Pendahuluan.docx

  • Uploaded by: RobbyAjiArya
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pendahuluan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,603
  • Pages: 20
A. Pendahuluan Triase adalah tahap yang kedua setelah tahap persiapan dari suatu inisial asesmen. Inisial sendiri adalah suatu penilaian yang cepat dan mudah, yang diperlukan untuk penderita yang terluka parah guna keperluan pengelolaan yang tepat guna, sehingga penderita terhindar dari kematian. Inisial asesmen meliputi : 1.Persiapan 2.Triase 3.Survei primer (ABCDE) 4.Resusitasi 5.Tambahan dari survei primer dan resusitasi 6.Survei sekunder (Head to toe dan anamnese) 7.Tambahan survei sekunder 8.Pemantauan dari re-evaluasi berlanjut 9.Penanganan definitif Survei primer maupun survei sekunder dilakukan berulang-ulang supaya dapat mengenali penurunan keadaan penderita dan terapi dapat segera diberikan bila diperlukan. Dalam prakteknya, urutan kejadian diatas disajikan berurutan, kenyataannya dapat berlangsung simultan. B. Persiapan Persiapan penderita berlangsung dalam 2 fase. Fase pertama adlah fase prarumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian sebaiknya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di Rumah Sakit. Fase kedua adalah fase Rumah Sakit (inhospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat. 1. Fase Pra-Rumah Sakit Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit mempersiapkan Tim Trauma sehingga sudah siap saat penderita sampai di Rumah Saki. Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan Airway, kontrol perdarahan dan syok, imobolisasi penderita dan pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok, sebaliknya ke suatu rumah sakit rujukan yang diakui. Waktu di tempat kejadian (SCENE time) yang lama harus dihindari.

2. Fase Rumah Sakit Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Sebaiknya ada ruangan resusitasi. sudah dipersiapkan, dicoba, dan diletakkan di tempat yang mudah terjangkau. Cairan kristaloid (misalnya : ringer’s lactate) yang sudah dihangatkan

digantung pada tempatnya. Perlengkapan monitoring yang diperlukan sudah dipersiapkan. Suatu sistem pemanggilan tenaga medik tamabahan sudah harus ada, demikian Perlengkapan Airway (laringoscope, endotracheal tube, dsb) juga tenaga laboratorium dan radiologi. Semua tenaga medik yang berhubungan dengan penderita harus dihindarkan dari kemungkinan penularan penyakit menular, terutama hepatitis dan Acquired Immuno-deficiency Syndrome (AIDS). Dianjurkan pemakaian alat-alat protektif, misalnya : masker (face mask ), proteksi mata (kaca mata), baju kedap air, sepatu dan sarung tangan kedap air, bila ada kontak dengan cairan tubuh penderita. C. Triase Triase adakah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada kebutuhan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure). Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk. Merupakan tanggung jawab pra Rumah sakit (dan pimpinan tim lapangan) bahwa penderita akan dikirim ke Rumah Sakit yangsesui. Merupakan kesalahan besar untuk mengirim penderita ke rumah sakit non-trauma bila ada pusat trauma tersedia. Suatu sistem skoring akan membantu dalam pengambilan keputusan pengiriman ini. Dua jenis keadaan triase dapat terjadi : 1. Musibah masal dengan jumlah penderita dan bertanya perlukaan tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Dalm keadaan ini penderita dengan masalah gawat-darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu. 2. Musibah massal dengan jumlah penderita dan bertanya perlukaan melampui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahhulu adlah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit. Pemberian Label Triase (berdasarkan prioritas diatas) : Ø Label hijau : Penderita tidak luka (Ruang tunngu untuk dipulangkan) Ø Label kuning : Penderita hanya luka ringan (Kamar bedah minor IGD) Ø Label merah : Penderita dengan cedera berat (Resusitasi- Kamar operasi mayor IGD) Ø Label biru : Penderita dalam keadaan berat (Syok-terancam kematian) Ø Label hitam : Penderita sudah meninggal (Kamar Jenazah)

Triase Skenario ¤ Contoh kasus musibah massal 1. Kecelakaan Mobil Anda adalah seorang dokter jaga di rumah sakit daerah dengan 100 bed. Selain anda, sedang bertugas seorang peawat dan seorang pembantu perawat yang siap membantu anda. Sepuluh manit yang lalu anda mendengar dari mobil ambulan melalui ORARI bahwa akan ada pasien datang dengan kecelakaan mobil tunggal. Tidak ada informasi yanglain. Dua ambulan datang dengan 5 pasien sebagai penumpang mobil yang berkecepatan 60 mil/jam (96 km/jam)sebelum terjadinya kecelakaan. Ø Pasien A laki-laki usia 45 tahun, sopir mobil, tampaknya ia tak memakai sabuk pengaman. Sewaktu kecelakan dia terlempar kearsh kaca depan. Pada saat tiba dia mengalami gangguan pernafasan yang berat. Luka meliputi trauma maksilofacial yang berat dengan perdarahan melalui hidung dan mulut, deformasi paada lengan kiri, dan abrasi diseluruh dada bagian depan. GCS skor : 8, tensi : 150/80; plus : 140/m; RR : 25/m Ø Pasien B Seorang penumpang, wanita 38 tahun, terlampar dari kursi depan dan ditemukan 9 meter dari mobil. Sewaktu tiba dia sadar, kesakitan, dan mengeluh bahwa dada dan perutnya sakit. Pada palpasi pada panggulnya ia mengalami nyeri yang berat dan krepitasi oleh karena fraktur tak teraba. Tensi : 110/90; Plus : 140/m; RR : 25/m. Ø Pasien C Laki-laki usia 48 tahun ditemukan dibawah mobil. Pada waktu ia dalam keadaan bingung manjawab perlahan jika diajak bicara. GCS skor : 10. Kecelakaan meliputi luka-luka dibagian muka, dada dan perut. Suara nafas tak terdengar pada paru kiri, dan nyeri palpasi pada abdomen. Tensi : 90/50; plus : 140/m; RR : 35/m. Ø Pasien D Wanita, histeris, umur 25 tahun, diambil dari dalam mobil di kursi belakang. Dia sedang hamil 8 bulan dan mengeluh sakit perut.Luka meliputi abrasi di bagian muka dan di bagian perut bagian depan. Nyeri palpasi pada abdomen. Dia dalam keadaan partus. Tensi : 120/80; Puls : 100; RR : 35/m Ø Pasien E Seorang anak 6 tahun, ditolong dari dalam mobil di kursi belakang. Di tempat kejadian dia dapat berbicara dan kesakitan. Sekarang dia hanya bisa menagis jika merangsang nyeri. Luka meliputi luka abrasi yang multipel dan ada deformasi pada dorsal kaki kiri. Pada mulut dan hidung tampak darah kering. Tensi : 110/70; 180/m; RR : 35

2. Peledakan dan kebakaran Disebuah rumah kayu terjadi peledakan dan kebakaran yang disebabakan adanya kompor gas yang meledak. Karena tempat kejadian dekat dengan rumah sakit maka petugas langsung mengirim pasien ke rumah sakit tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Lima pasien semua masih dalam satu famili sudah di immobilisasi dengan long spine boards. Dan diangkut ke rumah sakit. Ø Pasien A Laki-laki 45 tahun, menderita 63% pada permukaan kulit di bagian depan dari dada, perut, paha dan kaki. Dia juga menderita kebakaran grad 4 pada kedua tangan, muka dan kaki. Rambut ikut terbakar. Dia batuk dan mengeluarkan riak yang hitam, suara tidak terganggu. Tensi : 120 sstolik. Puls 100/menit; RR : 30 Ø Pasien B Wanita 34 tahun menderita 35 % luka bakar. Luka bakarnya adalah kebanykan super fisial dan ada yang penuh yangmeliputi dada punggung dan lengan. Dia menderita laserasi yang besar pada kening, perdarahan sudah teratasi. Tampak ada deformasi pada pundak kanan. Dia mengeluh adanya kelemahan pada tangan dan kaki. Tensi : 130/90, Puls : 90/menit; RR : 45 Ø Pasien C Pria 19 tahun menderita 36% luka bakar. Yang meliputi dada bagian depan, perut dan kai. Grad luka bakar campuran 3 dan 4. Dia hanya memberi respon kika diberi ranbgsangan kuat. Tensi : 80/40, Puls : 140/menit, RR : 32 Ø Pasien D Wanita 70 tahun menderita luka bakar 60% dan mengisap asapnya. Dia batuk dan mengeluarkan spuntum hhitam dan suara serak. Grad luka bakar campuran 3 dan 4 meliputi : tubuh bagian depan, kedua kaki, bagian kaki kiri belakang dan sedikit pada punggung. Kesadaran agak menurun tapi masih bisa menjawab pertanyaan. Tensi : 140/110, Puls110/menit, RR : 32

Ø Pasien E Perempuan 6 tahun menderita luka bakar 25%. Luka bakrnya grad 2 dan 3 terletak pada punggung pantat dan bagian balakang dari kedua paha. Walaupun dia takut dan menangis dia tampak stabil. Tensi : 110/70, Puls : 100/menit, RR : 32

¤ Cara melakukan triage

Penderita Gadar A (Airway) B (Breathing) C (Circulation) D (Disability) Prioritas I II III IV V dst

D. Kesimpulan Agar tindakan triage dan resusitasi dapat melaksanakan dengan tepat, cermat dan cepat di IGD, maka perlu : b. Tempat triage- resusitasi Hendaknya diatur sedekat mungkin antara kedatangan- penderita-triage-resusitasi c. Sumber daya manusia Telah mendapatkan latihan yang cukup untuk tindakan life support baik tenaga dokter, perawat,, sopir ambulans. d. Peralatan Disiapkan peralatan resusitasi siap pakai melipuit : obat, bahan habis pakai dan peralatan life support lainnya. MATERI RESUSITASI JANTUNG PARU Airway : Jalan Nafas Orang tidak mungkin bernafas apabila jalan nafas tersumbat/obstruksi. Obstruksi jalan nafas sering disebabkan oleh : lidah,

benda asing (seperti gigi palsu, darah, muntah dan mukus) membuka jalan nafas pada penderita yang tidak sadar adalah tindakan pertama. 1. Obstruksi yang disebabkan oleh Lidah Lidah pada penderita yang tidak sadar dengan tidur terlentang, sangat mudah jatuh kearah dinding faring posterior (tenggorokan belakang) sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas kepala jangan diganjal. Jalan nafas dapat dibebaskan kembali dengan melakukan tindakan manual atau dengan memakai alat khusus. 2. Ekstensi Kepala Menggunakan satu tangan dibawah leher dan tangan lainnya pada kening, tarik kepala kearah kaudo posterior, tindakan ini sering menimbulkan nafas spontan. Pada bayi ekstensi minimal saja (kalau maksimal bisa menyebakan obstruksi jalan nafas) 3. Tarik Dagu Gunakan kedua tangan untuk mengangkat/mendorong rahang/pada waktu yang bersamaan pertahankan mulut terbuka dan ekstensi kepala (gerak tripsi jalan nafas) Indikasi : Apabila tindakan manusal tidak berhasil atau bila dibutuhkan waktu yang lama untuk mempertahankan jalan nafas terbuka 4. Pipa Orofaring Ini adalah alat sederhana yang cukup baik untuk mempertahankan lidah terangkat, gigi dan bibir terpisah dari bagian atas dan bawah pada penderita koma. 5. Pipa Endotrakea Tujuan intubasi trakea : Memudahkan ventilasi/oksigenasi Mencegah aspirasi Memudahkan pengisapan benda asing, darah/lendir/cairan dari jalan nafas/paru 6. Obstruksi yang disebabkan benda asing Obstruksi akibat benda asing harus dicurigai apabila pernafasan buatan dengan cara yang betul telah dilakukan tetapi dada tidak berkembang/terasa berat. Benda asing yang berada dijalan nafas bawah harus ditarik keatas sebelum dapat dikeluarkan melalui mulut. Silang jari telunjuk dengan ibu jari tekankan dengan ujung-ujung jari tersebut pada giginya pada satu sisi mulut. Bersihkan kearah luar benda asing tersebut dengan jari telunjuk yang lain. Pukul antara dua scapula (hanya dianjurkan untuk bayi dan anak kecil). Batuk buatan akan timbul dengan jalan memberikan beberapa pukulan diantara dua skapula, sehingga benda yang mengakibatkan obstruksi akan terlepas. Pada bayi/anak yang kecil waktu dilakukan pemukulan, dada dan dagu ditahan, tapi kepala harus lebih rendah. Hentakan abdomen. Lakukan hentakan pada daerah epigastrium abdomen atas beberapa kali. Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak kecil.

Alat penghisap Aspirasi cairan langsung kedalam trakea atau paru sangat berbahaya. Untuk mencegah hal ini dikeluarkanlah cairan yang berada didalam nafas dengan alat penghisap. Posisi Stabil Miring “Auto Drainage Position” Apabila pernafasan spontan atau telah kembali sponta, letakkan penderita pada posisi stabil miring memudahkan mengalirnya sekresi/cairan yang mungkin ada dari mulut/faring/laring dan jangan terjadi aspirasi paru akibat regurgitasi dari lambung. Jadi prinsip posisi ini sumbu trakhea lebih tinggi dari pada faring/laring (cara tertera dibawah).

7. BREATHING – PERNAFASAN Apabila pernafasan sangat lemah dan ireguler atau apne/henti nafas lakukan pernafasan buatan segera !! Metode pernafasan buatan : a. Mulut ke mulut : Ekstensi kepala untuk membuka jalan nafas. Tutup lubang hidung dengan jepitan jari telunjuk-ibu jari atau dengan pipi penolong lalu tarik nafas dalam Rapatkan bibir pada penolong disekitar mulut penderita. Tiupkan udara ekspirasi penolong kedalam paru penderita dan perhatikan dada berkembang atau tidak Lepaskan mulut penolong untuk membiarkan penderita ekshalasi secara pasif dan perhatikan dada mengempis Ulang pernafasan buatan sebagaimana frekuensi nafas normal (12 x /menit) Tutup mulut penderita rapat rapat dengan menekankan bibir bagian bawah. Lingkari hidung penderita dengan bibir penolong rapat dan ditiup. Untuk memudahkan ekshalasi, coba untuk membuka mulut penderita atau sekurang-kurangnya pisahkan kedua bibir penderita Ulang pernafasan buatan sesuai dengan frekuensi normal, b. Mulut kemulut dan hidung Untuk bayi /anak kecil Tiuapan memakai hembusan dengan tena pipi (20-30 kali/menit) Letakkan sungkup muka (face mask) diatas mulut dan hidung Tiupkan ke udara ekspirasi penolong melalui lubang sungkup muka Lepaskan mulut penolong untuk membiarkan penderita ekspirasi secara pasif. Catatan : > Nafas buatan memakai mulut ()2 yang didapat 16 %)

> Orang dewasa dengan menarik nafas dalam dan ditiup kira-kira 2x nafas biasa > Anak besar/dewasa kecil. Nafas biasa dan ditiup dengan tenaga ekspirasi biasa,

c. Bag-mask ventilation. Pada penolong yang terlatih baik, cara ini sangat berguna dan menyenangkan. d. Udara bebas Kalau alat ini dipakai )2 tabung (02 yang didapat 21 %) e. Tambahan 02 tabung 02 yang didapat penderita bisa mencapai 100 % CIRCULATION – SIRKULASI Apabila denyut jantung berhenti lakukan segera kompresi jantung luar kombinasi dengan pernafasan buatan yang dikenal rebagai resusitasi jantung paru Henti Jantung. Cara mengenal adanya henti jantung : 1. Tidak sadar 2. Tidak terabanya nadi karotis atau femoralis (pada bayi atau neomatus nadi brakhialis atau femoralis) 3. Henti nafas 4. Tampak seperti mati 5. Orang-orangan mata melebar 6. Warna kulit pucat sampai kelabu Jika No. 1 dan 2 positif, pasti terdapat henti jantung !!! KOMPRESI JANTUNG LUAR. Pada orang dewasa : korban diletakkan di tempat yang keras dan rata, pangkal telapak tangan ditindihkan satu sama lain pada posisi dua jari diatas ujung tulang dada korban. Ditekan sedalam 3 – 5 cm kearah tulang belakang korban dengan kecepatan 80 – 100 kali permenit. Pada anak-anak Korban diletakkan ditempat, keras dan rata, sebelah dari panglak telapak tangan diletakkan dipertengahan tulang dada. Ditekan sedalam 2 – 3 cm kearah tulang belakang dengan kecepatan kurang lebih 100 kali permenit. Pada Bayi Punggung korban diletakkan dikedua telapak tangan kedua ibu jari dibawah pertemuan tulang dada dengan garis interpapilaris . kedua ibu jari tersebut dihentakkan kearah tulang belakang 1-2 cm sebanyak 100-120 kali permenit

Cara lain. Penekanan dilakukan dengan ujung jari telunjuk dan jari tengah. TEHNIK KOMBINASI KOMPRESI JANTUNG LUAR DENGAN PERNAFASAN BUATAN Dengan satu penolong. Setiap 15 kali kompresi jantung luar diikuti 2 kali pernafasan buatan. Dengan dua penolong. Dengan satu penolong sewaktu memberikan pernafasan buatan, kompresi jantung luar terhenti. Sedangkan dengan kedua penolong : pernafasan buatan diberikabn setelah kompresi kelima. Tehnik kombinasi ini dinyatakan berhasil kalau ada tanda-tanda. Nadi karatis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan dan kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul teratur maka kompresi dapat dihentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan. Bila orang-orangan mata tetap lebar, warna kulit tetap pucat kelabu, tetap tidak sadar dan resusitasi sudah berlangsung 1530 menit, maka resusitasi dihentikan. Bila orang-orangan mata mengecil, warna kulit menjadi kemerah-merahan, tetapi denyut karotis belum teraba, maka kompresi jantung dan pernafasan buatan tetap diteruskan dan bawa korban ke rumah sakit secepatnya. Tehnik kombinasi pada anak/bayi perbandingan kompresi jantung luar dengan pernafasan buatan adalah 5 : 1 pada satu ataupun dua penolong.

SKEMA TINDAKAN RESISITASI Tidak sadar ---à Bebaskan jalan nafas

Nafas Ada tidak ada

Pertahankan Pernafasan buatan 2 kali Posisi yang baik

Nadi karotis

Ada tidak ada

Pernafasan buatan Tehnik kombinasi ( 2 – 20 kali/menit) (dewasa) Kompresi jantung luar 20-30 kali/menit dengan (anak bayi) pernafasan buatan

TEHNIK INTUBASI TRAKEA 1. Sebaiknya ada asisten di samping 2. Pilih, siapkan dan periksa alat-alat. Jangan tergantung pada orang lain Pilih ukuran pipa endotrakea yang sesuai, selalu diambil 2 buah (yang dianggap cukup dan yang lebih kecil) Pilih tipe laringoskopi yang biasa dipakai Oleskan pipa endotrakea dengan “Jelly” yang larut dalam air (misal : Xylocain, K-Y Jelly) Periksa balon pipa endorakea bocor apa tidak 3. Penderita dalam posisi terlentang. Kepala ditinggikan sedikit dengan mengganjal occiput sedikit (dengan bantal tipis). Leher fleksi dan kepala hiperekstensi agar daun laringoskopi) satu garis dengan trakea 4. Oksigenasi penderita dengan 02 100 % selama 2 menit 5. Waktu memasukkan pipa endotrakea tahan nafas penolong, apabila tidak bisa lagi hentikan intubasi (pada penderita apne) 6. Memasukkan pipa endrotrakea (intubasi) Pertama-tama buka mulut dengan tangan kanan (dengan cara “Gerak jari silang”) Pegang gagang laringoskopi dengan tangan kiri, masukkan daun laringoskopi dari sudut mulut kanan, dorong lidah kearah kiri. Hati-hati jangan melukai bibir akibat gigi dan laringoskopi Dorong daun laringoskopi kearah tengah depan dan lihat mulut penderita, valvula, farings dan epiglotis Perhatian aritenoid dan garis tengah (terpenting), kemudia pita suara (diharapkan tapi tidak merupakan keharusan), pipa

endotrakea 7. Pipa endrotrakea dimasukkan dan balon pipa endotrakea diisi secukupnya DRUG – OBAT-OBATAN CARA : 1. Intravena (parifer) semua obat 2. Intra pulmoner : melalui trakea (hanya adrenalin dan lignokain) 3. Intra kardial : tidak dianjurkan pada waktu kompresi jantung luar Farmakologi Obat Emergenci Serta Dosis. Perangsang Miokard 1. Adrenalin Obat ini bereaksi sebagai stimulan alfa dan beta, didalam tubuhh dan dikeluarkan/ disekresikan oleh adrenalin medula kelenjar suprarenal. Efek stimulan alfa akan mengakibatkan vasokonstriksi perifer sseperti kulit, ginjal, daerah splangnik dan sedikit sekali berakibat pada otak. Efek stimulan beta akan mengakibatkan vasodilatasi terhadap pembuluh darah jantung, otot lurik dan juga berefek bronkodilator. Efek total pada dosis kecil menaikkan tapi pada dosis besar melah menurunkan resistensi perifer. Terhadap jantung akibat beta stimulan ini akan mempunyai efek inotropik dan kronotropik positif. Ini mengakibatkan menaiknya kontratilitas miokard, konduksi atrioventrikular, eksitabilitas miokard dan denyut jantung. Dosis pemakaian adrenalin adalah 5 – 10 cc 1/10.000 (0,5-1 mg) tiap 3 menit. Pada anak 0,01 mg/kg. BB 2. Isoprenalin Ia mempunyai efek terutama stimulan beta dan jauh lebih kuat dari pada drenalin. Pada jantung mempunyai efek inotropik positif dan ronotropik positif. Isoprenalin adalah suatu brokodilator yang kuat dan juga mengurangi vasokonstriksi paru sehingga menaikkan Pa02. Dosis isoprenalin adalah 0,1 – 0,2 mg tiap 3-5 menit. Seperti adrenalin, isoprenalin mempunyai efek antagonis dengan metabolik asidosis tapi potensial dengan metabolik alkalosis terhadap jantung, 3. Kalsium Klorida Kontraksi miokard timbul akibat kerjasama dengan aktin, dan filamen-filamen dari aktimiosin. Terapi kalsium menaikkan kekuatan kontraksi jantung, memperpanjang sistole dan menaikkan eksitabilitas miokard. Dosis kalsium klorida adalah 5 – 10 cc cairan konsentrasi 10 % jadi 500 – 1000 mg pada dewasa dan 1 – 2 cc (100-200 mg) pada neonatus tiap 3-5 menit. Dengan digitalis mempunyai efek sinergistik. Kalsium klorida baik untuk resusitasi jantung karena mudah terioniosasi. BUFFER 1. Sodium Bikarbonat Ini berguna untuk mengoreksi metabolik asidosis dimana bisa terjadi setelah beberapa lama henting jantung, metabolik

asidosis menurunkan daya kerja jantung, menurunkan ambang untuk terjadinya fibrilasi ventrikel, mendepresi “Glikolisis anerobik” dan mempunyai efek yang berlawanan dengan simpatomimetik amin, juga mengakibatkan menaikkan resistensi vaskuler dari paru dan ginjal. Pemberian sodium ini mengakibatkan harusnya pemberian diuretipost henti jantung yang lama terutama pada edema paru, dosis sodium bikarbonat yang pertama diberikan : 1 mEq/kg. BB Dosis sodium bikarbonate setelah 10 menit dalam millequivalen (8,4 % cairan 1 cc = 1 mEq) Berat badan penderita dalam kg. Kali lama henti jantung (menit) VASOKONSTRIKTOR 1. Narodrenalin (levophed) Mempunyai efek vasokonstriksi yang sangat kuat. Dosis diberikan 0,1-0,2 mg tiap 5-10 menit. Setlah jantung mulai bekerja kembali obat ini bisa diberikan perinfus untuk mempertahankan tekanan darah. 2. Metaraminol (Aramine) Dalam percobaan ternyata obat ini lebih kuat daripada noradrenalin selama resusitasi jantung terutama terhadap tekanan darah rata-rata. Daya kerja lebih panjang. Aliran darah ginjal tidak begitu menurun dan tidak mengakibatkan nekrosis jaringan tapi waktu mulai kerja dari obat ini lebih panjang. Dosis metaraminol adalah 2-5 mg tiap 10 menit . seperti noradrelin obat ini bisa diberikan perinfus 20-100 mg dalam 500 cc glukosa 5 %. Tetapi tidak mempunyai resiko “withdrawal hypotension” 3. Fenilefrin Obat ini mempunyai efek terutama sebagai stimulan alfa dan sedikit atau tidak sama sekali efek terhadap jantung. Dosisi adalah 2-5 mg tiap 10-15 menit. PENEKANAN KESTABILITAS MIOKARD. Obat ini diindikasi pada keadaan fibrilasi ventrikel dan distritimia lainnya 1. Lignokain (Xylocard) Obat ini menurunkan eksitabilitas miokard dengan jalan menaikkan “Conduction time retractory periode”. Kekuatannya dua kali prokain amida dan tidak seperti obat ini. Lignokain hanya mendepresi kontraktibilitas miokard kalau dosis berlebihan. Dosisnya adalah 5-10 cc cairan 1 % (50-199 mg) tiap 5-10 menit sampai mencapai 50 cc (500 mg) perjam. Dapat digunakan perinfus dengan konsentrasi 1-2 % didalam glukosa 5 %. 2. Prokain amida Obat ini mendepresi eksitabilitas dan kontraktilitas miokard. Dosis adalah 50 – 100 mg tiap 5 menit dan maksimal dosis 750 mg K.G – ELEKTRO KARDIO GRAFI Diagnosis EKG : - Fibrilasi ventrikal

- Asistole/hiposistole - Kolaps kardio vaskuler FIBRILATION TREATMENT – PENGOBATAN FIBRILASI Defibrilasi Eksternal. D.C. 1 – 2 sec (joules)/kg BB, maksimal 5 joule/kg BB,

Simulasikan secara bergantian untuk melakukan resusitasi jantung paru dan pemasangan endo trachea pada panthom yang telah dipersiapkan, kerjakan sampai merasa terampil.

Seorang laki-laki umur 49 tahun dating ke UGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sejak setengah jam yang lalu dan tidak hilang dengan istirahat. Riwayat merokok dua pak per hari sejak usia 15 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD 80/60 mmHg, Nadi: 130x / menit, RR: 20x/ menit, Suhu: 36C. Pemeriksaan fisik: Cor: SI-II Normal, Gallop (-), bising (-). Pada paru : SD vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Pada saat penderita dilakukan pemasangan dan pemberian Oksigen 4 liter/menit tiba-tiba pasien mendadak kejang dan tidak sadar. Setelah dilakukan cek respon (AVPU), tidak didapatkan nadi teraba. Akhirnya dokter menetapkan penderita mengalami henti napas, henti jantung. Kemudian dilakukan resusitasi jantung paru dan dilakukan penatalaksanaan ACLS. Akhirnya setelah hemodinamik stabil penderita dipindah ke ICVCU. B. RumusanMasalah 1. Bagaimana penanganan kedaruratan medic dengan keluhan nyeri dada? 2. Bagaimana patofisiologi dari manifestasi klinis gejala dan pemeriksaan yang didapatkan dari pasien? 3. Mengapa pasien mendadak kejang dan tidak sadar ketika dilakukan pemasangan infuse dan terapi oksigen? 4. Bagaimana penanganan henti napas dan henti jantung? C. Manfaat Penulisan 1. Memahami penanganan pasien kedaruratan medic dengan keluhan utama nyeri dada 2. Memahami gejala-gejala dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri dada. 3. Memahami penanganan pasien kejang dan tidak sadar dan mengetahui penyebab kejang dan tidak sadar. 4. Memahami penanganan pasien dengan henti napas dan henti jantung. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri Dada Nyeri dada dapat diakibatkan oleh berbagai hal yang berasal dari jantung, paru, saluran cerna, dan muskuloskeletal. A. Nyeri dada yang berasal dari jantung Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Angina Tekanan substermalleher, rahang, lengan, durasi 30 menit EKG s (ST , ST dan atau TWI CPK-MB atau troponin  Perikarditis Nyeri tajam menyekam kebahu diperberat oleh respirasi hilang bila duduk kearah depan Suara gesekan pericardium (pericardial friction rub) EKG s (ST yang cekung dan difusi) efusi pericardium Diseksi Aorta Nyeri mendadak, seperti teriris atau tersayat pisau, di pertengahan skapula posterior atau anterior Tekanan darah atau nadi asimetris, Al kasus baru pelebaran mediastinum pada rontgen toraks lumen palsu pada tomografi computer (CT), ekotransesopagus (TEE),angiografi, atau MRI B. Nyeri dada berasal dari paru Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia Pleuritik, dispnu, demam, batuk, sputum Demam, takipnu, krepitasi dan konsolidasi, infiltrat pada rontgen toraks Pleuritis Nyeri tajam, pleuritik Suara gesekan pleura (pleural friction rub) Pneumotoraks Unilateral tajam, pleuritik onset mendadak Hipersonol unilateral, penurunanbunyi nafas, pneumotoraks pada rontgen toraks Edema paru Pleiritik, onset mendadak Takipnu, takikardia, hipoksemia, Scan ventilasi/perfusi atau angiogram paru  Hipertensi pulmonal Dipsnu, beban latihan fisik Hipoksemia, P2 ’d,S3&S4 di sisi kanan C. Nyeri dada yang berasal dai saluran cerna Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Refluks Oesophagus Rasa terbakar substemal, rasa asam dimulut ; kombinasi hipersaliva

dan regurgitasi asam diperberat oleh makan, posisi berbaring hilang dengan antasida Pemeriksaan pH esofagus, uji perfusi asam bemstein EGD Spasme Oesophagus Nyeri substermal yang hebat diperberat saat menelan hilang dengan nitrogliserin atau CCB Pemeriksaan serial saluran cerna atas manometri Ruptur Mallory Weiss Tercetus karena muntah EGD Penyakit Ulkus Peptikum Nyeri epigastrik yang hilang dengan antasida hematemesis, menelan EGD, uji H. pylori Penyakit Empedu Nyeri perut kuadran kanan atas, mual/muntah diperberat oleh makanan berlemak USG kuadran kanan atas, uji fungsi hati Pankreatitis Rasa tidak nyaman dipunggung/epigastrium amilase dan lipase, CT abdomen yang abnormal D. Nyeri dada yang berasal dari muskuloskeletal dan yang lainnya Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Kostokondritis Nyeri tumpul atau tajam yang terlokalisir Nyeri tekan ketika dipalpasi Penyakit servikal / OA Tercetus karena gerakan, berlangsung dalam hitungan detik hingga jam Rontgen foto Herpes Zooster Nyeri unilateral yang hebat Ruam dematomal dan temuan sensorik Ansietas “rasa sesak” - B. Kejang Ada 2 kemungkinan penyebab terjadinya kejang pada skenario tersebut, yaitu adanya reaksi shock anafilaksis dan adanya Paul Bert Effect karena penggunaan oksigen yang kurang dikontrol. 1. Shock Anafilaksis/reaksi anafilaktoid Shock anafilaksis pada skenario ini kemungkinan karena penggunaan infus. Shock anafilaksis merupakan reaksi hipersensitivitas yang berhubungan dengan degranulasi Mast Cell sehingga menyebabkan terlepasnya mediator-mediator pro inflamasi. Gejala dan tanda reaksi anafilaksis termasuk timbul rasa kecemasan, urtikaria, angiodema, nyeri punggung, rasa tercekik, batuk, bronkospasme atau edema laryng. Pada beberapa kasus, terjadi hipotensi, hilang kesadaran, dilatasi pupil, kejang hingga “sudden death”. Shock terjadi akibat sekunder dari hipoksia yang berat, vasodilatasi perifer atau adanya hipovolemia relative akibat adanya ektravasasi cairan dari pembuluh darah. Namun demikian vascular kolaps dapat terjadi tanpa didahului gejala gangguan respirasi dan dalam hal ini kematian dapat terjadi dalam beberapa menit.Jadi gejala Shock anafilaktif adalah gabungan gejala anafilaksis dengan adanya tanda-tanda Shock yang secara sistimatis dapat dikelompokan dengan gejala prodromal, kardiovaskuler, pulmonal, gastrointestinal dan reaksi kulit. Gejala prodromal pada umumnya adalah perasaan tidak enak, lemah, gatal dihidung atau di palatum, bersin atau rasa tidak enak didada. Gejala ini merupakan permulaan dari gejala lainnya.Gejala pulmoner didahului dengan rhinitis, bersin diikuti dengan spasme bronkus dengan atau tanpa batuk lalu berlanjut dengan sesak anoksia sampai apneu.Gejala gastrointestinal berupa mual, muntah, rasa kram diperut sampai diare. Sedangkan gejala pada kulit berupa gatal-gatal, urtikaria dan angioedema. 2. Paul Bert Effect Paul Bert Effect merupakan manifestasi dari pembentukan ROS secara berlebihan sehingga menyebabkan jejas oksidatif pada permukaan membran sel di susunan saraf pusat karena pemberian paparan oksigen bertekanan tinggi tanpa kontrol. Gejala dari Paul Bert Effect ini sangat khas yaitu adanya kejang dengan tipe Tonic-Clonic setelah pemberian oksigen. Untuk mengantisipasi terjadinya Paul Bert Effect ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memberikan oksigen, antara lain: · Konsentrasi oksigen yang masuk harus selalu dikontrol · Tidak terjadi penumpukan oksigen dalam tubuh secara berlebih · Resistensi jalan nafas yang cukup rendah · Pemberian oksigen harus secara efisien dan ekonomis C. Triage Gawat Darurat Kardio Vaskuler 1. Nyeri dada Nyeri dada menetap dengan penjalaran ke leher, lengan, atau rahang (khas iskemia) dan disertai gambaran iskemia pada EKG, tidak berkurang dengan istirahat atay nitrogliserin. Rasa lemah waktu aktivitas fisik, pucat, dan keringat dingin, hipotensi, takikardi, irama tidak teratur, bising atau thrill yang tidak ada sebelumnya, ronki basah. Penderita dengan rasa kematian yang mengancam harus dianggap gawat sebelum dibuktikan sebaliknya/dievaluasi. 2. Sesak nafas Sesak nafas dianggap gawat bila frekuensi nafas 40x/menit atau lebih. Sesak meningkat waktu berbaring, disertai gelisah dan kelihatan sakit berat, batuk terus menerus (kadang disertai darah atau busa kemerahan), atau disertai nyeri dada, nyeri punggung, bising diastolik, nadi asimetris, atau aritmia. 3. Gangguan kesadaran Gangguan kesadaran yang dianggap gawat bisa berupa sinkop disertai gangguan irama/aritmia atau tekanan darah abnormal. 4. Penderita dengan tekanan darah tinggi Bila diastolik 130mmHg atau lebih. Diastolik di atas 110mmHg disertai gangguan sesak nafas, ronki basah/edema paru, angina, nyeri kepala hebat, edema papil, gangguan neurologik atau kesadaran, kejang atau oliguria. 5. Penderita dengan gangguan irama jantung Bila menyebabkan atau terdapat hipotensi, tanda iskemia miokard atau otak, blok, aritmia ventrikuler, atau sinus takikardia yang menetap (terutama bila ada tanda klinis kelainan jantung organik atau riwayat infark). 6. Rudapaksa dada (thoraks) Bila terjadi rudapaksa dengan deselerasi cepat, crush injury, jatuh, terpukul, pada dada oleh karena kemudi, luka tusuk/tembak, benda asing, terbenam, riwayat bedah jantung/penyakit jantung dan pada inspeksi terlihat kulit pucat, dingin, cemas, nyeri, disorientasi, tanda rudapaksa dada/punggung, nafas lambat/cepat/paradoksikal. Nadi dan BJ lemah/hilang, hipotensi, tamponade, sianosis, nadi asimetris. D. Gawat Darurat Kardio Vaskuler 1. Syok

kardiogenik Sindrom klinis syok kardiogenik adalah keadaan yang terjadi akibat ketidakmampuan curah jantung untuk mempertahankan fungsi alatalat vital akibat disfungsi otot jantung. Penyebab paling sering adalah infark miokard akut. a) Gambaran klinis · Tekanan sistolik arteri < 80mmHg (ditentukan dengan pengukuran intra ateri), · Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental. · Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12mmHg · Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O dianggap menyingkirkan kemungkinan hipovolemia · Disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi, dll. b) Patofisiologi Infark miokard akut/ infark baru pada infark miokard lama kerusakan iskemik dan nekrosis > 40% yang progresif obstruksi proksimal arteria koronaria kadar ensim jantung meningkat tinggi syok kardiogenik c) Gambaran hemodinamik Tekanan sistolik arteri dan tekanan rata-rata arteri menurun, denyut jantung meningkat karena adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Curah jantung sangat rendah akibat peningkatan tekanan pembuluh sistolik sebagai akibat kegagalan ventrikel kiri. d) Tatalaksana · Pendekatan pengobatan · Pemberian cairan kristaloid/koloid dan oksigen · Reperfusi dini dengan trombolisis, angioplasti atau keduanya menunjukkan hasil yang baik · Pembedahan dini jika semua cara gagal · Monitoring hemodinamik Pengukuran tekanan pengisian ventrikel dan curah jantung dapat memberi gambaran beratnya masalah, prognosis dan adanya hipovolemi. · Pompa balon intra aorta Indikasi pemasangan pompa balon intra aorta adalah: · Hipotensi (sistolik < 90mmHg, tekanan arteri rata-rata 60mmHg atau lebih kecil 30mmHg di bawah tekanan basal sebelumnya) · Peningkatan tekanan baji arteri (lebih besar 16-18 mmHg) · Indeks jantung yang rendah (< 2 liter/menit/m2) · Kateterisasi jantung Penderita dengan sakit dada berulang atau berkepanjangan harus segera dilakukan angiografi koroner untuk memastikan ada tidaknya otot jantung yang dapat diselamatkan dengan reperfusi. Penderita tanpa tanda-tanda iskemi baru diperiksa angiografi setelah 24-48 jam untuk menentukan perlu tidaknya tindakan bedah. · Reperfusi dini Meskipun reperfusi dini merupakan pendekatan yang rasional dalam menyelamatkan otot jantung yang terancam rusak, peranan dan saat pelaksanaannya, seleksi penderita dan metode reperfusi trombolisis, PTCA dan bedah pintas koroner masih dalam perkembangan dan belum dapat dipastikan. · Pengobatan lain Tindakan dasar pengobatan infark miokard akut dilakukan bersamaan seperti mengatasi rasa sakit seperti sedasi dan pengobatan aritmia. 2. Sinkop a) Etiologi Penurunan volume penurunan tahanan perifer obstruksi aliran darah ke otak curah jantung rendah obstruksi dan aritmia sinkop b) Tatalaksana · ABC · Letakkan penderita posisi kebalikan Tredelenburg (kepala direndahkan, tungkai bawah ditinggikan) untuk meningkatkan aliran darah ke otak · Longgarkan pakaian terutama pada leher · Bila serangan di RS segera ambil spesimen darah untuk pemeriksaan hematokrit, elektrolit, gula darah, dan buat rekaman EKG 12 sandapan. Berikan 1 ampul dekstrose 50% intravena · Periksa apakah ada rudapaksa sewaktu sinkop 3. Krisis hipertensi Suatu sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik secara tiba-tiba dan progresif. Tekanan darah sistolik naik menjadi 250mmHg atau lebih, tekanan diastolik menjadi 140mmHg atau lebih. a) Jenis krisis hipertensi · Ensefalopati hipertensi · Krisis hipertensi karena pelepasan katekolamin · Krisis hipertensi karena perdarahan intrakranial (intraserebral atau arakhnoid) · Krisis hipertensi yang berhubungan dengan edem paru akut · Krisis hipertensi yang berhubungan dengan penyakit ginjal biasanya pada glomerulonefritis akut · Diseksi aneurisma aorta akut · Eklampsia dan preeklampsia b) Tanda dan keluhan · Ensefalopati hipertensi dengan keluhan sakit kepala, perubahan mental dan gangguan neurologis · Pemeriksaan fisik : papil edema, perdarahan fundus dan eksudat, kelainan neurologik · Pemeriksaan elektrokardiogram : gambaran iskemia berupa hipertrofi ventrikel kiri dan perubahan segmen S-T sedangkan pemeriksaan rontgen dada dapat menunjukkan tanda bendungan c) Pengobatan Prinsip pengobatan adalah menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secepat dan seaman mungkin namun harus segera hilang bila pemberian dihentikan dan sedikit kontraindikasinya. Sodium nitropusside dapat memenuhi kriteria di atas. Obat lain termasuk nitrogliserin, nifedipin, furosemid juga dapat dijadikan pilihan. 4. Spel hipoksik Suatu sindrom yang ditandai dengan serangan gelisah, menangis berkepanjangan, hiperventilasi, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang kejang, yang sering terdapat pada anak-anak dengan penyakit jantung bawaan biru. a) Patofisiologi Spel hipoksik paling sering terjadi pada Tetralogi Fallot defek septum ventrikel yang besar sehingga ventrikel kanan dan kiri harus berfungsi sebagai rongga pemompa tunggal penurunan tahanan vaskuler sistemik atau peningkatan tahanan pada alur keluar ventrikel kanan peningkatan aliran balik vena sistemik Faktor-faktor terjadinya akibat menangis lama, aktivitas berat, dehidrasi, dll. Biasanya serangan tersering pada usia 3 bulan sampai 3 tahun. b) Tatalaksana · Letakkan pada posisi lutut didekatkan pada dada, supaya aliran balik vena sistemik berkurang karena darah berkumpul di ekstremitas bawah · Berikan oksigen 100% · Injeksi morfin sulfat 0,1 mg/kgBB secara subkutan dan dapat diulang selama 10 menit · Vasopresor

secara intravena 5. Diseksi aorta Diseksi aorta terjadi karena lapisan dinding aorta robek akibat masuknya darah ke lapisan media. Proses pemisahan dapat terjadi secara akut maupun kronis. Setelah lewat 2 minggu dianggap fase kronis. a) Patogenesis · Hipertensi sistemik · Degenerasi jaringan ikat · Robekan intima · Perjalanan hematoma yang menyebabkan diseksi b) Klasifikasi De Bakey Lokasi Stanford Tipe 1 Meluas melampaui aorta desenden Tipe A Tipe 2 Terbatas hanya di aorta desenden Lebih distal dari arteri subklavia kiri Tipe B c) Gejala dan tanda Gejala · Sakit seperti dirobek mulai daerah retrosternal menjalar ke punggung · Sinkop · Sulit bernafas · Stroke · Iskemia tungkai · Anuria · Sesak saat aktivitas yang progresif akibat regurgitasi aorta Tanda · Syok · Nadi hilang atau terlambat · Regurgitasi aorta · Edema paru · Efusi perikard · Defisit neurologik d) Diagnosis · CT scan atau MRI · Rontgen dada memperlihatkan pelebaran mediastinum dan adanya cairan pleura · Ekokardiografi menunjukkan adanya cairan perikard, regurgitasi aorta dan flap aorta pada batang aorta e) Tatalaksana · Memulai pengobatan, menstabilkan tanda-tanda vital dan menegakkan diagnosis definitif dengan artografi · Tatalaksana definitif dimana obat-obatan diteruskan dan dilanjutkan intervensi bedah pada kasuskasus yang memerlukan. E. Henti Jantung Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi (Terdapat empat jenis ritme yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan kedua bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS). Pada orang yang mengalami henti jantung dapat ditemukan gejala-gejala yang tiba-tiba sebagai berikut: · Tidak sadar secara tiba-tiba (collapse) · Nadi tidak teraba, hipotensi (tekanan darah turun drastis/hampir tidak ada) · Tidak bernapas Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba merupakan tanda terjadinya kekurangan oksigen di otak (cerebral hipoksia). Namun, kadang kita bisa menemukan “tanda-tanda peringatan” yang dapat menunjukan akan terjadinya henti jantung yaitu rasa lelah, lemah, pandangan kabur dan berkunang-kunang, pusing, nyeri dada, napas dangkal dan pendek, berdebar-debar (palpitasi), atau muntah; walaupun tidak semua kejadian henti jantung memberikan tanda peringatan ini. Henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest/ SCA) berbeda dengan serangan jantung (cardiac arrest). SCA adalah kondisi yang muncul apabila jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh yang diakibatkan oleh gangguan elektrifitas internal jantung yang mengatur denyut jantung. Sedangkan serangan jantung (heart attack) disebabkan karena kurang adekuatnya vaskularisasi otot jantung akibat tersumbatnya pembuluh darah coroner jantung. Pada serangan jantung oksigen tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan sel-sel otot jantung sehingga otot jantung menjadi iskemia. Walaupun henti jantung dan serangan jantung berbeda, namun terdapat hubungan antara keduanya. Pada serangan jantung, kerusakan otot jantung akibat iskemia sel jantung dapat mengganggu sistem elektrik internal jantung. Gangguan sistem elektrik internal ini dapat menyebabkan gangguan ritme jantung menjadi melambat atau menjadi lebih cepat dan bisa menjadi henti jantung. Dengan kata lain, orang yang memiliki riwayat serangan jantung memiliki resiko yang lebih besar henti jantung mendadak dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat. F. Henti Nafas Gagal nafas secara garis besar dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu : hipoksemia (tipe 1) dan hiperkapnia (tipe 2). Gagal nafas hipoksia adalah PaO2 kurang dari 55 mmHg ketika FiO2 0,60 atau lebih. Gagal nafas hiperkapnia adalah saat PaCO2 lebih dari 45 mmHg. Secara umum definisi dari gagal nafas adalah ketidakmampuan dari system respirasi untuk menjaga keadaan yang normal pada pertukaran gas dari atmosfer ke sel seperti yang dibutuhkan oleh tubuh. Penyebab umum terjadi gagal nafas tersebut adalah antara lain : 1. Infeksi akut misalnya bronchitis akut atau pneumonia. 2. Retensi sputum karena tindakan pembedahan, trauma, penurunan kesadaran. 3. Bronkospasme misalnya pada pasien dengan asma. 4. Pneumothorak, gagal nafas akut dapat terjadi dengan cepat tergantung dari ukuran pneumothorak dan beratnya penyakit paru yang mendasarinya. 5. Bullae, mirip dengan pneumothoraks dimana bulla subpleural sering disangka merupakan suatu pneumothorak. 6. Gagal ventrikel kiri, dapat timbul karena adanya penyakit jantung iskemik, overload cairan atau kegagalan kedua ventrikel karena keadaan korpulmonale. 7. Emboli paru, ditemukan secara autopsy sebesar 20-50%, sering sulit untuk mendiagnose karena adanya penyakit paru lainnya. 8. Pemberian oksigen yang tidak terkontrol, dapat menimbulkan hiperkarbia akut yang dapat menganggu mekanisme hypoxic drive respirasi. Faktor utama nampaknya adalah pelepasan CO2 dari hemoglobin oleh oksigen (efek Haldane) dan memperburuk mismatch ventilasi-perfusi (V/Q) yang disebabkan karena penurunan dari vasokonstriksi pada daerah pintasan, sehingga memungkinkan lebih banyak darah vena yang kaya CO2 masuk kedalan sirkulasi arterial. 9. Sedasi, pemberian sedasi yang berlebihan dapat

menimbulkan keadaan hipoventilasi Patofisiologi gagal nafas misalnya pada PPOK adalah sebagai berikut: Faktor yang menyebabkan obstruksi aliran udara pada PPOK termasuk edema dan hipertropi mukosa, secret, bronkospasme, dan hilangnya elastic recoil paru (karena hilangnya tekanan permukaan alveolar dan elastin paru disebabkan oleh destruksi dari dinding alveolar). Berkurangnya recoil elastic akan menyebabkan penurunan aliran udara ekspirasi, karena tekanan alveolar (mengatur aliran udara ekspirasi) dan tekanan jalan nafas intraluminal (akan mengembangkan jalan nafas kecil selama ekspirasi) menurun. Obstruksi aliran udara akan menimbulkan pemanjangan ekspirasi, hiperinflasi paru, peningkatan kerja pernafasan dan sensasi terhadap dispneu, semuanya bertambah berat pada pasien dengan PPOK. Distorsi dan destruksi alveoli menimbulkan hilangnya capillary bed , dan hipoksia menyebabkan vasokonstriksi areteri pulmoner. Ini akan menyebabkan hipertensi pulmoner, perubahan vaskularisasi sekunder, dan akhirnya korpulmonale. Peningkatan hipoksia selama gagal nafas akut akan meningkatkan tekanan arteri pulmoner dan dapat menimbulkan gagal jantung kanan akut. Kombinasi dari obstruksi jalan nafas, penyakit parenkim paru dan gangguan pada sirkulasi akan menimbulkan V/Q mismatch yang sangat besar. Daerah paru yang tidak mengalami ventilasi dengan baik akan menjadi pintasan parsial atau komplit. Hal ini akan menimbulkan hipoksia arterial, yang mana ketika bersifat kronis, akan dapat menyebabkan polisitemia sekunder dan peningkatan hipertensi pulmoner. Daerah yang kurang perfusi atau kelebihan perfusi akan meningkatkan ruang rugi. Sehingga sebagai hasil dari V/Q mismatch yang berat, kebutuhan ventilasi untuk untuk mendapatkan keadaan normokarbia akan meningkat. Peningkatan ventilasi semenit akan menimbulkan peningkatan kerja pernafasan. Sejak ekspirasi tidak optimal pada sumbatan jalan nafas, ini bersama dengan peningkatan ventilasi semenit akan menimbulkan peningkatan dinamis yang permanent dari kapasitas residu fungsional (FRC) atau hiperinflasi paru. Karena volume paru meningkat, otot-otot pernafasan (diafragma dan interkosta) akan menjadi tidak efesien karena terjadi pemendekan serat saraf dan ketidakuntungan secara mekanik, dan kerja pernafasan akan menjadi meningkat. Ketika kapasitas otot pernafasan tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan peningkatan ventilasi, akan terjadi hiperkarbia kronis. Hiperkarbia kronis jarang terjadi pada PPOK, dan cenderung terjadi pada fase akhir dari penyakit, berhubungan dengan kompensasi asan-basa ginjal. Biasanya timbulpada PPOK didominsi oleh bronchitis kronis dengan FEV1 dibawah 1 liter, dan berhubungan dengan polisitemia, korpulmonale, dan retensi CO2 lainnya dengan pemberian oksigen yang tidak terkontrol. Bagaimanapun juga, gagal nafas hiperkarbia dapat ditimbulkan oleh peningkatan pintasan paru. G. Resusitasi Jantung Paru Otak Tujuan : mencegah mati klinis menjadi mati biologis. Mati klinis merupakan periode dini suatu kematian yang ditandai dengan henti napas dan henti jantung/sirkulasi serta terhentinya aktivitas otak yang bersifat reversibel. Pada mati biologis terjadi proses nekrotisasi semua jaringan. Proses ini dimulai dari neuron-neuron serebral yang seluruhnya akan rusak dalam waktu ± 1jam dan diikuti organ-organ lain, seperti jantung, ginjal, dan hati yang akan rusak dalam ± 2 jam. Mati biologis mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi atau bila resusitasi tidak berhasil meliputi mati anatomi, mati organ dan batang otak. Jika terjadi henti jaantung dan henti napas, yang akan dilakukan adalah resutasi jantung paru (CPR, Cardiopulmonary resuscitation) Prinsip untuk keberhasilan ditentukan oleh: · Early access to get help. Sesegera mungkin meminta bantuan untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. · Early (correct) CPR to buy time. Sesegera mungkin melakukan resusitasi jantung paru dengan teknik yang benar. · Early defibrillation to restart heart. Sesegera mungkin mengupayakan defibrilasi jantung. · Early ALS to stabilize. Sesegera mungkin bantuan hidup lanjutan memadai diberikan untuk stabilisasi Fase RJPO I. Basic Life Support (bantuan hidup dasar) Tujuannya ialah oksigenasi darurat, menunda kerusakan fungsi organ, mempertahankan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Langkah terbaik dan tercepat untuk penyelamatan korban adalah melakukan pijat jantung. Sebenarnya tersedia alat defibrilator jantung, semacam alat kejut listrik yang bisa menghentikan irama jantung yang kacau itu, sesegera mungkin, saat itu juga. Setiap detik keterlambatan adalah pengurangan kesempatan hidup kembali. Tapi karena di tempat umum di Indonesia alat semacam itu belum tersedia, dan pijat jantung masih merupakan metode terbaik maka pentingnya edukasi pijat jantung disebarluaskan dan diajarkan secara nasional. Bersamaan atau setelah pijat jantung, harus diberikan bantuan nafas. Kalau perlu berlanjut menjadi nafas buatan dengan mesin ventilator di ICU. Trik ini agak berbeda dengan doktrin klasik ABC pada urutan penyelamatan pasien kritis yang mendahulukan A (Airway, mengamankan jalan nafas), lalu B (Breathing, bantuan nafas) disusul C (Circulation, membantu sistem jantung dan pembuluh darah). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dengan membalik urutan A-B-C menjadi C-AB lebih efektif menyelamatkan nyawa korban henti jantung. Resusitasi sampai ke emergency bisa dihentikan jika : · Timbul nadi spontan (5-10 dtk) pada a. Carotis · Datang penolong yang lebih menguasai (dokter, perawat, ahli anestesi yang terlatih) · Penolong kecapekan

sesudah + 30 mnt dengan catatan respon dari fungsi respirasi dan fungsi jantung (-) · Penderita dinyatakan meninggal oleh dokter, dengan parameter mati biologis: pemberian sulfas atropin, adrenalin respon (-), dilatasi maksimal pupil. II. Advanced Life Support (Bantuan Hidup Lanjutan) D-Drugs and Fluid Intra-Venous Life Line (Obat-obatan dan cairan Intra Vena) Obat-obatan dan cairan Intra Vena diberikan paling baik melalui vena cephalica/basilica kanan, vena cubiti, vena inguinalis. · Adrenalin (0,5-1 mg Intra Vena) Diberikan setiap 5 menit sampai nadi spontan kembali. Dalam suasana asam tidak begitu efektif, responsibilitas maksimal adrenalin pada pH 7,35-7,45. Jika pembuluh darah sulit ditemukan, beri intracardial (harus oleh ahli), pada bayi bisa diberi sublingual. · Natrium Bicarbonat (1 mEq/kgBB Intra Vena) Sebagai buffer, terhadap keadaan asam tidak begitu berpengaruh. Harus diberikan ke vena yang lebih besar (v. Jugularis interna, v. Subclavia, v. Cubiti, v. Cava superior, v. Femoralis) · Sulfas Atropin ke SA Node Tujuannya kontraktilitas menjadi lebih baik. E-Elyectrocardiography Untuk mendiagnosa gelombang jantung, mengenali dan menentukan tatalaksana dari disritmia yang terjadi. Contoh kelainan: ventricular fibrillation, asystole, bizarre complex F-Fibrillation Henti jantung paling sering dengan irama ventricle failure (few minutes) mengakibatkan asystole, setelah diberikan adrenalin, defibrillator paling efektif mengatasi VF. Ventricular fibrilation harus diterapi dengan defibrilation cardiac shock. Dosis: anak 3 J/kgBB ; dewasa 2-5 J/kgBB. Setelah itu monitor dengan EKG EMS call (< 5 mnt) lakukan early defibrillation akan meningkatkan angka keberhasilan. Immediate External Defibrillation : 200 J – 200 J – 360 J (1 rangkaian). Lidocaine 1-2 mg/kgBB/IV jika diperlukan (mis. Pada Bizarre Complexes), lanjutkan infus G-Gaughing Tujuannya menentukan penyebab henti jantung dan henti napas dengan pemasangan alat-alat monitor. H-Human Mentation Cerebral resuscitation dilakukan penilaian kesadaran sampai ke sel-sel otak. Mempertahankan homeostasis intrakranial maupun ekstrakranial. Immediately after restoration of spontaneous circulation and throughout coma dan Ameliorate post anoxic encephalopathy. Semua tindakan dilakukan dengan prinsip kemanusiaan. I-Intensive Care Tempat melakukan semua tindakan cerebral resuscitaion (monitoring & supports. Monitoring (CV, tekanan arteri, kateter urin, EKG) Mempertahankan hemodinamik, normotensi, ventilasi oksigen terkontrol, temperatur, relaksasi, sedasi, cairan, elektrolit, glukosa, dan tekanan intrakranial. Pasang ventilator mekanik dengan konsentrasi O2 50%. Perhatikan pCO2 (30-35 mmHg), pH 3,5-4,5. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik Langkah 1. Tindakan resusitasi Segera Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan organ, mempertahankan tekanan arteri rata-rata untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal. Memberikan aliran oksigen, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin) untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dengan hipotensi. Dobutamin dan dopamin dalam dosis sedang untuk keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata. Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) dikerjakan jika tersedia sebelum transportasi. Memonitor gas darah dan memberi tekanan udara positif berkelanjutan jika ada indikasi. Memonitor EKG dan mempersiapkan alat defribilator, obat antiaritmia seperti amiodaron dan lidokain Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Pada infark miokard dengan elevasi non ST yang menunggu kateterisasi, diberikan inhibitor glikoprotein IIb/IIIa Langkah 2. Menentukan secara dini Anatomi Koroner Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang perdominan. Hipotensi diatasi segera dengan IABP. Langkah 3. Melakukan revaskularisasi Terapi Atrial Flutter : Pada pasien simtomatis dengan atrial flutter yang baru, terapinya kardioversi elektrik untuk mengembalikan irama sinus. Flutter dapat diterminasi dengan stimulasi atrial dengan menggunakan pacemaker sementara atau permanen. Prosedur ini digunakan setelah pemasangan kabel pacemaker pada tindakan operasi. Selain itu, beberapa jenis pacemaker dan implantasi defibrilator dapat diprogram jika terjadi atrial flutter. Pasien yang tidak memerlukan tindakan kardioversi segera dapat memulai terapi farmakologis. Pertama, kecepatan ventrikular diperlambat dengan obat AV block (beta blocker, CCB, atau digoxin). Setelah efektif diperlambat, dapat diberi obat yang memperlambat atau memperpanjang periode refraktori (class IA, IC, III). Untuk terapi kronik dapat ditangani dengan ablasi kateter. Pada metode ini, elektroda kateter dimasukkan melalui vena femoralis, melewati inferior vena cava, dan melakukan lokalisasi dan ablasi pada bagian reentran untuk menghentikan secara permanen. Secara umum pengelolaan Syok Kardiogenik meliputi: Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg. • Supportif umum : penanggulangan nyeri. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin. • Monitoring : Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi. Bila mungkin pasang CVP. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik. a) Ukur tekanan arteri b) Menilai curah jantung c) EKG,

Analisa Gas Darah, Lab (Hb, elektrolit, kreatinin, ureum) • Perawatan : a) Selalu jaga jalan nafas bebas b) Pasang alat pantau jantung c) Pantau tekanan darah berkala d) Obat-obatan : vasopressor (dopamine : untuk menaikkan tekanan darah minimal menjadi 90mmHg dan menambah volume) e) Koreksi hipovolemia dan asidosis Syok dapat dibagi dalam tiga tahap yang makin lama makin berat : tahap 1 syok terkompensasi (non progresif), yaitu tahap terjadinya respon kompensatorik tahap 2, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ. tahap 3, tahap refrakter (irreversible ) yaitu tahap kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, dan pada akhirnya menuju pada kematian. Prognosis paling baik apabila segera dikenali gejala henti jantung dan segera dilakukan CPR oleh seseorang yang terlatih dalam teknik. Bila ada fibrilasi ventrikel dilakukan defibrilasi dini. Prognosis jelek adalah pasien asistole, penanganan terlambat, dan pasien dengan penyakit banyak organ. Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada RJP. Tanpa pertolongan medis, 95% korban mati klinis akan mengalami mati biologis sebelum tiba di RS. Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Dikenal pula istilah mati sosial, yaitu suatu kerusakan otak yang hebat dan ireversibel sehingga pasien tidak sadar dan tidak responsif, tetapi EEG aktif dan beberapa refleks masih utuh. Pernapasan bisa spontan atau dibantu dengan alat bantu napas (respirator), kesadaran koma, kadang-kadang seperti bangun dan membuka mata, tetapi tidak bisa kontak dengan dunia luar. Jika henti jantung dan henti napas tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Setelah tiga menit mati klinis ( jadi tanpa oksigenisasi ), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus klinis tanpa gejala sisa. Setelah empat menit persentase menjadi 50% dan setelah lima menit 25%. BAB III PEMBAHASAN Pada skenario, didapatkan keluhan nyeri dada sejak setengah jam yang lalu tidak hilang dengan istirahat dan menjalar ke lengan kiri, leher dan ke punggung. Hal ini mungkin terkait dengan kebiasaan pasien yang merokok sampai dua pak per hari sejak usia 15 tahun. Rokok mengandung ribuan senyawa yang bersifat toksik, karsinogenik dan teratogenik. Senyawa-senyawa kimia dalam rokok menurunkan HDL dalam tubuh sehingga menimbulkan aterosklerosis. Adanya plak aterosklerosis ini menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit dan terjadi oklusi pembuluh darah terutama di arteri coronaria. Oklusi ini menyebabkan aliran darah koroner tidak adekuat dan terjadi iskemia miokard. Iskemia miokard akan menyebabkan penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit ini timbul karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka selsel miokard mengompensasikan dengan berespirasi anaerob. Produk sampingnya disebut asam laktat yang membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel miokard inilah yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks sensoris primer (area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada. Nyeri dada yang dirasakan pasien menyebar ke lengan diklasifikasikan sebagai nyeri alih. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa. Saat ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi. Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama (misalnya sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom). Pada pemeriksaan vital sign, didapatkan RR 20x/menit dan suhu 36oC yang masih dalam batas normal, nadi 130x/menit dan tekanan darah 80/60 mmHg. Takikardia dan hipotensi merupakan tanda syok. Syok sendiri dibagi menjadi 2, yaitu hipovolemik, dimana volume plasma berkurang dan normovolemik, yaitu volume plasmanya tetap hanya saja pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga terlihat seperti volume plasma berkurang relatif. Pada kasus ini, karena pasien sebelumnya mengalami nyeri dada, maka pasien dikategorikan terkena syok kardiogenik, yang termasuk bagian dari syok normovolemik. Pada pemeriksaan fisik pada cor terdapat suara 1 dan 2 yang normal dan tidak terdapat adanya bunyi gallop atau bising. Hal ini menunjukkan tidak adanya kelainan pada jantung. Pada pemeriksaan lapang paru juga tidak terdapat suara tambahan di dekstra maupun sinistra, dan hanya terdapat suara dasar vesikuler saja yang berarti tidak ada kelainan di paru-paru pasien. Pada saat diberikan terapi oksigen 4 liter/menit dan infuse tiba-tiba pasien tidak sadar dan kejang. Pemberian oksigen yang sesuai dosis

terapi adalah antara 2-5 liter/menit, tetapi pemberian tersebut harus memperhatikan kebutuhan dan keadaan pasien sendiri. Sindroma yang sering menyertai pemberian oksigen adalah Paulbert effect yang disebabkan karena kesalahan pengontrolan terapi oksigen. Paulbert effect akan menyebabkan kejang tonik klonik pada pasien. Efek ini disebabkan karena pembentukan ROS yang berlebih pada susunan sel saraf pusat akibat pemberian oksigen yang tinggi dan tidak dikontrol. Kejang juga bias disebabkan karena syok anafilaktik akibat pemberian infus. Infus ada banyak jenisnya dan fungsinya berbeda-beda. Pasien syok anafilaktik biasanya bias dideteksi apabila pasien sendiri sudah mempunyai gangguan hipersensitivitas tipe IV. Oleh karena itu, perlu dilakukan tes hipersensitivitas apabila akan diberii nfus jika waktunya mencukupi. Seorang dokter juga harus siap obat-obat penanganan syok seperti antihistamin, aminofilin, adrenalin, kortikosteroid, epinefrin, dan NaCl atau infuse fisiologis lain. Penanganan kondisi kedaruratan medic pada kasus sebaiknya disesuaikan dengan penyebabnya, apakah karena reaksi syok dan hipersensitivitas ataupun karena gangguan di system sirkulasi terutama cor. Henti napas bias diatasi dengan pemberian oksigen sedangkan henti jantung bias ditangani dengan menggunanakan teknik Advanced Cardiovaskuler Life Support(ACLS). Prinsip ACLS hamper sama dengan ATLS, tetapi pada ACLS lebih mengedepankan penanganan sirkulasi (dimulai dari C). Hal tersebut karena mungkin pasien dapat bernapas otomatis tetapi terdapat gangguan sirkulasi (jantung) sehingga kebutuhan oksigen akan berkurang sehingga perlu dijaga system sirkulasinya. Pasien juga dibawa keruang ICVCU (Intensif Cardiovaculer Care Unit) yaitu ruangan ICU yang khusus untuk penanganan gangguan kardiovaskuler. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Nyeri dada yang dialami pasien kemungkinan besar disebabkan konsumsi rokok yang sangat berlebihan sejak remaja. Hal tersebut menimbulkan beberapa komplikasi seperti iskemik miokard akut. Penanganan kondisi kedaruratan medik pada kasus sebaiknya disesuaikan dengan penyebabnya, apakah karena reaksi syok dan hipersensitivitas ataupun karena gangguan di sistem sirkulasi terutama cor. B. Saran Tutor sangat membantu tutorial dengan memberikan garis besar masalah dan memberikan feedback pada info mahasiswa sehingga mahasiswa lain juga aktif dalam mengungkapkan pendapat. Saran untuk kegiatan diskusi tutorial adalah partisipasi seluruh anggota kelompok untuk menjaga ketertiban diskusi dan kemampuan saling menghargai terus ditingkatkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya oleh seluruh anggota diskusi. DAFTAR PUSTAKA Ismudiati Rilantono et al, Lily. Buku Ajar Kardiologi. 2003. Jakarta:FKUI. Price, Sylvia. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 2003. Jakarta: EG http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/02/05/sudden-cardiac-arrest-dan-bulan-jantung-amerika/ Lilly, L. 2007. Pathophysiology of Heart Disease : Mechanism of Cardiac Aritmia. Philadelphia : Lippincot William Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC Sovari dan Kocheril. 2009. U.S National Heart, Lung, and Blood Institute. Sudden Cardiac Arrest Association Swartz, Mark H.. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC

More Documents from "RobbyAjiArya"

P3k..docx
April 2020 29
Ket Dr Galuh.docx
April 2020 15
Pendahuluan.docx
April 2020 12
Penyuluhan Dm Dr Galuh.pdf
December 2019 18
Common Cold
August 2019 31