YAPANDI
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)
Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa Editor: Budiman
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa Hak Cipta dilindungi undang-undang All Right Reserved (c) 2015, Indonesia: Pontianak
Yapandi Editor: Budiman Layout dan Cover Fahmi Ichwan Diterbitkan oleh IAIN Pontianak Press Jalan Letjend. Suprapto No. 19 Telp./Fax. 0561-734170 Pontianak, Kalimantan Barat Cetakan Pertama, Oktober 2015
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS) MENDIDIK UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA x + 172 halaman: 160mm x 240 mm
Dilarang mengutif dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari penerbit Sanksi pelanggaran pasal 72: Undang-undang nomor 19 Tahun 2002 Tentang Tentang Hak cipta: (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan atau denda paling sedikit Rp.1000.000,(Satu Juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah) (2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, meng-edarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan penjara paling lama (5) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).
Pengantar
Dengan segenap rasa syukur yang dipersembahkan kehadirat illahi rabbi Allah SWT. dan sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi akhirul zaman Rasul Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam berserta keluarga, sahabat tabiit tabiin serta umatnya sampai akhir zaman. Pendidikan luar sekolah dalam sejarahnya telah hadir sejak adanya manusia didunia, di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan yang telah memberikan landasan dasar dalam berkiprahnya melayani, membina dan telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya pada sistem persekolahan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam menghadapi berbagai bidang kehidupan dari masa kemasa sampai saat ini bahkan masa yang akan datang. Keyakinan yang begitu dalam pada landasan hukum dan konsep pendidikan yang berasaskan pendidikan seumur hidup dari para pendiri negeri ini, bahwa sebuah Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
iii
republik hanya dapat berhasil jika memiliki warga negara yang berpendidikan dan berkarakter baik tentang moral, maka seluruh warga negara mampu menjaga suatu bentuk pemerintahan yang bebas penindasan, kebodahan dan kejaliman.. Dalam pendidikan yang baik, sangat mudah memberikan sesuatu yang bersifat abstrak memang lebih mudah daripada mendidik sesuatu yang bersifat konkrit untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Maka saya harap buku ini dapat menjadi sumber dalam praktik pendidikan luar sekolah, dan saya telah mencoba untuk berupaya memberikan penjelasan sekonkrit mungkin. Dari sepuluh bagian isi buku ini memaparkan sejarah, dasar, asas kerangka teori mengenai pendidikan luar sekolah, jenis dan macamnya, strategi, pendekatan manjemen dan evaluasi: dan mengapa pendidikan luar sekolah harus membangun karakter Bangsa, nilai-nilai pendidikan luar sekolah yang mungkin meligitimasi pengajaran dalam sebuah masyarakat yang demokratis, dan sederet karakter yang seharusnya di kembangkan dalam pengajaran nilai kehidupan atau kecakapan hidup. tentang pelaksanaannya, yaitu bagaimana mengimplementasikan secara menyeluruh dan dalam mengilustrasikan masingmasing dari komponen pendidikan luar sekolah. Saya menyadari banyak berhutang budi kepada para guru-guru saya yang telah menjadi sumber dan inspirasi dalam memberikan contoh pelaksanaan yang baik. Semampu yang saya dapat, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para guru, sekolah, dan para iv
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
staf yang telah terlibat. Saya pun sangat berterimakasih kepada mereka yang memberikan saran perbaikan, penulis menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada para pakar yang karyanya dijadikan rujukan dalam penyusunan buku ini, kepada kolega baik dosen maupun birokrat yang telah memberikan bantuan, dan khususnya kepada kedua orangtua H. Ramli dan Hj. Siti Rafiah, isteri dan anakanak tercinta menjadi pendorong utama sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini. Semoga segala bantuan tersebut menjadi amal shaleh. Semoga kehadiran buku ini bermanfaat. Pontianak, Maret 2015 Penulis
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
v
vi
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Daftar Isi
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
iii vii
BAB ISEJARAH PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH A. Latar Belakang B. Sejarah Pendidikan Luar Sekolah C. Alasan Munculnya Pendidikan Luar Sekolah
1 2 4 11
BAB II DASAR DAN ASAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH A. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah B. Undang-Undang Pendidikan C. Asas-Asas Pokok Pendidikan
15 15 23 26
BAB III KARAKTERISTIK PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH. 29 A. Pengertian Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah 29 B. KarakteristikPendididkanLuarSekolah .31 C. Persamaan dan Perbedaan antara Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah 36
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
vii
BAB IV MACAM-MACAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH A. Pendidikan Informal B. Pendidikan Non Formal C. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
43 43 45 48
BAB V PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 53 A. Program Pokok Pendidikan Luar Sekolah 53 B. Program Penunjang Pendidikan Luar Sekolah 61 C. Unsur-Unsur Pengembangan Program Pendidikan Luar Sekolah 63 BAB VI MANAJEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH A. Pengertian Manajemen B. Fungsi Manajemen C. Tahapan-Tahapan Manajemen
69 69 72 79
BAB VII STRATEGI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 83 A. Pengertian Strategi Pembelajaran 83 B. Langkah-Langkah Strategi Pendidikan Luar Sekolah 86 C. Strategi yang digunakan dalam Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah 90 BAB VIII PENDEKATAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 97 A. Pengertian Pendekatan 98 B. Pendekatan Pendidikan Luar Sekolah . 99 C. Pendekatan ditinjau dari Segi Pelaksanaan 103 D. Pendekatan ditinjau dari Segi Sasaran 105 BAB IX PERAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 107 A. Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia 107 B. Peran Dasar Pendidikan Luar Sekolah 112 C. Peran Penunjang Pendidikan Luar Sekolah 114
viii
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB X PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MEMBAGUN KARAKTER BANGSA A. Fenomena Karakter Bangsa saat ini B. Nilai-Nilai Tauhidullah dan Pelatihan Kecapan Hidup C. Pelatihan Kecakapan Hidup D. Kaitan Nilai Tauhidullah, Kecakapan Hidup dalam Pendidikan E. Paradigma Membagun Karakter Warga Belajar F. Harapan dan Tantangan
119 120 122 130 140 143 145
BAB XI EVALUASI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 149 A. Konsep Dasar Evaluasi 149 B. Karakteristik Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah 153 C. Tujuan Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah 154 D. Unsur-Unsur yang dievaluasidalam Program Pendidikan Luar Sekolah 156 DAFTAR PUSTAKA
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
159
ix
x
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB I SEJARAH PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Sejarah merupakan asal usul terjadinya persitiwa masa lampau yang di bukukan dengan variasi bentuk penampilan, karakter dan corak dalam rangka menjelaskan produk pemikiran, keyakinan dan sistem sosial budaya, masyarakat dan bangsa dari berbagai aspek kehidupan yang bersifat dinamis, berkembang khusunya tentang pendidikan luar sekolah adalah, belajarkanlah anak-anakmu karena mereka adalah makhluk, ciptaan Tuhan, yang akan memasuki jaman yang berbeda dengan keadaan jamanmu sekarang. Petunjuk ini menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk membantu manusia dalam mengembangkan kemampuan fungsional yang diperlukan dalam kehidupan masa depan untuk diajdikan pembelajaran bagi generasi masa kini dan genarasi yang akan datang. Yakni pendidikan luar sekolah memberikan pemahaman tentang membengun karakter bangsa sebagai generasi yang selalu bertakwa dan mengevaluasikan diri untuk berbuat bagi masa depan (Quran surah Al-Hasyr 59 ayat 18), dan mengusahakan kehidupan masa yang akan datang lebih baik dari kehidupan masa kini Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
1
(Al-Hadits).
A. Latar Belakang SSebagai seorang manusia yang memiliki sifat sosial pendidikan sangatlah diperlukan untuk menjaga kesejahteraan manusia untuk menjalani kehidupan, seiring perkembangan zaman pendidikan juga mengalami peningkatan dari masa kemasa, dalam perkembangannya pendidikan dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya pendidikan nonformal, pendidikan formal dan lain sebagainya. Pendidikan memiliki kesempatan leluasa, termasuk peniruan, yaitu meniru manusia lainnya disetiap lingkungan kehidupan. Bahkan masa mendatang merupakan dunia anak sekarang.Sehingga diperlukan usaha mempersipakan diri untuk memasuki kehidupan mendatang yang bermasyarakat dan berbudaya. Banyak masalah yang dihadapi di masa mendatang tergantung atas hasil didikan anak kita sekarang. Sehingga mempertanggungjawabkan persiapan bekal anak harus memproyeksikan pendidikan kemasa depan dengan bersumber pada nilai perkiraan yang cermat dalam keterkaitan perkembangan berbagai bidang hidup dan kehidupan. Diantaranya satu usaha gerakan wajib belajar dan pelaksanaan pendidikan luar sekolah serta usia dini, dalam rangka mengantisipasi kompleksitas perkembangan iptek. Selain itu, aktivitas pendidikan tidak hanya dapat dirasakan dibangku sekolah saja, tetapi dapat pula dirasakan ditempat lain, seperti PKBM, pelatihan, kursus, dan sebagainya. Hal inilah yang disebut pendidikan luar sekolah. Dalam pendidikan luar sekolah tentulah tata cara pelaksanaan pembelajaran berbeda dengan pendidikan yang dilakukan disekolahan. Namun tujuan dari pembelajaran 2
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
tersebut tidaklah berbeda, karena baik pendidikan disekolah maupun luar sekolah sama-sama memberikan bekal yang berguna untuk yang dididik.Sebagaimana diungkap Dewey (Ngalim Purwanto. 2000:24) tujuan pendidikan ialah untuk menjadi warga negara yang baik. Selain itu, pendidikan luar sekolah juga memiliki proses yang berbeda dengan pendidikan di sekolah. Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya pada sistem persekolahan. Pendidikan luar sekolah mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan formal. Pendidikan luar sekolah timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. Pendidikan luar sekolah pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. Berbagai kelemahan sistem persekolahan dimuntahkan, terutama pada aspek-aspek prosedural yang dinilai mengeras, kaku, serba ketat dan formalistas.Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam.Pembinaan dan pengembangan pendidikan luar sekolah dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang-menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
3
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sistem dari suprasistem pembangunan nasional, memiliki tiga subsistem pendidikan, sebagaimana yang tercantum dalam Undangundang Sisdiknas tahun 2003, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal disebut juga pendidikan sekolah sedangkan pendidikan nonformal dan informal tercakup kedalam pendidikan luar sekolah. Menurut pengertian Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12 “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang” sedangkan ayat 13 menyatakan “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan”. Seperti diketahui bersama bahwa pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan nonformal maupun pendidikan informal sehingga dapat dijelaskan bahwa pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur pendidikan sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang baik dalam keluarga, lingkungan maupun masyarakat.
B. Sejarah Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan yang pertama kali diperoleh anak sebelum pendidikan formal atau sekolah yaitu pendidikan didalam keluarga, yang pertama-tama mengajarkan kepada anak pengetahuan tentang Tuhan, pengenalan tentang pergaulan dengan manusia lainnya serta mengajarkan perkembangan pada anak itu sendiri. Dalam menunaikan tugas atau pembentukan anak, orang tua tidaklah dapat bekerja sendirian namun harus bekerja sama dengan orang lain atau masyarakat, karena masyarakatlah yang lebih banyak berinteraksi dengan anak, hal ini juga harus didukung dengan lingkungan yang 4
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
serasi. Jadi dalam keluargapun sebenarnya telah terjadi proses pendidikan, dan tentu saja sistem yang digunakan berbeda dengan sistem sekolah dengan peraturanperaturan yang ketat dan tegas. Adanya berbagai kegiatan yang menunjuk ide pendidikan luar sekolah pada mulanya orang telah menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan yang pada hakekatnya menggunakan sistem di luar dunia sekolah dan dilaksanakan bersamaan dengan pendidikan sekolah biasa. Sejarah pendidikan luar sekolah, sebagaimana dikemukakan Djuju Sudjana (2001:63), bahwa pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini sama tuanya dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan masyarakat. Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan.Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini. Adapun beberapa alasan timbulnya pendidikan luar sekolah menurut Soeleiman Joesoep (2004:71) ada lima, yaitu kesejahteraan, kebutuhan pendidikan, keterbatasan sistem persekolahan, potensi sumber belajar dan keterlantaran pendidikan luar sekolah. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
5
1. Aspek Pelestarian Budaya
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik.Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga. Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik. Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi, dalam keluargapun sebenarnya telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku berbeda dengan sistem pendidikan sekolah.Kegiatan belajarmembelajarkan yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah. 2.Aspek Teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan pendidikan luar sekolah adalah teori yang diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), tidak satupun lembaga pendidikan formal, informal maupun nonformal yang mampu secara sendiri-sendiri 6
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 3. Dasar Pijakan
Ada tiga dasar pijakan bagi pendidikan luar sekolah sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang di tengahtengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-Undang RI nomor 2 tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah RI nomor 73 tahun1991tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar diatas dapat dikemukakan bahwa, pendidikan luar sekolah adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan pendidikan luar sekolah, sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9 ayat 3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan pendidikan luar sekolah sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional. 4. Aspek Kebutuhan terhadap Pendidikan
Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas.Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
7
perkembangan politik.Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan. 5. Keterbatasan Lembaga Pendidikan Sekolah
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Selain itu adapun yang mempengaruhi perkembangan pendidikan luar sekolah yaitu: pengaruh pendidikan informal, pengaruh tradisi masyarakat, dan pengaruh agama. 1. Pengaruh Pendidikan Informal
Proses pendidikan yang paling dini dilingkungan keluarga, yaitu usaha suami-istri berperilaku yang dapat menimbulkan dampak didik pada anaknya dengan cara bagaimana pun sederhananya. Keluarga merupakan pendidikan informal pada anak yang pertama dan paling utama sebelum keluar dalam lingkungan masyarakat.Didalam kehidupan keluarga 8
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
inilah terjadi interaksi antar orang tua, antara orang tua dengan anak, dan antara anak dengan anak. Keluarga yang memahami arti penting pendidikan, maka ia akan secara sadar mendidik anak-anaknya agar terbentuk kepribadian yang baik. Dengan mengajarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan yang dilakukan orang tua melalui asuhan dan bimbingannya. Setelah dalam diri anak tertanam penguasaan kepribadian dan nilai-nilai sosial yang dapat membedakan dirinya dengan orang lain, ia mulai mempelajari peran-peran sosial yang sesuai dengan gambaran dirinya. Ia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara (kakak/adik), sebagai laki-laki atau perempuan. Dengan mengenal perannya baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat, maka anak akan dapat berperan dengan baik sesuai dengan fungsinya dalam peranan tersebut. Ketika anak tumbuh menjadi dewasa, pelajaran atau kebiasaan yang didapat dalam keluarga akan dilakukan pula dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. 2. Pengaruh Tradisi Masyarakat
Masyarakat mempunyai tradisi dan adat istiadat yang mendorong setiap individu untuk belajar, berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang ada. Seperti pesan orang tua kepada anak-cucunya (Djuju Sudjana, 1996:54) “Tuntutlah ilmu, carilah harta, jauhilah perilaku yang tidak baik”. Tutur kata yang lain diantaranya: “Berpikirlah sejak kecil, belajar sejak kanak-kanak, untuk bekal di masa dewasa, teruslah berikhtiar dengan sabar dan tawakal, berhematlah, aturlah rejeki sehingga tatkala sedikit dapat mencukupi dan tatkala tidak banyak tapi bersisa”. Pepatah yang terdapat dalam masyarakat pastinya mempunyai pesan yang disampaikan untuk mendorong Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
9
setiap individu dalam melakukan sesuatu. Sehingga mereka mempunyai arah dan tujuan yang akan dilakukan, sehingga tidak keluar dari norma-norma yang berlaku. 3. Pengaruh Agama
Agama adalah ajaran moral yang berfungsi sebagai bimbingan dan pedoman manusia untuk keselamatan hidupnya di dunia dan di akhirat. Kehadiran agama dalam kehidupan masyarakat lebih melandasi lagi perkembangan pendidikan luar sekolah. Belajar membaca kitab suci, kaidah-kaidah agama, tata cara sembah yang pada umumnya dilakukan di tempat-tempat peribadatan, merupakan kegiatan belajar mengajar yang mendasari situasi pendidikan luar sekolah. Setiap agama mewajibkan setiap umatnya untuk belajar. Seperti wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Rasulullah yang memerintahkan untuk membaca. Ilmu sangatlah penting bagi manusia dalam kehidupan sekarang dan akan datang, karena kehidupan manusia berkaitan dengan lingkungan yang tidak selalu siap digunakan secara langsung. Ilmu yang dimiliki oleh manusia, baik melalui pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain, akan memberikan kemudahan untuk menginterprestasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan yang terus berubah. Untuk mengembangkan kemampuan manusia dimasa yang akan datang, agama memberi motivasi untuk mengantarkan mereka guna memasuki ruang dan waktu yang berbeda dengan yang dialami saat ini. Untuk mengantarkan ke dalam kehidupan masa depan itu, peranan pendidikan ialah untuk membelajarkan manusia terhadap kemungkinan yang akan datang. Rasulullah SAW telah memberi petunjuk (Djuju 10
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Sudjana, 1996:57): “Belajarkanlah anak-anakmu karena mereka adalah makhluk, ciptaan Tuhan, yang akan memasuki jaman yang berbeda dengan keadaan jamanmu sekarang”. Petunjuk ini menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk membantu manusia dalam mengembangkan kemampuan fungsional yang diperlukan dalam kehidupan masa depan.
C. Alasan Munculnya Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar lingkungan pendidikan formal, munculnya pendidikan luar sekolah sebagai penunjang pendidikan muncul dari beberapa faktor sehingga pendidikan antara satu dengan yang lainya saling menunjangdan terbentuklah sistem pendidikan ideal yang selama ini diinginkan. Ada beberapa alasan yang akan dijelaskan mengenai timbulnya sistem pendidikan luar sekolah, diantaranya yaitu: 1. Alasan dari segi Factual Historis, meliputi:
a. Kesejarahan Pada awalnya, pendidikan tidak hanya di sekolah dan yang berhubungan dengan siswa dan guru. Pendidikan yang diperoleh sebelum anak menjadi siswa yaitu ketika berada dalam keluarga terutama ayah dan ibu. Di dalam keluargalah anak pertama-tama menerima pendidikan, dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan yang terpenting atau utama terhadap perkembangan pribadi anak. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses pendidikan, dan tentu saja sistem yang digunakan berbeda dengan sistem sekolah dengan peraturan-peraturan yang ketat dan tegas. b. Kebutuhan Pendidikan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
11
Semakin dibutuhkannya berbagai macam keahlian dalam menyongsong kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tuntutan, maka wajar masyarakat menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program keahlian. Maka terbentuklah sistem pendidikan sekolah dan sistem pendidikan luar sekolah serta ada bentuk pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal b. Keterbatasan Sistem Persekolahan Sistem persekolahan, mengharuskan siswa berada dalam bentuk menyeluruh dan keahlian yang sejenis sehingga mereka terasing dari pengetahuan dan keahlian lain. Kekurang dan kelemahan sistem persekolahan inilah yang memungkinkan kegiatan pendidikan luar sekolah menerobosnya sehingga terungkaplah pengetahuan dan keahlian yang selama ini dirasakan sebagai kekurangan. c. Potensi Sumber Belajar Ternyata sumber belajar menyebar di sekitar lingkungan kehidupan. Tidak hanya terfokus pada perpustakaan, koran, majalah, kaset yang merupakan sumber belajar yang bisa meme nuhi kebutuhan yang berguna bagi seseorang. Sumber-sumber belajar tersebut, memberi lapangan bagi penyelenggaraan pendidikan luar sekolah baik berupa kursus dan latihan yang selama ini belum mereka dapatkan dan alami. d. Keterlantaran Pendidikan Luar Sekolah Pada mulanya orang telah menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan yang pada hakikatnya menggunakan sistem di luar dunia sekolah dan dilaksanakan bersamaan dengan pendidikan sekolah biasa, namun kegiatan-kegiatan 12
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
banyak yang telah ditinggalkan orang, sebagai contoh: Mass education, yaitu pendidikan yang diberikan pada orang dewasa diluar lingkungan sekolah yang bertujuan memberikan kecakapan baca tulis dan pengetahuan umum, untuk dapat mengikuti perkembangan dan kebutuhan hidup sekelilingnya. Pendidikan ini pernah dilakukan di Togoland dan Gold Cost bagi calon pemimpin masyarakat. 2. Alasan dari segi Analisis Perspektif, meliputi:
a. Pelestarian Identitas Bangsa Perubahan-perubahan yang bermakna ditekankan pada adanya isi perubahan yang berhubungan dengan identitas bangsa yakni penerusan kebudayaan nasional dari satu generasi ke generasi selanjutnya.Tujuan perubahan ini menyangkut keselarasan dan keseimbangan perkembangan bangsa yang bersangkutan di tengah-tengah kemajuan zaman sekarang ini sehingga bangsa tersebut dapat hidup dan berperan aktif di dunia. b. Kecenderungan Belajar Individual Kecenderungan belajar seseorang tidak bisa dihalangi oleh siapapun dan keinginan untuk belajar dapat timbul kapan saja dengan tidak memandang jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, tempat tinggal dan kecenderungan ini juga diperkuat oleh kemajuan ilmu dan teknologi seperti: radio, televisi, mass media cetak dan kemudahan komunikasi antar daerah. Tersebarnya ahli pengetahuan yang lebih propesional semakin dapat memenuhi keinginan belajar mendiri. 3. Alasan dari segi Formal Kebijakan, meliputi:
a. Pembukaan dan UUD 1945 1). Pembukaan UUD 1945 menyebutkan Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
13
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2). UUD 1945 menyebutkan Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi“Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Pasal 31 ayat 2 yang berbunyi“Pemerintah mengusahakan dan menyelengarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”. b. Garis-Garis Besar Haluan Negara 1) Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. 2) Pendidikan juga menjangkau program-program luar sekolah yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan, termasuk kepramukaan, latihan keterampilan dan pemberantasan buta huruf dengan mendaya gunakan sarana dan prasarana yang ada. c. Pelita Pendidikan luar sekolah merupakan salah satu subsistem dari satu sistem pendidikan nasional, yang turut membentuk manusia seutuhnya dan membina pelaksanaan konsep pendidikan seumur hidup.Karena subsistem pendidikan sekolah dan luar sekolah, saling menunjang dan saling melengkapi.
14
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB II DASAR DAN ASAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pada bagian ini menjelaskan dasar dan asas PLS sebagai pemahaman konsep dasar memahami secara utuh dan kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir sistimatis dalam melayani kebutuhan masyarakat yang semakin konpleks, maka untuk mewujudkan hal tersebut, pendidikan dituntut terus berupaya menjadikan generasi berikutnya yang lebih maju, lebih kuat, dan lebih sejahtera dengan senantiasa berkata baik dan benar atau lebih baik diam (Qur’an surah An-Nisa ayat 9 dan Al-Hadist). Hal inilah menjadi dasar dan azas esensial dalam konsep pendidikan luar sekolah disebut membangun jiwa warga belajar yang berkarakter bangsa Indonesia berdasarkan Pancasisla dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional untuk menggambarkan manusia seutuhnya.
A. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah 1. Pengertian dan Konsep Pendidikan Luar Sekolah
Kaplan (1964) mengemukakan bahwa “A concept is a construct” (konsep adalah sebuah bentuk). Pengertian Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
15
lebih luas ialah “Concept are mental images we used as summary devices for bringing together observations and experiences that seem to have something in common” (konsep adalah citra mental yang kita gunakan sebagai alat untuk memadukan pengamatan dan pengalaman yang memiliki kesamaan) (Babbie, 1986:114). Menurut Turner (1974) “Concepts are abstract elements representing classes of phenomena within the field of study” (konsep adalah unsur-unsur abstrak yang menunjukan pengelompokan fenomena dalam suatu bidang studi tertentu). Kemp (1985) mengemukakan pembentukan konsep sebagai berikut :“Concepts relating together facts, objects, or events that have common features and assigning them a single name” (konsep di bentuk dengan menghubungkan fakta, benda, atau peristiwa yang memiliki kesamaan ciri yang kemudian diberi nama tersendiri). Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin) pikiran dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakat. Menurut Soelaiman Joesoef (2004:49), Pendidikan luar sekolah merupakan merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan sistem sekolah yang sudah ada. Pendidikan luar sekolah terdapat hal-hal yang sama pentingnya bila dibandingkan pendidikan sekolah seperti: bentuk pendidikan, tujuannya, sasarannya, pelaksanaannya, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Soelaiman Joesoef (2004:50) mendefinisikan pendidikan luar sekolah sebagai berikut: a. Komunikasi Pembaharuan Nasional Pendidikan mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah: “ Setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi 16
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
yang teratur dan terarah diluar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan potensi keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi warga belajar yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya”. b. Lebih lanjut Phillips H. Combs mengungkapkan pendidikan luar sekolah adalah:“Setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar”. Sejalan dengan pendapat diatas, Joesoep Soelaiman dan Santoso (1981:5) mengemukakan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan ter organisasi yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untukmemberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar. Bisa dikatakan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
17
negaranya. Selain itu pendidikan luar sekolah juga diartikan sebagai pendidikan yang dilaksanakan diluar pendidikan formal untuk warga belajar agar mereka memperoleh suatu keterampilan dalam hidupnya. Bedasarkan pendapat diatas tujuan dari pendidikan luar sekolah adalah memberikan bekal keterampilan kepada para pelajar. Oleh karenanya pendidikan luar sekolah biasanya lebih banyak mengembangkan bakat yang dimiliki oleh masyarakat, salah satu dari pendidikan luar sekolah adalah pelatihan kursus pada ibu-ibu. Pada pelatihan tersebut tentunya hal yang diajarkan adalah pengembangan diri dari masyarakat contohnya pembuatan tikar melalui bahan baku yang ada disekeliling masyarakat atau memanfaatkan barang baku yang ada agar menjadi lebih bermanfaat. Pendidikan seperti ini tentunya sangat jarang diperoleh melalui pendidikan dibangku sekolah formal. Dalam hal ini masyarakat dapat memilih pendidikan yang diperlukan. Jika didalam pendidikan formal biasanya pendidikan yang dilaksanakan telah dirancang dan harus diikuti oleh peserta didik tanpa adanya pemilihan pelajaran yang diinginkan oleh peserta didik. Hal ini juga yang menjadi perbedaan antara pendidikan formal dan pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah. Jadi, konsep pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah, dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan, maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi pesertapeserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, 18
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya. Adapun sub sistem dari pendidikan luar sekolah ialah: Pendidikan Sekolah Pendidikan Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan formal
Taman Kanak-Kanak s.d Perguruan Tinggi
Pendidikan informal
Pendidikan Keluarga
Tidak Terorganisir Pendidikan non formal
Terorganisir
Pendidikan sosial, Penddkan masyarakat Pendidikan Sosial
Pembangunan Masyarakat PekerjaanSosial
2. Dasar Pendidikan Luar Sekolah
a. Dasar Filosifis Pendidikan luar sekolah memiliki landasan filosofis. Landasan filosofis merupakan dasar tempat berpijak, mengkaji, dan menelaah kegiatan pendidikan luar sekolah. Kata filosofis berarti cendrung kearah filsafat. Kemudian filsafat sendiri dapat diartikan sebagai suatu metode berfikir atau cara memandang suatu secara komprehensif. Sebagai suatu metode, filsafat pendidikan luar sekolah merupakan cara berfikir menganalisis dan mengutakatik pendidikan luar sekolah secara mendalam sehingga kehadiran pendidikan luar sekolah pada dunia pendidikan khususnya dan kehidupan manusia pada umumnya dapat dipertanggungjawabkan. (Mustafa Kamil, 2010:25). Dasar filosofis bersumber dari kaidah-kaidah agama, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
19
adat istiadat, tradisi dan filsafah pancasila, UUD 1945 serta Garis-Garis Besar Haluan Negara Indonesia (Djudju Sudjana: 2010: 121). Kemudian pandangan-pandanagan ilmu pengetahuan, teori-teori lain dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakinan terhadap hakekat, manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.Ada beberapa aliran filsafat yang berkaitan dengan bidang pendidikan, diantaranya adalah Esensialisme,Perenialisme, Pragmatisme dan Progresivisme dan Rekonstuksionisme. 1) Esensialisme Esensialisme adalah mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial. 2) Perenialisme Perensialisme adalah aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal. 3) Pragmatisme dan Progresifme Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional. 4) Rekonstruksionisme Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat. b. Dasar Sosiologis Dasar sosiolagis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial 20
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
dan pola-pola interaksi sosial didalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiolagi pendidikan meliputi empat bidang: 1) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain. 2) Hubungan kemanusiaan. 3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya. 4) Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya. Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa kemasa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka Tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran) c. Dasar Kultural Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/ dikembangkan dengan jalur mewariskan kebudayaan dari generasi kegenerasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal. Anggota masyarakat berusaha melakukan perubahanperubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga terbentuklah pola tingkah laku, nilai-nilai, dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
21
norma-norma baru sesuai dengan tuntutan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola-pola ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga. Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik di setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari ke-bineka tunggal ika-an masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara indonesia sebagai sisi ke-tunggalika-an. d. Dasar Psikologis Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan. Pemahaman tumbuh kembang manusia sangat penting sebagai bekal dasar untuk memahami peserta didik dan menemukan keputusan dan atau tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh kembang itu secara efektif dan efisien. 22
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
e. Dasar Ilmiah dan Teknologi Kebutuhan pendidikan yang mendesak cenderung memaksa tenaga pendidik untuk mengadopsinya teknologi dari berbagai bidang teknologi kedalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang berkaitan erat dengan proses penyaluran pengetahuan haruslah mendapat perhatian yang proporsional dalam bahan ajaran, dengan demikian pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan iptek tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar iptek dan calon pakar iptek. Selanjutnya pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut. Iptek merupakan salah satu hasil pemikiran manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Lembaga pendidikan, utamanya pendidikan jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek. Bahan ajar seyogyanya hasil perkembangan iptek mutahir, baik yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi maupun cara memperoleh informasi dan manfaatnya bagi masyarakat.
B. Undang-Undang Pendidikan 1. Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan
Pendidikan melalui beberapa jalur, jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan tingkat umur dan kemampuan masing-masing individu. Berdasarkan Undang-undang pendidikan ada beberapa pasal yang menjelaskan mengenai jalur, jenjang dan jenis pendidikan yaitu: a. Pasal 13 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
23
dan memperkaya. 2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh b. Pasal 14 yang berbunyi : “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. c. Pasal 15 yang berbunyi : “Jenis pendidikan mencangkup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus”. d. Pasal 16 yang berbunyi : “Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggrakan oleh Pemerintah Daerah dan atau masyarakat”. 2. Pendidikan Nonformal
Pasal 26 ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 yang berbunyi : 1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat 2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional 3) Pendidikan nonformal meliputi kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik 4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga 24
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majlis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis 5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi 6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. 7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 3. Pendidikan Informal
Pasal 27 ayat 1, 2 dan 3 yang berbunyi : 1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri 2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian dengan standar nasional pendidikan. 3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan dukungan teori-teori ilmu pengetahuan, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
25
filsapat, Pancasila, UUD 1945 dan peraturan perundangundangan yang telah dijelaskan diatas, Pendidiakan luar sekolah didasri pula oleh asas-asas pokok pendidikan.
C. Asas-Asas Pokok Pendidikan 1. Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menjadi semboyan Depdikbud yang merupakan inti dari asas pertama yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum. (Yapandi Ramli dkk, 2009:17). Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu: a. Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh) b. Ing Madyo Mangun Karso (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan semangat) c. Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan). 2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup. Dalam latar belakang pendidikan seumut hidup, proses belajar mengajar disekolah setidaknya mengemban dua misi, yakni membelajarkan peserta didik dengan efisiensi dan efektif, dan serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. 26
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal. a. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antara tingkatan per sekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan. b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar disekolah dengan pengalaman diluar sekolah. 3. Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas tutwuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung dengan kaitannya dengan asas kemandirian belajar. Pada prinsipnya asas tutwuri handayani bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk mengulur tangan bila diperlukan. 4. Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dari kehidupan manusia untuk mengisi, memahamkan, dan mengolah jasmaniah dan rohaniah dalam melangsungkan kehidupan yang lebih baik dan menyempurnakan kehidupan dari sebelumnya dengan tingkat keingin yang lebih tinggi berdasarkan kemampuan, pemahaman, penerapan, analisis dan sintesis, serta keterampilan. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
27
Keterampilan dimaksud menurut Djudju Sudjana (2010: 188) terkait dengan “intelektual skill, managerial skills, social skills, performance skills, productive skills, technical skills, artistik skills dan emosional dan spiritual skills” sesuai dengan kebutuhan belajar, kebutuhan hidup dan perkembangan zaman. 5. Asas Pendidikan Sepanjang Hayat.
Asas ini merupakan petunjuk pentingnya belajar sepanjang hayat (life long learning) untuk dapat dikembangkan dengan prinsip-prinsip, memotivasi, memperbaharui dan atau meningkatkan pengetahuan sikap dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sepanjang hayatnya. Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motifator hal ini merupakan diantara satu pendekatan yang memberikan peluang dalam melatih kemandirian warga belajar sesuai dengan kebutuhannya adalah sitem CBSA (Cara Belajar Siwa Aktif) atau cara belajar andragogi, belajar kapan saja, dimana saja, dan berlangsung seumur hidup sebagai karakteristik pendidikan luar sekolah.
28
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB III KARAKTERISTIK PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Bagian ini membicarakan tentang karakteristik pendidikan laur sekolah (PLS). Karakteristik PLS adalah semua jenis, bentuk, jalur dan jenjang pada dunia pendidikan mesti memiliki ciri, sifat dan karakteristik masing-masing dan semuanya memiliki kekurangan,kelemahan, kelebihan dan keunggulan, hal ini dapat dilihat dari aspek tujuan, waktu, program, proses belajar dan pembelajaran, pengendalian program, sejarah pertumbuhan dan banyaknya aktivitas yang dilakukan untuk benar-benar dapat diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh unsur-unsur pelaksana pada praktek-praktek pendidikan dalam mengembangkan potensi warga belajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional melalui pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap, penambah, pengganti, penyebar informasi, pengarah, pelatih dan penyempurna pendidikan formal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seiring dengan zamannya. Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya.
A. Pengertian Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya mengandung sifat khas.Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
29
dapat juga diartikan sebagai suatu kualitas atau sifat yang tetap terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan suatu objek,(Coombs 1993). Kamus besar bahasa Indonesia (1990:389),menyebutkan karakteristik dapat diartikan sebagai mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Karakteristik hampir sama pengertiannya dengan ciri-ciri. Selanjutnya dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990:169) menyebutkan bahwa ”berciri” artinya bersifat yang khas. Dengan kata lain bahwa berbicara tentang karakteristik berarti kita berbicara tentang ciri-ciri. Ciri-ciri dapat diartikan sebagai tanda-tanda khas yang membedakan sesuatu dari yang lain. Dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, bahwa pendidikan diselenggarakan di tiga jalur, yaitu jalur formal, informal dan non formal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Menurut Soelaiman Joesoef (2004), pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah yang didalamnya ada life skill merupakan usaha sadar untuk menyiapkan, meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan daya saing. Dengan demikian akan mampu merebut peluang yang tumbuh dan berkembang serta mengoptimalkan sumber-sumber di lingkungan masing-masing. Sedangkan menurut Kurdie Syuaeb (2002), Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas. Jadi pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pendidikan luar sekolah adalah suatu sifat khas yang dapat dijadikan ciri atau yang melekat pada sistem pendidikan luar sekolah yang sengaja dilakukan untuk melayani 30
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya.
B. Karakteristik Pendididkan Luar Sekolah Secara umum karakteristik pendidikan luar sekolah adalah tidak adanya kebakuan sistem sebagaimana pendidikan persekolahan. Menurut Mustofa Kamil (2010:33), karakteristik pendidikan luar sekolah meliputi aspek tujuan, waktu penyelenggaraan, program, proses belajar dan pembelajaran, dan pengendalian program. 1. Karakteristik segi tujuan:
a. Untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan kini dan masa depan b. Untuk langsung menerapkan hasil belajar dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau masyarakat. c. Untuk memberikan ganjaran berupa keterampilan, barang atau jasa yang diproduksi, dan pendapatan. 2. Karakteristik segi waktu penyelenggaraan:
a. Relatif singkat dan bergantung pada kebutuhan belajar peserta didik. b. Menggunakan waktu tidak penuh dan tidak secara terusmenerus. Waktu biasanya ditetapkan dengan berbagai cara sesuai dengan kesempatan peserta didik, serta memungkinkan untuk melakukan kegiatan belajar sambil bekerja dan berusaha. 3. Karakteristik segi program
a. Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik. Kurikulum bermacam ragam atas dasar perbedaan kebutuhan belajar peserta didik. b. Menekankan pada kebutuhan masa sekarang dan masa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
31
depan terutama untuk memenuhi kebutuhan terasa peserta didik guna bagi kehidupan peserta didik dan lingkungannya. c. Mengutamakan aplikasi dengan penekanan kurikulum yang lebih mengarah kepada keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik dan lingkungannya. d. Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik . Persyaratan untuk mengikuti program adalah kebutuhan, minat, dan kesempatan peserta didik. e. Program diarahkkan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mengembangkan potensi peserta didik.
4. Karakteristik segi proses belajar dan pembelajaran
a. Dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga. Kegiatan belajar dan pembelajaran diberbagai lingkungan (masyarakat, tempat bekerja), atau disatuan pendidikan luar sekolah lainnya. b. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat .pada saat mengikuti program pendidikan, peserta didik berada dalam dunia kehidupan dan pekerjaannya. Lingkungan dihubungkan secara fungsional dengan kegiatan belajar. c. Struktur program pembelajaran lebih fleksibel dan beraneka ragam dalam jenis dan urutannya, sehingga pengembangan program dapat dilaksanakan pada waktu program sedang berjalan. d. Berpusat pada peserta didik dengan menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian. Peserta didik juga biasa menjadi sumber belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan membelajarkan. e. Penghematan sumber-sumber dengan memanfaatkan 32
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
tenaga dan sarana yang tersedia di masyarakat dan di lingkungan kerja. 5. Pengendalian program
a. Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik. b. Menggunakan pendekatan yang lebih bersifat demokrasi. Menurut Soelaiman Joesoef (2008:54), ditinjau dari sejarah pertumbuhan dan banyaknya aktivitas yang dilaksanakan, pendidikan luar sekolah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Beberapa bentuk pendidikan luar sekolah yang berbeda ditandai untuk mencapai bermacam-macam tujuan. 2. Keterbatasan adalah suatu perlombaan antara beberapa pendidikan luar sekolah yang dipandang sebagai pendidikan formal dari pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap bentuk-bentuk pendidikan formal. 3. Tanggung jawab penyelenggaraan lembaga pendidikan luar sekolah dibagi oleh pengawasan umum/masyarakat, pengawasan pribadi atau kombinasi keduanya. 4. Beberapa lembaga pendidikan luar sekolah didisiplinkan secara ketat terhadap waktu pengajaran, teknologi modern, kelengkapan dan buku-buku bacaan. 5. Metode pengajaran juga bermacam-macam dari tatap muka atau guru dan kelompok-kelompok belajar sampai penggunaan audio televisi, unit latihan keliling, demonstrasi, kursus-kursus, korespondensi dan alat-alat bantu visual. 6. Penekanan pada penyebaran program teori dan praktik secara relatif daripada pendidikan luar sekolah. 7. Tidak seperti pendidikan formal, tingkat sistem pendidikan luar sekolah terbatas yang diberikan kebebasan. 8. Guru-guru mungkin dilatih secara khusus untuk tugas Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
33
tertentu atau hanya mempunyai kualifikasi professional di mana tidak termasuk identitas guru. 9. Pencatatan tentang pemasukan murid, guru dan kebebasan pimpinan, kesuksesan latihan, membawa akibat peningkatan produksi ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan pendapatan peserta. 10. Pemantapan bentuk pendidikan luar sekolah mempunyai dampak pada produksi ekonomi dan perubahan sosial dalam waktu singkat daripada kasus pendidikan formal sekolah. 11. Sebagian besar program pendidikan luar sekolah dilaksanakan oleh remaja dan orang-orang dewasa secara terbatas pada kehidupan dan pekerjaan. 12. Karena secara digunakan, pendidikan luar sekolah membuat lengkapkanya pembangunan nasional. Peranannya mencakup pengetahuan, keterampilan, dan pengaruh pada nilai-nilai program. Sementara menurut Djuju Sudjana (2004), adapun karakteristik pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut: 1. Bertujuan untuk memperoleh keterampilan yang segera akan dipergunakan. Pendidikan luar sekolah menekankan pada belajar yang fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan pseserta didik. 2. Berpusat pada peserta didik. Dalam pendidikan luar sekolah dan belajar mandiri, peserta didik adalah pengambilan inisiatif dan mengontrol kegiatan belajarnya. 3. Waktu penyelenggaraan relatif singkat, dan pada umumnya tidak berkesinambungan. 4. Menggunakan kurikulum kafetaria. Kurikulum bersifat fleksibel, dapat dimusyawarahkan secara terbuka, dan banyak ditentukan oleh peserta didik. 34
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
5. Menggunakan metode pembelajaran yang partisipatif, dengan penekanan pada belajar mandiri. 6. Hubungan pendidik dengan peserta didik bersifat mendatar. Pendidik adalah fasilitator bukan yang menggurui. Hubungan di antara kedua pihak bersifat informal dan akrab, peserta didik memandang fasilitator sebagainara sumber dan bukan sebagai instruktur. 7. Penggunaan sumber-sumber lokal. Mengingat sumbersumber untuk pendidikan langka, maka diusahakan sumbersumber lokal digunakan seoptimal mungkin. Selanjutnya DjujuSudjana (2001:13) mengatakan bahwa ciri-ciri pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan luar sekolah memenuhi kebutuhan jangka pendek dan khusus. 2. Hasil belajar langsung dapat dirasakan hasilnya dalam kehidupan di lingkungan sendiri dan masyarakat. 3. Programnya relatif singkat tidak lebih dari satu tahun. 4. Untuk kehidupan sekarang berorientasi pada kebutuhan belajar peserta didik dan masyarakat yang dirasakan dan harus segera dipenuhi guna meningkatkan kehidupan masa kini. 5. Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik dan lebih menekankan pada pemilikan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik dan lingkungannya. Proses belajar dipusatkan di masyarakat atau tempat tinggal dan struktur program luas. 6. Memanfaatkan tenaga dan sarana yang terdapat di masyarakat dan lingkungan kerja dalam rangka menghemat biaya. 7. Pengendalian tidak berpusat dan koordinasi dilakukan lembaga-lembaga terkait. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
35
8. Pendekatan demokrasi hubungan antara peserta didik dan pendidik (tutor). Karakteristik pendidikan nonformal tersebut memiliki peranan penting bagi pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia dan dapat mensejahterakan masyarakat dengan mengajarkan dan menyalurkan keterampilan atau menggali potensi-potensi yang ada di lingkungan masyarakat sehingga dapat membuka peluang usaha baru. Dalam lembaga pendidikan nonformal ini persoalan umur tidak dibatasi dan juga kurikulum pendidikan yang yang sangat fleksibel.Keahlian yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti jalur pendidikan nonformal ini dapat diterapkan langsung di lingkungan masyarat tersebut untuk meningkatkan kecakapan hidupnya sehingga hidup sejahtera dengan bekal yang diperoleh dari pendidikan nonformal.
C. Persamaan dan Perbedaan antara Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah Menurut Hasan Langgulung (1980) ada dua persamaan antara karakteristik pendidikan luar sekolah dengan karakteristik pendidikan sekolah atau pun formal yaitu :Pertama, dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewaris atau pemindahan nilai-nilai intelek, seni, politik, ekonomi, agama dan lain sebagainya; Sedangkan dari segi pandangan individual, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi manusia. Kedua, dari segi fungsi pendidikan adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Teknologi dan keterampilan bahwa menyiapkan suatu generasi agar memiliki dan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat. Proses pendidikan selalu melibatkan masyarakat dan semua 36
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
perangkat kebudayaan sesuai dengan nilai dan falsafah yang dianutnya. Nurna (2008) memaparkan bahwa perbedaan antara pendidikan sekolah dengan pendidikan luar sekolah secara prinsip, adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional, tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 2 dan 3. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini : N O
PERBEDAAN INDIKATOR
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
1
Warga belajar
2
Tutor / sumber belajar
Ada yang sudah bekerja baru ikut belajar
Biasanya disebut tutor Pemilihan tutor lebih ditekankan pada segi keterampilan yang dimilikinya Bersifat terbuka (siapapun dapat menjadi tutor) Bertindak sebagai fasilitator Tidak ada perjenjangan karir Tidak digaji pemerintah
Lebih bersifat sukarela / nobenefit (kecuali untuk program khusus) Perseorangan, LSM atau instansi
3
Pamong belajar / penyelenggara
Rentang usia warga belajar heterogen (10-44 tahun) Latar Belakang pendidikan warga belajar heterogen Motivasi belajar karena kebutuhan mendesak Warga belajar dapat berfungsi sebagai sumber belajar Warga belajar lebih mandiri dalam memilih program yang dibutuhkan. Penerapan warga belajar berdasarkan sasaran
PENDIDIKAN SEKOLAH
Rentang usia setiap jenjang lebih homogeny
Latar Belakang pendidikan lebih homogeny
Motivasi belajar untuk prestasi jangka panjang Siswa bertindak sebagai anak didik
Siswa tidak dapat memilih program sesuai kebutuhannya Penerapan siswa berdasarkan nilai yang diperoleh. Selesai sampai jenjang tertentu baru mencari pekerjaan
Disebut guru Ditekankan pada kemampuan akademis
Bersifat tertutup (latar Belakang akademik) Bersifat sebagai nara sumber utama Ada jenjang karir
Digaji pemerintah / swasta
Mendapat gaji
Diselenggarkan oleh pemerintah atau lembaga / yayasan berbadan hukum Bertindak sebagai pengelola
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
37
Bertindak sebagai
fasilitator
Sarana belajar berbentuk
4
Sarana belajar
Sarana / learning kit yang variatif (modul, leaflet, dibutuhkan sudah baku booklet, poster, dsb) sesuai dengan kebutuhan belajar Materi bahan belajar Materi bahan belajar dikembangkan sesuai homogen (berdasarkan program yang kurikulum nasional) dikembangkan Sarana belajar/learning kit Jenis bahan belajar kurang sangat variatif variatif (bentuk buku atau modul) Bahan belajar dapat Bahan belajar disusun oleh disusun oleh siapa saja para ahli (termasuk warga belajar itu sendiri) Memanfaatkan sarana Sering berubah-ubah belajar yang ada Pengalaman warga belajar Kurang mengakomodasi dimanfaatkan untuk bahan pengalaman siswa / peserta belajar. didik Memanfaatkan bangunan
5
Tempat Belajar
prasarana yang ada Mengoptimalkan sarana yang tersedia
Swadaya masyarakat/
6
7
38
warga belajar Bantuan pemerintah, LSM, badan swasta lainnya Dibebankan pada masyarakat Pengelolaan dana bersifat terbuka
Dana
Hasil belajar
Pemberian hasil belajar
disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar
Dilakukan di gedung
sekolah sendiri
Mengadakan sarana yang
dibutuhkan (Sengaja diadakan untuk mendukung proses belajar)
Swadaya Bantuan pemerintah
Dibebankan pada Negara Pengelolaan dana tertutup Pemberian hasil belajar
dalam bentuk ijazah
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Jumlah kelompok 10-20
8
Kelompok belajar
orang Pembentukan kelompok berdasarkan minat yang sama (melibatkan warga belajar) Ikatan kelompok bersifat informal Kurikulum disusun
9
Program belajar
berdasarkan kebutuhan pasar Kurikulum lebih menekankan kemampuan praktis Memungkinkan perubahan kurikulum lebih fleksibel sesuai dengan perubahan keadaan tempat. Program belajar boleh tidak berjenjang Persyaratan keikutsertaan program belajar relatif terbuka (usia latar Belakang pendidikan, sosial, ekonomi, dsb) Program dikembangkan untuk mengatasi masalah riil yang dirasakan mendesak/ jangka pendek Penyusunan program melibatkan masyarakat secara partisipatif
Proses pembelajaran
secara kelompok dan mandiri Pelaksanaan / waktu belajar fleksibel sesuai kesepakatan Penyelesaian program relative singkat Memberdayakan potensi sumber setempat
Jumlah kelompok bisanya
30 lebih
Pembentukan kelas
ditentukan oleh penyelenggara
Ikatan kelompok bersifat
formal
Kurikulum disusun di pusat
(sentralisasi)
Lebih menekankan
kemampuan teoretis akademis Kurikulum lebih bersifat baku (sulit berubah) kurang dinamis tidak adaftif dengan perkembangan Perjenjangan bersifat baku Persyaratan keikutsertaan
program bersifat baku dan berlaku menyeluruh (secara nasional)
Program dikembangkan
untuk menyiapkan peserta untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi Program disusun sepenuhnya oleh pemerintah, masyarakat bersifat pasif / pengguna Pembelajaran dilakukan secara klasikal Waktu belajar sudah pasti
Penyelesaian program lama Mengabaikan nara sumber /
potensi sekitar
Sistem evaluasi baku
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
39
Sistem evaluasi tidak
baku (kecuali program pake A pake B and Kursus)
Hasil belajar dapat Sistem evaluasi tidak dijadikan bekal untuk
Berpotensi untuk
melanjutkan ke jenjang bakubermatapencaharian (kecuali program pendidikan lebih tinggi pake A pake B and Hasil belajar berdampak Hasil belajar untuk jenjang Kursus) terhadap peningkatan karir di masa datang pendapatan masyarakat 10 Hasil belajar Hasil belajar dapat sehari- Berpotensi untuktidak dapat Dapat diterapkan Hasil belajar dijadikan bekal untuk melanjutkan jenjang dalam hari langsung ke diterapkan bermatapencaharian pendidikan lebih tinggi dunia nyata Hasil belajar berdampakijazah Hasil belajar untuk jenjang Tak mengutamakan Ijazah merupakan hasil terhadap peningkatan karirakhir di masa datang pendapatan masyarakat 10 Hasil belajar Dapat diterapkan sehari Hasil belajar tidak dapat Karakteristik program menjadiditerapkan dua yaitudalam karakteristik hari pendidikan dapat dibedakan langsung program pendidikan formal program dan karakteristik program pendidikan Karakteristik pendidikan dibedakan dunia dapat nyata nonformal,berdasarkan model yang digunakan Paulston1972 (dalam Djuju 2010:28-30), tabel mengutamakan ijazahSudjana, Ijazah merupakansebagaimana hasil menjadi dua yaituTakkarakteristik program pendidikan formal berikut: akhir
dan karakteristik program pendidikan nonformal, berdasarkan PROGRAM PENDIDIKAN PROGRAMprogram PENDIDIKAN FORMAL Karakteristik pendidikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu NONFORMAL model yang digunakan Paulston1972 (dalam Djuju karakteristik Sudjana, program pendidikan formal dan karakteristikTujuan program pendidikan nonformal,berdasarkan 2010:28-30), tabel berikut: model yang digunakansebagaimana Paulston1972 (dalam Djuju Sudjana, 2010:28-30), sebagaimana tabel berikut: 1. Jangka panjang dan umum
1. Jangka pendek dan khusus
bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan PROGRAM PENDIDIKAN FORMAL masa depan. 2. Orinetasi pada kepemilikan ijazah Tujuan 2.
bertujuan memenuhi kebutuhan tertentu yang fungsional dalam kehidupan masa PROGRAM PENDIDIKAN kini danNONFORMAL masa depan. Kurang menekankan pentingnya ijazah
Waktu
1. Jangka panjang dan umum 1. Jangka pendek dan khusus bertujuan membekali peserta didik dengan bertujuan 1. Relatif lama 1. Relatifmemenuhi singkat kebutuhan tertentu umum untukdepan kehidupan yangMenekankan fungsional dalam kehidupan masa 2.kemampuan Berorientasi kemasa 2. masa sekarang masa depan. menyiapkan untuk masa depan
kini dan masa depan.
2. 3.Orinetasi pada kepemilikan ijazah Kurang menekankan pentingnya ijazah Menggunakan waktu penuh dan terus 2. 3. Menggunakan waktu tidak terus menerus
1. 2. 3.
1. 2. 3.
40
Waktu Isi Program Relatif lama 1. Relatif singkat Berorientasi kemasa depan Menekankan masa sekarang 1. Kurikulum disusun secara terpusat dan2. 1. Kurikulum berpusat pada kepentingan menyiapkan masa depan seragam untuk berdasarkan kepentingan peserta didik Menggunakan waktu penuh dan terus 3. 2. Menggunakan waktuaplikasi tidak terus 2. Bersifat akademis Mengutamakan menerus 3. Seleksi penerimaan peserta didik 3. Persyaratan masuk ditetapkan bersama dilakukan dengan persyaratan ketat. Isi Program peserta didik. Proses Pembelajaran Kurikulum disusun secara terpusat dan 1. Kurikulum berpusat pada kepentingan seragam berdasarkan kepentingan peserta didik Bersifat akademis 2. Mengutamakan aplikasi Seleksi penerimaan peserta didik 3. Persyaratan masuk ditetapkan bersama dilakukan dengan persyaratan ketat. peserta didik. Proses Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Pendidikan luar sekolah mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tersendiri, hal inilah yang dapat membedakannya dengan pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/ pendidikan formal saja. Pendidikan luar sekolah pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. Pembinaan dan pengembangan pendidikan luar sekolah dipandang relevan untuk bisa saling mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan. Agar setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan iptek yang semakin maju. Ciri-ciri atau karakteristik pendidikan luar sekolah, dapat kita lihat dari berbagai aspek, di antaranya, segi tujuan, waktu, program, proses belajar dan pembelajaran, pengendalian program, sejarah pertumbuhan dan banyaknya aktivitas yang dilakukan. Karakteristik tersebut identik dengan perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan sekolah.Dikatakan demikian, karena antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah juga terdapat persamaan. Beberbagai sudut pandang tentang perbedaan karakteristik pendidikan luar sekolah dengan pendidikan formal, kesemuanya memiliki keunggulan dan kekurangan masing masing yang merupakan sebagai khazanah keilmuan yang siap dipraktikkan dengan sebenar-benarnya untuk saling menguatkan dari macam-macam pendidikan luar sekolah dan satuan pendidikannya, sehingga terciptalah warga belajar yang dapat membangun pola kesadaran, pengetahuan, wawasan dan nilai-nilai dasar yang hidup di masyarakat bangsa Indonesia dan berkembang seiring zamannya. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
41
42
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB IV MACAM-MACAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Bagian ini membincangkan tentang macam-macam pendidikan luar sekolah (PLS) yang merupakan bangunan satu sama lain saling menguatkan dan mengokohkan dari berbagai unsur, komponen, jalur dan jenis sebagai pendekatan sistem yang terdiri masukan input, proses dan output dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar untuk membangun karakter bangsa. Mereka seumpama bangunan benteng yang kukuh, yang satu sama lain saling menguatkan, mereka saling mencintai sebagaimana mencintai diri sendiri, dan melakukan hal lainnya yang termasuk ke dalam bingkai ikatan yang tak dapat dipisahkan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional.
A. Pendidikan Informal Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
43
pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.Adapun tempat-tempat berlansungnya kegiatan pendidikan informal tersebut adalah pendidikan keluarga, pendidikan pemuda serta pendidikan orang tua. 1. Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga, merupakan pendidikan yang pertama kali didapatkan dan dialami seseorang sejak ia dilahirkan, dan biasanya dilaksankan sendiri oleh orang tua dan anggota keluarga yang lain, dengan adanya pendidikan dari keluarga maka bisa menjadi bekal kita untuk menimba pendidikan lainnya di luar lingkungan keluarga. 2. Pendidikan di dalam perkumpulan pemuda
Memasuki alam kedewasaan, individu sering terlibat di dalam kegiatan-kegiatan yang sebenarnya mengarah pada program pendidikan walaupun kadang-kadang proses ini kurang disadari individu masing-masing. Kegiatan yang dilaksanakan dengan membentuk wadah/organisasi yang sifatnya tidak terlalu ketat mengikat anggotanya dengan sanksi hukum yang keras, namun demikian organisasi pemuda merupakan lembaga pendidikan bermacam yang bersifat informal mempunyai corak ragam yang bermacam-macam yang mempunyai manfaat bagi individu. Organisasi pemuda semacam ini, lebih menunjang terwujudnya pelaksanaan asas pendidikan seumur hidup, yang memberikan kesempatan-kesempatan belajar setiap saat dan tidak terikat oleh batas usia. 44
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
3. Pendidikan untuk orang yang sudah dewasa dan lanjut usia
Semakin lajunya zaman, maka usia manusia makin tinggi sehingga ini menambah jumlah orang dewasa dan jumlah orang yang lanjut usia. Mereka ini sebenarnya terus-menerus dutuntut untuk meyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Maka dengan ini perlu adanya tuntutan belajar pada setiap saat, didapat melalui pendidikan informal. Pendidikan ini umumnya dilaksanakan oleh pihak swasta, tetapi juga ada yang diberi bantuan pemerintah. Pendidikan ini, dapat dicontohkan: Organisasi kesenian, organisasi olahraga, organisasi professional, organisasi peserta KB (Akseptor), kontak tani dan organisasi lainnya.
B. Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal adalah kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan, yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi:
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
45
1. Pendidikan kecakapan hidup Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan. Tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup, dan perkembangannya di masa datang 2. pendidikan anak usia dini Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal 3. Pendidikan kepemudaan Pendidikan ini untuk memenuhi kebutuhan para remaja/ pemuda, dengan adanya pelatihan kepemudaan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam rangka meningkatkan kualitas dan pengembangan potensi diri. 4. Pendidikan pemberdayaan perempuan Pendidikan ini bisa dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pada dasarnya ialah untuk meningkatkan kualitas perempuan, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. 5. Pendidikan keaksaraan Jenis program pendidikan keaksaraan berhubungan dengan populasi sasaran yang belum dapat membaca dan menulis. Dulu program ini dikenal istilah pemberantasan buta huruf (PBA). Sekarang program keaksaraan terkenal dengan istilah kursus pengetahuan dasar (KPD). Targetnya ialah terbebasnya populasi sasaran dari buta baca, buta tulis, buta pengetahuan umum dan buta bahasa Indonesia . 46
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
6. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja Pendidikan ini lebih cenderung kepada programprogram yang sifatnya aplikatif, untuk menambah atau memperdalam keterampilan-keterampilan baik didalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di lingkungan kerja. 7. Pendidikan kesetaraan Program ini diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin menyetarakan pendidikannya seperti pendidikan formal, biasanya dalam hal ini adanya paket A untuk SD/MI, paket B untuk SLTP/MTs., dan paket C untuk SLTA/ MA. Sedangkan satuan pendidikan nonformal terdiri atas: 1. Lembaga kursus Kursus tetap memenuhi unsur belajar-mengajar seperti warga belajar, sumber belajar, program belajar, tempat belajar dan pasilitas. Sistem pengajaran dapat berupa ceramah, diskusi, latihan, praktek dan penugasan. Dan pada akhirnya kursus ada evaluasi untuk menentukan keberhasilan dalam bentuk STTB 2. Lembaga pelatihan Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/ untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 3. Kelompok belajar Kelompok belajar adalah lembaga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu tergantung pada kebutuhan warga belajar. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
47
Program belajar dapat berupa paket-paket belajar dan dapat disusun bersama antara sumber belajar dan warga belajar 4. Pusat kegiatan belajar masyarakat PKB terdapat di dalam masyarakat luas seperti pesantren, perpustakaan, gedung kesenian, toko, rumah ibadat, kebun percobaan dan lain-lain lembega-lembaga tersebut para peserta dapat memperoleh proses belajarmengajar sesuai yang mereka inginkan. 5. Majelis taklim Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan Islam nonformal. Dan merupakan fenomena budaya religius yang tumbuh dan berkembang di tengah komunitas muslim Indonesia. Majelis Taklim ini merupakan institusi pendidikan Islam nonformal, dan sekaligus lembaga dakwah yang memiliki peran strategis dan penting dalam pengembangan kehidupan beragama bagi masyarakat. Majlis Taklim sebagai institusi pendidikan Islam yang berbasis masyarakat peran strategisnya terutama terletak dalam mewujudkan learning society, suatu masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa dibatasi oleh usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturrahmi dan berbagai kegiatan kegamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat.
C. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Menurut UNESCO defenisi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah sebuah lembaga pendidikan yang diselenggrakan di luar sistem pendidikan formal 48
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
diarahkan untuk masyarakat pedesaan dan perkotaan dengan dikelola oleh masyarakat itu sendiri serta memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan berbagai model pembelajaran dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya. (Mustafa Kamil, 2009:85). Pusat kegiatan belajar masyarakat merupakan satuan pendidikan nonformal sebagai tempat pembelajaran dan sumber informasi yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan potensi setempat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah tempat pembelajaran dalam bentuk berbagai macam keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan segala potensi yang ada di sekitar lingkungan kehidupan masyarakat, agar masyarakat memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan memperbaiki taraf hidupnya. Pusat kegiatan belajar masyarakat ini merupakan salah satu alternatif yang dipilih dan dijadikan sebagai ajang proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan adanya pemikiran bahwa dengan melembagakan pusat kegiatan belajar masyarakat, maka akan banyak potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang selama ini belum dikem bangkan secara maksimal. Pusat kegiatan belajar masyarakat diarahkan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut menjadi bermanfaat bagi kehidupannya. Agar mampu mengembangkan potensipotensi tersebut, maka diupayakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di pusat kegiatan belajar masyarakat Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
49
bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pusat kegiatan belajar masyarakat sebagai salah satu mitra kerja pemerintahan dalam mencerdaskan kehidupan mayarakat melalui program-program pendidikan nonformal, diharapkan mampu menumbuhkan masyarakat belajar sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian, keberdayadidikanan inovatif dalam mencari berbagai informasi baru dalam rangka meningkatkan kehidupannya. Sebagai sebuah pusat pembelajaran, pusat kegiatan belajar masyarakat dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat dengan menitikberatkan pada swadaya, gotong royong dan partisipasi masyarakat itu sendiri. Terutama berkaitan dengan pentingnya peningkatan kemampuan, keterampilan dan kecerdasan anggota masyarakat. Adapun fungsi dari pusat kegiatan belajar masyarakat adalah sebagai wadah pembelajaran, tempat pusaran semua potensi masyarakat, pusat dan sumber informasi, ajang tukar menukar keterampilan dan pengalaman, sentra pertemuan antar pengelola dan sumber belajar, loka belajar yang tidak pernah kering (Umberto Sihombing, 1999:110). Pada dasarnya tujuan keberadaan pusat kegiatan belajar masyarakat di suatu komunitas adalah terwujudnya peningkatan kualitas hidup. Pemahaman tentang mutu hidup suatu komunitas sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup dan diyakini oleh komunitas tersebut. Nilainilai yang diyakini oleh suatu komunitas akan berbeda dari suatu komunitas ke komunitas yang lain. Sesuai dengan fungsi dan tujuan dari pada pusat kegiatan belajar masyarakat, berbagai program pendidikan nonformal dapat dikembangkan didalamnya. Namun yang paling penting adalah bagaimana pusat kegiatan belajar masyarakat membangun dan mengembangkan program 50
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
berdasarkan fungsi-fungsinya. Program-program pendidikan luar sekolah tentunya harus dikelola oleh satuan pusat kegiatan belajar masyarakat, karena program tersebut adalah salah satu satuan pendidikan nonformal sebagai wadah atau lembaga pendidikan yang dibentuk dan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat yang secara khusus dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini, ada beberapa program-program yang dikembangkan pusat kegiatan belajar masyarakat diantaranya sebagai berikut: 1. Program keaksaraan fungsional Program ini bertujuan untuk membelajarkan masyarakat, agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca, tulis, hitung dan lain sebagainya. 2. Pengembangan anak usia dini Program ini bertujuan untuk meningkatkan hasil kualitas karena sampai saat iniperhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat rendah 3. Program kesetaraan Program kesetaran melingkupi program kelompok belajar paket A setara SD/MI, kelompok belajar paket B setara SMP/MTs dan kelompok belajar paket C setara SMA/MA. 4. Kelompok belajar usaha Dengan adanya program kerja usaha diharapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta kemampuan warga belajar akan semakin bertambah atau semakin meningkat, terutama bagi warga belajar yang belum memiliki sumber mata pencaharian tetap dan berpenghasilan rendah. Adapun contoh dari kelompok belajar usaha ini antara lain: hasil kerajinan tangan rumah tangga, usaha pertanian, usaha pakaian jadi dan lain-lain. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
51
5. Pengembangan program magang pada PKBM
Program magang merupakan program khusus yang dikembangkan PKBM, program magang tidak dilaksanakan oleh semua PKBM karena program ini menuntut kesiapn dan kerjasama dengan mitra industri tertentu, program ini menyatukan antara pendidikan dan pelatihan atau menyatukan antara peningkatan pengetahuan dan dalam melakukan suatu keahlian sehingga menjadi rangkaian pekerjaan yang saling berhubungan 6. Kursus keterampilan Kursus keterampilan dalam PKBM merupakan program yang tidak bisa dipisahkan dengan program magang. Adapun jenis-jenis keterampilan yang teridentifikasi dan dikembangkan dalam PKBM adalah keterampilan computer, keterampilan bahasa, kursus keterampilan mekanik otomotif dan lainnya. Dari berbagai macam pendidikan luar sekolah yang telah dipaparkan diatas adalah merupakan pendekatan sistem yang berlandaskan optimalisasi penggunaan sumbersumber yang tersedia sebagai modal dasar yang berfungsi dalam melaksanakan program-program pendidikan luar sekolah secara efektif dan efisien.
52
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB V PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Bagian ini memaparkan tentang program-program pokok dan penunjang secara oprasional, strategis mencakup macam, jenis dan jalur PLS terencana, sistematis, insidental dengan pola-pola interaktif, alternatif dan teknik-teknik adaptif, inovatif bersifat elitis dan universal mengutamakan kebutuhan warga belajar yang berfungsi membangun kesempatan perbaikan, motivasi, dan edukabilitas agar warga belajar memperoleh pengetahuan, seni, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan serta perkembangan fisik, mental, sosial dan emosional untuk mempertahakan dan meningkatkan mutu hidup warga belajar.
A.Program Pokok Pendidikan Luar Sekolah Program pokok merupakan program oprasional pendidikan luar sekolah yang strategis dibuat oleh lembaga pelaksana atau pemerintah terdiri dari program pemberantasan buta aksara dan pendidikan dasar, masingmasing program ini terdiri dari pengembangan anak usia dini, program kesetaraan (kejar paket A setara SD/MI, kejar Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
53
paket B setara SMP/MTs, kejar paket C setara SMA/MA) Program pendidikan berkelanjutan, terdiri dari program: kelompok belajar usaha, beasiswa magang, pendidikan kewanitaan dan pembinaan serta pengembangan kursus atau pelatihan. 1. Program Pemberantasan Buta Aksara (Keaksaraan Fungsional) dan Pendidikan Dasar
Program pemberantasan buta aksara di masyarakat lebih dikenal dengan program “Keaksaraan Fungsional (KF)”. Program KF adalah program pemberantasan buta aksara yang substansi belajarnya disesuaikan dengan kebutuhan dan minat warga belajar berdasarkan potensi lingkungan yang ada di sekitar kehidupan warga belajar. Keaksaraan fungsional adalah pengembangan dari program pemberantasan buta huruf yang tujuannya adalah untuk meningkatkan keaksaraan dasar warga masyarakat buta aksara (warga belajar) sesuai dengan minat dan kebutuhan hidupnya. Kegiatan ini diselenggarakan untuk melayani warga masyarakat yang menyandang buta aksara, usia 1044 tahun, dengan prioritas usia 17-30 tahun. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajardiselenggarakan selama 6 bulan dalam kelompok-kelompok belajar, rata-rata tiap kelompok terdiri dari 10 orang., dibantu oleh seorang tutor dan tidak dilakukan test hasil belajar, (Umberto Sihombing, 1999:21) Dengan demikian hasil yang diharapkan dari program ini adalah warga belajar dapat memanfaatkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari (bersifat fungsional), guna peningkatan kualitas kesejahteraan hidupnya, dan tujuan dari program ini adalah untuk membelajarkan masyarakat agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca, tulis, hitung dan kemampuan fungisoanalnya dalam kehidupan 54
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
sehari-hari.Program keaksaraan fungsional merupakan wahana pembalajaran untuk kelompok sasaran buta aksara, baik karena tidak dapat mengikuti pendidiakan sekolah maupun yang putus sekolah sebelum waktunya. Kegiatan belajar mengajar seperti ini tidak jarang lagi ditemukan di daerah-daerah pedesaan, sebagaimana pada umumnya kita ketahui bahwa warga masyarakat perkampungan tidak begitu memperhatikan masalah pendidikan bahkan ada sebagian kalangan orang-orang tua yang tidak mengenal huruf sama sekali (buta huruf), Program ini masing-masing terdiri dari : a. Pengembangan Anak Usia Dini
Program ini dilaksanakan dengan kerjasama dengan berbagai departemen, organisasi kemasyarakatan yang telah terlebih dahulu melaksanakan pembinaan anak. Program ini dilaksanakan dalam bentuk kelompok bermain, taman bermain kanak-kanak, penitipan anak, bina keluarga anak di bawah 5 tahun dan berbagai bentuk lainnya, (Umberto Sihombing, 1999:22-23) b. Program Kesetaraan (Equivalencey Education)
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia salah satunya diakibatkan oleh tingginya angka putus sekolah, pada level pendidikan dasar dan level pendidikan menengah. Pada tinggkat sekolah dasar 25% dari jumlah lulusnya tidak melanjutkan kejenjang SMP/MTs, begitu pula 50% lulusan SMP/MTs tidak melanjutkan kelevel SMA/MA. (Depdiknas, 2006) oleh karena itu program kesetaraan merupakan program yang sangat vital dalam menjawab permasalahn mutu sumber daya manusia. Sesuai dengan fungsi dan peranan PKMB sebagai pusat Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
55
kegiatan belajar masyarakat memiliki peran penting dalam mengembangkan program-program kesetaraan di tengahtengah masyarakat Sejalan dengan kebijaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, warga masyarakat diwajibkan menempuh pendidikan minimal lulus SMP atau sederajat. Ternyata, banyak warga masyarakat usia wajib belajar tidak dapat mengikuti pendidikannya di sekolah. Banyak pula masyarakat karena hambatan sosial, ekonomi, budaya dan geografis tidak dapat mengikuti pendidikan pada jalur pendidikan sekolah.Untuk itulah, Program Paket A dan B memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat menempuh pendidikannya yang setara dengan SD/MI dan SMP/MTs melalui jalur pendidikan luar sekolah. Program paket A dilaksanakan dalam kelompok belajar yang terdiri dari 20 orang, dibantu oleh seorang tutor. Lama pendidikan minimal 3 tahun karena mulai belajar setara kelas 4 (empat) SD. Program ini dilaksanakan dengan prioritas kepada anak usia sekolah dasar yang tidak sekolah atau putus sekolah, dalam usia wajib belajar (7-15 tahun). Hasil ujian nasional kesetaraan SD (Pehabtanas) mempunyai efek sipil yang sama dengan lulusan SD dan dapat langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Program pakat B ditujukan kepada siswa lulusan SD tidak melanjutkan ke SMP dan siswa putus SMP dengan prioritas pada anak usia wajib belajar yang karena berbagai faktor seperti ekonomi, sosial, jarak sekolah yang jauh sehingga tidak mampu mengikuti program persekolahan. kegiaatn belajar diselenggarakan dalam kelompok belajar terdiri dari rata-rata 40 orang dibantu oleh 6 tutor. lama pendidikan minimal 5 tahun apabila mulai belajar dari 56
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
setara kelas 1 SMP. Dukungan pemerintah yang diberikan berupa dana penyelenggaraan untuk keperluan warga belajar seperti transport tutor, dana latihan keterampilan, dana belajar usaha, dana penyelenggaraan, dan biaya ujian nasional kesetaraan (Pehabtanas) serta modul. Sejalan dengan perkembangan program paket A dan B kini telah berkembang program Paket C setara SMA/ MA. Program Paket C dilaksanakan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang karena berbagai hal tidak dapat melanjutkan pendidikan setingkat SMA/MA pada jalur pendidikan sekolah. Kurikulum Paket A, B, dan C juga dilengkapi dengan muatan keterampilan, sehingga diharapkan para lulusannya siap kerja baik memasuki dunia usaha maupun usaha mandiri setelah menyelesaikan program. Program ini baru berkembang sekitar tahun 2003, hal ini sejalan dengan di tetapkannya UU Sisdiknas No.20/2003 Pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang melenggrakan pendididikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program paket A, paket B, dan paket C (penjelasan pasal 26 Ayat (3) UU Sisdiknas No. 20/2003 dalam Mustafa Kamil, 2009:97) 2. Program Pendidikan Berkelanjutan
Program pokok pendidikan luar sekolah pada program pendidikan berkelanjutan terdiri dari : a. Kelompok Belajar Usaha (KBU) Kelompok Belajar Usaha (KBU) adalah program pembelajaran yang memberikan peluang kepada masyarakat melalui kelompok belajar untuk belajar, bekerja dan berusaha, sebagai pelajaran pasca program KF dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
57
kesetaraan paket B dan C. Tujuan KBU adalah untuk memperluas kesempatan belajar usaha bagi masyarakat yang tidak mampu, agar memiliki penghasilan yang tetap, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya. Pola pelaksanaan KBU dibedakan menjadi dua, yaitu pola bersama dan pola sendiri-sendiri. Pola bersama yaitu warga belajar mengelola dana belajar usaha secara bersama dalam kelompok, karena jenis usahanya sama. Pola sendirisendiri yaitu KBU yang mengelola dana belajar usahanya dikelola atau diusahakan oleh masing-masing warga belajar secara terpisah karena jenis usahanya berbeda-beda, tetapi tetap dalam ikatan kelompok. Program kejar usaha dikembangkan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan warga belajar yang belum memiliki sumber mata pencaharian tetap dan penghasilan rendah sehingga dari pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang dimiliki itu datap menjalankan usaha atau bekerja pada usaha orang lain dalam rangka meningkatkan penghasilannya. Program ini ditujukan kepada warga belajar yang minimal telah bebas buta aksara dan atau lulus paket A setara SD dan paket B setara SMP, usia 17-44 tahun dengan prioritas 17-30 tahun. warga belajar dalam menjalankan usahanya dapat secara berkelompok terdiri dari 3-5 orang, atau sendiri-sendiri namun masih dalam satu ikatan kelompok besar. proses pembelajarn ditempuh melalui: 1) Latihan keterampilan berusaha sesuai dengan jenis usaha yang diminati dan akan diusahakan. 2) Setelah mereka dilatih diberikan bantuan peralatan usaha untuk tiap kelompok senilai Rp. 500.000,3) Diberikan dana belajar usaha untuk mengembangkan 58
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
usahanya tiap warg belajar sebesar Rp. 200.000,a. Beasiswa Magang Magang adalah bentuk belajar dan berlatih keterampilan pada dunia kerja yang lebih menekankan pada praktek daripada teori. Sedangkan program beasiswa adalah pemberian bantuan biaya kepada masyarakat untuk mengikuti magang, kursus, atau satuan pendidikan keterampilan lainnya. Program magang dan beasiswa dalam pendidikan masyarakat bertujuan untuk memberikan keterampilan kejuruan bagi warga masyarakat yang berasal dari keluarga kurang mampu, agar mereka memiliki bekal keterampilan untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja sendiri. Program ini dikembangkan sebagai tindak lanjut dari pendidikan dasar, pemerintah menyediakan beasiswa untuk magang/kursus, yang diprioritaskan bagi lulusan paket B setara SMP yang tidak melanjutkan beasiswa ini digunakan untuk membiayai program pembelajaran keterampilan warga belajar pada pusat-pusat magang/kursus, dengan lama waktu belajar antara 3 sampai dengan 6 bulan. Setelah warga belajar selesai pendidikan dan atau latihan, diharapkan ia akan mampu bekerja berdasarkan keterampilan yang dimilikinya baik bekerja sendiri, berkelompok, atau bekerja pada perusahaan terkait. besarnya beasiswa yang diberikan kepada setiap warga belajar, rata-rata Rp. 350.000,- /orang. b. Pendidikan Kewanitaan Program yang dikembangkan secara khusus pada wanita usia produktif, telah berkeluarga, dan tergolong miskin. pelayanan pendidikan yang diberikan berupa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
59
latihan keterampuilan usaha. setelah selesai latihan, diberi dana belajar usaha untuk diusahakan bersama dalam suatu kelompok, di mana besarnya disesuaikan dengan jenis usaha yang akan dijalankan dengan maksud meningkatkan pendapatan keluarga. Bagi kelompok-kelompok usaha yang mampu berkembang, maka agar lebih mampu bersaing didunia usaha, ditindaklanjuti dengan program Pusginita (Pusat Kegiatan Wanita). melalui pusginita ini kelompokkelompok usaha yang ada disuatu daerah (kecamatan) diberikan bantuan peralatan yang diperlukan untuk meningkatkan mutu usahanya. c. Pembinaan serta Pengambangan Kursus yang diselenggarakan oleh Masyarakat Kursus merupakan salah satu pendidikan pada jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Penyelenggaraannya yang sangat fleksibel dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan dunia usaha/ industri, menjadikan peran kursus sangat strategis dalam dunia pendidikan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kursus merupakan salah satu satuan pendidikan luar sekolah yang memberikan peningkatan berbagai jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap mental bagi warga belajar yang mernerlukan bekal dalarn mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan kursus dilaksanakan dengan bekerja sama dengan organisasi mitra dan subkonsorsium yang terdiri dari unsur para 60
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
pakar, praktisi, tenaga pendidik, dan penyelenggara kursus. Pembinaan ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan melalui penyelenggaaraan kursus-kursus kejuruan atau keterampilan sehingga mampu memenuhi kebutuhan belajar masyarakat.kursus ini diprakarsai dan dibiayai sendiri oleh masyarakat, pemerintah hanya membina yang dilasanakan dalam bentuk perizinan, ujian nasional, peningkatan mutu kursus, dan pengembangan model melalui standarisasi dan akredirasi. Ada Sembilan jenis kursus yang sudah di standarisasaikan dan selesai diuji cobakan yakni, mekanik otomotif, elektonika, perhotelan, sekretaris, tata boga, tata busana, tata kecantikan, akuntansi, dan computer. Pada tahun 1999/2000 sedang dikembangkan lagi standarisasi untuk 5 jenis kursus lagi yaitu, perbankan, tour dan travel, akupunktur, bahasa inggris dan kompak (computer Akuntansi).
B. Program Penunjang Pendidikan Luar Sekolah Program penunjang ini merupakan program rintisanrintisan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan kebutuhan masyarakat, yaitu program pendidikan massa (mass education), pendidikan orang dewasa (adult education) dan pendidikan perluasan (extension education),(Djuju Sudjana, 1996:44). 1. Pendidikan Massa (Mass education) Pendidikan massa yaitu kesempatan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat luas dengan tujuan yaitu membantu masyarakat agar mereka memiliki kecakapan dalam hal menulis, membaca dan berhitung Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 61
serta berpengetahuan umum yang diperlukan dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kehidupannya sebagai warga negara. Istilah Mass education menunjukan pada aktifitas pendidikan di masyarakat yang sasarannya kepada individuindividu yang mengalami keterlantaran pendidikan, yaitu individu yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan melalui jalur sekolah, tetapi putus di tengah jalan dan belum sempat terbebas dari kebuta-hurufan. Mass education ini dapat dikatakan semacam program pemberantasan buta huruf, tentu saja tidak bertujuan supaya orang-orang didiknya sekedar bisa baca-tulis, tetapi juga supaya memperoleh pengetahuan umum yang relevan bagi keperluan hidupnya sehari-hari. Individu yang menjadi sasarannya adalah pemuda-pemuda dan orang dewasa.Pelaksanaannya melalui kursus-kursus. 2. Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education) Pendidikan orang dewasa yaitu pendidikan yang disajikan untuk membelajarkan orang dewasa. Pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkukangan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya. 3. Pendidikan Perluasan (Extension Education) Pendidikan perluasan adalah kegiatan yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah yang meliputi seluruh kegiatan pendidikan baik yang dilaksanakan di luar sistem pendidikan sekolah yang dilembagakan ataupun yang tidak dilembagakan. 62
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
C. Unsur-Unsur Pengembangan Program Pendidikan Luar Sekolah Program yang dikembangkan dalam pendidikan nonformal sebaiknya dibangun atas dasar kesepakatan dan kebutuhan dari warga belajar. Menurut Mustafa Kamil(2009:59) adapun unsur-unsur yang harus diper hatikan dalam pengembangan program pendidikan nonformal berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran yang ingin dicapai yaitu: 1. Warga Belajar Warga belajar adalah anggota masyarakat yang ikut dalam satu kegiatan pembelajaran. Tidak digunakan istilah peserta didik murid, siswa, karena istilah ini memiliki konotasi bahwa anggota masyarakat tersebut sebatas penerima tidak menjadi pemilik dan penentu, kurang kelihatan aspek keterlibatan, sedangkan dalam kegiatan pendidikan luar sekolah, warga belajar turut aktif menentukan apa yang diinginkannya untuk dipelajari. Istilah warga menunjukkan bahwa anggota masyarakat tersebut adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran. Ketika kurikulum pendidikan nonformal akan dikembangkan perhatian pertama yang perlu dijadikan acuan adalah kondisi warga belajar, alasannya adalah, karena warga belajar memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan peserta didik lainnya. menurut Mustafa Kamil(2009:60-63) Ada beberapa faktor yang dijadikan patokan seperti usia, pengalaman, kompetensi, dan motivasi berprestasi. a. Usia Usia warga belajar nonformal sangatlah bervariasi, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 63
hal ini tergantung pada program yang akan dikembangkan. Misalnya program pendidikan kesetaraan di Indonesia. Pendidikan kesetaraan banyak diikuti oleh peserta didik yang berada pada usia sekolah. b.Pengalaman Sering kali kita mengingat tentang teori pendidikan orang dewasa (andragogik), bahwa sasaran pendidikan nonformal adalah orang-orang yang sudah memiliki pengalaman (karena mereka sudah dewasa). Oleh karena itu variasi pengalaman yang dimiliki warga belajar sebagai sasaran pendidikan nonformal adalah kekuatan tersendiri yang dapat dijadikan sumber dalam proses pembelajaran. Seperti penciptaan tutor sebaya. c. Kompetensi Seperti yang diungkapkan oleh Ella Yulaelawati dalam Mustafa Kamil(2009:62), fokus kurikulum yang bermuatan kompetensi adalah: pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang harus dimiliki dan akan dikembabangkan oleh warga belajar sebagai hasil belajarnya disertai dengan keseluruhan sistem standar mutunya. Dengan mengembangkan kompetensi dalam kurikulum diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Memberi kesempatan kepada warga belajar untuk mampu belajar sendiri 2) Membolehkan warga belajar menggunakan pengeta huan, alat dan bahan lain sebagai sumber belajar. 3) Membolehkan warga belajar membuat refleksi dan menilai tahap pembelajarannya sendiri 4) Membolehkan warga belajar menerapkan pengetahuan, keterampilan dan kemahiran ke matapelajaran lain, 64
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
situasi baru dan pergaulan d. Motivasi berprestasi Ada faktor yang perlu menjadi perhatian pengembang pendidikan nonformal dari sisi warga belajar.Faktor tersebut adalah motivasi.Motivasi warga belajar adalah sisi psikologis yang menjadi pemicu terjadinya aktivitas partisipasi pembelajaran dalam kegiatan belajar nonformal. Tanpa motivasi secanggih apapun model pembelajaran serta alat atau media pembelajaran yang digunakan tutor, proses pembelajaran tidak akan berlangsung hangat, partisipatif dan mungkin hasil pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Kemandirian warga belajar untuk melaksanakan program pendidikan nonformal sangat diperlukan sekali, sebab warga belajar dituntut harus berpartisipasi secara mandiri, menurut Mustafa Kamil (2009:68-77) ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemandirian, antara lain: a. Kegiatan pembelajaran berpusat pada warga belajar Program pendidikan nonformal dalam konsep pengembangan program pembelajarannya seringkali dilakukan dan disusun bersama-sama antara sumber belajar dan warga belajar. Ini berlaku sampai tahap evaluasi, disamping itu pula dalam konsep pembelajaran pendidikan nonformal warga belajar diberikan kewenangan untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran serta melakukan eveluasi pada program tersebut secara mandiri. b. Kesesuaian isi program dengan sifat-sifat individualitas Dalam kerangka yang utuh, sebuah program pendidikan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
65
nonformal, isi dan jenis program yang dikembangkan, harus selalu memperhatikan perkembangan pribadi warga belajar. c. Faktor keturunan dan kesesuaian dengan isi program Joe M. Charon dalam Mustafa Kamil (2009:74), menyatakan bahwa faktor keturunan adalah berupa bakat atau pembawaan yang ada dalam diri warga belajar. Faktor tersebut turut mempengaruhi warga belajar dalam mengikuti suatu program pendidikan nonformal. d. Kesesuaian isi program dengan faktor lingkungan Djuju Sudjana dalam Mustafa Kamil (2009:75) memberikan alasan yang jelas bagaimana keterkaitan antara komponen lingkungan sosial secara fungsional berkaitan dengan komponen-komponen lainnya dalam kerangka system pendidikan nonformal. e. Kesesuaian program dengan irama pembangunan Isi program pendidikan nonformal hendaklah memperhatikan kondisi yang terjadi dalam setiap fase kehidupan manusia. Hal tersebut perlu perlu juga diperhatikan pada setiap sumber belajar (fasilitator, tutor dan pelatih). Oleh karena itu, model program yang dikembangkan tanpa merujuk pada kondisi terebut terutama pada pola kepribadian yang sebenarnya ada dalam diri warga belajar, akan sulit mencapai keberhasilan. f. Kesesuaian makna dengan program pendidikan nonformal Alfin Tofler dalam Mustafa Kamil(2009:77) menyatakan bahwa materi pembeajaran akan bermakana apabila bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan masa depan, sehingga orang yang belajar terangsang untuk berfikir dan mampu mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa yang akan datang. 66
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
2. Sumber belajar Sumber belajar adalah warga masyarakat yang memiliki kelebihan baik di bidang pengetahuan, keterampilan, sikap dan mampu serta mau mengalihkan apa yang dimilikinya pada warga belajar melalui proses pembelajaran. Sumber belajar adalah orang yang merasa bertanggungjawab untuk meningkatkan kemampuan manusia yang ada di lingkungannya. Mereka adalah manusia yang tidak masa bodoh dengan kebodohan. Sumber belajar bukan hanya mereka yang memiliki ijazah pada tingkat pendidikan sekolah tertentu, mereka yang tidak sekolah sekalipun, tetapi memiliki keunggulan dan mau membagi keunggulan tersebut pada orang lain dapat menjadi sumber belajar. Sumber belajar disebut juga dengan panggilan tutor, fasilitator. Seorang fasilitator harus memiliki kemampuan dalam mengelola program pendidikan nonformal, menyiapkan dan menterjemahkan kurikulum dan materi kurikulum, mengelola lingkungan sebagai sumber dan tempat belajar. Program strategis PLS merupakan sekelompok paket belajar dan pengalaman belajar melalui kegiatan-kegiatan identifikasi kebutuhan pendidikan, sumber-sumber, dan penyusunan program yang berlangsung sepanjang hayat yang memungkinkan dapat menggunakan hasil pembelajarannya untuk belajar sendiri (self-direction) dan membina dirinya sendiri (self-direction) melalui pengelolaan manajemen strategik, kebijakan dan teknis dalam pelaksanaan sesuai dengan fungsi-fungsinya secara efektif dan efisien.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
67
68
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB VI MANAJEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pada bagian ini memaparkan tentang rangkaian proses kerja berlangsungnya fungsi-fungsi menajemen pendidikan luar sekolah perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pembinaan, penilaian dan pengembangan secara umum, pelaksanaan dan tekniknya yakni manajemen strategik, personal, material, informasi, dan keuangan dalam upaya pelaksanakan kegiatan secara fungsional agar tercapainya tujuan PLS.
A. Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari bahasa Italia maneggiare yang berarti “mengendalikan,” terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latin manus yang berati “tangan”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” dan ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan ditinjau dari bahasa Inggris manage yang berarti “seni mengendalikan kuda”, dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Bahasa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
69
Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal,. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Para ahli telah berusaha untuk memberikan definisi manageman. Beberapa definisi menurut para ahli adalah : 1. Menurut SP. Siagan, managemen merupakan kemam puan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui orang lain. 2. Menurut H. Malayu SP Hasibuan, managemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Menurut James A.F Stonner managemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapain tujuan organisasi yang ditetapkan. Pengelolaan atau manajemen adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu 70
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
kegiatan baik, bersama orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (Djuju Sudjana, 2010:17). Sedangkan Achmad Hufad, berbicara mengenai manajemen dalam tulisannya yang berjudul “Manajemen Kelembagaan dan Pembiayaan PAUD Non Formal”. Manajemen dapat diartikan kegiatan yang dilakukan bersama dan melalui orang-orang serta kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut, manajemen itu tidak bisa hanya dilakukan oleh sendiri, tetapi juga menyangkut berbagai pihak yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan secara bersama. Dari Kathry. M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udayamemberikan rumusan bahwa : “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan–tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan(planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), danmengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuahkegiatan yang berkesinambungan”. Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan bahwa: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Secara khusus dalam konteks pendidikan. Djam’an Satori memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
71
telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi mengemukakan bahwa“administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemenpendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2)manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3)manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen mutlak diperlukan dalam setiap bidang kegiatan usaha yang melibatkan 2 orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu dengan melalui kerja sama serta dengan memanfaatkan sumber-sumber lain dalam mencapai tujuan yang sama.
B. Fungsi Manajemen Manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan proses pengaturan lingkup pelaksanaan pendidikan formal maupun nonformal . Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Adapun fungsi-fungsi manajemen ini, sebagai berikut: Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu : 1. Planning (perencanaan) 72
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
2. Organizing (pengorganisasian) 3. Actuating (pelaksanaan) 4. Controlling (pengawasan) Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi : 1. Planning (perencanaan) 2. Organizing (pengorganisasian) 3. Commanding (pengaturan) 4. Coordinating (pengkoordinasian) 5. Controlling (pengawasan). Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup : 1. Planning (perencanaan) 2. Organizing (pengorganisasian) 3. Saffing (penentuan staf) 4. Directing (pengarahan) 5. Controlling (pengawasan). Selanjutnya,L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu : 1. Planning (perencanaan) 2. Organizing (pengorganisasian) 3. Saffing (penentuan staf) 4. Directing (pengarahan) 5. Coordinating (pengkoordinasian) 6. Reporting (pelaporan) 7. Budgeting (penganggaran). Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa aspek fungsi manajemen, diantaranya adalah perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
73
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta caracara untuk mencapai tujuan tersebut. T. Hani Handoko, mengemukakan bahwa : “Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.” Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektifmungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian padamasalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebihtepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f)memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudahdipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana. Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu : a. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :(1) menggunakan kata-kata yang sederhana, (2) mempunyai sifat fleksibel, (3) mempunyai sifat stabilitas, 74
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
(4) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (5) meliputi semua tindakan yang diperlukan. b. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal. c. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas. Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu :(a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan. Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh danjangka panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
75
yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. 2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorga nisasian (organizing).George R. Terry mengemukakan bahwa: “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orangorang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencanarencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya. Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang. Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani 76
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatankegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. 3. Pelaksanaan (actuating)
Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Dalam hal ini, George R. Terry mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggotaanggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
77
tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika: (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3)tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis. 4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan(controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Menurut Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa: “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan– tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukurpenyimpangan-penyimpangan, serta mengambil 78
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaiantujuan-tujuan perusahaan.” Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai.Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpanganpenyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi. Jadi, fungsi pengawasan adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan
C. Tahapan-Tahapan Manajemen Manajemen memiliki keragaman dalam segi pelaksanaan ataupun dalam penyusunan konsepnya. Maka dari itu dapat kita lihat mengenai tahapan-tahapan manajemen, di antaranya: 1. Rekonsiderasi yaitu menganalisis yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Tahap ini perlu dilaksanakan yaitu upaya program yang akan dilaksanakan secara operasional sesuai dengan kebijakan pemerintah. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
79
Apabila sudah ada kesesuaian, maka akan memudahkan dalam pelaksanaannya karena tidak akan terjadi tumpang tindih antara program dengan program lainnya, atau program yang dilaksanakan tidak akan bertentangan dengan kebijakan pemerintah terserbut. 2. Pengamatan yakni mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan dan potensi serta keadaan daerah yang akan dijadikan tempat kegiatan. 3. Persiapan adalah menyusun perencanaan berupa program kegiatan yang akan dilaksanakan diantaranya menyangkut faktor manusia, sarana, biaya dan tempat. 4. Pelaksanaan yaitu melaksanakan kegiatan sesuai dengan program yang sudah direncanakan. 5. Evaluasi yakni mengevaluasi seluruh program, untuk mengetahui keberhasilan yang telah dicapai. Pada kegiatan pembelajaran, proses yang dilakukan supaya lancarnya kegiatan pembelajaran adalah melaksanakan tahapan-tahan manajemen pada umumnya. 1. Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Perencanaan pada hakekatnya adalah proses mempersiapkan serangkaian keputusan yang akan dilakukan berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan. Di dalam proses ini, terlibat pula proses perumusan tujuan, mempersiapkan alternatif tindakan, dan mendesain program pencapaian tujuan yang akan dicapai itu. Pandangan organisasional terhadap perencanaan, merupakan suatu fungsi yang mencakup perspektif luas, termasuk tujuan pembelajaran sebagai salah satu perujudan dari tujuan kelembagaan yang ingin dicapai.Perencanaan pembelajaran pun tidak terlepas dari program kurikulum institusi tersebut. Untuk mencapai tujuan-tujuan kelembagaan sebagaimana dalam tujuan kurikuler suatu suatu lembaga 80
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
pendidikan, sudah seharusnya tutor membuat perencanaan pembelajaran sebagai pengejawantahan dari tujuan-tujuan kurikuler satuan pendidikan. Komponen-komponen pe rencanaan pembelajaran yang seharusnya disiapkan oleh tutor. 2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini tidak terlepas dari proses perencanaan yang telah diuraikan di muka, tentunya sudah dalam bentuk wujud rencana atau program kegiatan. Dengan kata lain, pelaksanaan kegiatan ini merupakan implementasi rencana atau program yang telah dibuat dalam proses perencanaan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini secara sederhana paling tidak mencakup: a. Pengembangan strategi belajar b. Pemberian motivasi belajar c. Pemantauan disiplin belajar 3. Evaluasi Kegiatan Pembelajaran Pada perencanaan kegiatan pembelajaran, telah disebutkan bahwa, evaluasi proses kegiatan pembelajaran tidak hanya mengukur dan mengevaluasi hasil belajar warga belajar saja, namun sistem kegiatan dan dampaknya pun harus dievaluasi. Evaluasi proses kegiatan pembelajaran ditekankan pada beberapa hal yakni; a. Keseluruhan komponen program kegiatan, baik menyangkut input, proses, dan hasil-hasil yang diperoleh b. Kesungguhan menggunakan tujuan pembelajaran sebagai tolak ukur keberhasilan c. Efisiensi sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui d. Kepraktisan program kegiatan pembelajaran itu sendiri, baik dari aspek politis maupun financial Implikasi dari karakteristik dan kekhasan manajemen kegiatan pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
81
tidak bisa dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki kompetensi manajerial kependidikan.individu yang akan melakukan tugas mengelola kegiatan pembelajaran secara profesional harus dibekali dengan pemahaman konsep dan teori manajemen pembelajaran. Tentu saja, tutor sebagai pengelola kegiatan pembelajaran perlu dibekali serangkaian kemampuan profesional di bidang manajemen pembelajaran. Implementasi kebijakan pada tingkat manajemen PLS dilakukan dengan beberapa strategi. Dalam mengembangkan stratrgi membutuhkan analisi lingkungan yang baik agar tepat dan efisien untuk mewujudkan visi dan misi sesuai dengan kebutuhan warga belajar, sehingga kualitas sumber daya manusia, baik para pembuat kebijakan, penyelenggara pendidikan dan masyarakat jelas penguasaannya bidang keahliannya.
82
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB VII STRATEGI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Bagian ini di jelaskan tentang upaya pengembangan program strategis pendidikan luar sekolah yang terdiri dari masukan lingkunagn, sarana, masukan mentah, proses dan keluaran serta penjabaran komponen-komponen PLS ke dalam siklus fungsi-fungsi manajemen sesuai dengan kebutuhan warga belajar berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku pada masa dan zamannya.
A. Pengertian Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata “straros” (milliter)dengan “ago” (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Pada awalnya, strategi berarti kegiatan memimpin militer dalam menjalankan tugas-tugasnya di lapangan. Konsep strategi yang semula diterapkan dalam kemiliteran dan dunia politik (Bracker, 1980); kemudian banyak diterapkan pula Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
83
dalam bidang manajemen, dunia usaha, pengadilan dan pendidikan. Dengan makin luasnya penerapan strategi, Mintzberg dan Waters (1983) mengemukakan bahwa strategi adalah pola umum tentang keputusan atau tindakan (strategies are realized as patterns in streams of decisions or actions). Jadi, srtategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha untuk mencapai tujuan sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar-mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru dan anak dalam perwujudan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. (Trianto, 2007:85). Strategi belajar-mengajar itu memuat berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk dipilih dalam rangka perencanaan pengajaran. T. Raka Joni mengartikan strategi belajar sebagai pola da urutan umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar. Seorang guru yang merencanakan pengajarannya, lebih dahulu harus memikirkan strateginya.(Gulo, 2002:2). Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi, di dalam konteks belajar-mengajar, perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan atau dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Menurut Kemp(1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. 84
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Menurut Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajaran.Tujuan strategi pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik. Dengan demikian strategi pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan, metode dan teknik, bentuk media, sumber belajar, pengelompokan peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukasi antara pendidik dengan peserta didik, antara peserta didik, dan antara peserta didik dengan lingkungannya, serta upaya pengukuran terhadap proses, hasil, dan dampak kegiatan pembelajaran. (Djuju Sudjana, 2010: 4-5). Strategi pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru-murid di dalam proses belajar mengajar,yang dimaksud pola umum tersebut adalah macam dan urutan perbuatan yang diwujudkan atau diperagakan oleh guru dan murid dalam sebuah peristiwa belajar-mengajar. ( Rustam, dkk. 2009: 62). Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertianpengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
85
strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
B. Langkah-Langkah Strategi Pendidikan Luar Sekolah Penerapan strategi pembelajaran pada lingkungan pendidikan memerlukan proses, hal ini bertujuan agar proses belajar mengajar berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dirancang, maka dari itu perlu adanya langkah-langkah penerapan strategi yang harus dilakukan. Adapun langkah-langkah strategi bagi penyelenggaran pendidkan luar sekolah, diantaranya adalah : 1. Identifikasi kebutuhan belajar.
Mengidentifikasi adalah mengenal lebih dalam sesuatu yang semula samar-samar menjadi semakin jelas. Hal ini sering dilakukan melalui suatu pengamatan yang cermat, kritis dan proaktif terhadap kebutuhan belajar warga masyarakat. Selanjutnya dirumuskan dengan uraian yang tegas, ringkas dan jelas. Dari sini ditarik sebuah hipotesis yang akan diambil nantinya melalui pelaksanaan pendidikan luar sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran pendidikan luar sekolah, agar benar-benar mengidentifikasi bentuk serta manfaat dari program pendidikan luar sekolah itu sendiri. 86
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
2. Menetapkan judul program pembelajaran.
Apabila program pendidikan luar sekolah sudah dirumuskan, maka perlu ditetapkan dari judul pendidikan luar sekolah itu sendiri. Untuk menetapkan judul program pendidikan kuar sekolah tersebut perlu memperhatikan aturan dibawah ini: a. Disesuaikan kemampuan dan profesi penyelenggara. b. Didukung oleh landasan teori yang mutakhir dan memadai. c. Tujuannnya jelas. d. Program tersebut sejalan dengan program pembangunan. e. Diupayakan untuk dikonsultasikan dengan berbagai pihak. f. Didukung oleh potensi lingkungan yang baik. g. Merupakan program yang baru dan dapat meningkatkan kualitas sumber belajar. h. Menarik minat warga, serta waktu pelaksanaan yang singkat. 3. Menyusun konsep pembelajaran.
Untuk meyusun konsep pembelajaran pendidikan luar sekolah diperlukan dua sumber utama yaitu masukan yang bersifat empirik (pengalaman dan pengamatan), dan masukan yang bersifat abstrak (hasil diskusi, seminar ilmiah, hasil penelitian, studi kepustakaan terhadap teori-teori). Kemampuan menyusun konsep dianggap paling penting oleh karena konsep tersebut diperlukan sebagai unsur yang paling penting. Konsep yang baik adalah konsep yang dapat menjawab pertanyaan :apa (sesuatu yang dapat digambarkan, dijelaskan, diramalkan atau diper bandingkan), bagaimana (menunjukkan cara atau metode yang dipakai), mengapa (menyangkut kemampuan analisis), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
87
sejauh mana (kemampuan membuat peramalan),untuk apa (menyatakan niali kegunaan), dan kemana (mengungkapkan keguanaan yang akan diharapkan). Oleh karena itu, bentuk hubungan dan kerjasama ataupun pengaruh antar bagian didalam suatu konsep hendaknya dapat digambarkan secara transparan. 4. Uji konsep pembelajaran pendidikan luar sekolah.
Apabila konsep program sudah selasai dirancang, langkah berikutnya adalah menguji konsep tersebut dilapangan.Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan program dalam menunjang pelayanan kebutuhan belajar bagi masyarakat, cukup relevansi atau tidak, berkualitas atau tidak, efisien atau tidak serta dapat diselenggarakan secara merata atau tidak. Yang termasuk kedalam kegiatan ini adalah: a. Proses pengusulan program pendidikan luar sekolah. Perlu ditentukan telebih dahulu kepada siapa program itu disampaikan, sebagai pihak yang diharapkan dapat membiayai program pembelajaran tersebut, pihak ini perlu didekati untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam pengusulan progarm pendidikan itu sendiri juga terdiri dari seperangkat peraturan yang harus dipenuhi seperti dalam pengusulan format pengajuan program pendidikan luar sekolah. b Proses penyusunan materi pendidikan luar sekolah. Jumlah dan jenis materi pembelajaran perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan yang dimaksud, untuk kemudian ditetapkan sebagai kurikulum program pembelajaran. Materi pembelajaran yang ideal adalah 40% atau kurang adalah yang berbentuk teori sedangkan 60% atau lebih adalah yang bermuatan praktek. 88
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
c Proses mempersiapkan personal yang akan melaksanakan pendidikan luar sekolah. Personal yang akan melaksanakan program pem belajaran adalah anggota masyarakat yang akan mendapatkan tugas membimbing, mengajar, serta yang akan melatih peserta didik dalam program tersebut. Mereka ini hendaknya orang-orang yang betulbetul profesional dalam bidangnya dan yang sudah memiliki pengalaman serta mampu mengembangkan kemampuannya. d. Penentuan bentuk organisasinya. Organisi ini sekaligus membawahi seluruh kegiatan pembelajaran, mengelola serta mengambil kebijakan, serta bertanggung jawab atas lancarnya program pembelajaran. Oleh sebab itu didalam organisasi semacam itu perlu selalu diciptakan dan dikembangkan suasana kerja yang harmonis, terbuka serta menyenangkan sehingga tercipta semangat kerja yang dapat dibanggakan. e. Langkah pengarahan kepada setiap bagian terhadap pekerjaan yang akan diselenggarakan. Langkah ini merupakan strategi khusus sebagai hal yang perlu dilakukan sebelum pekerjaan dimulai. Langkah pengarahan ini perlu dilakukan agar supaya setiap fungsionaris memahami betul tujuan program pembelajaran secara bulat dan utuh sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang tinggi. Keberhasilan dalam langkah pengarahan akan menentukan hasil penyelenggaraan program pembelajaran serta dampaknya bagi masyarakat. f Menetapkan sistem koordinasi, pengawasan, informasi dan komunikasi yang akan dilakukan. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
89
Koordinasi perlu dikembangkan semangat kerjasama dan saling membantu di antara unit kerja serta pihak-pihak lain yang diperlukan. Pengawasan dilaksanakan sejak awal kegiatan sampai akhir kegiaatan pembelajaran tersebut. Informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan agar setiap orang dapat mengetahui perkembangan proses penyeleggaraan pendidikan. g. Proses penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah. Ini merupakan tahap pelaksanaan program pembelajaran, dimana antar para tutor dengan peserta didik saling bertemu dan berinteraksi satu sama lain dalam proses pembelajaran. h. Evaluasi hasil dan penyusunan laporan pendidikan luar sekolah. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari program pembelajaran yang telah dilakukan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada peserta didik.
C. Strategi yang digunakan dalam Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah Banyak strategi yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan luar sekolah. Menurut Djuju Sudjana strategi yang dipakai dalam pembelajaran pendidikan luar sekolah yakni strategi partisipatif, sedangkan menurut Mustofa Kamil, ada enam strategi yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan luar sekolah diantaranya strategi rekrutmen dan seleksi, strategi perencanaan sumber daya manusia, strategi pelatihan dan pengembangan, strategi penilaian kerja, strategi kompensasi dan strategi 90
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
manajemen-staf/karyawan. 1. Strategi partisipatif.
Strategi yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah strategi pembelajaran partisipatif. Kegiatan ini muncul sebagai akibat dari penggunaan strategi belajar partisipatif. Pembelajaran partisipatif adalah upaya pendidik dalam melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran. (Djuju Sudjana, 2010:9). Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu perencanaan program (program planing), program pelaksanaan (program implementasion), program evaluasi (program evaluation). Partisipasi peserta didik dalam tahap perencanaaan adalah keterlibatan peserta didik dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia, kemungkinan hambatan yang akan ditemui dalam kegiaan pembelajaran, penyusunan prioritas kebutuhan, perumusan tujuan belajaran serta penetapan program kegiatan pembelajaran, dapat dilihat pada bagan di bawah ini : Kemungkinan hambatan
Sumber-sumber yang tersedia Kebutuhan belajar Perumusan tujuan belajar
Perencanaan Program
Prioritas kebutuhan
Penetapan program kegiatan belajar
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Proses pembelajaran
91
menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Iklim yang kondusif menyangkut: a. Pertama, kedisiplinan peserta didik yang ditandai dengan keteraturan dalam kehadiran pada setiap pembelajaran. b. Kedua, pembinaan antar hubungan peserta didik serta antar peserta didik dan pendidik sehingga tercipta hubungan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar. c. Ketiga, interaksi pembelajaran antara peserta didik dan pendidik bersifat horisontal, maksudnya adalah hubungan komunikasi dan interaksi antara peserta didik dan pendidik bersifat setara atau sejajar. d. Keempat,pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang terpusat pada peserta didik sehingga peserta didik sangat diharapkan untuk berperan secara aktif dalam melakukan setiap kegiatan pembelajaran. Peran peserta didik sangat diharapkan dalam tahap ini.Pendidik berperan sebagai fasilitator serta membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar ini adalah pendekatan yang berpusat pada peserta didik tidak hanya berpusat pada pendidik. Bahan belajar serta langkahlangkah dalam pembelajaran ditentukan oleh peserta didik dengan dibimbing oleh pendidik. Tahapan evaluasi dalam program pembelajaran amat penting dilakukan.Hal ini berfungsi untuk menghimpun, mengolah dan menyajikan data atau informasi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan maupun perencanaan selanjutnya. Evaluasi ini dapat digunakan untuk penilaian pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian program pembelajaran. 92
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Proses pembelajaran Penilaian pelaksanaan
Hasil pembelajaran Dampak pembelajaran
Perencanaan program Pengelolaan Pembelajaran
Pelaksanaan program Pengembangan program
Partisipasi yang perlu dijadikan strategi dalam pembelajaran ialah untuk terjadinya keikutsertaan peserta didik secara aktif dalam perencanaan partisipatif (participatori learning), keikutsertaan dalam pelaksanaan pembelajaran partisipatif (partisipatory implementation), serta keikutsertaan dalam kegiatan evaluasi partisipatif (participatory evaluation). Jadi pembelajaran partisipatif adalah terbuentuknya suatu aktivitas belajar peserta didik maupun antar peserta didik. Sejarah pembelajaran partisipatif dimulai dengan asal-usul dan perkembangan pembelajaran partisipatif yang hadir dikawasan dunia, termasuk di Indonesia yang dimulai pada abaad kesembilan belas. Proses kegiatan pembelajaran partisipatif berakar pada tradisi yang telah tumbuh dimasyarakat secara turun temurun. Kegiatan pembelajarn tersebut berakar pada nilai sosial dan norma Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
93
agama yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat. Nilai agama, tradisi dan adat istiadat yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan sumbersumber potensial untuk berkembangnya proses kegiatan dalam pembelajaran partisipatif. Filsafat yang terdapat dalam proses kegiatan pembelajaran partisipatif menyangkut tiga aspek. Yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Epistimologi berkaitan dengan kajian tentang pembelajaran partisipatif dilihat dari tata urutan kegiatan pembelajaan itu sendiri. Ontologi berhubungan dengan kajian kegiatan partisipatif dilihat dari pengetiannya. Aksiologi berkenaan dengan kegunaan pembelajaran partisipatif bagi peserta didik dan pendidik, lembaga atau organisasi penyelenggara program pembelajaran, masyarakat dan pendidikan pada umumnya. Prinsip-prinsip pembelajaran partisipatif yakni, berdasarkan kebutuhan belajar, berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran, berpusat pada peserta atau warga belajar serta berangkat dari pengalaman belajar. Dalam pembelajarn partisipatif itu sendiri terdapat dua model, yaitu kegiatan pembelajaran tradisional dan pembelajaran partisipatif. Pembelajaran tradisional berpusat pada pendidik, sedangkan kegiatan pembelajaran partispatif berpusat pada peserta atau warga belajar. Kegiatan pembelajaran partisipatif inilah yang dijadikan pendekatan utama dalam program-program pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Proses kegiatan pembelajaran partisipatif berbeda dengan kegiatan pembelajaran tardisional. Ditinjau dari segi interaksi antara pendidik dengan peserta didik maka proses kegiatan pembelajaran tradisional ditandai dengan interaksi antara pendidik dan peserta didik dengan ciri 94
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
sebagai berikut: a. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan yang tidak serba mengetahui terhadap semua bahan belajar. Ia memandang peserta didik sebagai sumber yang mempunyai nilai bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran. b. Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalm melakukan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajarn itu berdasarkan atas kebutuhan belajar yang dirasakan perlu, penting dan mendesak oleh peserta didik. c. Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik supaya berpartisipasi dalam menyusun tujuan belajar, bahan belajar, dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam kegiatan pembelajaran. d. Pendidik sekaligus menempatkan dirinya sebagai pesreta didik selama kegiatan pembelajaran. Ia memberikan dorongan dan bimbingan belajar terhadap peserta didik untuk selalu memikirkan, mempelajari, dan melakukan dan menilai kegiatan pembelajaran. e. Pendidik bersama peserta didik melakukan kegiatan saling belajar dengan saling bertukar pikiran mengenai isi, proses dan hasil kegiatan pembelajaran, serta tentang cara-cara dan langkah-langkah pengembangan pengalaan belajar untuk masa berikutnya. Pendidik memberikan pokok-pokkok informasi dan mendorong peserta didik untuk mengemukakan dan mengembangkan pendapat serta gagasannya secara kreatif. f. Pendidik berperan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan situasi yang kondisif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar bersama, dan saling tukar pikiran dan pengalaman secara terbuka sehingga Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
95
para peserta didik melibatkan diri secara aktif dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran. g. Pendidik mengembangkan kegiatan belajar kelompok, mengelompokkan, memperhatikan minat perorangan, dan membantu peserta didik untuk mengoptimalkan respon terhadap stimulus yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. h. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semanagt berprestasi yaitu senantiasa berkeinginan untuk paling berhasil, semangat berkompetisi, tidak melariakan diri dari tantangan, dan berorientasi pada kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. i. Pendidik mendorong dan memnbantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik sehingga mereka mampu berpikir dan bertindak terhadap dan di dalam dunia kehidupannya. (Djuju Sudjana, 2010:149-150). Dari uraian diatas terlihat bahwa beberapa strategi PLS terkait dengan upaya mengangkat harkat manusia terhadap kebutuhan akan pandidikan agar dapat melaksanakan fungsinya yakni mengatasi maslah-masalah kehidupan dan penghidupan dari berbagai aspek berdasarkan masa, ruang, waktu dan zamannya, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan pengorganisasian, kolaborasi dan partisipatif untuk menciptakan situasi yang memungkinkan warga belajar tumbuh dan berkembang potensinya.
96
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB VIII PENDEKATAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Dalam bagian ini yang akan dijelaskan berkaitan dengan cara seseorang tutor memperlakukan warga belajar pada suatu tempat memiliki dua hubungan. Hubungan dengan tutor dan hubungan dengan warga belajar lainnya. Kedua hubungan ini berpotensial sekali dalam memberi pengaruh timbal balik, baik itu positif ataupun negatif terhadap perkembangan seorang. Pendekatan memiliki peran penting yang dilakoni oleh tutor agar warga dapat memperoleh keterampilan dalam hidupnya . Tutor dapat menjadi seorang model penyayang yang efektif, dan menghormati, menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawabnya yang tinggi, memberikan instruksi moral dan bimbingan, pemberian motivasi membantu mereka meraih sukse, membangun kepercayaan diri mereka, dan membuat mereka mengerti apa itu nilai-nilai moral dan karakter dengan melihat cara tutor memperlakukan mereka dengan etika yang baik.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
97
A. Pengertian Pendekatan Pendekatan adalah sebuah cara yang telah diatur dalam berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Sesuatu cara kerja untuk memudahkan pendidik atau fasilitator agar peserta didik atau warga belajar ingin belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Arti pendekatan adalah sebuah cara yang telah diatur untuk mencapai suatu maksud. Selain itu, pendekatan juga dapat diartikan sebagai sesuatu cara kerja untuk memudahkan pendidik agar peserta didik atau warga, ingin belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun tujuan dari pendekatan-pendekatan disini adalah bahwa pendekatanpendekatan pendidikan luar sekolah dimaksudkan agar pelaksanaan program pendidikan tersebut dapat memenuhi sasaran dan harapan yang telah ditentukan sehingga hasil yang dicapai dapat bermanfaat untuk semua pihak.(Soelaiman Joesoep, 2008 : 109-113) Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang dilaksanakan diluar pendidikan formal untuk warga belajar agar mereka memperoleh suatu keterampilan dalam hidupnya.Pendekatan-pendekatan pendidikan luar sekolah dimaksudkan agar pelaksanaan program pendidikan tersebut dapat memenuhi sasaran dan harapan yang telah ditentukan sehingga hasil yang dicapai dapat bermanfaat untuk semua pihak. Adapun tujuan pendekatan ini dalam pendidikan luar sekolah yaitu agar pelaksanaan program pendidikan tersebut dapat memenuhi sasaran dan harapan yang telah ditentukan sehingga hasil yang dicapai dapat bermanfaat untuk semua pihak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, pendekatan pendidikan luar sekolah itu adalah sebuah cara yang telah 98
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
diatur dalam berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, sesuatu cara kerja untuk memudahkan pendidik atau fasilitator agar peserta didik atau warga belajar ingin belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, suatu cara yang telah diatur atau direncanakan terlebih dahulu oleh pendidikan non formal agar warga dapat memperoleh keterampilan dalam hidupnya dan ini sudah difikirkan secara baik-baik untuk mencapai suatu maksud atau tujuan.
B. Pendekatan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah mempunyai perbedaan dengan pendidikan sekolah. Unesco (1972) menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai derajat keketatan dan keseragaman yang lebih rendah dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah memiliki bentuk dan isi program yangbervariasi, seangkan pendidikan sekolah, pada umumnya, memiliki bentuk dan isiprogram yang seragam untuk setiap satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Perbedaan ini pun tampak pada teknikteknik dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam merencanakan, dan mengevaluasi proses dan hasil program pendidikan. Adapun pendekatan tersebut, diangtaranya : 1. Pendekatan Pembelajaran
Atas dasar pendekatan ini Hoxeng (1973), Srinivasan (1977) dan pakar pendidikan lainnya menggolongkan program-program pendidikan luar sekolah ke dalam empat kategori yaitu pendekatan yang berpusat pada isi program (content-centered approach), Pendekatan yang diarahkan pada pemecahan masalah (problem-focased approach), Pendekatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
99
kesadaran (the conscientization approach), dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia dan perencanaan kreatif (human development and creative planning approach). Pendekatan pertama, content-centered approach, biasanya digunakan oleh para ahli dalam menyusun dan menggunakan isi program pendidikan luar sekolah untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap baru dalam bidang tertentu dan untuk membantu peserta didik agar mereka dapat mengadopsi hal-hal baru tersebut. Keluarga berencana, perbaikan gizi, dan program pertanian adalah contoh-contoh yang termasuk ke dalam pendekatan ini. Isi program yang bertujuan agar peserta didik mengadopsi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dirinci menjadi unit-unit pesan yang akan disampaikan kepada peserta didik melalui berbagai kegiatan belajar seperti ceramah, diskusi, bimbingan individu, demonstrasi, dan media persuasi ini yang terdiri atas flip chart, poster, buku komik, drama, dan film dokumenter. Teknik belajar-membelajarkan dengan pendekatan partisipatif digunakan untuk memotivasi peserta didik. Sumber belajar berperan untuk membantu peserta didik agar mereka secara bersama-sama dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar dan tingkat kemampuan yang mereka miliki, memilih isi program, merencanakan tahapan kegiatan belajar, dan bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan belajar. Kategori kedua, problem-focused approach, mempunyai tujuan ganda. Pertama ialah untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan keterampilan dalam membuat generalisasi untuk memecahkan masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Kedua, untuk membantu peserta didik agar mereka mampu menghimpun dan 100
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
menggunakan informasi yang tepat dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, penggunaan “khit-pen” (berfikir analitik) di Thailand adalah prinsip yang diangkat dari agama Budha untuk memilih jalan yang tepat dalam mengatasi masalah yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat. Kategori ketiga, the conscientization approach, mengarahkan pendekatan kegiatan membelajarkan untuk menyadarkan peserta didik terhadap isu ketidakseimbangan dalam masyarakat. Kesenjangan kehidupan ini ditandai dengan adanya kelompok masyarakat miskin sebgai akibat pemerasan yang dilakukan oleh pihak tertentu dimasyarakat.Melalui kegiatan belajar penyadaran atau conscientization, sebagai mana dikemukakan oleh Paulo Freire, maka orang-orang miskin yang hidupnya tertekan menjadi sadar terhadap keadaan dirinya dan dapat menggunakan potensi dirinya untuk melepaskan diri dari cengkraman kemiskinan dan perasaan hidup tertekan. Metode dan teknik penyadaran disusun untuk membantu peserta didik agar mereka menganalisis kenyataan secara kritis melakukan dialog dan praksis. Praksis ialah kegiatan belajar yang dilakukan oleh warga masyarakat dengan tindakan merefleksikan keadaan, melakukan upaya untuk merubah keadaan, dan mengadakan refleksi kembali terhadap proses dan hasil upaya perubahan itu. Bahan belajar, yang digunakan untuk merangsang dialog, terdiri atas gambar-gambar yang memuat tema-tema pokok yang diangkat dari persepsi peserta didik terhadap kehidupan nyata. Kategori keempat, human development and creative planning approach, diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas dan kemampuan merencanakan yang terdapat Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
101
pada diri peserta didik sehingga mereka dapat berfungsi lebih dinamis dan efektif dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, dan kepoloporan perubahan dengan harga minya bumi di Indonesia dan lain-lain. Pendekatan broad-field cenderung menganut idealisme, akan tetapi banyak mengandung unsur-unsur realisme. 2. Pendekatan Pembangunan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini mengandung tiga unsur : a. Pendidikan Kewarganegaraan Berorientasi pada sistem politik negara yang menentukan peranan, hak, dan kewajiban tiap warga negara.Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warga negara.Kewarganegaraan mengajarkan berbagai keterampilan seperti kepemimpinan, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntutdari tiap warga negara yang baik. b. Pendidikan Pembangunan Nasional Tujuan pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga yang cermat. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi rupa yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara. c. Pendidikan Keterampilan Untuk Kehidupan Praktis Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan seharihari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya 102
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yakni: 1) Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka sistem ekonomi suatu negara. 2) Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat. 3) Keterampilan untuk menyumbangkan kepada kesejahteraan umum.
C. Pendekatan ditinjau dari Segi Pelaksanaan Ada beberapa cara yang digunakan dalam pendekatan ini, ini merupakan cara untuk mengajak masyarakat/warga belajar atau cara mempengaruhi sikap mental masyarakat. 1. Pendekatan memaksa (force)
Pendekatan ini dilaksanakan dengan memaksakan kehendaknya, rencananya kepada masyarakat dan masyarakat harus menerima apa yang telah ditentukan. Cara pendekatan ini membunuh inisiatif masyarakat, karena masyarakat tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.Umumnya pendekatan ini digunakan oleh negara-negara dimana penduduknya masih kolot (primitive). Di samping masyarakat kurang berinisiatif, maka cara pendekatan ini sering menimbulkan sifat kontradiktif baik secara terbuka maupun secara tertutup. Dan pada akhirnya sifat kontradiktif ini diikuti oleh sifat apatisme, acuh tak acuh dan tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut. 2. Pendekatan menyesuaikan (persuasion)
Cara ini dilaksanakan dengan penyediaan alat perlengkapan tertentu seperti film penerangan, siaran radio yang mengenai rencana-rencana, cara-cara serta Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
103
pelaksanaannya dan ditujukan kepada masyarakat. Akan tetapi cara pendekatan demikian sering ditempuh dengan pengiriman tim-tim tertentu untuk memberikan penerangan dan melakukan demonstrasi di masyarakat. Maksud dari cara ini adalah agar masyarakat dan rencana atau pelaksanaan program tertentu adalah miliknya. Cara pendekatan ini menitikberatkan dan menimbulkan ide, sikap dan usaha-usaha pelaksanaan dari masyarakat atas dasar bantuan pihak luar.Jadi faktor perlengkapan yang lebih dominan dalam menimbulkan motivasi masyarakat. 3. Pendekatan mendorong (stimulation)
Cara pendekatan ini ditempuh dengan jalan mendorong, merangsang masyarakat/ warga belajar agar inisiatifnya timbul dan kemudian dengan sukarela pendidik melaksanakan programnya kepada masyarakat. Pihak luar dalam cara pendekatan ini berusaha menjelaskan manfaat, sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sehingga dalam masyarakat timbul kesadaran yang akhirnya timbul inisiatif dan minatnya untuk melakukan kegiatan dalam masyarakatnya. Dengan demikian titik berat timbulnya inisiatif datang dari masyarakat sendiri dan bukan pelaksana dari luar. Faktor subyektif lah yang dominan dalam rangka menimbulkan inisiatif masyarakat, dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai beberapa gangguan, seperti: a. Adanya rasa takut menyatakan ide, gagasan barunya sehingga dalam hal ini pihak luar harus berani memberantas penyakit takut ini, misalnya dengan : teknik diskusi, tanya jawab dan sebagainya. b. Kurangnya tenaga yang cocok sebagai pelaksana, seper104
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
ti: kurangnya pengetahuan masyarakat, mengakibatkan sementara waktu masyarakat perlu dibantu dengan tenaga dari luar. Walaupun demikian, cara pendekatan ketiga ini merupakan pendekatan yang paling baik oleh karena masyarakat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab mau melaksanakan program-program yang telah mereka susun sendiri demi kepentingan masyarakat.
D. Pendekatan ditinjau dari Segi Sasaran Pendekatan ini ditujukan pada kebutuhan manusia dan lingkungannya,ada beberapa cara yang digunakan dalam pendekatan ini yang meliputi: 1. Pendekatan Mentalistik
Pendekatan mentalistik, adalah suatu usaha pendekatan terhadap anak didik dalam rangka mempengaruhi dan mengubah sikap dan tingkah lakunya dengan cara mempengaruhi secara langsung mental anak didik yang bersangkutan. Hal ini menunjukan bahwa anak didik merupakan faktor penting sehingga dengan pendekatan ini ditanamkan berbagai pengetahuan seperti ide, gagasan baru dan sebagainya dengan maksud anak didik memiliki sikap yang menjunjung tinggi pelaksanaan program pendidikan yang bersangkutan. Pendidikan ini dapat disebut pendekatan langsung karena pendidik pada saat tertentu berhadapan dengan anak didiknya, baik dalam jumlah yang besar seperti kelompok bermain dalam jumlah yang kecil (perorangan) dan menyentuh factor subyektifnya manusianya, seperti keinginan, kebutuhan dan sebagainya. Dalam pendekatan ini dapat ditempuh berbagai teknik, seperti: ceramah, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
105
wawancara, penyuluhan. Pendekatan ini pada umumnya bersifat efektif oleh karena anak didik secara langsung dapat ditumbuhkan sikap baru didalam dirinya yang segera akan diikuti oleh perubahan tingkah laku. 2.Pendekatan Kondisional
Pendekatan kondisional, adalah suatu pendekatan dengan cara mengubah kondisi dan situasi di sekitar anak didik yang bersangkutan, yang mempunyai pengaruh langsung terhadap penghayatannya. Menurut Joesoep Soelaiman (2008:110) kondisi dan situasi alam sekitar dimana anak didik berada, memiliki pengaruh terhadap perubahan sikap, walaupun pengaruhnya tidak secara langsung. Dengan kondisi dan situasi alam sekitar yang berubah maka akan terjadi pula perubahan sikap pada orang-orang yang ada seperti: dengan dilengkapinya jalan-jalan yang menghubungkan desa ke kota, maka para petani desa mengusahakan warung ditepi jalan tersebut guna menjual hasil buminya yang berlebihan. Upaya-upaya strategis yang dikembangkan Pendidikan luar Sekolah untuk mengklasfikasi programprogram, tujuan dan sasaran dengan pendekatan yang berdasarkan kepada kebutuhan dan memperhatikan, mempertimbangkan, menggali serta menggunkan struktur dan sistem sosial, ekonomi, keterampilan dan sistem pengelolaan untuk meningkatkan partisipasi dan memberikan peran secara jelas tentang pendidikan luar sekolah.
106
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB IX PERAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Bagian ini memberikan kontribusi secara tegas tentang peran pendidikan luar sekolah dalam membangun sumber daya manusia diarahkan tidak hanya pada masalah-masalah internal yang berhubungan dengan kurikulum, model-model program, sasaran program, tujuan program, dan fungsi program, dan keberadaan program yang dibutuhkan masyarakat akan tetapi penguatan peran pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap, penambah, pengganti, penggerak, penyebar informasi, dan pelatih sangat perlu diperhatikan oleh masyarakat dan pemerintah terhadap pengakuan program-program secara eksternal, terbangunlah perubahan individu, kelompok, organisasi dan masyarakat yakni peningkatan pengetahuan, sikap, nilai-nilai, keterampilan dan pengembangan kemampuan lainya ke arah kemandirian hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
A. Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Pembangunan dalam era global saat ini penuh dengan persaingan yang semakin ketat dan tajam. Oleh karena Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 107
itu hanya dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai daya saing yang unggul maka lembaga tersebut akan muncul sebagai pemenang dalam kompetisi. Pembangunan saat ini bergerak dengan begitu cepat. Hal itu ditandai dengan adanya perubahan yang mendasar dalam bidang ilmu pengetahuan. Saat ini telah terjadi revolusi teknologi informasi (information technology revolution). Revolusi teknologi informasi tersebut telah memunculkan fenomena baru tentang dunia tanpa batas dalam pergaulan dunia internasional. Hubungan negarabangsa (nation-state) mulai berubah tanpa ada sekat-sekat. Salah satu bentuk nyata dari teknologi informasi yang sangat berpengaruh tersebut adalah teknologi komunikasi (telepon selular, faxsimile, internet).Teknologi telekomunikasi dan informasi tersebut ternyata mampu mempengaruhi ideologi, konsep, kebijakan, sikap, perilaku, dan mindset individu, kelompok, maupun perilaku birokrat dalam setiap pergaulan internasional berbangsa dan bernegara. Hal ini terjadi karena teknologi informasi tersebut dapat diakses dan mampu menghubungkan setiap orang di dunia ini dari belahan manapun tanpa ada sedikitpun batas dan sensor yang menghalanginya. Masyarakat dunia dapat berkomunikasi secara langsung dalam bentuk apa saja, dimana saja, dan kapan saja, sehingga waktu tidak menjadi halangan dan alasan untuk saling berkomunikasi. Di samping itu pembangunan saat ini mengalami proses transformasi sosial politik dan ekonomi yang sangat cepat, oleh karena itu membawa konsekuensi terhadap dunia pendidikan kita. Perubahan inilah yang membawa implikasi terhadap perubahan semua aspek kehidupan, baik di bidang politik, budaya, ekonomi, bisnis, 108
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
pertahanan dan keamanan, isu-isu demokratisasi, hak asasi manusia, isu government transparency dan isu desentralisasi. Perubahan dunia yang begitu cepat (rapid changes) tersebut juga memaksa para pemimpin bangsa dari setiap negarabangsa untuk mengkaji ulang konsep, kebijakan, bentuk kerjasama, maupun arah visi dan misi dari setiap lembaga. Negara tidak dapat dan mampu mengisolir diri dari setiap perubahan dunia. Implikasi penting lain yang tentunya dapat dilihat adalah terjadinya perubahan perencanaan pembangunan secara nasional. Para perancang pembangunan saat ini ditekan untuk mengubah mindset mereka dari paradigma lama (old paradigms) kearah paradigma baru (new paradigms), yaitu: dari based on ecocentric model ke arah based on homocentric model. Perubahan paradigma pembangunan tersebut dapat digambarkan dalam tabel seperti di bawah ini: Aspek Pembangunan
Paradigma Lama
Paradigma Baru
Menekankan pada pertumbuhan Menekankan pada ekonomi, pemerpertumbuhan ekonomi ataan dan berkelanTujuan Pemban- dengan titik fokus jutan dengan titik gunan pada strategi pembafokus pada strategi ngunan “trickle down pembangunan pareffects” tisipasi masyarakat dalam proses pembangunan Pembangunan Fokus Pemban- Pembangunan sumber sumber daya magunan daya alam nusia
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
109
Strategi Pembangunan
Mengarah pada eksploitasi Menekankan pada Strategi Investatanah, buruh, dan si modal
Mengarahpada pengembangan Menekankan pada ilmu pengetahuan dan informasi Global villages dan desentralistik-debirokratik
Perspektif Pembangunan
Nasional-sentralistik-birokratik
Pembangunan SDM
Orientasi pada otot
Pendidikan
Pendidikan sepanOrientasi bukan ijasah jang hayat standard sekolah kompetensi
Orientasi mind
Paradigma dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Khun, sebagai “a world view, a general perspective, a way of breaking down the complexcity of the real world,” atau dengan kata lain dapat diartikan bahwa paradigma adalah konstelasi teori, pertanyaan, pendekatan, serta prosedur yang digunakan oleh suatu nilai dan tema pemikiran. Konstelasi tersebut dikembangkan dalam rangka memahami kondisi sejarah dan keadaaan sosial, untuk memberikan kerangka konsepsi terhadap makna perubahan realitas sosial yang ada. Dari perubahan paradigma pembangunan tersebut maka lahirlah berbagai perencanaan kebijakan pembangunan yang strategis, praktis, tematis, dan mengarah para orientasi kebijakan desentralisasi. Tentunya tidak terkecuali terhadap kebijakan pembangunan pendidikan. Kebijakan tersebut juga dikenal dengan kebijakan otonomi pendidikan dengan isu sentral schools and community base management untuk pendidikan formal dan learning centers base management untuk pendidikan non formal. Dengan demikian hanya negara yang 110
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
memiliki keunggulan dalam pengembangan sumber daya manusia maka negara tersebut akan berperan menentukan perkembangan dunia. Sejalan dengan perkembangan pembangunan tersebut di atas dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tiga tantangan besar. Pertama, sebagai dampak krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, dalam kaitannya dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian terhadap berbagai kebijakan pendidikan sehingga dapat mewujudkan proses transformasi pendidikan yang lebih demokratis, mengadopsi ide-ide keberagaman budaya, kebutuhan/keadaan daerah, heterogenitas peserta didik dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Eitzen mengemukakan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan gerakan sosial yang sifatnya reformatif, karena ia berusaha mengubah bagian penting dari suatu masyarakat seperti memperbaiki pendidikan wanita, memperbaiki lingkungan, usaha kecil dan lainlain (Eitzen, 1991). Di Amerika latin, pendidikan luar sekolah merupakan upaya untuk menciptakan perubahanperubahan sosial pada tingkat lokal, ia menggunakan strategi intervensi didasarkan pada the man oriented dan holistic approach( La, Belle, 1976) Oleh karena itu menjadi penting kebijakan peningkatan sumber daya manusia. Kunci utama terciptanya kualitas dan pemerataan pembangunan pendidikan adalah pengembangan manajemen kelembagaan yang strategis Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
111
dan terpadu serta pengembangan tenaga kependidikan.
B. Peran Dasar Pendidikan Luar Sekolah Peran dasar peran pendidikan luar sekolah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai pelengkap pendidikan sekolah, sebagai penambah pendidikan sekolah, dan sebagai pengganti pendidikan. 1. Peran pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta didik dengan jalan memberikan pengalaman belajar yang tidak diperoleh dalam pendidikan sekolah. Isi pogram didasarkan atas kebutuhan peserta didik program dilakukan oleh para penyelenggara pendidikan dan bekerja sama dengan masyarakat. Programnya bermacam-macam, seperti pendidikan keterampilan produktif, olah raga, kesenian, kelompok belajar, kelompok rekreasi dan kelompok pencinta alam. Pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap ini dirasakan perlu oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat dan mendekatkan fungsi pendidikan sekolah dengan kenyataan yang ada di masyarakat. 2. Peran pendidikan luar sekolah sebagai penambah pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah sebagai penambah pendidikan sekolah bertujuan untuk menyediakan kesempatan belajar kepada: a. Peserta didik yang ingin memperdalam materi pelajaran tertentu yang diperoleh selama mengikuti program pendidikan pada jenjang pendidikan sekolah. 112
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Kegiatan belajar tambahan ini dilakukan di luar jam pelajaran dengan menggunakan ruang kelas di sekolah yang bersangkutan atau ditempat lain. Materi pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan para siswa. Para pendidik pada umumnya adalah guru-guru mata pelajaran yang berkaitan atau sumber belajar lain yang ada di masyarakat. b. Alumni suatu jenjang pendidikan sekolah dan masih memerlukan layanan pendidikan untuk memperluas materi pelajaran yang telah diperoleh. Kebutuhan ini berkaitan dengan dua hal, yaitu : 1) Memperluas materi pelajaran yang telah diperoleh untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Kebutuhan ini biasanya dilakukan melalui bimbingan studi, bimbingan tes, kursus-kursus dan kelompok belajar; 2) Menambah pengetahuan tentang materi belajar yang dirasakan penting sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat. Kebutuhan ini dilakukan melalui kursus-kursus, diskusi, seminar lokakarya, penelitian dan studi kepustakaan. c. Mereka yang putus sekolah dan memerlukan pengetahuan serta keterampilan yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan atau penampilan diri dalam masyarakat. Upaya ini dikaitkan dengan keterampilan kerja dan berusaha. 3. Peran pendidikan luar sekolah sebagai pengganti pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah sebagai pengganti pendidikan sekolah menyediakan kesempatan belajar bagi anak-anak atau orang dewasa yang karena berbagai alasan tidak memperoleh kesempatan untuk memasuki satuan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
113
pendidikan sekolah, umumnya sekolah dasar. Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan masyarakat atau yang disebut juga warga belajar yang pada umumnya adalah dari kalangan ekonomi rendah. Dapat dipahami bahwa peran pendidikan luar sekolah sebagai penambah, pelengkap, serta pengganti adalah: a. Pendidikan luar sekolah sebagai subtitute dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Contohnya kejar paket A, B, dan C. b. Pendidikan luar sekolah sebagai supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Contohnya: private, les dan training. c. Pendidikan luar sekolah sebagai complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh didalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dan lain sebagainya.
C. Peran Penunjang Pendidikan Luar Sekolah Selain peran dasar, ada juga peran penunjang pada pendidikan sekolah, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan luar sekolah sebagai pendidikan dasar
Program kesetaraan paket A atau paket B masih sangat penting, karena hal tersebut merupakan langkah 114
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
awal menuju ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dalam pendidikan dasar ini, peserta didik diharapkan bisa membaca, atau tidak buta huruf, dikarenakan dengan membaca informasi yang dilihat melalui buku, maupun media cetak lainnya dapat diketahui sebagai bahan pengetahuan. Theagajaran (1976) mengatakan bahwa dengan menjadikan orang dewasa “ melek huruf “ akan membut mereka menjadi mandiri dan tidak bergantung dalam menghadapi lingkungan yang simbolik mereka. Disamping itu pemerintah perlu melancarkan program keaksaran karena keberadaan orang-orang “melek huruf “ dalam keluarga memberikan akses hal-hal penting dalam masyarakat dan memberikan kemungkinan lebih pada anak-anak mereka untuk menjadi “ melek huruf “(Kausik , 1998). Sayangnya kegiatan tersebut jarang sekali diikuti, sekalipun diikuti hanya ingin mendapatkan bukti tanda tamat belajar, atau ijazah, dan minat para orang dewasa atau anak putus sekolah untuk mengikuti proses ini sangat kurang. Selain itu sulitnya ditemukan tenaga tutor yang sukarela mengajar tanpa imbalan, dan terkadang tenaga pengajar yang diambil dari sekolah juga sibuk dengan mengajar disekolahnya selain itu juga mereka tidak menguasai cara mengajar orang dewasa, sehingga gaya mengajar disekolah sering diterapkan, sehingga membuat tidak kerasan para warga belajar. 2. Peran pendidikan luar sekolah sebagai penyebar informasi
Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan informal, dalam hal ini penyuluhan dari sebuah lembaga swasta atau pemerintah merupakan peran pendidikan luar Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
115
sekolah sebagai penyebar informasi, seperti kampanye global warming, atau minimal mensosialisasikan untuk tidak membuang sampah semabarangan, bagi masyarakat perkotaan, karena hal tersebut akan menyebabakan banjir dan sebagainya, dan berbagai informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Ada hal menarik terkait hal ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Rosenberg (2001), bahwa jika sekedar menyampaikan informasi, kurang efisien bagi orang untuk belajar, karena itu perlu pembelajaran. Dalam banyak hal orang dilatih dengan cara tertentu, dengan prosedur tertentu , dan dalam waktu yang tertentu pula. Informasi yang disebarkan bukan sekedar informasi, tetapi informasi tersebut dapat menambah pengetahuan, motivasi dan sikap, dan mungkin kemampuan sederhana, yang harus dilakukan terus menerus, karena informasi baru selalu bertambah.Tugas seorang pekerja pendidikan luar sekolah adalah : a. Menentukan informasi apa yang akan disebarluaskan, dan apa manfaatnya b. Menyebarkan informasi, melalui media atau individu c. Menentukan cara menyebarkan informasi d. Melaporkan hasil 3. Peran pendidikan luar sekolah sebagai pelatihan
Kelompok pendidikan luar sekolah ini, ditujukan untuk memberikan kecakapan, atau keterampilan kepada masyarakat, dan memperbaiki kinerja individu untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Program keterampilan dapat ditujukan untuk mereka yang belum bekerja, ataupun sudah bekerja tetapi ingin menambah keterampilan yang lain, atau memang sudah punya keterampilan, namun 116
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
ingin punya keterampilan yang lebih baik, agar dapat bersaing dengan orang lain yang memiliki keterampilan yang sama. Pelatihan seperti ini dilakukan di tempat menetap, atau bergerak. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan daerah juga bisa membuat semacam pusat pelatihan besar, untuk membentuk tenaga terampil, sesuai dengan keinginan warga belajar itu sendiri. Tugas tenaga pendidikan luar sekolah disini, adalah melakukan pengkajian, atau analisis kebutuhan belajar, merencanakan program pembelajaran, mengorganisir pelatihan, menyiapkan pelatih, menentukan target peserta belajar, menilai dan mempersiapkan pendamping pasca pelatihan. 4. Peranan pendidikan luar sekolah sebagai penggerak pembangunan kota
Pembangunan kota lebih jarang didengar, dari pada pembangunan desa, dikarenakan dikota pembangunannya lebih tampak dibandingkan dengan pedesaan dikarenakan banyaknya bangunan-bangunan seperti gedung-gedung tinggi yang dibuat. Padahal jika kita lihat realita yang Nampak, ada sekelompok warga yang hidup tidak layak, tinggal dirumah tidak layak huni, lingkungan tidak sehat, rentan kejahatan, penhasilan rendah, dan lain sebagainya. Karena dari itu, pendidikan kota perlu adanya strategi didalamnya, dimana pendidikan luar sekolah berperan didalamnya, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan yang ingin diwujudkan. Ada empat alasan mengapa pembangunan nasional memfokuskan kepada pembangunan kota, yaitu : a. Adanya perubahan demografis yang semakin memadati Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
117
kota b. Adanya efisiensi pemberian pelayanan c. Adanya pertumbuhan ekonomi d. Adanya keterkaitan antara desa dan perkotaan. Disamping itu kota perlu diperhatikan karena dikhawatirkan akan meningkatnya kemiskinan kota. Kota sebagai pusat pemerintahan perlu diperhatikan karena diharapkan kesejahteraan rakyat akan meningkat, karena harus sejalan dengan peningkatan pembangunan, karena itulah pendidikan luar sekolah berperan dalam hal itu. Dari beberapa peran pendidikan luar sekolah dalam pemberdayaan masyarakat secara jelas dapat terganbar filosofis PLS adalah membelajarkan masyarakat yang dilakukan di luar sistem pendidikan formal, merupakan aktivitas yang disengaja sebagai proses pengorganisasian secara sistimatis bagi semua masyarakat dalam membantu membelajarkan dan pemerataan pendidikan yang bertujuan memberikan bekal pengetahuan, sikap, nilainilai moral, dan keterampilan dalam meningkatkan taraf hidup pengembangan sumber daya manusia sebagai modal utama dalam membangun karakter bangsa.
118
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB X PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MEMBANGUN KARAKTER BANGSA Melalui Nilai-Nilai Tauhidullah dan Pendidikan Kecakapan Hidup Bagian menjelaskan tentang pendidikan luar sekolah membangun karakter bangsa dengan nilai-nilai tauhidullah sebagai pondasi utama bagi bangunan keimanan setiap Muslim. Nilai tauhidullah tidak dapat terlepas dari beberapa disiplin ilmu yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian. Nilai-nilai hidup didapatkan melalui contoh atau teladan yang baik, dilatih dan diajarkan melalui penjelasan langsung. Dengan Rancangan Konseptual, (1) suri tauladan, (2) pendidikan kepribadian dan latihan keteramilan mengauasi diri, (3) peduli lingkungan, (4) hubungan manusia, (5) kekuatan munajat dan doa.Tujuan Pelatihan, pemberdayaan masyarakat, (6) Kebijakan Strategis, penyelenggaraan pelatihan kecakapan hidup berbasis nilai-nilai tauhidullah dengan pedoman kegiatan, a) Nama Program, b) Dasar Program, c) Tujuan Program d) Peraturan Operasional, e) Pengelola dan Pelatih, f) warga belajar ruang kelas seperti halnya di keluarga, orang-orang dewasa dalam konteks hubungan yang saling Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
119
peduli, memiliki pengaruh moral yang besar ketika mereka memberikan sebuah contoh yang baik, dan anjuran atas nilai-nilai hidup yang baik. Hal tersebut merupakan bagian integral dari proses pendidikan luar sekolah dalam membangun karakter bangsa.
A. Fenomena Karakter Bangsa Saat ini Fenemena kemerosotan nilai moral sering ditemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia seperti praktik KKN dan maraknya seks bebas di kalangan pelajar dan remaja. Data survey Komisi Nasinal Perlindungan Anak menunjukkan 62,7 persen siswi SMP pernah melakukan hubungan seks di luar nikah dan 21,2 persen melakukan aborsi illegal 62,7 persen siswi SMP Tidak Perawan), (Triatna, P. 2012:2). Penderita AID positif berjumlah 4.552 orang dan HIV mencapai 59.941 orang, sebahagian besar berusia antara 20-39 tahun. (hermanvarella.wordpress. com.) peredaran dan pengguna narkoba, Kasus mencapai 3,81juta. Usia pengguna narkoba dari di bawah 15 tahun sampai 30 tahun ke atas, ini merupakan jumlah yang sangat menghawatirkan bagi bangsa ini (.depdagri.go.id), tawuran antar pelajar, Kasus mencapai 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang dan terjadi di 12 kota di Indonesia (edukasi..com). Konflik antar etnis, antar agama dan antar kampung yang tidak pernah berkesudahan, Seperti yang terjadi di Kalimantan barat, Kalimantan Timur, Ambon (Maluku), Poso (Sulawesi), Aceh, dan Papua dan lainnya yang menimbulkan korban tidak sedikit rumah terbakar dan ratusan manusia yang terbunuh. Peristiwa ini mengindikasikan rapuhmua pertahan dan keamanan kita, 120
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
dan jika menjadi suatu kebiasaan, makaakan mengancam interitas bangsa ini begitu jaga dengan pengangguran, Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8% dari jumlah angkatan kerja atau 12,8 juta orang. Lulusan SMTA (SMA dan SMK) tergolong yang paling banyak menganggur (17,26%) (anneahira.com). Kemiskinan, dada tahun 2011 mencapai 30.018.930 jiwa atau 12,49% penduduk indonesia (http://www. bps.go.id).Daya kompetetif memiliki daya saing rendah, menduduki urutan ke 37 dari 57 (blog.elearningunesa.ac.id) Indek Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang meliputi pendidikan, kesehatan dan penghasilan perkapita, Indonesia menduduki peringkat 109 dari 174 negara di dunia. Dalam Islam, Allah SWT. menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna baik karena potensinya (diberi akal) maupun karena fungsi perannya (sebagai khalifah di dunia, dan memberikan peringatan amar ma’ruf nahi mungkar, dan menegakan nilai tauhidullah. Berbekal potensi kodrati ini manusia memiliki human desires atau naluri manusiawi untuk membina, mempertahankan, mengembangkan dan meningkatkan (kuantitatif-kualitatif) aneka potensinya berikut segala perangkat pendukung menuju masyarakat yang baik (good society). Masyarakat yang baik (good society) merupakan gambaran manusia yang utuh secara fisik dan non fisik, serta berkiprah untuk kepentingan perubahan. Menurut Chamberlin (1992:30), masyarakat yang baik adalah seluruh warga negara yang merasa berdaya dan merasa memiliki kemampuan (competent), dan bertanggung jawab bahwa kehidupan ini menjadi wahana untuk kepentingan tadi, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
121
maka lahir aneka rekayasa-rekaupaya, mengarahkan dan mengendalikan dunia ini baik secara fisik maupun non fisik bagi hidup manusia untuk dapat membangun karakter bangsa melalui pendidikan dan pelatihan. Kajian ini membahas sejauhmana nilai-nilai Tauhidullah melalui pelatihan kecakapan hidup dapat dikembangkan di dalam masyarakat untuk membangun karakter bangsa, dengan memaparkan dan sekaligus mengevaluasi sistem pendidikan dan pelatihan yang selama ini kita alami.
B.Nilai-Nilai Tauhidullah dan Pelatihan Kecakapan Hidup
1. Konsep Nilai Tauhidullah
Tauhidullah terdiri dari dua kata, yakni Tauhid dan Allah. Istilah Tauhid berasal dari bahasa Arab tawhid (wahhada-yuwahiddu-Tauhidan) yang artinya mengesakan. Kalimat ini merapakan kata benda-kerja (verbal-noun) aktif, yakni memerlukan pelengkapan penderita atau objek, sebuah derivasi dari kata wahid yang berarti “satu” atau “esa”. Maka makna harfiah tauhid adalah “menyatukan” atau “mengesakan. Bahkan dalam makna generiknya juga digunakan untuk arti “mempersatukan” hal-hal yang terserak-serak atau terpecah-pecah, seperti penggunaan dalam kalimat Tauhid al-kalimah yang berkurang”mempersatukan paham”, atau dalam ungkapan Tauhid al-quwwah yang berarti mempersatukan kekuatan (Madjid, 1992:72). Kemudian kata Allah dalam kalimat tauhidullah menunjukan objek yang dikenakan sesuatu. Dengan demikian maka tauhidullah bermakna mengesakan Allah. Sedangkan tauhidullah menurut Sauri (2011: 7) adalah nilai fitrah yang dikembangkan dan 122
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
diinternalisasikan dalam pribadi seseorang untuk mencapai akhlak mulia demi kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Tauhidullah merupakan sikap pengakuan akan ke-esaan Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan. Pengakuan akan ke-esa-an Allah SWT tersebut mengandung kesempurnaan kepercayaan kepada-Nya, baik dari segi rububiyah (mengesakan dalam segala perbuatan-Nya), maupun uluhiyah (keyakinan bahwa Allah satu-satunya sesembahan). Tauhidullah merupakan sikap yang dijadikan komitmen seseirang kepada Allah SWT sebagai pusat orientasi Fokus pada kajian ini yakni ketaatan, kesesungguhan, kejujuran, dan rasa syukur. Jika sikap ketaatan ini dijalankan dengan baik, maka sikap ini akan menjadi suatu pegangan dan pandangan yang melahirkan nilai tauhidullah. Nilai ini bisa menjadi satu-satunya sumber nilai yang fundamental, sehingga setiap perbuatan seseorang benar-benar hanya dan akan ditujukan untuk Allah SWT. Menurut pandangan teologi Islam, istilah tauhidullah adalah sebuah paham mengesakan Tuhan, atau secara sederhana disebut paham “monotheisme”. Kata “tawhid” tidak terdapat dalam al-Quran, yang ada adalah kata “ahad” atau “walud”. Istilah tauhid adalah hasil kreasi para mutakallimin dalam mengungkapkan secara tepat isi pokok ajaran kitab suci al-Quran, yakni ajaran tentang mengesakan Tuhan, dan secara tepat menggambarkan inti ajaran semua Nabi dan Rasul Allah yang tidak lain adalah ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Tauhidullah dalam diri seseorang telah tertanam dalam hati, sebagai perasaan tahu, percaya dan yakni tentang kebenaran sifat-sifat Allah sebagai patikan dalam kehidupan. Inilah bentuk tanggung jawab moral seorang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
123
mukmin dalam melaksanakan syariat Allah yang diyakininya (Madjid, 1992: xlv-xlvi). Hasilnya, perilaku dan kepribadian dari beragam bentuk ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kekalutan, kekacauan, dan bahkan ketidakpastian (Maududi,2005: 3). Tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma wa sifat. Tauhid rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan-nya, yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya: pertama, pencipta seluruh makhluk (QS. Az-Zumar: 62); kedua, pemberi rizki kepada seluruh seseorang dan makhluk lainnya (QS. Ali-Imran: 26-27). Tauhid rububiyah mencakup keimanan kepada tiga hal yaitu: a) beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah secara umum seperti mencipta, memberi rizki, menghidupak, mematikan dan lain-lain; b) beriman kepada Qada‘ dan Qadar Allah. c) beriman kepada keesaan Zat-nya. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Semua dilakukan dalam rangka taqorub dan ibadah seperti bernadzar, menyembelih kurban, bertawakal, bertaubat, dan lain-lainnya, sesuai firman Allah SWT dalam QS anNahl: 51. Tauhid inilah yang dituntut harus ditunaikan oleh setiap hamba sesuai dengan kesempurnaan nama dan sifat Allah. Kemurnian tauhid uluhiyah akan didapatkan dengan mewujudkan dua hal mendasar yaitu seluruh ibadah hanya diperuntukan kepada Allah bukan kepada yang lainnya dan dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan perintah dan larangan-Nya. Tauhid asma wa sifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah SWT dalam nama dan sifat-nya yang 124
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
terdapat dalam al-Quran dan al Hadits dilengkapi dengan mengimani makna-maknanya dan hukum-hukumnya. Hal ini sejalan dengan maksud firman Allah SWT dalam QS arRum: 27. Tauhid asma wa sifat memiliki ciri di antaranya sebagai berikut: a)Menetapkan semua nama dan sifat tidak menafikan dan menolaknya; b) Tidak melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah di luar yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya; c) tidak mencari tahu tentang hakikat bentik sifat-sifat Allah; d) Beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntutan asma dan sifat-Nya. Macam tauhid di atas saling berkaitan, di mana keimanan seseorang kepada Allah tidak akan utuh sehingga ketiga tauhid tersebut menyatu pada dirinya. Tauhidullah rububiyah seseorang akan utuh sehingga ketiga tauhid uluhiyah dan tauhidiyah rububiyah, serta tauhid uluhiyah seseorang tak lurus sehingga dia bertauhid asma dan sifat. Singkatnya, mengenal Allah tidak berguna sampai seseorang hamba beribadah hanya kepada-Nya. Dan beribadah kepada Allah tidak akan terwujud tanpa mengenal Allah. Adapun Muthahhari (Irfan, 2000: 3) membagi tauhid kepada dua bagian, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis menurutnya adalah tauhid yang membahas tentang keesaan zat, sifat dan perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan zat, sifat dan perbuatan Tuhan ini adalah khusus berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi dan pemikiran tentang Tuhan. Adapun tauhid praktis berhubungan dengan kehidupan praktis seseorang, dunia nyata, dunia sosial dan kultural seseorang, Tauhid praktis berhubungan dengan kehidupan praktis seseorang, dunia nyata, dunia sosial dan kultural seseorang, tauhid ini biasanya disebut dengan Tauhid ibadah. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
125
Manifestasi wujud dari nilai Tauhidullah ini, melahirkan seseorang yang memiliki kecakapan dalam hidup, seperti: a) Keseimbangan dan Keteraturan; b) Kepentingan pendidikan; c) Penataan Sosial dan Budaya; d) Pengelolaan Ekonomil dan e) Pengenalan Politik. Nilai-nilai itu pula akan melahirkan sikap-sikap seperti: a) menghargai kebebasan dan menghormati hak asasi masing-masing individu dan masyarakat; b) menghindari kesulitan, kesempitan, dan kepicikan; c) menghindari kemudratan dan kerusakan, dan d) mengikuti proses kemaslahatan, kemanfaatan, kesejahteraan, dan keagunaan bagi semua pihak, dengan demikian, iklim kehidupan yang dibangun dengan tauhid akan memberikan pencerahan, kesejukan hati nurani, kedamaian, serta terhindar dari kekerasan (Majid, 2002). Sikap tersebut melahirkan karakter atau watak Qurani yang mengacu pada pesan universal ajaran Islam, yakni (rahmatan li al-‘alamin), merefleksikan kemaslahatan, kemanfaatan, kesejahteraan, dan kegunaan bagi semua pihak. 2. Nilai-Nilai Tauhidullah
Dimensi ketauhidan di atas, dapat diwujudkan secara nyata dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotorik seperti: sikap hidup merdeka, perilaku Ihsan, sabar, tawakal, dan Ikhlas yang amat penting ditumbuhkan dalam komunitas muallaf. Nilai-nilai tersebut menjadi inti dalam proses pelatihan kecakapan hidup. Nilai-nilai tersebut tergambar dalam penjelasan berikut: a. Tauhidullah Sumber Semangat Mengingatkan Kecerdasan Struktur dan Kultur Tauhidullah merupakan sumber semangat pribadi 126
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
yang diperoleh dari kepercayaan hanya kepada yang benar (Allah) dengan sumber yang benar ialah al-Quran dan as-Sunnah. Hal akan membuat seseorang menjadi seseorang yang benar-benar merdeka secara hakiki, juga akan menghilangkan dari dirinya segala bentuk halangan untuk melihat yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai yang salah (Osman, 2008: 69). Nilai tauhidullah mempribadi pada individu akan berdampak pada pembentukan struktur dan meningkat menjadi kultur dalam masyarakat, sehingga membangun kebenaran objektif pada bukti empris yang memiliki dasar yang kuat dan pikiran yang terampil dalam mengklasifikasi sikap ilmiah dan pikiran yang sumber mengalirnya pikiran itu dari kesadaran akan tauhid. Dalam al-Quran, orang seperti ini akan mendapatkan kabar gembira (kebahagiaan) dan disebut sebagai ulil albab, yakni “mereka yang berakal pikiran”. Allah berfirman, “dan kaum beriman itu ialah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat tuhan mereka, tidak tunduk begitu saja seperti orang-orang yang tuli dan buta” (QS. Al-Furqan, 25: 73). Berkenaan dengan ayat ini, Hasan (dalam Madjid, 1992: 83) mengatakan “tunduk dan sujud dengan “buta tuli” waktu mendengarkan al-Quran itu ialah sifat munafik. Sedangkan hamba-hamba Allah yang terpuji, tidak demikian, mereka selalu sujud ikhlas dengan pengetahuan”. Semestinya seseorang harus bersifat apa yang diinginkan Allah. Hal ini diisyaratkan dalam FirmanNya dalam QS. Ali Imran: 193. Langkah-langkah penyucian diri, perbaikan moral, dan peletakan hukum-hukum bagi kehidupan kemasyarakatan, baru dilakukan setelah tahap penanaman nilai-nilai keimanan (Maududi, 2005: 27-28). Sepanjang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
127
dasar iman ini tidak benar, maka amal-amal apapun yang dilakukan seseorang tidak akan ada artinya (Lihat QS.AnNur, 24:39). Sejalan dengan pandangan di atas, Sayyid Quthb (Muhammad, 2004: 120-121) menyatakan bahwa sebelum seseorang menjadi sesuatu, terlebih dulu dia harus menjadi seorang mukmin. Sebab keimanan kepada Allah-lah yang membuat suatu perbedaan menjadi berguna. Itulah untuk berbuat, terlebih dahulu Allah memperkenalkan dirinya sebagai Tuhan, dan seseorangpun mengakuinya pula (QS. Al-A’raf,7:172). Pengakuan seseorang terhadap Allah sebagai tuhan mereka ini disebut oleh Sayyid Quthb sebagai akad, ikatan perjanjian antara Allah inilah yang menjadi dasar bagi semua bentuk interaksi vertical antara seseorang dengan tuhannya, dan interaksi horizontal antara seseorang dengan sesama makhluk. Seorang mukmin yang beriman mengandung arti ketentraman dan kedamaian qalbu, dan dari kata itu pula muncul kata al-amanah (amanah, dapat dipercaya) lawan kata darial-khiyanah (khianat, keingkaran). Seseorang dikatakan al-amin (dapat dipercaya) manakala keadaan qalbu-nya tenteram karena prilakunya baik, sehingga tidak khawatir bahwa orang itu akan berlaku khianat (Maududi, 2005: 3). Sejalan dengan penjelasan di atas, Permadi (1994: 8-9) mengatakan bahwa istilah iman mempunyai akar kata atas, permadi “aman” dan “amanah”. Iman lebih berkonotasi sebagai kata kerja, bukan kata benda, yaitu sikap religius. Sikap ini terlihat pada seseorang yang secara sadar dan yakin mengakui ke-Esa-an Allah dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah. Karena DzatNya Allah yang ia yakini adalah Dzat Yang Maha Absolut dan Maha Kasih, sehingga hanya kepadanyalah seseorang yang 128
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
beriman menyadarkan makna dan tujuan hidupnya, tidak kepada yang lain. Oleh karena itu bagi seorang mukmin rasa aman dan tentram yang hakiki tidak akan didapatkan kecuali dengan cara menyadarkan keridhan Allah sebagai tujuan segala aktivitasnya. Karenanya, ia berhubungan dengan pengetahuan dan dengan kebenaran proposisiproposisinya. Karena sifat dan kandungan proposisinya sama dengan sifat dari prinsip pertama logika dan pengetahuan, metafisika, etika dan estetika, makan dengan sendirinya ia bertindak sebagai cahaya yang menyadari segala sesuatu (Al-Faruqi, 1995: 42-43). Hal ini seperti dipaparkan pula oleh Al Ghazali (alFaruqi, 1995: 43), iman adalah suatu visi yang menempatkan semua data dan fakta tersebut. Iman adalah dasar bagi suatu penafsiran yang rasional atas alam semesta. Iman yang merupakan prinsip utama dari akal, tidak mungkin bersifat irasional, karena hal ini bertentangan dengan dirinya sendiri. Iman sungguh-sungguh merupakan prinsip rasional yang pertama. Bagi orang yang suka merenung secara lainn dalam, eksistensi Tuhan itu dapat dipahami, sehingga eksistensi-Nya tidak lagi dipandang, sebagai suatu yang irrasional, tetapi berubah menjadi kebenaran tertinggi (Rahman, 1983: 1-2). Jadi jelas, yang dimaksud dengan keimanan dalam diri seseorang muslim adalah bahwa dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu, dan sejak saat itu ia tidak merasa khawatir terhadap menyelinapnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaan. Karenanya, yang disebut lemah iman itu adalah orang yang dalam hatinya tidak pernah merasa tentram secara sempurna, yang karena itu pula tidak ada jaminan keamanan terhadap. Akibatnya, perilaku Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
129
dan kepribadiannya menjadi lemah, dalam kehidupan praktisnya muncul beragam bentuk kontradiksi menjadi lemah, dalam kehidupan praktisnya muncul beragam bentuk kontradiksi, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kekalutan, kekacauan, dan bahkan ketidakpastian (Maududi, 2005: 3). b. Prinsip Nilai Tauhidullah dalam Pendidikan Menurut al-Faruqi (1995: 43-45), sebagai prinsip pengetahuan, tauhidullah adalah pengakuan bahwa Allah, yakni kebenaran (al-Haq), itu ada, dan bahwa Dia Allah itu Esa. Tauhidullah adalah pengakuan bahwa kebenaran dapat diketahui dan seseorang mampu untuk mencapainya. Karena itu, tauhidullah merupakan prinsip metodelogi dalam pencarian pengetahuan tentang kebenaran (al-Haq). Secara metodelogis, tauhidullah memiliki tiga prinsip: pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, penolakan kontradiksikontradiksi hakiki, dan; ketiga, keterbukaan bagi bukti yang baru atau bertentangan.
C. Pelatihan Kecakapan Hidup a. Konseptual Pelatihan Kecakapan Hidup
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses. Karena itu antara pendidikan dan pelatihan merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan. Melalui sistem ini termasuk juga di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan (tenaga seseorang), sebagai suatu proses, yang mana melalui upaya pengembangan tersebut, diharapkan bisa memberdayakan SDM secara maksimal agar dapat mencapai sesuai dengan 130
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
yang diharapkan. Dalam kontek pelatihan untuk membiasakan, merasakan, memahamkan, dan melakukan nilai-nilai tauhidullah dalam kehidupan sehari hari akan terjadi, jika lingkungan pelatihan mampu menciptakan dan menumbuhkan kesadaran diri, memiliki potensi dan tanggung jawab terhadap apa yang ia kerjakan. Walaupun sikap (attitude) cenderung merupakan sistem yang relatif menetap pada individu, akan tetapi sikap itu berkembang dan berubah (Sutaryat, 1984: 28). Pembentukan attitude tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarang saja, akan tetapi pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi seseorang dan berkenaan dengan obyek tertentu (Gerungan, 2982: 156). Interaksi seseorang terjadi dalam proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku yang berurutan melalui latihan dalam rangka mewujudkan kebutuhan masing-masing warga belajar. b. Makna Pelatihan dan Pembelajaran Fungsional Skill
Robinson (1981: 12) menjelaskan bahwa : “training, Therefore we are seeking by any instructional or experiential meand to develop a person behavior patterns in the areas of knowledge, skill or attitude in order to achive disired standard” (pelatihan adalah serangkaian kegiatan pelatihan yang mengutamakan perubahan pengetahuan, sikap, dan peningkatan keterampilan dalam melaksanakan tugasnya). Gardner (1981:5) dalam Sudirman (2006) menjelaskan bahwa “training can be defined broadly is the techniques and arragement aimed at fostering and expediting learning. The focus in on learning”. Menyatakan bahwa pelatihan itu lebih difokuskan pada kegiatan pelatihan. Mc. Gahee, dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
131
The Complete Book of Training menjelaskan bahwa “pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dengan Pelatihan guna terciptanya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan peningkatan tujuan perusahaan atau organisasi”. Seorang pemerhati training, Nedler (1984) mengemukakan bahwa “pelatihan merupakan proses pelatihan untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan”. Pengertian di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa gagasan utama dalam pelatihan adalah adanya suatu proses yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang atau sesuai tujuan yang telah ditetapkan, di mana melalui kegiatan pelatihan tersebut diharapkan dapat menghilangkan ketimpangan yang terjadi antara keadaan saat ini dengan keadaan yang diharapkan di masa mendatang. Bishop (1976) dalam Sudirman (2001: 15) mengatakan bahwa “Training than is concerned with people on jobs in organization”. Menurutnya bahwa pelatihan lebih barkaitan dengan keterbatasan peserta pada pekerjaannya dalam suatu organisasi. Oleh karena itu pelatihan dapat pula diartikan dengan usaha peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan stkap dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Sejalan dengan pernyataan di atas Randall Schuler (1987:113) dalam Tjiptoherjianto (1997:22) menjelaskan bahwa “Training and development is defined as the human resoursc practice area whose focused is identifying, assesing and the thouh planned learning helping development the ket competencies which enable people to perform curent or future job”. Sumber daya seseorang yang berfokus pada identiflkasi, pengkajian serta melalui proses belajar yang terencana berupaya 132
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
untuk membantu mengembangkan berbagai kemampuan kunci yang diperlukan agar individu dapat melaksanakan pekerjaan saat ini maupun di masa yang akan datang. Terence Jakson (1989) dalam Sudirman (2006) menjelaskan bahwa pelatihan sarana yang berfungsi untuk memperbaiki masalah kinerja organisasi seperti efektivitas, efesiensi, dan produktivitas. Pelatihan sebagai kinerja individu dan organisasi meningkat. Keberhasilan mencapai tujuan program pelatihan yang telah dirumuskan merupakan di antara satu indikator terhadap keberhasilan dan efektivitas penyelenggaraan suatu pelatihan karena itu semakin tinggi pencapaian tujuan pelatihan, maka semakin besar nilai efektifitasnya (semakin efektif pelatihan tersebut). Menyadari akan pentingnya efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan tersebut Marzuki (1992: 23) mengemukakan beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum pelatihan dilaksanakan sebagai berikut: 1) Setelah perubahan yang diinginkan ditetapkan oleh banyak organisasi bukanlan training, dan tentu bukanlan menempati prioritas utama, melainkan rincian perencanaan operasional dan pelaksanaan dari pada rencana tersebut; 2) Menetapkan (define) peran training dalam mengadakan perubahan. Kompetensi-kompetensi baru apa yang menurut organisasi perlu dan bagian-bagian mana saja dari hal tersebut yang perlu dilakukan pelatihan secara sistematik; 3) Mempertimbangkan masalah kualitas dan kuantitas atau level daripada personil yang akan dilatih dalam organisasi untuk mengadakan pembahasan. Sementara orang yang dikirim untuk mengikuti latihan sebelumnya seringkali terjadi secara tidak sistematik. Pengaturan latihan bagi personel organisasi sangat penting sebab tidak jarang telah menimbulkan kekecewaan kepada Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
133
mereka. c.
Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Tujuan pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar masyarakat bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/ usaha tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian diharapkan warga belajar untuk: 1) memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibuthkan dalam memasuki dunia kerja baik berkerja mandiri (wirausaha) dan atau bekerja pada suatu perusahaan produk/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya; 2) Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karyakarya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global; 3) Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya; 4) Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat. Terence Jakson (1989) dalam Sudirman (2006) menjelaskan bahwa pelatihan merupakan sarana yang berfungsi untuk memperbaiki masalah kinerja organisasi seperti efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. Pelatihan sebagai alat manajemen digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar kinerja individu dan organisasi meningkat. Keberhasilan mencapai tujuan program pelatihan yang telah dirumuskan merupakan di antara satu indikator terhadap keberhasilan dan efektivitas 134
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
penyelenggaraan suatu pelatihan. Karena itu semakin tinggi pencapaian tujuan pelatihan, maka semakin besar nilai efektifitasnya (semakin efektif pelatihan tersebut). Pentingnya efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pelatihan kecakapan hidup tersebut, dapat juga dipakai pendapat Simamora (1995) mengemukakan beberapa tujuan utama pelatihan sebagai berikut: 1) Memutakhirkan keahlian komunitas muallaf sejalan dengan perubahan teknologi. Kemajuan IPTEK yang begitu cepat dan pesat pada gilirannya akan mempengaruhi terhadap perubahan pada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan. Perubahan yang disebabkan oleh kemajuan tersebut menuntut kemampuan dan keahlian komunitas muallaf yang sesuai dengan kemajuan dan perubahan tersebut. Oleh karena dalam suatu organisasi atau lembaga harus ditingkatkan dan dimutakhirkan kemampuannya. Untuk memuktahirkan kemampuan tersebut dapat dilakukan dengan mengikutkan dalam suatu pelatihan (training). 2) Mengurangi waktu penyampaian materi, dan menambah waktu praktik dalam pekerjaan tersebut. Sering dijumpai bahwa seseorang yang baru mengikuti atau bekerja kurang menguasai dan memahami tugas yang harus dilakukannya atau kurang “job competent”. Untuk mengatasi hal tersebut dalam suatu organisasi harus diberikan latihan untuk mempelajari keahlian-keahlian khusus yang sesuai dengan bidang tugasnya. 3) Membantu memecahkan masalah operasional. Menurut pada ahli bahwa pelatihan merupakan salah satu cara terpenting yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan atau dilema yang dihadapi oleh para pengelola dan pelatih. Serangkaian pelatihan dalam berbagai bidang yang diberikan oleh pengelola maupun pelatihan untuk membantu para komunitas Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
135
muallaf dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan dan melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif. 4) Mempersiapkan komunitas muallaf untuk terampil. Salah satu cara untuk menarik warga, dan memotivasinya adalah melalui program pembangunan profesi yang sistematik. Melalui pelatihan memungkinkan untuk memperoleh keahlian-keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan berikutnya di jenjang atas dan memudahkan pekerjaan/ posisi pada saat ini ke posisi pekerjaan yang melibatkan tanggung jawab yang lebih tinggi. 5) Mengorientasikan komunitas muallaf terhadap organisasi. Bahwa pelatihan merupakan kegiatan orientasi terhadap organisasi. Kegiatan ini akan dapat mengurangi kecemasan, menghemat waktu dan rekan kerja, mengembangkan sukap positif terhadap orang lain, dan menciptakan pengharapkan pekerjaan realistik. d. Tahap Pelatihan
Pelaksanaan pelatihan diperlukan langkah-langkah agar pelatihan berjalan baik, efektif dan efisien. Mustofa Kamil, (2010: 155), memberikan penjelasan sebagai berikut: Prosedur pelatihan dimulai dengan analisis kebutuhan yang menjadi pangkal utama dalam penyusunan pelatihan. Kemudian dilanjutkan penyusunan kriteria keberhasilan sebagai tolak ukur kesuksesan atau kegagalan penyelenggaraan suatu pelatihan. Penilaian kebutuhan merupakan proses formal yang mengidentifikasi kebutuhan sebagai kesenjangan/ gap antara hasil sekarang dengan hasil yang diharapkan, yang menempatkan kebutuhan itu pada urutan prioritas pertama. Dengan demikian kebutuhan identik dengan kesenjagan kinerja. Penilaian kebutuhan 136
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
terdiri dari tiga tingkat; tingkat organisasi/starategi, tingkat individu/peserta dan tingkat tugas/pekerjaan. Selanjutnya berkaitan dengan evaluasi, maka proses pelatihan dievaluasi melalui kriteria yang telah disiapkan sehingga keberhasilan dan kegagal penyelanggaraan pelatihan dapat diketahui, dan digunakan untuk penyusunan prosedur pelatihan berikutnya. Komponen sistem pelatihan terdiri komponenkompinen berikut: 1) Masukan mentah (raw input): masukan ini adalah peserta program yang mempunyai karakteristik tersendiri; 2) Masukan sarana (instrumental input): masukan ini adalah pelatih/instruktur, kurikulum, bahan pelatihan, peralatan, dan bahan baku pelatihan, metode, dan teknik pelatihan, dan alat-alat evaluasi; 3) Masukan lingkungan (environment input): masukan ini dapat berupa keadaan alam, sosial budaya, alat transportasi, lapangan kerja/usaha, tempat kerja/usaha, dan mata pencaharian; 4) Proses (Process), adalah interaksi yang bersifat edukatif antara pelatihan dan peserta pelatihan selama kegiatan pelatihan berlangsung; 5) Keluaran (output) yang dapat berupa jumlah peserta pelatihan yang berhasil dan sejauhmain kecakapan, pengetahuan serta ketrampilan dikuasai oleh peserta pelatihan; 6) Pengaruh (outcome) berupa dampak yang dialami peserta pelatihan setelah memperoleh masukan lain. Pengaruh ini dapat berupa penghargaan pada peserta pelatihan oleh orang lain di tempat kerja, pendapatan, penampilan diri dan penghargaan masyarakat. 5. Makna Kecakapan Hidup dan Pembelajaran Fungsional Skill
Makna life skills adalah kecakapan generik untuk
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
137
hidup, semua bermakna dan mampu menghadapi segala permasalahan hidup dengan keahlian yang dimilikinya. Pengartian ‘life skills’ menurut Broling (1989: 115) adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Sedangkan Davis (2000: 1) memaknai kecakapan hidup sebagai manual pribadi bagi tubuh seseorang. Kecakapan hidup yang memiliki esensi mese se orangkan seseorang dalam arti mengaktulisasikan potensinya (jasmani, roh dan akal) agar dapat bermanfaat dalam kehidupan di dunia kerja. Browling (1989: 117) juga mengelompokan diri life skills ke dalam tiga kelompok kecakapan, yaitu kecakapan hidup sehari-hari (daily living skill), kecakapan pribadi sosial (personality social skill), dan kecakapan untuk berkerja (occupational skill). a. Kecakapan Personal (Personal Skills) Kecakapan untuk mengenal diri (self awareness), dan berfikir rasional (thinking skills), mencakup: 1) kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching); 2) kecakapan mengelola informasi dan mengambil kepulusan (informating processing and devidion making skills); 3) kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skills). b. Kecakapan Sosial (Social Skills) Kecakapan sosial (social skills) atau kecakapan interpersonal (interpersonal skills) mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communacation skills), dan kecakapan bekerja sama (collaboration skills). 138
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
c. Kecakapan Akademik (Academic Skills) Kecakapan akademik (academic skills) yang sering kali juga disebut kemampuan berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir rasional. Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan idenlifikasi variabel dan menjelaskan hubungan pada suatu fenomena tertentu. Merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian keingintahuan dari yang melakukannya. d. Kecakapan Vokasi (vocational Skills) Konsep kecakapan vokasional merupakan suatu kecakapan untuk menerapkan konsep-konsep kunci keilmuan atau keterampulan proses yang harus dimiliki oleh warga belajar dalam kehidupan di masyarakat. Pelatihan dalam bentuk penugasan atau praktek dalam kelompok maupun praktek dalam lembaga dunia usaha merupakan kecakapan vokasional untuk mengaplikasikan konsep dan prinsip dasar keilmuan yang telah dimiki oleh warga belajar dalam kehidupan sehari-hari, melalui kecakapan proses yang telah dikuasai Makna kecakapan hidup dalam penelitian ini adalah rumusan tentang keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang berupaya untuk meningkatkan kemampuan komunitas muallaf memiliki: a.Kecerdasan dalam mengambil keputusan; b.Belajar berbuat (Learning to do). Dalam konteks ini terkait dengan pelatihan, pembiasaan dan mempraktekan apa yang sudah dipelajari serta dapat diadaptasikan dengan pekerjaan dan masa depan, manakala mengambil keputusan untuk meramalkan dengan tepat bagaimana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
139
pekerjaan tersebut berkembang; dan c.Belajar menjadi seseorang (learning to be) Proses pemilikan kecapakan hidup dapat dilakukan melalui pelatihan, pembimbingan, dan pelatihan yang akan membentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terintegrasi Kecuali itu, pelatihan keterampilan fungsional skill diperlukan sebagai suatu upaya untuk mewujudkan warga belajar yang terampil dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya. Tujuan utama pendidikan adalah membangun seseorang seutuhnya agar mampu berpikir kritis dan mandiri dalam membuat keputusan untuk kehidupannya. Pendidikan harus memampukan setiap orang memecahkan masalah-masalahnya sendiri, mengambil keputusannya sendiri dan memikul tanggung jawabnya sendiri.
D. Kaitan Nilai Tauhidullah, Kecakapan Hidup dalam Pendidikan Kaitan nilai-nilai tauhidullah merupakan suatu upaya mengembangkan keterampilan fungsional skill melalui pelatihan kecakapan hidup tentang nilai ketaatan, disiplin, kerja keras, peduli, rasa hormat, kemandirian, iman dan takwa, dan sebagainya; sedangkan seseorang sebagai makhluk sosial, di mana hubungan yang terjadi antara seseorang yang satu dan yang lainnya diperlukan tata aturan (tauhidullah) sehingga hubungan tersebut dapat dipelihara sesuai dengan norma, nilai yang berlaku. Tata aturan hubungan seseorang inilah yang terkait langsung dengan nilai-nilai tauhidullah yang mengatur perilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Melalui pendidikan dikembangkanlah sikap Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 140
seseorang yang bermoral, yang mendukung norma, nilai, dan kaidah yang dijunjung tinggi dalam masyarakat. Sedang tujuan pendidikan umum sendiri merupakan upaya pengembangan kepribadian yang utuh, yakni kepribadian yang paripurnam maka proses transformasi nilai-nilai tauhidullah pada muallaf di masyarakat akan membawa pengaruh dalam proses pengembangan kepribadian mereka secara utuh. Dengan demikian terdapat keterkaitan secara langsung antara nilai-nilai tauhidullah, pembinaan, dan tujuan pendidikan umum daam rangka memupuk disiplin warga. Keterkaitan tiga dimensi antara nilai-nilai tauhidullah, pembinaan dan pelatihan kecapakan hidup dapat memakai kerangka konsep dari teori social-cognitive dan teori social-learning Bandura (1977) dalam Akbar (2007: 52) sebagaimana tercermin pada gambar di bawah ini: Nilai-nilai Tauhidullah
Pelatihan Kecakapan Hidup (Functional Skill)
Pendidikan
Gambar 1. Keterkaitan Tiga Dimensi antara Nilai-nilai Tauhidullah, Kecakapan Hidup Functional 1. Keterkaitan Tiga Dimensi antara Nilai-nilai Skill,Gambar dan Pendidikan (Sumber: Bandura, 1977)
Tauhidullah, Kecakapan Hidup Functional Skill, dan Pendidikan (Sumber: Bandura, 1977)
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Manusia Paripurna, Manusia seutuhnya, Good citizen,
141
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa tujuan pendidikan umum adalah membentuk seseorang seutuhnya, seseorang yang paripurna, seseorang purnawan yang mempunyai wawasan yang luas. Untuk mencapai tujuan tersebut banyak hal yang dapat dilakukan, baik melalui penanaman pendidikan nilai, pendidikan tauhidullah atau pendidikan agama. Strategi dan pendekatannya pun dapat dilakukan dengan berbagai cara/teknik sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dalam konteks tujuan nasional di Indonesia, nampaknya pendekatan penanaman nilai lebih tepat digunakan dibandingkan dengan pendekatan yang lain dalam pelaksanaan pendidikan tauhidullah di masyarakat. Hal ini karena sesuai dengan tujuan pendidikan tauhidullah yaitu menanamkan nilai-nilai ketaatan, kesopanan, kesantunan, keramahan, kedisiplinan warga dan lain-lain dalam berperilaku sehari-hari. Dalam menanamkan nilai-nilai tauhidullah di masyarakat, hasil yang diperlihatkan dalam bentuk perilaku atau aktivitas hidup sehari-hari harus sesuai dengan budaya luhur bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila. Hal ini berarti bahwa dalam menanamkan nilainilai tauhidullah hal-hal tersebut yakni proses dan hasil sama-sama diperhatikan. Kedudukan proses internalisasi nilai-nilai Tauhidullah dalam membentuk kepribadian yang utuh dan good citizen dalam berpedoman pada kerangka pada gambar berikut:
142
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Skill, dan Pendidikan (Sumber: Bandura, 1977)
Manusia Paripurna, Manusia seutuhnya, Good citizen, Tauhidullah
Proses: Nilai Tauhidullah melalui Pelatihan Kecakapan Hidup dan Keterampilan Fungsional Skill Nilai-nilai: disiplin, jujur, adil, toleran, kerjasama, peduli, mandiri, rasa hormat, iman dan takwa
Dunia: symbolic, empirics, ethics, esthetics, dan synopstics
Gambar 2. Proses membangun Karakter Warga Belajar
Gambar 2. Proses membangun KarakterPhenix, Warga Belajar (Sumber: 1964:(Sumber: 47). Phenix, 1964: 47).
Pada gambar di atas dapat dipahami bahwa proses nilai-nilai Tauhidullah pada diri akan mempengaruhi proses-proses kegiatan pelatihan kecakapan hidup dalam membentuk keterampilan fungsional skill sehingga dapat mempengaruhi kepribadiannya secara utuh dan dapat membentuh menjadi warga negara yang baik (good citizen) sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. E. Paradigma Membangun Karakter Warga Belajar Dalam bagian ini penulis merumuskan paradigma untuk menganalisis proses membangun karakter warga belajar dengan nilai-nilai tauhidullah melalui pelatihan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
143
kecakapan hidup dengan meneliti komponen-komponen kegiatan yakni komponen input, proses dan output. Komponen input terdiri dari nilai-nilai tauhidullah merupakan input utama dan merupakan kajian teoritis dalam penelitian ini. Pendidikan umum dan pelatihan kecakapan hidup merupakan proses pelaksanaan internalisasi klarifikasi nilai-nilai melalui knowing, training, being dengan pelatihan dobrak diri, bangun diri dan bangun tim baik proses pada eksternal maupun pada internal, sampai menjadi mempribadi dalam hidup, sehingga output dari proses internalisasi menghasilkan cerdas mengolah pikirannya, cerdas mengelola keyakinannya, dan cerdas mengelola lingkungan sosialnya. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini: Input
Output
Proses
1. Cerdas mengolah Fikirannya
Membangun Nilai-nilai Tauhidullah [
Eksternal
Knowing Pendidikan
Training Being
Pelatihan Kecakapan Hidup
M e n j a d i M e m p r i b a d i
2. Cerdas Mengelola Keyakinann ya 3. Cerdas Mengelola Lingkungan Sosialnya
Dobrak Diri, Bangun Dri Bangun Tim
Internal
Gambar 3 Paradigma Membangun Karakter Warga Belajar Gambar 3 Paradigma Membangun Karakter Warga Belajar Melalui Pelatihan Kecakapan Hidup Melalui Pelatihan Kecakapan Hidup 144
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
F. Harapan dan Tantangan 1. Harapan Dalam konteks kajian nilai tauhidullah adalah bahwa segala tindakan dan perbuatan seseorang memiliki hubungan fungsional dengan tahu, percaya, merasakan dan yakin bahwa Allah sebagai Rabb, Malik, dan Illah dalam menunjang keberhasilan atau tidaknya proses membangun karakter masyarakat yang baik (good society). Pertama. konsep tauhidullah mestinya mampu mengendalikan realitas struktur dan kultur dalam masyarakat modern secara benar dan normatif, sehingga terbangunlah akal dan jiwa roh kemerdekaan, roh demokrasi, roh keadilan, roh kerakyatan, serta roh kesastriaan sebagai titik tolak menuju kemajuan dan modernisasi (Soekarno dalam Syamsul Kurniawan, 2009: 138-147) Kedua, nilai-nilai tauhidullah mengimplikasikan kepemilikan suatu kemampuan yang dijuluki “kecerdasan spiritual” (spiritual intelligence/SQ) yang berkorelasi dengan Intelligence Quotient (IQ) atau ‘kecerdasan intelektual’ dan Emotional Quotient (EQ) atau ‘kecerdasan emosional’. Kecerdasan intelektual bertalian dengan modal material. Fungsinya menanyakan: ‘Apa yang saya pikirkan?’; kecerdasan emosional berhubungan dengan modal sosial. Fungsinya adalah menanyakan ‘Apa yang saya rasakan’, dan kecerdasan spiritual membangun nilainilai Tauhidullah. Fungsinya adalah menanyakan ‘Siapa saya?’ (Zohar, 2004; Zohar dan Marshall, 2000). Ketiga, faktor selanjutnya adalah lingkungan pendidikan. Faktor ini menurut Elizabeth Hurlock (1993) merupakan hubungan antar pribadi yang menyenangkan, keadaan emosi, metode pengasuhan, struktur keluarga dan rangsangan lingkungan sekitar. Hal senada juga Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
145
diungkapkan oleh Megawangi (2004), Sauri (2006: 139140) bahwa, faktor penunjang keberhasilan pembinaan karakter adalah faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Dalam pergaulan di lingkungan masyarakat akan selalu terjadi komunikasi saling mempengaruhi fikiranm sifat dan tingkah laku individu masyarakat sesuai dengan tingkatannya. 2. Tantangan Dari evaluasi terhadap fungsionalisme struktur dan kultur, kita dapat mengatakan bahwa. Pertama individu dan kelompok dalam masyarakat tidak sekadar bertindan voluntaristik berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat belaka. Individu dan kelompok lazim bertindak dalam suatu bentuk ‘pertukaran sosial’, terkecuali pada aspek kemurahan hati (generosity) dan altruisme dengan harapan mendapat karma baik (karmic virtue) dan altruisme nepotistik (nepotistic altruism) (Parry 1986) yang mempengaruhi tindakan individu, terlepas dari apakah dia memeluk atau tidak memeluk agama (bertauhidullah). Konsepsi kita pada Yang Kuasa adalah nilai-nilai Tauhidullah yang memungkinkan kita berhubungan dengan semua makna nilai-nilai dan pengertian akan tujuan hidup manusia sama. Kedua, realitas dunia pendidikan Indonesia rentan dengan tendensi prestise kekuasaan yang bernuansa politis dan struktur sehingga menjadi kultur seperti sentralisasi perumusan tujuan pendidikan, ligalitas formal kurikulum dan pemberlakuan Ujian Nasional (Firadaus A. 2013: 177121). Ketiga dunia global, bagian besar dari kehidupan kita yang berbasis secara lokal tekah menjadi semakin global karena imigrasi mentransformasikan komunitas lokal yang dahulu-homogen ke dalam komunitas-komunitas 146
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
global. Proses-proses globalisasi berfungsi sebagai oposisi terhadap yang diantisipasi. Alih-alih menerapkan homogenitas, komunitas-komunitas menekankan kebera gaman, menggunakan keanekaragaman sebagai alat un tuk pendiferensiasian produk dan menggunakan keanekaragaman lokal sebagai basis dalam membuat hubungan-hubungan global. Globalisasi fase terkini telah melongsorkan ‘negara kesejahteraan-intervensionis yang diperluas’, dan memperlemah ‘ranah kewarganegaraan’ (Kalidjernih 2011). Konseptualisasi nilai-nilai tauhidullah melalui pelatihan kecakapan hidup (life skill) telah merumuskan gagasan atau pokok-pokok pemikiran yang berlandaskan pada filosofis yang benar, sehingga seluruh kekuatan jiwa dan pikiran civitas pengelola mengarah kepada pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk manusia yang utuh (insan kamil). Pelaksanaan program pelatihan kecakapan hidup (life skill) berbasis nilai-nilai tauhidullah harus menggunakan fungsi-fungsi manajemen pendidikan, meliputi enam fungsi yang saling berhubungan secara sistematik yaitu perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, pembinaan, dan penilaian, dengan menggunakan prinsip-prinsip, strategi, metode dan pendekatan serta menggunakan langkah-langkah secara by design, bervariasi, terpadu, fokus, konsisten serta ragam pendekatan mulai dari pendekatan doktrin, telah kritis, perenungan, refleksi, latihan hingga pendekatan pembiasaan yang disetai dengan kesadaran dan keteladanan. Keteladanan menjadi prinsip dasar dalam proses internalisasi nilai-nilai tauhidullah yang menuntut terpenuhinya unsur-unsur pemahaman (kognisi), penghayatan (afeksi), dan perubahan perilaku Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
147
(psikomotor) sehingga terwujudlah karsa kuat pada pribadi warga belajar. Harapan, nilai tauhidullah pada pelaksana program pelatihan kecakapan hidup (life skill) metinya dapat secara sistematis, by design sehingga menumbuhkan kesadaran yang kuat untuk membangun pengertian, pemahaman dan penyadaran secara konseptualisasi dalam membentuk pola pikir rasional dalam membarukan roh hidup dan kehidupan, memperbaiki abad yang baik bagi kehidupan damai dan harmoni. Tantangan, adalah absurditas sistem pendidikan di Indonesia dan ketiadaan sanksi pengabdian bagi pemerintah. Dari penjelasan diatas secara konseptual pendidikan luar sekolah merupakan bagian integral dari pendidikan formal yang mengemban misi esensil sebagai pelengkap, penambah, penyempurna, pengganti, penyebar informasi, pengarah dan pelatih untuk mendidik menjadi manusia seutuhnya yakni sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (UU RI. No.20 tahun 2003) “Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pendidikan luar sekolah secara substantif dan fungsional melekat dalam semua aspek, unsur, jenis dan demensi tujuan tersebut. Hal ini merupakan fungsi komponen penting dalam evaluasi pendidikan luar sekolah untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah dicapai.
148
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
BAB XI EVALUASI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Pada bab bagian akhir ini dipaparkan tentang evaluasi pendidikan luar sekolah untuk melakukan penilaian dan atau pengukuran dan pembinaan dengan menerapkan fungsinya masing baik evaluasi kelembagaan, penyelenggara, program, proses pelaksanaan dan komponen-komponen evaluasi yang mencakup: masukan sarana, masukan mentah, masukan lingkungan, masukan lain, proses pembelajaran, keluaran, dan dampak dari pendidikan luar sekolah memiliki hubungan sistem dan subsistem yang konprehensif.
A. Konsep Dasar Evaluasi Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Ingris). Kata tersebut diserap ke dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Jadi, evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
149
(Suharsimi Arikunto, 2009: 1). Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation, dalam bahasa Arab Al-Taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti Penilaian. Akhir katanya Value dalam bahasa Arab Al-Qimah, dalam bahasa Indnesia adalah Nilai. Adapun dari segi istilah, sebagaimana yang di kemukakan oleh Darwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of someting (suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu) (Anas Sujiono, 2006:1) Evaluasi pada umumnya berarti kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi adalah proses mendeskripsikan , mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi juga da pat diartikan sebagai suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang telah dirumuskan. Untuk mendapatkan hasil dari proses pendidikan baik itu berhasil ataupun tidak dalam pendidikan luar sekolah, tentu saja memerlukan evaluasi. Apalagi pendidikan nonformal dalam perkembangan dunia modern sudah menjadi bagian terpenting dalam pendidikan. Baik sebagai pengganti bagi masyarakat yang tidak mendapat kesempatan atau menyelesaikan pendidikan formal, atau sebagai tambahan bagi warga didik yang sengaja menjadikan pendidikan informal sebagai penunjang, penambah, pelengkap pendidikan formal yang berfungsi untuk mengembangkan potensi warga didik atau peserta didik. 150
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Ralph Tyler (1950) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai, dan upaya mendokumentasikan kecocokan antara hasil belajar peserta didik dengan tujuan program. Syamsu Mappa (1984) mendefinisikan evaluasi program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menetapkan keberhasilan dan kegagalan suatu program pendidikan. Sedangkan Stake mengemukakan bahwa evaluasi program pendidikan berorientasi langsung pada kegiatan dalam pelaksanaan program dan evaluasi dilakukan untuk merespon pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai program tersebut. Berdasarkan berbagai pengertian sebagaimana dikemukakan di atas maka evaluasi program dapat didefinisikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisi dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. (Djudju Sudjana, 2006: 17-21) Secara singkat dapat dikemukakan bahwa evaluasi program bukan kegiatan untuk mencari kesalahan orang atau lembaga, mengetes, mengukur, atau memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan program. Evaluasi program mencakup pula pengukuran (measurement) terutama dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
151
menilai keluaran (output) dan pengaruh (outcome) program pendidikan luar sekolah. Pengaruh adalah manfaat yang dialami lulusan dalam peningkatan kesejahteraan dalam hidup, pembelajaran orang lain, dan partisipasinya dalam pembangunan masyarakat. Sejalan dengan pengertian di atas, Mugiadi (1980), menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan. (Djudju Sudjana, 2006). Bloom (1971) mengatakan evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataan terjadi perubahan dari siswa dan menetapkan sejauhmana tingkat perubahan dalam pribadi siswa. Sedangkan Cronbach (1982) mengartikan evaluasi adalah suatu seni. Tidak ada satu pun evaluasi yang sempurna, walau pun dilakukan dengan teknik yang berbeda. (Haryanto, 2008: 1-2). Jadi, evaluasi pendidikan luar sekolah merupakan kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasilnya di dalam sebuah sistem pendidikan yang baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya barbeda dengan sistem sekolah yang ada, dengan kata lain evaluasi program pendidikan luar sekolah merupakan salah satu fungsi manajemen program pendidikan luar sekolah yang mana kegiatan evaluasinya dapat dilakukan pada saat sebelum, sedang atau setelah program pendidikan luar sekolah dilaksanakan. 152
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Evaluasi program pendidikan luar sekolah sangat berkaitan erat dengan manajemen pendidikan luar sekolah karena manajemen pendidikan luar disusun secara terencana sesuai dengan satuan, jenis, dan lingkup pendidikan luar sekolah. Manajemen pendidikan luar sekolah ini memuat program yang disusun secara sistemik, yang salah satu komponen pentingnya adalah evaluasi.
B. Karakteristik Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah Sesuai dengan pendapat Steele (1977) evaluasi program pendidikan luar sekolah memiliki tujuh karakteristik (Djudju Sudjana 2006), yaitu: 1. Evaluasi program pendidikan luar sekolah lebih mengutamakan proses kegiatan yang bersifat umum, bukan kegiatan yang bersifat khusus. 2. Evaluasi program lebih luas dari pada pemeriksaan terhadap pencapaian tujuan program. 3. Evaluasi program lebih luas dibandingkan dengan evaluasi hasil program. Hasil program pendidikan luar sekolah terdiri atas kualitas dan kuantitas lulusan. Kualitas lulusan telah dibicarakan sebelumnya yaitu perubahan prilaku lulusan dan pengaruh pembelajaran bagi diri lulusan dan masyarakat. 4. Evaluasi program lebih luas dari pada evaluasi proses pembelajaran. Dalam interaksi ini pendidik membelajarkan peserta didik yaitu membantu peserta untuk didik melakukan kegiatan belajar, serta bagaimana kegiatan peserta didik dalam belajar. 5. Evaluasi program berbeda dengan penelitian evaluatif terhadap program dan penelitian program. Penelitian evaluatif merupakan gabungan antara penelitian dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 153
evaluasi, bukan murni penelitian dan bukan pula murni evaluasi program. 6. Evaluasi program merupakan alat dalam manajemen atau sebagai fungsi manajemen program. Fungsifingsi manajemen lainnya adalah perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, dan pengembangan. 7. Evaluasi program lebih berpusat pada manusia yang terlibat dalam dan terkait dengan program. Kendati yang dievaluasi adalah lembaga penyelenggara atau pelaksanaan program, yang menjadi responden dalam evaluasi tersebut adalah orang-orang yang menyelenggarakan, mengolah, dan melaksanakan program atau masyarakat yang terkena dampak program pendidikan luar sekolah.
C. Tujuan Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah Tujuan adalah unsur yang sangat penting dalam evaluasi program pendidikan luar sekolah. Tujuan evaluasi berfungsi sebagai pengarah kegiatan evaluasi program dan sebagai acuan untuk mengetahui efisien dan efektifitas kegiatan evaluasi program.Tujuan evaluasi program pendidikan luar sekolah bermacam ragam, diantaranya: 1. Memberi masukan untuk perencanaan program. Pada umumnya evaluasi program pendidikan luar sekolah dimulai setelah ada keputusan tentang penyelenggaraan program, seperti program pendidikan anak usia dini, program pendidikan keaksaraan, program pendidikan kesetaraan, program kursus, program pelatihan, program majelis taklim, program kepemudaan, program pendidikan perempuan, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 154
program pendidikan usia lanjut, dan sebagainya. Perencanaan program adalah kegiatan pengelolah bersama orang lain atau melalui orang lain, baik perorangan maupun kelompok, untuk meyusun program pendidikan luar sekolah. 2. Memberi masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian program. Tujuan ini biasanya dicapai melalui evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan pada saat program dilaksanakan. Adapun evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir, termasuk kedalamnya adalah evaluasi terhadap pengaruh program (summative or impact evaluaton). Evaluator sering berpendapat bahwa tujuan inilah yang perlu diutamakan dalam evaluasi program pendidikan luar sekolah. 3. Memberi masukan untuk modifikasi program. Tujuan evaluasi program ini timbul dalam evaluasi formatif. Titik berat evaluasi program adalah upaya mendeskrifsikan proses pelaksanaan program, bukan hasil program. 4. Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat program. Kehendak untuk mengadakan evaluasi program muncul apabila pengambil keputusan menganggap perlu untuk menghimpun faktor-faktor pendukung dan penghambat kelangsungan program. Evaluasi ini pun dilakukan untuk menghimpun data mengenai alasan-alasan yang dapat dipertimbangkan untuk menghentikan program sehingga biaya dan daya dukung lainnya dapat digunakan untuk melaksanakan program baru atau kegiatan lainnya. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
155
5. Memberi masukan untuk motivasi dan pembinaan pengelola dan pelaksanaan program. Pengelola dan pelaksana program yang telah diorganisasi perlu dimotivasi sehingga mereka dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan kriteria yang telah direncanakan. Dengan motivasi diharapkan agar pengelola dan pelaksana program dapat menampilkan kinerja yang tinggi. 6. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan bagi evaluasi program. Orientasi pada pengambilan keputusan tidak berarti bahwa evaluasi program mengabaikan pengumpulan data yang berkaitan dengan keilmuan yang mendasari evaluasi program. Landasan keilmuan dapat diambil dari ilmu-ilmu pengetahuan sosial, ilmu-ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu humaniora, dan/atau ilmu pendidikan sendiri.
D. Unsur-Unsur yang dievaluasi dalam Program Pendidikan Luar Sekolah Banyak pakar evaluasi yang membahas berbagai unsur, variabel, dimensi, indikator atau atribut pendidikan luar sekolah yang menjadi sasaran atau objek evaluasi program. Aspek-aspek sistem dalam program yang dievaluasi mencakup komponen, proses dan tujuan program. Unsur-unsur manajemen program yang dievaluasi adalah perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, pembinaan penilaian, dan pengembangan. Unsur-unsur yang yang berkaitan dengan daya dukung mencakup landasan keilmuan, kemitraan, dan serta peran serta masyarakat Aspek-aspek yang dievaluasi berdasarkan program pendidikan luar sekolah secara otomatis terdiri dari enam Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa 156
komponen: 1. Masukan lingkungan, terdiri atas lingkungan alam, sosial, budaya, dan lingkungan kelembagaan. 2. Masukan sarana, mencakup kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya. 3. Proses, interaksi eduksi antara pendidik dan peserta didik melalui proses pembelajaran. 4. Tujuan yang mencakup keluarga dan pengaruh, dampak positif bagi peningkatan kesejateraan hidup lulusan melalui buah fikir, harta benda, keterampilan dan tenaga. Aspek-aspek yang di evaluasi berdasarkan fungsifungsi manajemen pendidikan luar sekolah adalah: 1. Perencanaan, merupakan kegiatan menyusun program 2. Pengorganisasian, mencakup penyususnan organisasi yang terdiri dari atas sumber daya non-manusia untuk melaksanakan program. 3. Penggerakan, berhubungan dengan upaya motivasi supaya sumber daya manusia sebagai pelaksana program melakukan kegiatan sebagaimana telah direncanakan. 4. Pembinaan, yang meliputi kegiatan pengawasan, superpisi dan pemantauan. 5. Penilaian, berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan tentang program. 6. Pengembangan, atau tindak lanjut program sesuai dengan keputusan berdasarkan masukan hasil evaluasi. Menurut Syamsu Mappa (1984) mengambarkan aspek-aspek yang dinilai ialah komponen program dan peyelengaraan program. Pelenggaraan program mencakup kelembagaan, perencanaan, pelaksaan, pembinaan, efisiensi, evektifitas, dampak dan keseluruhan program. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
157
Unsur-unsur atau aspek-aspek program pendidikan luar sekolah yang akan dinilai dapat dilihat dari berbagai segi sesuai dengan penggolongan yang dilakukan para pakar evaluasi. Grotelueschen (1976) membagi aspek-aspek yang dinilai ke dalam tiga kategori yaitu: Titik berat program (program emphases), sumber-sumber program (program resources), dan dampak yang ditimbulkan program (program out comes). (Djudju Sudjana 2006). Titik berat program berkaitan dengan upaya penentuan prioritas unsur-unsur program yang termasuk ke dalam komponen, proses atau tujuan program. Sumbersumber program mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam dan lingkungan, kebijakan dan peraturan, dan kerjasama antara penyelenggara program. Perolehan program meliputi keluaran yaitu perubahan prilaku peserta didikam dan lulusan, serta pengaruh program bagi peningkatan kesejahteraan peserta didik atau lulusan, pembelajaran orang lain, dan partisipasi lulusan dalm pembangunan masyarakat. Pada penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa kegiatan pendidikan luar sekolah evaluasi dilakukan lebih berusaha mengutamakan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan warga belajar dalam pendidikan tertentu dan adanya relevansi dengan kebutuhan masyarakat, dunia kerja atau kegiatan usaha yang ada di masyarakat sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikannya yang dapat dihargai setara oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah dengan mengacu standar pendidikan nasional. 158
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono, 2006.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Achmad, F., 2013. Manusia: Makhluk Dimensional. Pontianak: STAIN Pontianak Press. Akbar S., 1999. Prinsip-prinsip dan Faktor-faktor Percepatan Proses Internalisasi nilai Kewirausahaan. Disertasi Doktor PPS IKIP Bandung. Tidak diterbitkan. Allport, G.W., 1964. Pattern and Growth in Personality. New York: Holt, Renehart and Winston Gross Cultural Psychology, Vol. 5). Al-Falimbani. 1995. Sairu as-Shalihin, I. Terjemahan Abu Hanifah. Jakarta: Dewi Sari. Al-Fauzan, S. F, 2012. Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Qura. Al-Ghazali, 1968. Ihya’ Ulumuddin. Terjemahan Ismail Yakob. Semarang: Fauzan. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
159
____________, 2002. 40 Prinsip Agama. Bandung: Pustaka Hidayah. Al-Haq, M.U.J, 2006. Syahadatain: Syarat utama Tegaknya Syariat Islam. Bandung: Bina Biladi Press. Al-Razi, F., 2011. Kecerdasan Bertauhid. Jakarta: Zaman. Alwasila, A.V., 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: Kiblat Buku Utama Anyang, YC. Tambun. 1998. Kebudayaan dan Perubahan Daya Tahan Kalimantan dalam Arus Modernisasi. Jakarta: Grasindo dan KITLV. Asy’arie, M., 1992. Manusia Pembentuk kebudayaan dalam Al-Quran. Yogyakarta: LESFI. At-Tamimi, M., 2000. Kitab Tauhid. Jakarta: Yayasan Al-Sofwa. ___________________, 2009. Kitab Tauhid: Pemurnian Ibadah Kepada Allah. Jakarta: Darul Haq. Al-Attas, Syed M. Naquib, 1969. Preliminary Statement on General Theory of Islamization of Malay-Indonesia Archipelago. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Azra. A., 1999. Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana & Kekuasaan Bandung: Remaja Rosdakarya. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2007.Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal,Jakarta. Bakar, O., 2008. Tauhid dan Sains Perspektif Islam Tentang Agama dan Sains, Bandung: Pustaka Hidayah. Bandura A., 1977. Sosial Learning Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 160
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Berten, K., 1999. Etika. Seri Filsafat Amajaya. Jakarta: Gramedia. Biklen & Bogdan, 1982. Qualitative Research for Education. New York: Albany Adison Wesly. Bloom. B.S., Hastings, J.T., 1971. Handbook, on Formative and Summative Evaluation of Stuudent Learning. New York: Mc Graw Hill. Budimansyah, D., 2010. Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press. Bungin, B., 2001. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. Chaplin, J.P., 1997. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dahlan, A.A., 1993.“Pengajaran Tentang Tuhan dan Alam: Paham Tawhid Ibn’Arabi”,dalam Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Nomor 5. Vol IV.Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) dan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Dahlan, MJ, 1990. Model-Model Mengajar: Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Diponegoro. Davies, Eddie., 2005. The Traning Manager’s A Handbook: The Art of Training and Develompent. London: Kogan Page Limited 120 Pentonville Road. DEPAG RI, 1998. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta :Depag RI. Djahiri, A. K., 1996. Menelusuri Dunia Afektif. Pendidikan Nilai Moral. Edisi Pembaharuan. Seri Pendidikan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
161
Nilai. Bandung: IKIP. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal, 2006.Konsep dan Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Jakarta. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006. Undang-Undang dan Peraturan pemerintahan RI Tentang Pendidikan. Jakarta: Ikhlas Beramal. Djuju Sudjana, 1993. Metode dan Teknik Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah.Bandung: Nusantara Press. -------------------, 1996.Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafah dan Teori Pendukung Asas. Bandung: Nusantara Press. -------------------, 2004.Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah. -------------------, 2006.Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. -------------------, 2010.Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah. -------------------, 2010.Pendidikan Nonformal (Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung, Asas). Bandung: Falah Production. El-Mubarok, Z., 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Eitzen Stanley D. and Maxine Baca Zinn, 1991.In conflict and order :Understanding society. Boton : Allyn and Bacon. 162
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Fahrul Razi, 2009. Sejarah Kebudayaan Islam. Pontianak: Stain Pontianak Press. Faisal Sanapiah, 1981. Pendidikan Luar Sekolah didalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan Nasional. Surabaya: Usaha Nasional. Flippo, Edwin. B., 1995. Principles of Personnel Management. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc. New York – Toronto, London. Frankel, J.R., 1977. How to Teach Values: An Analytic Approach. San Fransisco USAL Prentice Hall. Ginanjar K., 1996. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Hariansyah, dkk. 2009. Aqidah Akhlak. Pontianak: Stain Pontianak Press. Haryanto, 2008.Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Hakam, K.A., 2000. Pendidikan Nilai. Bandung: MKDU Press. Henry, N.B., 1952. The Fifty-First Yearbook of the National Society for the Study of Education: Part one General Education. Chicago: The University of Chicago Press. Hersh, R.H., Miller, J.P., and Fielding, G.D., 1980. Models of Moral Eduacation: An Appraisal. New York: Longman Inc. Ibrahim, R., 2009. Pendidikan Nilai dalam Pluralitas: Upaya Membangun Solidaritas Sosial, INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. STAIN Purwokerto. Vol. 12 No. 3. Irfan M,M. (2000), Teologi Pendidikan: Tauhid sebagai ParadigPendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
163
ma Pendidikan Islam. Jakarta; Friska Agung Insani. Jailani S.A.Q, 2010. Fathur Robbani. Terj. Jakarta Darul Falah. Jalaluddin dan Idi, A., 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Jalal F., 2009. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keterampilan Hidup Pendidikan Nonformal. Jakarta: Direktorat Pendidikan Nonformal Johnson, Doyle Paul, 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terj. Jilid.1 dan Jilid.2.Jakarta: Gramedia. J. Drost, 2003. Proses Pembelajaran sebagai Proses Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia. Kamil, M., 2002. Model Pembelajaram Magang bagi Peningkatan Kemandirian Warga Belajar, Disertasi. Bandung: PPS UPI. ______________, 2010. Model Pendidikan dan Latihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta. Kant, I, 1996. Critique of Practical Reason, Terjemahan: T.K. Abbot. New York: Prometheus Books. Kalidjernih, F.K, 2011. Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan, Edisi 3. Bandung: Widya Aksara Press. Khamenei, I., 2011. Mendaras Tauhid Mengejar Kenabian. Jakarta: Al-Huda. Knoles, Malcon, 1984. The Adult Learner: A Neglected Spectes. Houston: Gulf Publishing Company Book Devition. Koentjaraningrat, 1985. Kebudayaan of Educational Objectives. London: Longman Group. 164
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Kupperman, JJ., 1983. The Foundation of Morality. London: George Allen & Unwin. Kurniawan, Syamsul, 2009. Pendidikan di Mata Soekarno, Modernisasi Pendidikan Islam dalam Pemikiran Seokarno, Jakarta, Ar-Ruzz Media. Kelvin Seifert, 2007.Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Jogjakarta: Ircisod. Khausik Basu and James E. Foster.1998.In Measuring Literacy, World Education Research- Working Paper, October 1998. Kurdie Syuaeb, 2002. Pendidikan Luar Sekolah. Cirebon: Alawiyah. Langgulung, H, 1995. Manusia dan Pendidikan: Sebuah Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Al-Husna. Maftuh, B., 2008. Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung: Maulana. _______________, 2009. Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. Bandung: Yasindo Multi Aspek. Majid, A. dan Andayani, D., 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Madjid, N., 2010. MasyarakatReligius: Membumikan Nilainilai Islam dalam Kehidupan. Jakarta: Dian Rakyat. _______________,1992. Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. Maslow, 1954. Motivation and Personality. New York: Harper and Brother. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
165
Maududi, A.A., 2005. Dasar-dasar Iman. Bandung: Pustaka. Marji, A. R., 1989. Meluruskan Tauhid Kembal ke Akidah. Bandung: Prisma Press Salaf. Maxwell, Allen R., 2005. The Cultural Contruction of Danger in Brunei. Kertas Kerja pada Persidangan Antarbangsa The Languages and Literatures of Western Borneo: 144 Years Research, Bangi. 31 Januari-2 Februari. Matclaf, L.E. (ed)., 1997. Value Education: Rationale, Strategies, andl Procedures. Washington: National Council for The Social Studies. M. Buchari, 1983. Evaluasi Dalam Pendidikan. Bandung: Jermars. Muhaimin, 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _____________, 1996, Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media. Muhammad, A., 2004. Dari Teologi Ke Ideologi: Telaah Atas Metode dan Pemikiran Teologi Sayyid Quthb. Bandung: Pena Merah. Muhammad A.R., 2010. Akulturasi Nilai-Nilai Persaudaraan Islam Model Dayah Aceh. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Muhammad, 1986. Tauhid. Bandung: Dunia Ilmu. Muhyidin, A. 2002. Dakwah dalam Al-Quran. Jakarta: Disertasi PPS UIN Jakarta, Tidak Diterbitkan. Mujib A., 1999. Fitrah dan Kepribadian Islam-Sebuah Pendekatan Psikologi. Jakarta:Darul Falah. 166
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Mulyana R., 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai., Bandung: Alfabeta. Mustofa, A., 2006. Dzikir Tauhid. Surabaya: PADMA Press. Mustaka Kamil, 2009. Pendidikan Non Formal. Bandung: Alfabeta --------------------, 2010.Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi), Bandung: Alfabeta. Nasution, S., 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung. Tarsito. Natsir, N.F. dkk., 2008. Panduan Keilmuan UIN: Wahyu Memandu Ilmu. Bandung: Gunung Djati Press. Ngalim Purwanto, 2000. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung. Remaja Rosdakarya. Nuryanis, dkk, 2003.Pendidikan Luar Sekolah (Kontribusi Ditpenamas dalam Pencapaian Tujuan Pendidkan Nasional). Jakarta: Depag RI. Oemar Hamalik, 1994. Kurikulum dan Pembelajaran.Bandung: Bumi Aksara. Parson, T. 1992. Essays in Sociological Theory. New York: Light and Life Publisher. Permadi, K., 1995. Iman dan Takwa Menurut Al-Quran. Jakarta: Rineka Cipta. Phenix, P.H., 1964. Realism of Meaning Philosophy of The Curriculum for General Education, New York: Mc Graw Hill Book Company. Pramuji Wibowo, 2010.Pengembangan Program Kewirausahaan PKBM Berazaskan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dan Mitra Kerja di PKBM Tambo.Lumajang. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
167
Rahmat D., 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama. Rahman, F. (1983). Tema Pokok Al-Quran. Bandung: Pustaka. Raths, Louis. E; Harmink, Merill; Simon, Sidney, 1978. Values and Teaching: Working with Valurs in The Classroom. Second Edition. Sydney: Charles E. Merrill Publishing Company. Robson., 1995. Real Word Research: A Resource for Social Scientists and Practitioner Researchers. Oxford: Blackwell Rokeach, M., 1973. The Nature of Human Value. New York: The Free Press.
Rosemberg Marc J. 2001. E- Learning Strategies for Delivery Knowledge in the digital Age, New York: Mc Graw Hill Companies Inc.
Rustam, dkk. 2009. Al-Quran Hadits. Pontianak: Stain Pontianak Press. Sauri, S., 2006. Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo. -----------. 2006. Membangun Komunikasi Dalam Keluarga: Kajian Nilai Religi, Sosial, Dan Edukatif. Bandung: Ganesindo. -----------, 2011. Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizki Press. Sarbini A., 2011. Pengembangan Model Pendidikan Nilai Tauhid dalam Membentuk Kader Da’i Profesional di Lembaga Pendidikan Tinggi Dakwah, Disertasi. Bandung: Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI, tidak diterbitkan. 168
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Sellato, 2000. Innermost Borneo: Studies In Dayak Culture. Paris: Seven Orients & Singapore University Press. Siagian, 1996. Kewirausahaan Indonesia: Dengan Semangat 178-45. Jakarta: Puslatpenkop dan PK. Shaleh Anwar, 1996. Dasar-dasar Pendidikan (Jalur Sekolah dan Luar Sekolah). Medan: Jabal Rahmat. Shaver, J.P. dan Strong, W., 1982. Faching Value Decisions Rationale-Building for Teachers. New York: Teachers College. Sholeh, M., 1993. Telaah Nilai-Nilai Al-Ghazali Sebagai Satu Alternatif Pendekatan Konseling. Tesis PPS IKIP Malang. Tidak Diterbitkan. Soelaiman Joesoef, dkk, 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional. -----------------------, 2008.Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara. Soelaiman, M.I., 1988. Suatu Telaah tentang Manusia-Religi-Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Dirjen Dikti. Somad, M.A., 2007. Pengembangan Model Pembinaan NilaiNilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah (Studi Kasus Di SMAN 2 Bandung): Disertasi. Bandung: Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI, tidak diterbitkan. Tidak diterbitkan. Skeat, W.W. 1967. Malay Magic: being An Introduction to The Folklore and Popular Relifion of the Malay Peninsula. New York: Dover Publication. [First Published 1900]
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
169
Suharsimi Arikunto, dkk. 2009. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sutaryat Trisnamansyah, 1986. Pendidikan Luar Sekolah (Universitas Terbuka). Jakarta: Karunia. Sujana D., 1993. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:Nusantara Press. ________________, 1996. Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafa & Teori Pendidikan Asas. Bandung: Nusantara Press. __________________, 2000. Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fallah Production. ___________________, 2007. Sistem dan Manajemen Pelatihan, Teori dan Aplikasi: Bandung: Falah Production. Sudjana, N dan Riva’I A., 2001. Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru. Suhrawardi U. S. S., 1998. Awaarif Al-Ma’raarif: Sebuah Buku Daras Klasik Tasawuf. Penterjemah: Ilmu Nugrahani Ismail. Bandung:PustakaHidayah. Sumaatmadja N., 1981. Goegrafi Pembangunan Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Jakarta: DIKTI P2LPTK. _______________________, 2002. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi.. Bandung: Alfabeta. Sumantru, E., 2009. Handout Bahan Kuliah Nilai Moral Ipoleksosbud dalam Pendidikan Nilai/ PU. Bandung: SPs Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Supriatna, U., 2010. Model Implementasi Nilai-Nilai Akkhlak Karimah Sebagai Upaya Merealisasikan Motto Gerbang 170
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
Marhamah di Sekolah: Disertasi. Bandung: Prodi Pendidikan Umum/Nilai UPI, Tidak diterbitkan. Tidak diterbitkan. Suseno, FM., 1987. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok FIlsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. _________________, 2003. Dalam bayangan Lenin: Enam Pemikiran Marxisme dari Lenin Sampi Tan Malaka. Jakarta: Gramedia. Slameto, 1988.Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Syarif, 2011. Tafsir Tarbawi, Mengenal Ontologi Agama Berbasis Hikmah, Pontianak: P3M STAIN Pontianak Pess. Syarif, 2011. Tafsir Tarbawi, Mengenal Ontologi Agama Berbasis Hikmah, Pontianak: P3M STAIN Pontianak Pess. Syaiful Sagala, 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Tim Penyusun Kamus, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonseia. Jakarta: Balai Pustaka. Tim Redaksi FOKUSMEDIA. 2008. Undang-Undang Guru dan Dosen. Bandung: Fokusmedia. Trisnamansyah S., 1984. Perubahan Sikap dan Perubahan Sosial dalam Konteks Pembangunan dan Modernisasi. Disetasi Doktor PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Tony Bush, dkk, 2006. Leadership and Strategic Management in Educaton. Jogjakarta: Ircisad Umberto Sihombing, 1999. Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan. Jakarta: Mahkota. UNESCO, 2000. Continuing Education: Bangkok: New PolPendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa
171
icies and Directions, Unesco Principal Regional Office. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Van Kassel, 0., 1850. Statistieke Aanteekeninge Omtrent het Stroomgebied der rivier Kapoeas, Wester-Afdeeling Van Borneo. Indisch Archief: Tijdschrift vor de Indien. Wahab, Aziz, 2007. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Winecoff, Herbert Larry & Bufford, C., 1987. Toward Improved Instruction, A Curriculu, Development Hand Book for Instruction School, AISA. W. Gulo, 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Yapandi, 2013. Internalisasi Nilai-nilai Tauhidullah Melalui Pelatihan Kecakapan Hidup Pada Komunitas Muallaf di Kubu Raya Kalimantan Barat. Desertasi UPI. Bandung Yapandi dan Budiman, 2009. Kapita Selekta Kebijakan Pendidikan, Pontianak: STAIN Pontianak Press. Zainal Aqib, dkk, 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: Yrsms Widya. Zubaedi, 2011. Desain pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zuchdi, D., 2008. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
172
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Mendidik Untuk Membangun Karakter Bangsa