Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan Keputusan DIRJEN DIKTI No. 43/ DIKTI/ Kep/ 2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah dirumuskan sebagai visa, misi dan kopetensi sebagai berikut. Visi pendidikan kewarganegaraan di perguran tinggiadalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasisiwa memantapkan kepribadianya sebagai manusia seutuhnya. Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadianya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
1
Kopetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuwan dan professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis dan berkeadaban. Selain itu kopetensi yang diharapkan agar mahasiswa menjadi warganegara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan system pancasila.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 2 2
Landasan Ilmiah a. Dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 3) 3
b. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan Setiap ilmu harus memiliki syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem, dan bersifat universal.objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari pendidikan kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warganegara baik empirik maupun nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warganegara dan negara dan segi pembelaan negara.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 3) 4
c. Rumpun Keilmuan Pendidikan kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan civics education yang dikenal diberbagai negara. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembanganya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejara perjuangan bangsa dan ilmu budaya.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 4) 5
Landasan Hukum a. UUD 1945 1) pembukaan UUD 1945, khusus pada alinea kedua dan keempat, yang memuat cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa indonesia tentang kemerdekaan. 2) Pasal 27 (1) menyatakan bahwa ”segala warganegara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya”. 3) Pasal 30 (1) menyatakan bahwa ”tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. 4) Pasal 31 (1) menyatak bahwa ”tiap-tiap warganegara berhak mendapatkan pengajaran. b. Ketetapan MPR No.II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Halauan Negara
6
c. Undang-undang No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan Keamanan Republik Indonesia (Jo. UU No. 1 Tahun 1988) 1) Dalam pasal 18 (a) disebutkan bahwa hak kewajiban warganegara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan Bela Negara sebagian tak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional. 2) Dalam pasal 19 (2) disebutkan bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warganegara dan dilaksanakan secara bertahap. Tahap awal pada tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah ada dalam gerakan pramuka. Tahap lanjutan pada tingkat pendidikan tinggi ada dalam bentuk Pendidikan Kewiraan.
7
d. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan berdasarkan keputusan menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/200 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil belajar Mahasiswa dan Nomor 45/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi telah ditetapkan bahwa pendidikan Agama, Pendidikan Bahasa dan Pendidikan kewarganegaraan merupakan kelompok matakuliah pengemabangan kepribadian, yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi / kelompok program studi. e. Adapun pelaksanaanya berdasarkan surat keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Nomor 43/DIKTI/Kep/2006, yang memuat rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 5) 8
Pengertian Filsafat Secara etimologis sitilah filsafat berasal dari bahasa yunani ”Philein” yang artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom. Jadi secara harifah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya di bawah naungan filsafat. Jadi manusia dalam kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap paling benar, paling baik, dan membawa kesejahtraan dalam kehidupanya, dan pilihan manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya itulah yang disebut filsafat. Pilihan manusia atau bangsa dalam menentukan tujuan hidupnya ini dalam rangka untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupanya.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 7) 9
Filsafat Sebagai Produk a. pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsul pada zaman dahulu, teori sistem atau pandangan tertentu, yang merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang diahadapi oleh menusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat sebagai proses yang dinamis). c.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 8) 10
Filsafat Sebagai Suatu Proses Filsafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma yang hanya diyakini ditekuni dan dipahami sebagai suatu sistem nilai tertentu, tetapi lebih merupakan suatu aktifitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode tersendiri.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 8) 11
Pancasila Sebagai Suatu Sistem Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem ialah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasi oleh sila-sila lainya.secara demikian ini maka pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktrur yang menyeluruh.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 9) Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal 12
Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengertian matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila dari pancasila dalam urut-urutan luas dan juga dalam hal sifatsifatnya. Jika dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya. Jika urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga pancasila merupakan suatu kesatuan keseluruhan yang bulat. Andai kata urut-urutan itu dipandang sebagai tidak mutlak. Diantara satu sila dengan sila yang lainnya tidak ada sangkut pautnya, maka pancasila itu menjadi terpecah pecah, oleh karena itu tidak daat dipergunakan sebagai suatu asas kerohanian bagi negara.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 10) Kesatuan sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi 13
Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubunganya saling mengisi atau mengkualifikasi dalm rangka hubungan hierarkhis piramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan diatas mengandung empat sila lainya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkhis tersebut diatas.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 12) Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat 14
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 13) Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila 15
Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropoligis. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasia adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 13) Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila 16
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasia. Oleh karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 15) Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila 17
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 18) Teori Nilai 18
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertia serta haerarki nilai.Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang serta bagaimana hubungan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan itu.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 19) 19
Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan nilainilai yang mengenakan dan tidak mengenakan (Die Wartreihe des Angnehmen und Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. 2. Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan. 3. Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4. Nilai-nilai kerokhanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci (wermodalitas des heiligen und unheiligen). Nilai-nilaisemacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. (Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 20) 20
Notonegoro membagi nilai menjadi tiga yaitu: 1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiata atau aktivitas. 3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 20) 21
Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem Isi arti sila-sila pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas, hakekat Pancasila yang umum universal yang merupakan subtansi sila-sila pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yaitu bersifat umum kolektif serta aktualisasi pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit dalam berbagai bidang kehidupan. Hakikat sila-sila pancasila (substansi pancasila) adalah merupakan nilai-nilai,sebagai pedoman negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi kongkrit pancasila.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 22) 22
Identitas Nasional Istila identitas nasional secara terminologis adah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai denga keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula hal ini juga sangat ditentuka oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.Berdasarkan hakikat pengertian “identitas Nasional” sebagai mana dijelaskan diatas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut kepribadian suatu bangsa.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 43) 23
Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional tersebut. Adapun Faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional bangsa Indonesia meliputi 1) faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis, 2) faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 49) 24
Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakanlah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Para pendiri negara menyadari akan pentingnya dasar filsafat ini, kemudian melakukan suatu penyelidikan yang dilakukan oleh BPUPKI. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia, yang kemudia diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu pancasila. Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber kepada kepribadiannya sendiri.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 51) 25
DEMOKRASI INDONESIA Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani, “demos” berarti rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (goverment of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai pemerintah atau kekuasaan dari rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi diberbagai Negara di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruhi oleh cirri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 55) 26
Bentuk-bentuk Demokrasi Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pertama, formal democacy dan kedua, subtansive democracy, yaitu menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan. Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai negara. Dalam suatu negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial atau parlementer.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 60) 27
Sistem Presidensial Sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung , sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan pemerintahan) sepenuhnya berada ditangan presiden. Oleh karena itu presiden adalah merupakan kepala eksekutif dan sekaligus menjadi kepala negara. Presiden adalah penguasa dan sekaligus sebagai simbol kepemimpinan negara. Sistem demokrasi ini sebagaimana diterapkan di negara Amerika dan negara Indonesia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 60) 28
Sistem Parlementer Sistem ini menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif (Head of goverment) adalah berada ditangan seorang perdana menteri. Adapun kaapala negara (head of state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di negara inggris atau ada pula yang berada pada soerang presiden misalnya India.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 60) 29
Demokrasi Perwakilan Liberal Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 61) Demokrasi Satu Partai dan Komunisme 30
Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di negara komunis seperti, Rusia, China, Vietnamdan lainya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalis yang menguasai dunia.menurut demokrasi ini masyarakat tersusun atas komunitas-komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil ini mengatur urusan mereka sendiri, yang akan memilih wakil-wakil untuk unit-unit administratif yang besr misalnya distrik atau kota. Unit-unit administratif yang lebih besar ini kemudian akan memilih calon-calon administratif yang lebih besar lagi yang sering diistilahkan dengan delegasi nasional.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 62) Perkembangan Demokrasi di Indonesia 31
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode: a. periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan peran parlemen serta partai-partai. Pada masa ini kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR. Akibatnya persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan. b. Periode 1959-1965, masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dab menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai unsur sosial-politik, semakin meluas.
c. Periode 1966-1998, masa demokrasi pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landsan formal 32
periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa demokrasi terpimpin. Namun dalam perkembanganya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga negara yang lain. d. Peride 1999-sekarang, masa demokrasi pancasila era roformasi dengan berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 63) Pengertian Demkrasi Menurut UUD 1945 33
a. Seminar Angkatan Darat (Agustus 1966) 1. Bidang Politik dan Konstitusional Demokrasi Indonesia seperti yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 berarti menegakan kembali asas-asas negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak-hak asasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional. Dalam rangka ini perlu diusahakan supaya lembaga-lembaga dan tata kerja Orde Baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 64) 2.
Bidang Ekonomi 34
Demokrasi ekonomi sesuai dengan asas-asas yang menjiwai ketentuanketentuan mengenai ekonomi dalam UUD 1945 yang pada hakikatnya berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara yang antara lain mencakup : a. Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan ) negara. b. Koperasi. c. Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaanya. d. Peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta perlindungan.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 65) b. Munas III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966) 35
Asas Negara hukum Pancasila mengandung prinsip: 1) Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kurtural dan pendidikan. 2) Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatau kekuasaan / kekuatan lain apapun. 3) Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakanya.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 65) c. Simposium Hak-hak Asasi Manusia (juni 1967) 36
Apapun predikat yang akan diberikan kepada demokrasi kita, maka demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggung jawab, artinya demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab terhadap Tuhan dan sesama kita. Berhubung dengan keharusan kita ditahun-tahun yang akan datang untuk memperkembangkan ”arapidly ex, panding economy” maka disamping pemerintah yang kuat dan berwibawa, diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatankekuatan yang mendukung. Untuk itu diperlukan kebebasan politik yang sebesar mungkin.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 65) Penjabaran Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia pasca Amandemen 2002 37
Berdasarkan ciri-ciri sistem demokrasi tersebut maka penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 sebagai ”Statsfundamentalnorm” yaitu ”...suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...” (Ayat 2), selanjutnya didalam penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara angka romawi II dijelaskan ”kedaulatan Rakyat..” Rumusan kedaulatan di tangan rakyat menunjukan bahwa kedudukan rakyatlah yang tertinggi dan paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan negara dan sebagai tujuan kekuasaan negara. Oleh karena itu rakyat adalah merupakan pradigma sentral kekuasaan negara.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 70) Konsep Kekuasaan
38
Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut: 1) Kekuasaan di Tangan Rakyat a. Pembukaan UUD Alinea IV ”....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakya....” b. Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 ”Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan ” (pokok pikiran III)
c. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (1) 39
”nagara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik” kemudian penjelasan terhadap pasal ini UUD 1945 menyebutkan : Menetapkan bentuk kesatuan dan Republik mengandung isi Pokok Pikiran Kedaulatan Rakyat. d. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) ”kedaulatan ialah di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD ” Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan tertinggi atau kedauatan tertinggi adalah di tangan rakyat dan realisasinya diatur dalam UUD Negara. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dalakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 70) Pembagian Kekuasaan 40
a. Kekuasaan Eksekutif, didelegasilan kepada presiden (pasal 4 ayat 1 UUD 1945) b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada presiden dan DPR dan DPRD (pasal5) ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945) c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945) d. Kekuasaan inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD 1945 pasal 20 Ayat 1. e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan konsultatif, yang dalam UUD lama didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pasal 16 UUD 1945.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 71) Pembatasan Kekuasaan 41
Pembatasan kekuasaan menurut konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui proses atau mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai berikut: 1. pasal 1 ayat 2 UUD 1945 : kedaulatan ditangan rakyat ... kedaulatan politik rakyat dilaksanakan lewat pemilu nuntuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali. 2. Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan melakukan perubahan terhadap UUD, melantik presiden dan wakil presiden, serta melakukan impeachment terhadap presiden jikalau melanggar konstitusi. 3. Pasal 20 A ayat (1) memuat : Dewan perwakilan rakyat memiliki fungsi pengawasan, yang berarti melakukan pengawasan terhadap jalanya pemerintahan yang dijalankan oleh presiden dalam jangka waktu 5 tahun. 4. Rakyat kembali mengadakan pemilu setelah membentuk MPR dan DPR.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 72) Konsep Pengambilan Keputusan 42
Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut: 1. Penjelasan UUD 1945 tentang pokok pikiran ke III, yaitu ...Oleh karena itu sistem negara yang terbntuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/ perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. 2. Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak. Misalnya pasal 7B ayat 7.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 73) Konsep Pengawasan 43
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut: 1. Pasal 1 ayat (2) ”kedaulatan adalah ditangan rakyat da dilakukan menurut UUD”. Dalam penjelasan terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa, rakyat memiliki kekuasaan tertinggi namun dilaksanakan dan didistribusikan berdasarkan UUD. Berbeda dengan UUD lama sebelum dilakukan amandemen, MPR yang memiliki kekuasaan tertinggi sebagai penjelmaan kekuasaan rakyat. Maka menurut UUD hasil amandemen MPR kekuasaannya menjadi terbatas, yaitu meliputi presiden dan wakil presiden dan memberhentikan presiden sesuai dengan masa jabatanya atau jikalau melanggar UUD. 2. pasal 2 ayat (1) : Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dab anggota Dewan Perwakilan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka menurut UUD 1945 hasil amandemen MPR hanya dipilih melalui pemilu. 3. penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat, disebut: ...kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan presiden... Konsep Partisipasi 44
Konsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut: 1) Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 ”segala warganegara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”. 2) pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”. 3) Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 ”tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 74) Pengertian Negara 45
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh berbagai fisul serta para sarjana tentang negara, maka dapat disimpulkan bahwa semua negara memiliki unsurunsur yang mutlak harus ada. Unsur-unsur negara adalah meliputi : wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 78) Konstitusionalisme 46
Setiap negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang dijabarkan dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme mengacu kepada pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan teratur terhadap suatu pelaksanaan pemerintahan. Dengan lain perkataan untuk menciptakan suatu tertib pemerintahan diperlukan pengaturan sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat manusia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 80) Konstitusi Indonesia 47
Dalamproses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Memang amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan prosedur penyemmpurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD-nya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut. Dengan sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasalpasal maupun memberikan tambahan-tambahan.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 83) Hukum Dasar Tertulis (Undang-undang Dasar) 48
Oleh karena sifatnya yang tertulis, maka Undang-undang Dasar itu rumusanya tertulis yant tidak mudah berubah. Secara umum menurut E.C.S Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang-undang Dasar menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam UUD .bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka UUD dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif dan badan Yudikatif. 84
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 84) Hukum Dasar Tidak Tertulis (Convensi) 49
Convensi adalah hukum-hukum dasar tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalampraktek penyelenggaraan negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Convensi ini memempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Merupakn kebiasaan yang berulangkali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. 2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 86) Konstitusi 50
Disamping pengertian UUD, dipergunakan juga istilah lain yaitu konstitusi. istilah berasal dari bahasa inggris Contitution atau dari bahasa Belanda Constitutie. Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-undang Dasar, dan hal ini memang sesuai kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata Grovendwet (grond=dasar, Wet Undang-undang) yang keduanya menunjukan naskah tertulis. Namun pengertian Konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti : 1. Lebih luas dari pada Undang-undang Dasar 2. Sama dengan pengertian Undang-undang Dasar
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 87) Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002 51
a. Indonesia ialah Negara Yang Berdasarkan Atas Hukum (Rechtstaat) Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaganegara lainya dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh peraturan hukm atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. b. Sistem Konstitusi Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengadilan pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional, ketetapan MPR, Undang-undang dan sebagainya.
c. Kekeuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat 52
d. e. f. g.
Menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2) Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Samping MPR dan DPR Presiden Tidak Bertanggung jawab kepada DPR Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak Bertanggung jawab Kepada DPR Kekuasaan Kepala Negara Tidak Terbatas
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 88) Ciri-Ciri Suatu Negara Hukum 53
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan b. Peraldilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakanya.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 92) Rule of Law dan Negara Hukum 54
Menurut Friedman, antara pengertian negara hukum dan Rule of Law sebenarnya saling mengisi. Oleh karena itu berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan politik yang diatur secara legal.oleh karena itu setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Berdasarkan pengertian tersebut meka setiap negara yang legal senantiasa menegakan Rule of Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of Law berdasarkan isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule of Law dalam kehidupan kenegaraanya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 94) Prinsip-prinsip Rule of Law 55
Pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum. Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubunganya dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam ”Introduction to the Law of The Constitution, memperkenalkan istilah the Rule of Law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu: 1) supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau melanggar hukum; 2) kedudukan yang sama di muka hukum; dan 3) terjaminya hak-hak asasi manusia oleh Undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 97) Hak Asasi Manusia 56
Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration of Humman Right 10 desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di belahan dunia khususnya yang tergabung dalam perserikatan Bangsa-bangsa. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia, baik di Barat maupun di Timur meskipun upaya tersebut masih bersifat lokal, parsial dan sporadikal.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 99) Pengertian Warganegara dan Penduduk 57
Warganegara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubunganya dengan negara. Dalam hubunganya dengan antar warganegara dan negara, warganegara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya hak-hak yang herus diberikan dan dilindungi oleh negara. Dam hubunganya internasional di setiap wilayah negara selalu ada warganegara dan orang asing yang semuanya disebut penduduk. Setiap warganegara adalah penduduk suatu negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu warganegara, karena mungkin orang asing.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 117) Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli 58
Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk menjadi warganegara. Terkait dengan syarat-syarat menjadi warganegara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli. Asas ius-sanguinis adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa stasus kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahiranya di negara A tersebut. Sedangkan asas ius-soli adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orangtuanya. Seseorang adalah warganegara B karena orang tuanya adalah warganegara B.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 118) Bipatride dan Apatride 59
Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warganegara A namun mereka berdomisili di negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli. Kemudian lahirlah anak mereka, dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-sanguinis, dani adalah warganegaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Menurut negara B yang menganut asas ius-soli, dani juga warganegaranya, kerena tempat kelahiranya adalah di negara B. Dengan demikian dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride.
Sedangkan apatride (tanpa kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga negara dari negara manapun. 60
Misalnya, Agus dan Ira adalah suami isteri berstatus warganegara B yang berasas iussoli. Mereka berdomisili di negara A, kemidian lahirlah anak mereka, Budi, menurut negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orangtuanyabukan warganegaranya. Begitu pula menurut negara B, budu tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir diwilayah negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaan atau apatride.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 118) Hak dan Kewajiban Warganegara Menurut UUD 1945 61
Pasal-pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warganegara mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34 a. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan. b. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warganegara atasa pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. c. Pasal 27 ayat (3) dalamperubahan yang kedua UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
d. Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warganegara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. 62
e. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya. f. Pasal 30 ayat (1) dalam perubahan kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam usaha pertanian dan keamanan Negara. g. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 119) Hak dan Kewajiban Bela Negara a. Pengertian 63
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warganegara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warganegara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi.1
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 120) b. Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara 64
berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam perubahan kedua UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warganegara. Hal ini menunjukan adanya asas demokrasi dalm pembelaan negara yang mencangkup dua arti. Pertama, bahwa setiap warganegara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warganegara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 120) c. Motivasi dalam Pembelaan Negara 65
usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajiban. Kesadarannya demikian ditumbuhkan melalui proses motivasi intuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warganegara memahami keunggulan dan kelebihan bangsanya. Disamping itu setiap warganegara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 120) GEOPOLITIK INDONESIA 66
Geopolitik diartikan sebagai sisitem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional goegrafik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada system politik suatu negara. Sebaliknya politik negara itu secara langsung akan berdampak kepada geografi negara yang bersangkutan. Geopolitik berumpu kepada geografi sosial (hukum geografi), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karateristik geografi suatu negara.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 122) PENGERTIAN WAWASAN NUSANTARA 67
Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan inderawi. Akar kata ini membuntuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau atau melihat. Sedangkan ‘wawasan’ berarti cara pandang, cara tinjauan atau cara melihat. Secara umum wawasan nusantara berarti cara pandang suat\u bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Sedangkan negraranya untuk mencapai tujuan atau cita- cita nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUd 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita –cita bangsa.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 124) FUNGSI WAWASAN NUSANTARA 68
Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam pembentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 90) TUJUAN WAWASAN NUSANTARA 69
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak. Nasionalisme yang tinggi di segala bidang kehidupan demi tercapainya tujuan nasional tersebut merupakan pancaran dari makin meningkatnya rasa, paham, dan semangat kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 90) SASARAN IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA DALAM KEHIDUPAN NASIONAL 70
Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia, Wawasan Nusantara harus dijadikan arahan, pedoman, acuan, dan tuntunan bagi setiap individu bangsa Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntutan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, implementasi atau penerapan Wawasan Nusantara harus tercemin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 92) SOSIALISASI WAWASAN NUSANTARA 71
Untuk mempercepat tercapainya tujuan Wawasan Nusantara, di samping implementasi seperti tersebut di atas perlu juga dilakukan pemasyarakatan materi Wawasan Nusantara kepada seluruh masyarakat Indonesia.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 93) TANTANGAN IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA 72
Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan dalam bernegara sedang mengalami perubahan. Dan faktor utama yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang dibawa oleh negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya. Apabila kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar dan alamiah. Dalam dunia ini, yang abadi dan kekeal itu adalah perubahan. Berkaitan dengan Wawasan Nusantara yang sarat dengan nilainilai budaya bangsa dan dibentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan kesatuan itu akan hanyut tanpa bekas atau akan tetap kooh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan Bangsa?
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : hal 95) PROSPEK IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA 73
Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dan sebagai visi nasional yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa masih tetap valid baik untuk saat sekarang maupun masa mendatang. Prospek Wawasan Nusantara dalam era mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global. Untuk menghadapi gempuran nlai global, fakta kebhinekaan dalam setiap rumusan yang memuat kata persatuan dan kesatuan perlu lebih ditekankan. Dalam implementasinya, peranan daerah dan rakyat kecil perlu diberdayakan. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila faktor-faktor dominan berikut ini dipenuhi: keteladanan kepemimpinan nasional, pendidikan yang berkualitas dan bermoral kebangsaan, media massa yang mampu memberikan informasi dan kesan yang positif, serta keadilan dalam penegakkan hukum dalam arti pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 100) KEBERHASILAN IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA 74
Wawasan Nusantara perlu menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, dan menangani permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan wilayah tanah air. Wawasan Nusantara juga perlu diimlementasikan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan-tantangan dewasa ini.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 101) KEBERHASILAN IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA 75
Wawasan Nusantara perlu menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, dan menangani permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan wilayah tanah air. Wawasan Nusantara juga perlu diimlementasikan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan-tantangan dewasa ini.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 101) PENGARUH ASPEK KETAHANAN NASIONAL TERHADAP KEHIDUPAN 76
BERBANGSA DAN BERNEGARA Berdasarkan rumusan pengertian Tannas dan kondisi kehidupan nasional Indonesia, Tannas sesungguhnya merupakan gambaran dari kondisi sistem (tata) kehidupan nasional dalam berbagai aspek pada saat tertentu. Tiap-tiap aspek, terutama aspek-aspek dinamis, di dalam tata kehidupan nasional relati berubah menurut waktu, ruang, dan lingkungan sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang sangat kompleks dan amat sulit dipantau. Dalam rangka pemahaman dan pembinaan tata kehidupan nasional tersebut, diperlukan penyederhanaan tertentu dari berbagai aspek kehidupan nasional.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 110) PENGARUH ASPEK IDEOLOGI 77
Ideologi adalah suatu sistem nilai sekaligus kebulatan ajaran yang memberikan motivasi. Ideologi juga mengandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicitacitakan oleh suatu bangsa. Keampuhan suatu ideologi tergantung pada rangkaian nilai yang dikandungnya, yang dapat memenuhi serta menjamin segala aspirasi dan kehidupan manusia. Secara teoritis, suatu ideologi bersumber dari suatu falsafah dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 110) IDEOLOGI PANCASILA 78
Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sudah sejak ratusan lalu tumbuh berkembang di Indonesia. Kelima sila dalam Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengalamannya harus mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 113) KONSEPSI TENTANG KETAHANAN IDEOLOGI 79
Ideologi mengandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa. Keampuhan suatu ideologi tergantung pada rangkaian nilai yang dapat memenuhi serta menjamin segala aspirasi kehidupan manusia baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa indonesia. Ketahanan inin mengandung keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Republik Indonesia.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 114) PENGARUH ASPEK POLITIK 80
Politik berasal dari kata politics yang mengandung makna kekuasaan (pemerintahan) dan atau policy yang berarti kebijaksanaan. Di Indonesia, kita tidak memisahkan politics dan policy. Hubungan ini tercermin pada pemerintahan negara yang berfungsi sebagai penentu kebijaksanaan dan ingin mewujudkan aspirasi serta tuntutan masyarakat. Karena itu, kebijaksanaan pemerintahan negara tersebut harus serasi dan selaras dengan keinginan dan aspirasi masyarakat.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 116) POLITIK DALAM NEGERI 81
Politik dalam negeri adalah kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan pancasila dan Uud 1945 yang mampu menyerap aspirasi dan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam satu sistem. Unsur-unsurnya terdiri dari struktur politik, proses politik, budaya politik, komunikasi politik, dan partisipasi politik.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 117) POLITIK LUAR NEGERI 82
Politik luar negeri adalah salah satu sarana untuk pencapaian kepentingan nasional dalam pergaulan antar bangsa. Politik luar negeri Indonesia yang berlandaskan pada pembukaan UUD 1945 melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, serta anti penjajahan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 117)
KETAHANAN PADA ASPEK POLITIK 83
Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan politik bangsa yang berisi keuletan, ketangguhan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun secara tidak langsung untuk menjamin kelangsungan hidup politik bangsa dan negara Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 118) PEREKONOMIAN SECARA UMUM 84
Perekonomian adalah salah satu aspek dari kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang meliputi produksi, distribusi, serta komunikasi barang dan jasa, dan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarkat. Sistem perekonomin suatu negara akan memberi corak pada kehidupan perekonomian negara tersebut.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 121) PEREKONOMIAN INDONESIA 85
Sistem perekonomian bangsa Indonesia mengacu pada pasal 33 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa sistem perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 121) KETAHANAN PADA ASPEK EKONOMI 86
Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan perekonomian bangsa dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 122) PENGARUH ASPEK SOSIAL BUDAYA 87
Istilah sosial budaya mencakup dua segi utama kehidupan bersama manusia, yaitu segi sosial dimana manusia harus mengadakan kerja sama demi kelangsungan hidupnya dan segi budaya yang merupakan keseluruhan tata nilai dan cara hidup yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku dan hasil tingkah laku yang terlembagakan.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 124) STRUKTUR SOSIAL DI INDONESIA
88
Dalam masyarakat, manusia hidup secara berkelompok secara fungsi, peran dan profesinya untuk memudahkannya menjalankan tugasnya. Kehidupan masyarakat terstruktur berdasarkan peran dan fungsi masing-masing anggota masyarakat. Pembangunan nasional di Indonesia selama ini menghasilkan struktur sosial masyarakat yang cukup beragam.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 125) KEBUDAYAAN DAERAH INDONESIA 89
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan subtenis, yang masingmasing memiliki kebudayaannya sendiri. karena suku-suku bangsa tersebut mendiami daerah-daerah tertentu, kebudayaanya kemudian sering disebut kebudayaan daerah. Dalam kehidupan sehari-sehari, kebudayaan daerah sebagai suatu sistem nilai yang menuntun sikap, perilaku dan gaya hidup merupakan identitas dan menjadi kebangganan dari suku bangsa yang bersangkutan.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 126) KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA 90
Mengingat bangsa Indonesia dibentuk dari persatuan suku-suku bangsa yang mendiami bumi Nusantara, kebudayaan bangsa Indonesia (kebudayaan nasional) merupakan hasil dari interaksi budaya-budaya suku bangsa (budaya daerah) yang kemudian diterima sebagai nilai bersama seluruh bangsa. Kebudayaan nasional juga merupakan hasil interaksi dari nilai-nilai budaya yang telah ada dengan budaya luar (asing), yang kemudian juga diterima sebagai nilai bersama seluruh bangsa.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 126) INTEGRASI NASIONAL 91
Komunikasi dan interaksi suku-suku bangsa yang mendiami bumi Nusantara ini pada tahun 1928 telah menghasilkan aspirasi bersama untuk hidup bersama sebagai satu bangsa di satu tanah air. Aspirasi ini terwujud secara sah dan diakui oleh bangsabangsa lain di dunia melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa keanekaragaman budaya justru merupakan hikmah bagi bangsa Indonesia dan di masa lalu telah mampu memunculkan faktorfaktor perekat persatuan atau integrasi bangsa.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 :hal 127) KEBUDAYAAN DAN ALAM LINGKUNGAN INDONESIA 92
Sejak jaman dahulu, suku-suku bangsa yang mendiami kepulauan Nusantara ini sudah terbiasa hidup dekat dengan alam, entah sebagai petani, peladang atau pelaut. Namun kedekatan ini terbatas hanya sampai pada pemanfaatan alam beserta kekayaannya dengan pengetahuan yang terbatas. Pemanfaatan alam belum dibarengi dengan budaya untuk melestarikan alam demi kepentingan masa depan. Kebiasaan untuk membuka hutan tanpa pemikiran untuk penghijauan dan menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan limbah manusia merupakan budaya yang tidak ramah terhadap lingkungan.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 127) KETAHANAN PADA ASPEK SOSIAL BUDAYA 93
Ketahanan di bidang sosial budaya atau ketahanan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamis budaya bangsa Indonesia yang berisi keuletan, ketangguhan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara Republik Indonesia.
(Somarsono,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. 2005 : Hal 129) Konsepsi tentang Wilayah Lautan 94
Dalam perkembangan hukum laut internasional dikenal beberapa konsepsi mengenai pemilikan dan penggunaan wialayah laut sebagai berikut: a. Res Nullius, menyatak bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya. b. Res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia karena itu tidak dapat dimiliki oleh masing-masing negara. c. Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut adalah bebas untuk semua bangsa. d. Mare Clausum (The Right and Dominion Of the Sea), menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai saja yang dapat dimiliki oleh suatu negara sejauh yang dapat dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira 3 mil). e. Archipelagic State Pinciple (Asas Negara Kepulauan) yang menjadikan dasar dalam konvensi PBB tentang hukum laut. hal
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 126) GEOPOLITIK
95
Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederich Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (political Geography). Istilah ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjan ilmu politik swedia, Rudolf Kjellen (1864-192) dan Karl Haushofer (1869-1964) dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari dari dua istilah diatas terletak pada titik perhatian dan tekananya, apakah pada bidang geografi ataukah politik. Ilmu bumi politik mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 129) Geopolitik Bangsa Indonesia 96
Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang di dalam pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan, krena penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Oleh karena itu bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di barat. Bangsa indonesia juga menolak paham rasialisme, karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 131) GEOSTRATEGI 97
Strategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Karena strategi merupakan upaya pelaksanaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh instuisi, perasaan dan hasil pengalaman. Strategi juga dapat merupakan ilmu, yang langkah-langkahnya selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana dan tindakan.sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk Negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek geografi juga dari aspek-aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 131) Deklarasi Juanda (13-12-1957) Sampai dengan (17-2-1969) 98
Pada tanggal 13 desember 1957 dikeluarkan deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti ordinasi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut: 1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat. 2) Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia di sesuaikan dengan asas Negara kepulauan (Archipelagic State Principles). 3) Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 133) Deklarasi Landas Kontinen (17-2-1969 sampai sekarang) 99
Deklarasi tentang landas kontinen Negara RI merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah. Asas-asas pokok yang termuat dalam deklarasi tentang landasan kontinen adalah sebagai berikut: 1) segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia adalah milik ekslusif Negara RI. 2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan Negara-negara tetangga melelui perundingan. 3) Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan Wilayah terluar Negara tetangga. 4) Claim tersebut tidak dipengaruhi sifat serta status dari perairan diatas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 134) Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 100
Pengumuman pemerintah Negara tentang Zona Ekonomi Ekslusif terjadi pada 21 maret 1980. batas ZEE adalah selebar 200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE adalah: 1) persediaan ikan yang semakin terbatas 2) kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia 3) ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional
(Prof. Dr. H. Kaelan, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan.2007 : Hal 135)
101