dari perbuatan menganggu secara paksa terhadap bidang-bidang kepentingan ini dari sesamanya. Kaidah hukum merupakan salah satu kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat.

B. Penggolongan Hukum Menurut Achmad Sanusi (1997), hukum dapat digolongkan menurut halhal berikut: 1. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya. 2. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya. 3. Hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain. 4. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum. 5. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya. Ditinjau dari sumber-sumbernya, hukum dapat kita golongkan ke dalam klasifikasi berikut: 1. Hukum undang-undang. 2. Hukum persetujuan. 3. Hukum traktat (perjanjian negara). 4. Hukum kebiasaan dan hukum adat. 5. Hukum yurisprudensi.

Mengingat sumber hukum itu ada yang berbentuk naskah (tertulis) dan ada yang tidak berbentuk naskah (tidak tertulis) maka penggolongannya dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam berikut ini. 1. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian, dan hukum traktat. Di dalam hukum undang-undang, terdapat perbedaan lebih lanjut antara hukum yang dikodifikasikan dengan hukum yang tidak dikodifikasikan. 2. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat. Di tinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat digolongkan ke dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan orang perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan penguasa.

Hukum

negara

publik

dalam

adalah

kedudukannya

hukum

yang

bukan

sebagai

mengatur/melindungi

kepentingan-kepentingan negara sebagai penguasa. Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum sebagai berikut: 1. Hukum Privat

:Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Privat

Internasional. 2. Hukum Publik

: Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara,

Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara. Selanjutnya, dilihat dari hubungan antara aturan aturan hukum satu sama lain, kita dapat menggolongkan hukum ke dalam 2 macam. Apabila hanya ada satu aturan hukum saja maka disebut hukum seragam, apabila terdapat lebih dari satu aturan hukum maka disebut hukum beraneka ragam. Hukum seragam mengandung pengertian bahwa hanya ada dan berlaku satu macam aturan hukum, baik dilihat dari faktor waktunya, tempat atau wilayah berlakunya, dan orang-orang terhadap siapa aturan hukum itu berlaku. Sementara itu, dengan hukum beraneka ragam mengandung pengertian terdapat lebih dari satu macam aturan, yang berlaku secara susul-menyusul, karena perbedaan tempat dan orang. Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain berikut ini.

1. Hukum antarwaktu. 2. Hukum antartempat. 3. Hukum antargolongan. 4. Hukum antaragama. 5. Hukum privat internasional. Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan antara hukum formal dengan hukum materiel. Hukum formal sering dipersamakan dengan hukum acara, yakni hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum (materiel) dipertahankan atau dilaksanakan. Yang dimaksud dengan hukum materiel ialah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum itu sendiri. Dengan kata lain hukum materiel adalah hukum yang mengatur tentang isi dari hubunganhubungan hukum. Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan tentang keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka kita dapat membedakan. 1. Hukum kaidah, ialah ketentuan-ketentuan hukum, baik publik maupun privat, di mana dinyatakan ada perintah atau larangan atau perkenaan tentang sesuatu. Apabila ternyata ada persetujuan, perintah, larangan, perkenaan atau janji itu timbul kewajiban dan pada pihak lain hak. Jadi diketahuilah hal-hal apa yang diharuskan, diperbolehkan atau dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang. 2. Hukum sanksi, ialah ketentuan-ketentuan hukum yang menetapkan apakah hukuman yang akan (dapat) dikenakan kepada seseorang, yang melanggar kaidah kaidah undang-undang atau kaidah kaidah hukum lainnya. Yang terakhir ini umpamanya dalam hukum pidana, yang kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama, kesusilaan. Jadi hukum sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum. C. Fungsi Hukum a. Secara garis besar, fungsi hokum dibagi dalam tahap-tahap sebagai berikut: 1) Sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat

2) Sebagai sarana untu mewujudkan keadilan sosial lahir batin 3) Sebagai sarana penggerak pembangunan 4) Sebagai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum untuk melakukan pengawasan, baik kepada aparatur pengawas, aparatur pelaksana (petugas) dan aparatur penegak hukum itu sendiri. b. Dalam

aliran

realismehukum

menurut

pendapat

Karl

Liewellyn

sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady (2007:75), hokum mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat untuk mengikat anggota dalan kelompok masyarakat, sehingga dapat memperkokoh eksistensi kelompok tersebut ini yang disebut dengan fungsi hokum sebagai alat control sosial. 2) Sebagai alat untuk membersihkan masyarakat dari kasus-kasus yang mengganggu masyarakat yang dilakukan dengan jalan memberikan sanksisanksi pidana, perdata, administrasi, dan sanksi masyarakat. 3) Sebagai alat untuk mengarahkan (chanelling) dan mengarahkan kembali (rechanelling)terhadap sikap tindak daan pengharap lalu lintas jalan, agar lalu lintas menjadi tertib dan transportasi berjalan lancar. 4) Untuk melakukan alokasi kewenangan-kewenengan dan putusan-putusan serta legitimasi terhadap badan otoritas/pemerintah. 5) Sebagai alat stimultan sosial. Dalam hal ini hukum bukan hanya untuk mengontrol masyarakat, tetapi juga meletakkan dasar-dasar hukum yang dapat menstimulasi dan memfasilitasi adanya interaksi masyarakat maupun individu yang baik, tertib dan adil. 6) Memproduksi tukang-tukang (craft) masyarakat. Dalam hal ini para profesional bidang hukum seperti advokat, hakim, jaksa, dosen, polisi, anggota parlemen dan lain-lain mengerjakan pekerjaan yang khusus dan spesifik untuk mencapai kepentingan masyarakat yang lebih baik.

D. Lembaga Penegak Hukum 1. Kepolisian Kepolisian Negara ialah alat penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam Negara.Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya Negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut pasal 4 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang: 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana 2. Mencari keterangan dan barang bukti 3. Menyuruh berhenti seseorang tang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri 4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Atas perintah penyelidik dapat melakukan tindakan berupa: 1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggedahan dan penyitaan 2. Pemeriksaan dan penyitaan surat 3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4. Membawa dan menghadapkan pada penyidik Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepala penyidik.Selain penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik, menurut pasal 6 UU No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik yaitu: 1. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia 2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang Pejabat polisi yang dapat bertindak sebagai penyidik ternyata harus memenuhi persyaratan kepangkatan tertentu, yaitu sekurang-kurangnya berpangkat pembantu Letnam Dua (pelda).Sedangkan bagi pejabat pegawai negeri sipil sekurang-kurangnya berpangkat pengatur Muda Tingkat 1 (Golongan II b) atau yang disamakan dengan itu.

Penyidik kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut: 1. Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana 2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian 3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara 9. Mengadaakan penghentian penyelidikan 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Kejaksaan Penegakan hukum pidana atau yang sering disebut dengan sistem peradilan pidana tidak terlepas dari tiga komponen di dalam bekerjanya sistem hukum. Menurut Lawrence M. Friedman dalam bukunya The Legal System: A Social Science Perspective, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, Hengkie Liklikuwata, dan Mulyana W, Kusuma (1981: 31-37) :Tiga komponen di dalam bekerjanya sistem hukum adalah “struktur, kultur, dan substansi”. Komponen struktur menunjukkan adanya kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum.lembaga-lembaga mana (yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan penasihat hukum) mempunyai pelekatan, fungsi-fungsi tersendiri di dalam bekerjanya sistem hukum tersebut.

a. Kedudukan Kejaksaan Sebagai Penegak Hukum Keberadaan institusi Kejaksaan sebagai penegak hukum telah dikenal di Indonesia jauh sebelum masa penjajahan. Meskipun mengalami pergantian nama dan pemerintah, fungsi dan tugas kejaksaan tetap sama yaitu melakukan penuntutan terhadap perkara-perkara kriminal dan bertindak sebagai penggugat atau tergugat dalam perkara perdata (Marwan, 2005:120).Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, menurut Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945, ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan mengenai badan-badan lain tersebut dipertegas dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan mengenai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, dan badanbadan lain yang diatur dengan undang-undang.Selanjutnya, UndangUndang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 2 menegaskan bahwa: 1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Kejaksaan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undangundang; 2) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan secara merdeka; 3) Kejaksaan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) adalah satu dan tidak b. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Komparasi pengaturan mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan RI secara normatif dapat dilihat dalam beberapa ketentuan Undang-Undang mengenai Kejaksaan, sebagaimana yang hendak diketengahkan di bawah ini. Ditegaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yaitu:

1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a) Melakukan penuntutan. b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan pidana bersyarat, keputusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat. d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang. e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 2) Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat. b) Pengamanan kebijakan penegakan hukum. c) Pengamanan peredaran barang cetakan. d) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara. e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.Kemudian, Pasal 32 undang-undang tersebut menetapkan bahwa disamping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini. Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-

undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan

dalam

bidang

hukum

kepada

instansi

pemerintah

lainnya.Setelah mencermati isi beberapa pasal di atas dapat diartikan bahwa tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a) Melakukan penuntutan. b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat. d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang. e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 2) Di bidang perdata dan tata usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat b) Pengamanan kebijakan penegakan hukum c) Pengamanan peredaran barang cetakan d) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara e) Pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama dan f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

4) Dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak. 5) Membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan badan Negara lainnya. 6) Dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. 3. Kehakiman Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili.Sedangkan Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU nomor 8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan.Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara maka cenderung keputusan hakim tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar. Oleh karena itu, dalam pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Demikian pula dalam pasal 1 disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara Hukum RI. Dalam penjelasan Pasal 1 tersebut ditegaskan bahwa " Kekuasaan kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian bahwa Kekuasan kehakiman itu bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial,

kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang". Kebebasan dan kemerdekan yang dimiliki kekuasan kehakiman tersebut tidak bersifat mutlak atau sewenang-wenang dalam memutuskan suatu perkara karena hakim bertugas untuk menegakkan hukum dan keadilan sehingga keputusankeputusannya wajib menjunjung hukum dan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Penyelesaian

perbuatan-perbuatan

yang

melawan

hukum,

dapat

dilakukan dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam 4 lingkungan, yaitu(1) Peradilan Umum; (2) Peradilan Agama; (3) Peradilan Militer; dan (4) Peradilan Tata Usaha Negara. Keempat lingkungan peradilan tersebut, masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan peradilan secara bertingkat. Peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengadili golongan rakyat tertentu.Sedangkan peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya baik mengenai perkara Perdata maupun perkara Pidana. 1) Peradilan Agama Peradilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam Berdasar di bidang (a) perkawinan; (b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum lslam: (e) wakaf dan sedekah. 2) Peradilan Militer Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-undang Darurat No. 16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh:

a. seorang yang pada waktu itu adalah angota Perang RI; b. seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI; c. seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan Undang-undang; d. orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (a, b, dan c), tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer. 3) Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha negara.Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya.Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata.Misalnya, beberapa waktu yang lalu, Penerbit Tempo menggugat Menteri Penerangan atas pencabutan SIUP majalah Tempo. 4) Peradilan umum Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan peradilan umum. Saat ini, peradilan umum diatur dalam Undang-undang No. 2 tahun 1986 , yang dituangkan dalam Lembaran Negara Nomor 30 Tahun 1986. Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara sipil (bukan militer)

mengenai penyimpangan-penyimpangan dari aturan hukum Perdata material atau Pidana Materiil. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan Umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan yaitu sebagai berikut: a) Pengadilan negeri Pengadilan negeri dikenal pula dengan pengadilan tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah Kabupaten/kota, misalnya, Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Tasikmalaya, dll. Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena pengadilan negeri merupakan badan pengadilan yang pertama (permulaan) dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan dulu oleh pengadilan negeri sebelum menempuh pengadilan tingkat banding. Untuk memperlancar proses pengadilan, dipengadilan negeri terdapat beberapa unsur, diantaranya: pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Adapun fungsi pengadilan negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingnkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk smeua golongan penduduk. b) Pengadilan tinggi Putusan hakim pengadilan negeri yang dianggap oleh salah satu pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat diajukan banding. Proses banding tersebut ditangani oleh pengadilan tinggi yang berkedudukan di ibukota provinsi. Dengan demikian, pengadilan tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu perkara perdata atau pidana, yang telah diadili/diputuskan oleh pengadilan negeri. Dalam pengadilan tinggi, hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali bila pengadilan tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan pihak yang berperkara. Daerah hukum pengadilan tinggi pada asasnya adalah meliputi satu daerah provinsi. Menurut UU No. 2 Tahun 1986, tugas dan wewenang Pengadilan tinggi adalah:

1) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata si tingkat banding. 2) Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengeta kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya. Pengadilan tinggi memiliki susunan sebagai berikut: pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Sedangkan pembentukan pengadilan tinggi dilakukan melalui undanng-undang. c) Pengadilan tingkat kasasi Apabila putusan hakim pengadilan tinggu dianggap belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak maka pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat kasasi dikenal pula dengan sebutan pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita, Mahkamah Agung merupakan Badan Peradilan tertinggi, dengan kedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. Oleh karena itu. Daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia. Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan jika permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Sedangkan permohonan kasasi itu hanya dapat diajukan 1 kali. Kewajiban pengadilan mahkamah agung terutama adalah melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga agar hukum dilaksanakan dan ditegakkan dengan sepatutnya. Dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa Kekuasaan kehakimamn dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan lain-lain badan kehakima menurut undang-undang. Untuk mengatur lebih lanjut pasal tersebut, telah dikeluarkan undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok

kekuasaan

dikemukakan

4

kehakiman.

lingkungan

peradilan

Dalam

undang-undang

sebagai

pelaksana

tersebut kekuasaan

kehakiman, seperti telah diungkapkan diatas mengenai “mahkamah agung” diatur dalam undang-undang nomor 14 tahun 1985 (Lembaran Negara Nomor

73 Tahun 1985). Dalam kaitannya dengan masalah pengadilan, dalam undangundang tersebutdijelaskan bahwa mahkamah agung bertugas da berwewenang memerikssa dan memutuskan: a) Permohonan kasasi; b) Sengketa tentang kewenangan mengadili; c) Permohonan peninjauan kembali

putusan

pengadilan

yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam kaitannya dengan pengujian terhadap produk hukum, mahkamah agung memiliki wewenang: a) Untuk menguji secara materi hanya terhadap peraturan perundangundangan dibawah undang-undang; b) Untuk menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pernyataan tentang tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan tingkat kasasi. Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran. d) Penasihat hukum Penasihat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada pihakk atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud dengan penasihat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasehat hukum bagi terdakwa merupakan realisasi dari salah satu asas yang berlaku hukum dalam Hukum Acara Pidana, yang menyatakan bahwa “setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi

kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya”. Berdasarkan Pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa “Penasihat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undangundang”. Penasihat hukum tersebut berhak menghubugi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. Hak lain yang dimiliki penasihat hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap tersangka (kliennya) adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan huku, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu: 1) Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum; 2) Bantuan

hukum

tersebut

merupakan

usaha

untuk

membela

diri;Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasihat hukumnya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Agar hukum dapat melaksanakan peran dan fungsi dengan baik dan sebaiknya, maka bagi pelaksana penegak hukum dituntut kemampuan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum.Peran pemerintah dalam penegakan hukum sangatlah penting seperti pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara, tidak hanya tanggung jawab pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahanya dan pentingnya empat institusi penegakan hukum yang berada dibawah lembaga eksekutif yaitu kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan penasehat hukum. B. Saran Sebaiknya di Indonesia perlu diperhatikan faktor pelaksana penegak hukum, yang dibutuhkan kecekatan dan ketangkasan serta keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Lain : http://digilib.unila.ac.id/2294/8/BAB%20II.pdf, diakses pada tanggal 28 Maret 2019. http://digilib.unila.ac.id/17663/3/pendahuluan.pdf, diakses pada tanggal 28 Maret 2019.

Related Documents


More Documents from "Yuhka Sundaya"

Book1
August 2019 30
Migrain.docx
June 2020 17
May 2020 12