PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium yang termasuk golongan Protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk anopheles. Penyebaran penyakit malaria berhubungan dengan perubahan iklim baik musim kemarau atau musim peghujan. Perubahan musim berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi iklam yang menyangkut temperatur, kelembaban, curah hujan, cahaya dan pola tiupan angin mempunyai dampak langsung pada reproduksi vektor, perkembangannya, lama hidup dan perkembangan parasit dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam pertanian yang dapat memengaruhi kepadatan populasi vektor. Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena setiap tahun 500 juta manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal. Kasus terbanyak berada diafrika namun juga melanda Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa negara di Eropa. Di duga sekitar 36% penduduk dunia terkena resik malaria (Depkes,2008). Menurut Marsaulina (2002), WHO mengembangkan suatu program satu satu respons terpadu untuk mengatasi masalah edemis malaria di negara0negara berkembang. Respon tersebut berupa Roll Back Malaria (RBM) yang diartikan sebagai “Gerbak Malaria” yang merupakan gerakan bersama, terpadu antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga donor dan masyarakat,. Gerakan malaria bertujuan untuk mengurangi beban malaria sebanyak 50% yang dimulai sejak april 2007. Di indonesia pada tahun 2007 telah terjadi 1,700,000 kasus klinis malaria dengan 700 kematian. Dari 576 kabupaten yang ada 424 kabupaten diantaranya merupakan daerah edemis malaria dan diperkirakan 45% penduduk indonesia beresiko tertular. Pengukuran angka kesakitan menggunakan Annual Parasite Incidence (API) dan Annual Malariae Incidence (AMI). Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium yang terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium vivax dengan masa inkubasi 8-14 hari, Plasmodium Falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari, Plasmodium Malariae dengan masa inkubasi 730 hari, Plasmodium oval dengan masa inkubasi 8-14 hari, penularan malaria melalui gigitan nyamuk Anopheles yang telah terinfeksi parasit malaria. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, ikterus, panas dingin dan keringat dingin. Malaria di indonesia masih merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi ancaman, bahkan sering menimbulkan kematian apabila tidak diobati dengan benar. Malaria menduduki urutan ke-8 dari 10 besar penyakit penyebab utama di indonesia, dengan angka kematian diperkotaan 0,7% dan dipedesaan 1,7%. Guna mengurangi kasus malaria, pemerintah membuat rencana pengendalian tahun 2008, yang meliputi kegiatan sosialisasi dan peningkatan kualitas pengobatan obat anti
malaria dengan ACT (Artemisinis Combination Therapy) diseluruh indonesia peningkatan pemeriksaan laboratorium/mikroskop dan penemuan pengobatan dan pencegahan penularan malaria. Selain itu, dilakukan peningkatan perlindukan penduduk beresiko dan pencegahan penularan malaria khususnya melalui kegiatan pembagian kelambu berinsektisida (Long Lasting Insectisida Net) gratis ke daerah edemis malaria tinggi yang masih dibantu oleh Global Fund (Hutajulu,2009). Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Protozoa Parasit yang merupakan golongan Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat pada negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan atau pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur.
1.2 TUJUAN Setelah diberikan penyuluhan masyarakat mampu dan mengerti mengenai upaya pencegahan penyakit malaria
1.3 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana meningkatkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit malaria melalui edukasi kesehatan ? 2. Bagimana pemanfaatan kearifan lokal dalam pencegahan penyakit malaria bagi masyarakat? 3. Bagaimana mewujudkan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan penyakit malaria? 4. Bagaimana menciptakan pola hidum masyarakat yang sehat dengan memelihara lingkungan sekitar?
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria adalah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis. Malaria adalah penyakit yang ditularkan nyamuk menular dari manusia dan hewan lain yang disebabkan oleh parasit protozoa (kelompok bersel tunggal mikroorganisme) yang termasuk dalam genus plasmodium. Penyakit malaria dalam kasus yang parah dapat menyebabkan kuning pada kulit, kejang, koma, atau kematian. Penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk dan gejala biasanya mulai 10-15 hari setelah di gigit. Pada mereka yang belum tepat diobati penyakit bisa kambuh sebulan kemudian. Pada mereka yang baru-baru ini selamat infeksi, infeksi ulang biasanya menyebabkan gejala ringan. Parasit ini resistensi menghilang selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun jika tidak ada paparan berkelanjutan untuk malaria. Di dalam tubuh manusia, parasit plasmodium akan berkembang biak diorgan hati kemudian menginfeksi sel darah erah yang akhirnya menyebabkan penderita mengalami gejala-gejala malaria seperti gejala pada penderita influensa, bila tidak di obati maka akan semakin parah dan dapat terjadi komplikasi yang terujung pada kematian. Penyakit ini ditularkan paling sering terinfeksi oleh perempuan Anopheles nyamuk. Gigitan nyamuk memperkenalkan parasit air liur nyamuk menjadi seseorang darah. Parasit kemudian berjalan ke hati dimana mereka dewasa dan bereproduksi. Lima spesies Plasmodiums dapat menginfeksi dan menyebar oleh manusia. Sebagian besar kematian dapat disebabkan oleh Plasmodium Falciparum, karena Plasmodium Vivax, Plasmodium Ovale, dan Plasmodium Malariae umumnya menyebabkan bentuk ringan dari malaria. Spesies Plasmodium Knowlesi jarang menyebabkan penyakit pada manusia.
2.2 Etiologi Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu, 2.2.1 Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
2.2.2 Plasmodium
falciparum,
memberikan
banyak
komplikasi
dan
mempunyai
perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam). 2.2.3 Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat). 2.2.4 Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi plasmodium vivax 14-17 hari, plasmodium oval 11-16 hari, plasmodium malariae 12-14 hari, dan plasmodium falciparum 10-12 hari ( masjoer,2001)
2.3 Patofisiologi Setelah melalui jaringan hati Plasmodium Falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang di lepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesis terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak di teliti adalah patogenesis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium Falciparum. Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (Host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetika, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium atur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring Erythrocyte Surgace Antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium atur. Permukaan membran EP stadium atur akan mengalami penonjolan dan membentuk knot dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP 1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu Glikosilfastidilinositol yang merangsang pelepasan TNI-x dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes veterba termasuk manusia.
2.3.1 Fase Aseksual Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merosot. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merosot keluar dan masuk aliran darah, disebut sporulasi. Pada Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnosoit dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens. Fase eritrosit dimulai dalam merosot dalam darah menyerang eritrosit membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-merozoit. Setelah 2-3 generasi merosot infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. 2.3.2 Fase Seksual Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. Patogenesis malaria ada 2 cara, yaitu : 1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia 2. Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia melalui transfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi.
2.4 Manifestasi klinis Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut : 2.4.1 Demam Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan : 1)
Periode dingin. Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. 2)
Periode panas Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC
atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat 3)
Periode berkeringat Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
2.4.2. Splenomegali Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
2.4.3. Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
2.4.4. Ikterus Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain : 1) Ikterus hemolitik Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).
2.5 Komplikasi Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah : 2.5.1.
Malaria otak Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila
dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
2.5.2. Anemia berat Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
2.5.3. Edema paru Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
2.6 Epidemologi Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya ( survey kesehatan rumah tangga, 2001 ). Di perkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten /kota merupakan daerah endemis malaria. Upaya penanggulangan malaria telah menunjukan peningkatan mulai dari tahun 1997 s/d 2004.
2.7 Pemeriksaan diagnostic 2.7.1. Pemeriksaan mikroskopis malar Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita.Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari. Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik
yang
tinggi
(sensitivitas
dan
spesifisitas
mencapai
100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat. 4) Identifikasi spesies plasmodium 5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
2.7.2. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat) Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
2.7.3. Pemeriksaan imunoserologis Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
2.7.4. Pemeriksan Biomolekuler Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium,
menurut
Tjay
&
Rahardja
(2002)
antara
lain
sebagai
berikut:
2.8.1. Malaria Tersiana/ Kuartana Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
2.8.2. Malaria Ovale Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
2.8.3. Malaria Falcifarum Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
2.9 Patologi Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum karena kematian biasanya disebabkan oleh Plasmodium Falciparum. Selain perubahan jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah keadaan mikro-vaskular dimana parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat antara otak, jantung-paru, hati limpa, ginjal, usus, dan sumsum tulang. Pada otopsi di jumpai otak yang membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel pada jaringan putih (whitw matter). Perdarahan jarang pada substansi abu-abu. Tidak di jumpai herniasi. Hampir seluruh pembulu kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif normal bila anemia tampak pucat dan di latasi. Pada paru di jumpai gambaran edema paru, pembentukan membran halim, adanya aggregasi leukosit. Pada ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler glomelurus, ploriferasi sel mesangsial dan endotel. Pada pemeriksaan imunofluorensen di jumpai reposisi imunoglobulin pada membran asal kapiler glomelurus. Pada saluran cerna bagian atas dapat terjadi perdarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga di jumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pasa sumsum tulang di jumpai dyserythropoises, makrofag mengandung banyak pigmen, dan erythrophagocytosis.
2.10 Gejala dan Tanda Penyakit Malaria Tanda-tanda dan gejala malaria biasanya mulai 8-25 hari setelah terinfeksi. Manifestasi awal dari penyakit umum untuk semua spesies malaria adalah mirip dengan flu seperti gejala dan dapat menyerupai kondisi lain seperti septikemia, gastroenteritis, dan penyakit virus. Presentasi mungkin termasuk sakit kepala, demam, menggigil, nyeri sendi, muntah, anemia neolitik, penyakit kuning, hemoglobin dalam urin, kerusakan retina, dan kejang-kejang.\ Gejala klasik malari adalah serangan tiba-tiba, terjadi karena siklus dingin tiba-tiba di ikuti dengan dan kemudia demam dan berkeringat terjadi setiap 2 hari (demam malaria) di Plasmodium Vivax dan Plasmodium Infeksi oval, dan setiap 3 hari (demam quartan) untuk
Plasmodium Malariae, Plasmodium Infeksi faciparum dpat menyebabkan demam berulang setiap 36-48 jam atau demam kurang jelas dan hampir terus menerus. Malaria berat biasanya disebabkan oleh P.Falciparum (sering disebut malaria falciparum sebagai). Gejala malaria falciparum muncul 9-30 hari setelah terinfeksi. Individu dengan malaria serebral sering menunjukkan neurologis geala, termasuk sikap yang abnormal, nistagmus, konjugat menatap plasy (kegagalan mata untuk mengubah bersama dalam arah yang sama_, opisthotonus, kejang atau koma/ Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat atau ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (P.Falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, leadaan kesehatan dan nutrisi, kempprofilaktis dan pengobatan sebelumnya. Gambaran klinis ditentukan oleh faktor parasit, pejam dan sosial-geografi. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah : 2.10.1 Demam Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada malaria tertina (Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P.Mlariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan ditandai dengan beberapa serangan demam periode. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respons imun. 2.10.2 Splenomegali Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. 2.10.3 Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.Falciparum. anemia disebabkan oleh : a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang 2.10.4 Ikterus Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria laten adalah masa pasien diluar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat
ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati. Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama, relaps dapat bersifat: 1. Relaps jangka pendek (rekrudesensi),dapat timbul 8 minggu setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak. 2. Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih stelah serangan pertama hilang karena parasit dalam eksoeritrosit hati masuk kedarah dan berkembang biak.