Pendarahan Pulmonal vs. Pendarahan Ekstrapulmonal sebagai Diagnosis Banding Hemoptisis pada Pediatri Abstrak Pendahuluan: Hemoptisis merupakan salah satu gejala yang sering menjadi masalah utama, dan membutuhkan perhatian diagnostik segera. Para penulis membandingkan sekelompok pasien pediati dengan perdarahan pulmonal dan pasien pediatri yang didiagnosis dengan perdarahan ekstrapulmonal, penulis berfokus pada perbedaan etiologi, hasil klinis dan diagnosis banding dari hemoptisis. Metode: Kami melakukan analisis retrospektif dari grafik medis 134 pasien pediatri yang dirawat di UGD karena pendarahan pulmonal dan perdaahan ekstrapulmonal, dan didiagnosis dengan ‘suspek hemoptisis’ atau ‘hemoptisis’ (kode ICD10-CM R04.2). Kasus-kasus dengan pendarahan pulmonal (Kelompok 1) dibandingkan dengan kasus perdarahan ekstrapulmonal (Kelompok 2) menggunakan uji Fisher Exact atau uji χ2 Pearson untuk variabel kategorik. Uji-t digunakan untuk menilai perbedaan variabel kontinyu dalam kedua kelompok tersebut. Hasil: Batuk berdarah adalah gejala yang muncul pada 73,9% kasus. 30 pasien mengalami perdarahan pulmonal (Kelompok 1), sedangkan 104 pasien mengalami perdarahan ekstrapulmonal (Kelompok 2). Penyebab perdarahan pada kelompok 2 adalah epistaksis, peradangan nasofaring dan laring, benda asing, peradangan gusi, dan hipertrofi adenoid. Tingkat kematian pada kelompok 1 adalah 10%, sedangkan pada kelompok 2 tidak ada kasus kematian selama masa observasi. Faktor etiologi hemoptisis dan perdarahan ekstrapulmonal pada pediatri berbeda secara signifikan. Kesimpulan: Penelitian kami menunjukkan bahwa perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal adalah dua kondisi yang berbeda secara signifikan dan tidak dapat disatukan dalam satu kode diagnostik. Oleh karena itu, penting untuk membedakan suatu kasus fokal atau difus, dan kasus perdarahan pulmonal atau ekstrapulmonal, karena memiliki perjalanan klinis dan hasil klinis yang berbeda. Kata kunci: Pendarahan Pulmonal; Pendarahan Ekstrapulmonal; Hemoptisis, Epistaksis; Pediatri
Penelitian Hemoptisis adalah gejala penting yang dapat menyebabkan kekhawatiran pada pasien dan dokter, dan memerlukan perhatian diagnostik segera. Insiden hemoptisis pediatri pada populasi umum tidak diketahui dengan pasti karena hemoptisis adalah gejala yang berhubungan dengan beberapa penyakit dan tidak terdapat laporan epidemiologis terkait gejala khas beberapa penyakit tersebut yang telah dipublikasikan sejauh ini. Oleh karena itu, hemoptisis adalah sebuah istilah dengan beberapa definisi yang bertumpang tindih. Definisi kamus kesehatan yang paling sederhana menggambarkan hemoptisis sebagai pengeluaran dahak bercampur darah yang berasal dari paru-paru atau bronkus karena perdarahan paru atau bronkus.1
Hemoptisis adalah gejala yang jarang muncul pada anak-anak.2 Karena anak-anak cenderung menelan dahak mereka, dahak bercampur darah mungkin akan tidak diketahui oleh orang tua kecuali dahak tesebut disertai darah dalam jumlah besar.3 Hemoptisis pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bronkitis, tumor, tuberkulosis, atau bronkiektasis.4,5 Namun, di antara populasi pediatri, dahak bercampur darah kemungkinan besar adalah proses sekunder karena infeksi, aspirasi benda asing, atau masalah terkait trakeostomi.2,6,7 Pada tahun 1990-an, cystic fibrosis dan penyakit jantung bawaan (mitral stenosis) dilaporkan sebagai faktor etiologi hemoptisis yang dominan.8 Saat ini, berbagai etiologi yang memungkinkan antara lain hemosiderosis paru idiopatik, malformasi vaskular paru, fistula arteriovenous paru, bronkiektasis, tuberkulosis paru, dan tumor paru, dengan cystic fibrosis hanya pada 5% kasus.9 Pendarahan ekstrapulmonal, kadang-kadang disebut pseudohemoptisis, adalah istilah umum untuk semua jenis perdarahan yang tidak berasal dari paru-paru atau bronkus dan tidak termasuk hematemesis. Perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal dapat berbahaya dan kadang-kadang mengancam jiwa, maka dokter perlu memiliki pengetahuan yang memadai di bidang ini untuk dapat memberikan intervensi yang cepat dan efektif. Definisi hemoptisis di atas dengan jelas melokalisir saluran pernapasan bawah sebagai tempat asal patologi tersebut, batasan definisi ini tidak selalu diperhitungkan dalam praktik klinis. Literatur tebaru juga memasukkan "perdarahan jalan nafas atas" dan "faringitis"10 serta "perdarahan nasofaring"11 sebagai etiologi hemoptisis. Inklusi ini mungkin berdasarkan pada definisi hemoptisis yang lebih luas, yaitu “pengeluaran dahak bercampur darah atau darah saja dari saluran pernapasan”12 atau “batuk darah sebagai akibat dari perdarahan saluran pernapasan.”13 Oleh karena itu, terkadang hemoptisis didefinisikan hanya sebagai “pengeluaran darah atau dahak bercampur darah.”2 Definisi ini adalah definisi yang paling tidak akurat karena mencampurkan hemoptisis dan hematemesis. Membedakan hemoptisis dan hematemesis sebenarnya relatif sederhana yaitu hanya dengan mengukur pH dahak yang mengandung darah tersebut basa atau asam. Perbedaan tersebut telah dijelaskan dengan baik baru-baru ini,11,14 tetapi diagnosis banding antara hemoptisis/perdarahan pulmonal dan perdarahan ekstrapulmonal masih membutuhkan klarifikasi lebih lanjut. Literatur menunjukkan bahwa "hemoptisis jarang terjadi pada anak-anak dan remaja"15,16,, tulisan ini akan membahas dan menyoroti kesenjangan dalam literatur tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk meninjau hemoptisis dan perdarahan ekstrapulmonal pada
anak-anak di pusat medis sekunder selama 14 tahun. Kami juga akan membandingkan frekuensi presentasi diagnostik pada perdarahan pulmonal dan perdarahan ekstrapulmonal pediatri dengan penekanan pada etiologi, perjalanan klinis, hasil klinis dan diagnosis banding kedua perdarahan tersebut, serta menganalisis kemungkinan adanya hubungan antara karakter orang tua dan etiologi perdarahan. Dalam artikel ini, istilah "hemoptisis" digunakan sebagai "pengeluaran dahak bercampur darah yang berasal dari paru atau bronkus akibat pendarahan paru atau bronkus", dan pentingnya definisi yang tepat dibahas lebih lanjut dalam sub bab ‘diskusi’.
Metode Peserta Persetujuan dewan peninjau institusional untuk penelitian ini diperoleh dari Dewan Etik Pusat Medis Assaf HaRofeh (Pendaftaran Helsinki # 225-09). Para penulis melakukan peninjauan bagan retrospektif pada pasien anak, berusia 1-18 tahun, dengan ‘suspek hemoptisis’ atau hemoptisis (ICD10-CM kode R04.2) yang dirawat di Unit Perawatan Intensif, Departemen THT-KL dan Departemen Bedah Anak, Pusat Medis Assaf HaRofeh, Israel, antara Januari 2004 hingga Desember 2016. Grafik pasien yang dirawat di rumah sakit dan yang dipulangkan dari IRD dianalisis sesuai dengan kriteria inklusi. Analisis ini berfokus pada mengidentifikasi kesamaan/perbedaan data umum (usia, jenis kelamin, jumlah kasus), etiologi, gejala, temuan klinis dan laboratorium, dan hasil klinis yang mungkin penting sebagai diagnosis banding. Pasien diidentifikasi menggunakan database rumah sakit yang terkomputerisasi dan dikategorikan ke dalam dua kelompok: Kelompok 1, yang mencakup pasien dengan hemoptisis yang telah terkonfirmasi berasal dari pendarahan pulmonal atau bronkus; dan Kelompok 2, yang mencakup pasien dengan perdarahan ekstrapulmonal. Kriteria inklusi utama untuk grafik ini adalah adanya data yang lengkap dan terperinci yang akan cukup untuk diagnosis banding, termasuk riwayat kesehatan yang terperinci, data klinis dengan deskripsi gejala pernapasan atau hemodinamik yang memadai, foto thoraks, dan bronkoskopi dan/atau laringoskopi langsung atau nasofaringoskopi. Data mikrobiologi, serologi (termasuk serologi untuk vaskulitis) dan CT scan thoraks juga dianalisis. Kriteria eksklusi adalah perdarahan iatrogenik, hematemesis, kasus trauma dengan perdarahan internal dan eksternal, dan data yang tidak lengkap dalam grafik.
Analisis statistik Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan tren data dasar. Kasus dengan perdarahan pulmonal dibandingkan dengan kasus perdarahan ekstrapulmonal menggunakan uji Fisher's Exact atau uji χ2 Pearson untuk variabel kategorik (jenis kelamin, temuan diagnostik, manajemen, hasil klinis) dan uji-t untuk variabel kontinyu (usia). Koefisien korelasi Pearson dihitung untuk mendeteksi kemungkinan hubungan antara variabel yang dianalisis dengan jenis kelamin dan usia pasien. Data dianalisis menggunakan SPSS, Standard versi 17.0 (SPSS, Chicago, IL, 2007). Tingkat signifikansi untuk semua analisis ditetapkan pada P <0,05.
Hasil Selama 12 tahun observasi pada 134 pasien pediatri dengan dugaan hemoptisis yang dirawat di IGD Pusat Medis (0,2% dari semua pasien pediatri yang masuk IGD). Dari mereka, 86 (64,2%) pasien dirawat di rumah sakit selama 24 jam. Pasien memiliki usia ratarata 5,6 tahun (kisaran 0,15-17), tanpa perbedaan antar jenis kelamin (p = 0,86). Batuk berdarah adalah gejala yang muncul pada 73,9% (n = 99) pasien, sisanya mengalami perdarahan yang tidak berhubungan dengan batuk. Penyelidikan lebih lanjut di rumah sakit mengungkapkan bahwa 30 dari 134 pasien (22,4%) yang datang dengan keluhan dahak bercampur darah dikarenakan oleh pendarahan pulmonal atau bronkial, sementara sisanya mengalami pendarahan ekstrapulmonal (p = 0,02). Semua pasien menjalani evaluasi otolaringologi termasuk endoskopi/nasofaringoskopi yang dapat mengeksklusi atau mengkonfirmasi sumber perdarahan yang berasal dari saluran napas atas. Dalam semua catatan pasien yang dianalisis, tes pH pada sputum yang mengandung darah rutin dilakukan untuk menyingkirkan hematemesis. Foto thoraks penting untuk mengklasifikasikan perdarahan tersebut difus atau fokal, dimana perdarahan pulmonal yang difus merupakan kondisi yang lebih parah (Gambar. 1A). Bronkoskopi dilakukan pada sebagian besar kasus dengan tanda-tanda fokal yang terdeteksi pada foto thoraks untuk mengeksplorasi sumber dan penyebab perdarahan, dan ketika dicurigai adanya aspirasi benda asing. Karakteristik dan perbandingan pasien dengan perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Gambar 1. (A) Gambaran radiografi kasus hemoptisis karena pneumonia lobus kiri bawah akibat mycoplasma; (B) Sebuah kasus perdarahan pulmonal yang didinduksi oleh kokain. Foto thoraks dan CT scan menunjukkan opasitas mikronodular bilateral. Tabel 1. Perbandingan pasien dengan perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal. Variabel Perdarahan pulmonal Perdarahan ekstrapulmonal Umum N 22,4% (n=30) 77,6% (n=104) M/F 16/14 56/48 Rata-rata usia, tahun 7,6 5,1
0,02* 0,4* 0,03**
Temuan diagnostik Batuk berdarah Infiltrat paru difus Patologi fokal di paru Kultur dahak positif Kultur darah positif Benda asing Anemia simptomatik
73.3% (n=22) 53.3% (n=16) 60% (n=18) 13.3% (n=4) 6.7% (n=2) 16.5% (n=5) 33% (n=10)
74% (n=77) 10.6% (n=11) 0% 0% 0% 11.54% (n=12) 8.7% (n=9)
0.9* 0.02* <0.01* <0.01* <0.01* 0.05* 0.03*
Manajemen Terapi antibiotik Bantuan napas mekanik Transfusi PRC
60% (n=18) 33% (n=10) 33% (n=10)
35.6% (n=37) 0% 8.7% (n=9)
0.03* <0.01* 0.02*
Hasil klinis Penghentian perdarahan Pembedahan/rujuk Tingkat kematian
80% (n=24) 10% (n=3) 10% (n=3)
100% (n=104) 0% 0%
0.07* <0.01* <0.01*
*nilai-p dihitung dengan uji Chi square atau Fisher **nilai-p dihitung dengan uji-t
p
Tabel 2. Etiologi hemoptisis dan perdarahan ekstrapulmonal pada anak-anak. Etiologi Ekstrapulmonal Perdarahan (n=104) pulmonal (n=30) Infeksi/inflamasi 55 (53%) 15 (50%) Benda asing 12 (11.54%) 5 (16.7% Hipertrofi tonsil/adenoid 10 (9.6%) 0 (0%) Bronkiektasis 0 (0%) 5 (16.7%) Malformasi vaskular 0 (0%) 2 (6.7%) Epistaksis idiopatik/traumatik 23 (22%) 0 (0%) Aspirasi masif 0 (0%) 2 (6.7%) Efek toksik (kokain) 0 (0%) 1 (3.3%) Batuk parah karena penyebab yang tidak 4 (3.87%) 0 (0%) diketahui *nilai-p dihitung menggungakan uji Chi square atau Fisher
p* 0.87 0.05 <0.01 <0.01 <0.01 <0.01 <0.01 <0.01
Perdarahan pulmonal. Di antara pasien dengan perdarahan paru (n = 30, usia rata-rata 7,6), infeksi atau aspirasi benda asing adalah etiologi utama perdarahan paru fokal. Semua (lima) pasien dengan aspirasi benda asing memeriksakan diri setelah lebih dari 24 jam kejadian aspirasi. Dua belas pasien dengan perdarahan pulmonal atau bronkial (40%) memiliki patologi yang mendasarinya (Tabel 3). Tes fungsi koagulasi dan jumlah sel darah yang abnormal terdapat pada empat pasien, satu di antaranya dengan sepsis gram negatif yang parah dan tiga lainnya dengan koagulopati yang parah karena gagal hati fulminan. Evaluasi jantung, termasuk ekokardiografi, dilakukan pada 25 pasien (aspirasi benda asing dieksklusikan) dan mengungkapkan defek septum atrium kecil dalam satu kasus, dan hipertensi paru ringan dalam satu kasus lainnya. Sepsis gram negatif ditemukan pada satu pasien dan sepsis kandida pada satu pasien lainnya, sedangkan pasien lainnya memiliki hasil kultur darah negatif. Kasus dengan kultur sputum positif (n = 4) mengungkapkan mycoplasma, mycobacteria, dan pseudomonas. Serologi untuk mycoplasma (IgG dan IgM) positif pada satu pasien. Tes serologi lainnya seperti antibodi antinuklear dan antibodi antineutrofil sitoplasmik dan faktor komplemen diperoleh dan ditemukan dalam kisaran normal pada 18 pasien. Urinalisis mengeksklusikan
patologi
ginjal
pada
semua
mengindikasikan satu kasus yang positif kokain.
pasien,
skrining
toksikologi
urin
Tabel 3. Foto thoraks dan bronkoskopi pada pasien dengan perdarahan pulmonal. Foto thoraks Bronkoskopi 1. Bronkiektasis RML dan lingula Normal 2. Penebalan dinding bronkus RML & lingula 3. Konsolidasi LLL Normal 4. Konsolidasi dan kavitasi RUL Obstruksi parsial bronkus utama 5. Infiltrat difus 6. Infiltrat LLL Normal 7. Infiltrat alveolar difus Normal 8. Pneumonia RUL dan LLL 9. Infiltrat difus Tidak dilakukan karena sufokasi 10. Infiltrat basal bilateral 11. Infiltrat bilateral 12. Infiltrat ringan RLL Benda asing 13. Infiltrat difus kanan Benda asing 14. Atelektasis RLL Benda asing 15. Infiltrat bilateral 16. Bronkiektasis RML Normal 17. Pneumonia RUL dan LLL 18. Infiltrat difus kanan Benda asing 19. Penebalan dinding bronkus RML 20. Infiltrat LLL Normal 21. Infiltrat difus 22. Infiltrat RLL Benda asing 23. Nodul non-kalsifikasi Normal 24. Infiltrat LLL Normal 25. Konsolidasi dan kavitasi RML Obstruksi bronkus utama RML 26. Penebalan dinding bronkus RML, RLL 27. Bronkiektasis RML 28. Penebalan dinding bronkus RUL Bronkopneumonia 29. Bronkiektasis RUL, infiltrat 30. Area konsolidasi di LSL Normal Singkatan : LLL, lobus kiri bawah; LSL, lobus kiri atas; RLL, lobus kanan bawah; RML, lobus kanan tengah; RUL, lobus kanan atas Temuan bronkoskopi yang positif ditemukan pada delapan pasien dengan temuan fokal dan hemoptisis sebagai akibat dari perdarahan pulmonal atau bronkial, yang meliputi 44,5% pasien yang dilakukan bronkoskopi. Data foto thoraks dan bronkoskopi pasien dengan hemoptisis disajikan pada Tabel 3. Bronkopneumonia infeksius didiagnosis pada sembilan pasien (30%). Bronkiektasis yang terdiagnosa dengan CT scan pada enam pasien (20% dari kasus perdarahan pulmonal, 4,5% dari semua kasus). Tes keringat untuk cystic fibrosis tidak informatif. Semua pasien (n = 10) yang membutuhkan bantuan pernafasan mekanik memiliki infiltrat paru yang difus.
Penghentian hemoptisis diamati pada 24 pasien selama periode rawat inap (80%), 22 di antaranya mencapai resolusi radiologis dan klinis yang sempurna dalam waktu empat minggu. Kematian tiga pasien (10%) terjadi karena sepsis berat dan gagal hati, semuanya didiagnosis dengan perdarahan pulmonal yang difus. Tiga pasien dipindahkan ke institusi lain untuk perawatan bedah dan pengobatan tuberkulosis; hasil klinis jangka panjangnya tidak diketahui. Hasil klinis keseluruhan dari sisa pasien yang terkonfirmasi perdarahan pulmonal menunjukkan hasil yang baik selama periode tindak lanjut 6-18 bulan (median 9 bulan) dengan resolusi gejala yang lengkap. Pendarahan ekstrapulmonal. Kelompok pasien dengan perdarahan ekstrapulmonal (n = 104, usia rata-rata 5,1 tahun) berbeda dalam hal presentasi dan resolusi penyakit. Infeksi atau benda asing di saluran napas atas dan epistaksis (kode ICD10-CM R04.0) adalah etiologi utama perdarahan. Dalam kelompok ini, semua (12) pasien dengan benda asing datang dalam 12 jam pertama setelah kejadian. Data endoskopi dan nasofaringoskopi sangat penting untuk proses diagnostik dalam semua kasus. Tes serologi seperti antibodi antinuklear dan antibodi antineutrofil sitoplasmik dan faktor komplemen diperoleh dan ditemukan dalam kisaran normal pada 26 pasien. Pada kelompok ini, penghentian perdarahan diamati pada semua pasien selama periode rawat inap. Periode tindak lanjut 6-18 bulan (median sembilan bulan) menunjukkan tidak ada episode berulang. Data korelasi Tidak ada korelasi yang ditemukan antara jenis kelamin pasien dan etiologi perdarahan dan temuan diagnostik (masing-masing r = 0,21 dan r = 0,32). Korelasi positif dengan usia yang lebih muda (kurang dari enam tahun) ditemukan untuk adanya benda asing di nasofaring dan laring hingga kerongkongan dan bronkus (r = 0,83) dan epistaksis idiopatik/traumatik (r = 0,65). Aspirasi yang masif hanya terdeteksi pada kasus pulmonal.
Diskusi Kode diagnostik ICD-10-CM R04.2 mendefinisikan hemoptisis sebagai batuk atau memuntahkan darah dari saluran pernapasan dengan klarifikasi lebih lanjut sebagai “pengeluaran atau ludah darah yang berasal dari bagian mana pun dari saluran pernapasan, biasanya dari pendarahan di parenkim paru (alveoli) dan arteri bronkial. ” Penelitian kami
menyarankan (Tabel 1 dan Tabel 2) bahwa perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal adalah dua kondisi yang berbeda secara signifikan dan tidak dapat disatukan di bawah satu kode diagnostik. Dalam seri kasus perdarahan ekstrapulmonal kami, terdapat 23 (22%) pasien dengan epistaksis idiopatik atau traumatik yang seharusnya dikodekan sebagai kode ICD10CM R04.0. Pada kasus pediatri; darah sering mengalir ke nasofaring dan kemudian muncul sebagai dahak berdarah atau batuk yang bisa menyesatkan seorang praktisi untuk memberikan kode yang benar. Definisi
yang
tepat
untuk
hemoptisis
menyebabkan
masalah
dalam
penelitian/kebijakan dan memberikan tantangan pada praktik klinis. Pasien anak dengan perdarahan ekstrapulmonal dapat dirujuk ke departemen THT-KL atau bedah maksilo-fasial, sementara pasien dengan perdarahan pulmonal atau bronkial harus dirawat di Unit Perawatan Intensif Anak dan/atau departemen bedah anak. Dalam penelitian kami, batuk berdarah adalah gejala yang muncul pada 74% kasus. Oleh karena itu, definisi "batuk darah" tidak sepenuhnya benar dan diperlukan klarifikasi lebih lanjut mengenai definisi hemoptisis. Sebagai contoh, studi terbaru Simon et al. melaporkan prevalensi penyebab kasus hemoptisis pediatri yang paling umum dan mengidentifikasi bahwa pneumonia, bronkitis, dan tuberkulosis paru adalah etiologi spesifik yang paling umum.17 Pada kasus ini, penulis menggunakan istilah "hemoptisis" hanya merujuk pada perdarahan pulmonal atau bronkial. Pendarahan ekstrapulmonel sangat jarang menyebabkan kematian. Kasus mortalitas kami sebagian besar terkait dengan penyakit yang mendasari (gagal hati, sepsis dan sindroma distres pernapasan akut (ARDS)) dan lebih sedikit pada perdarahan pulmonal. Pasien dengan prognosis buruk yang telah dijelaskan dalam literatur, terutama muncul dengan perdarahan pulmonal yang difus dalam konteks sindroma pulmonal-renal autoimun,18 yang merupakan sebuah kombinasi glomerulonefritis dan perdarahan pulmonal dan kondisi ini sangat jarang terjadi pada populasi pediatri. kami tidak memiliki kasus dengan patologi renal dalam penelitian kami. Aspirasi benda asing adalah masalah pediatri khusus terutama pada masa bayi dan anak usia dini. Dalam penelitian kami, semua pasien dengan aspirasi benda asing memiliki temuan radiologis positif, sebuah fakta yang dapat dijelaskan oleh karena rujukan yang terlambat. Namun, foto thoraks mungkin normal dalam 24 jam pertama setelah aspirasi benda asing. Adanya atelektasis, infiltrat paru, dan pergeseran mediastinum menunjukkan aspirasi benda asing.
Cystic fibrosis adalah penyebab bronkiektasis yang paling mungkin pada anak-anak, namun penyakit ini dikesampingkan pada pasien kami. Efrati et al. menggambarkan kejadian serupa (9%) dari hemoptisis pada anak-anak Israel dengan bronkiektasis yang dikarenakan oleh cystic fibrosis, 12,5% dari mereka membutuhkan embolisasi arteri bronkial.21 Penyakit perdarahan hematologis jarang berhubungan dengan hemoptisis dan perdarahan pulmonal pada anak-anak.19 Dalam penelitian ini, 14% dari pasien dengan perdarahan pulmonal menderita koagulopati yang signifikan karena gagal hati atau sepsis. Dua pasien dengan gagal hati tidak menjalani transplantasi hati karena ensefalopati hepatik yang parah saat masuk; oleh karena itu, persentase perdarahan pulmonal dan mortalitas yang tinggi pada pasien ini dapat dijelaskan oleh perjalanan alamiah penyakit hati mereka. Penyalahgunaan kokain ditemukan sebagai penyebab anemia, perdarahan pulmonal yang difus, dan gagal napas pada salah satu pasien kami (Gambar. 1B). Kasus seperti itu jarang terjadi tetapi kasus yang serupa pernah dilaporkan sebelumnya dan menggambarkan anemia akut yang berhubungan dengan perdarahan alveolar setelah menghirup kokain. Patogenesisnya masih belum jelas tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa vasokonstriksi yang diinduksi oleh kokain, kerusakan vaskular pada jaringan paru, aktivasi platelet, dan aktivitas prokoagulasi dapat menyebabkan patologi tersebut. Hemoptisis berhubungan dengan infeksi paru oleh bakteri, virus, dan jamur telah dijelaskan sebelumnya.24-26 Kami mengkonfirmasi bahwa pasien tersebut mungkin memiliki infiltrat paru lobular, leukositosis, dan protein C-reaktif yang tinggi. Sebuah studi pada 21 pasien simptomatik dengan asma, 29% mengeluhkan hemoptisis.27 Pasien asma kami satusatunya menunjukkan infiltrat di lobus tengah dan lingula, menunjukkan sindroma lobus tengah. Malformasi vaskular kongenital relatif jarang terjadi dan kami hanya memiliki dua kasus seperti itu. Namun, malformasi ini dapat tidak diketahui untuk waktu yang lama. Penelitian terbaru menunjukkan sebuah kasus dengan riwayat hemoptisis berulang selama 10 bulan karena tidak adanya arteri pulmonalis unilateral.28 Pada kasus ekstrapulmonal, trauma laring menjadi penyebab perdarahan yang paling mengancam jiwa karena gejala klinisnya jarang berkorelasi dengan tingkat kegagalan saluran pernapasan.29 Gagasan bahwa kejadian perdarahan ekstrapulmonal secara signifikan lebih tinggi daripada perdarahan pulmonal perlu diperhatikan pada kasus-kasus ini dan untuk proses diagnosis banding antara perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal.
Hasil kami menunjukkan bahwa diagnosis banding perdarahan ekstrapulmonal dan intrapulmonal dapat berdasarkan pada perbedaan yang signifikan dari usia rata-rata, frekuensi, waktu klinis aspirasi benda asing, infiltrat difus pada foto thoraks, dan prevalensi anemia berat antara kedua kelompok . Kami percaya bahwa untuk kegawatdaruratan pediatri dari sifat ini, apa pun kecurigaan awal seorang dokter yang bertugas, baik seorang dokter paru anak maupun dokter THT-KL anak harus diundang untuk konsultasi. Dokter anak mungkin menghargai kenyataan bahwa dalam sebagian besar kasus, pengeluaran dahak berampur darah tidak ada hubungannya dengan penyakit paru. Pada saat yang sama, spesialis THT-KL pediatri harus bersiap untuk mengevaluasi gangguan paru yang serius pada pasien tersebut. Walaupun penelitian kami terbatas pada kasus pediatri, kami harus menunjukkan bahwa perdarahan ekstrapulmonal dan intrapulmonal dapat terjadi pada segala usia, kasus pediatri berbeda dari kasus dewasa dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Misalnya, keberadaan benda asing di saluran pernapasan adalah masalah pediatri yang sangat umum sementara tumor paru sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja. Keterbatasan lain adalah bahwa pusat medis kami adalah rumah sakit umum yang berafiliasi dengan universitas besar yang tidak menyediakan layanan bedah jantung anak, transplantasi, atau layanan cystic fibrosis. Ini bisa menjadi alasan mengapa pasien dengan kondisi ini yang biasanya berhubungan dengan perdarahan, tidak ditemukan dalam penelitian kami. Perdarahan ekstrapulmonal adalah penyebab utama batuk berdarah di sebagian besar negara maju, negara berkembang mungkin memiliki pengalaman lain dengan kondisi ini. Terdapat beberapa negara dimana kasus tuberkulosis pediatri umum terjadi. Laporan dari Tunisia, Turki, dan Iran menunjukkan kebutuhan untuk menyediakan diagnosis banding antara kasus TB dan asma (sumber perdarahan pulmonal) dibandingkan dengan rinitis alergi (sumber pendarahan ekstrapulmonal).30-32 Cystic fibrosis tidak lagi dianggap sebagai penyebab utama hemoptisis di Israel, hal ini mungkin tidak sama di negara lain.33 Pengembangan diagnosis banding yang paling tepat antara perdarahan pulmonal dan ekstrapulmonal tetap dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di beberapa negara di dunia.