Pendahuluan

  • Uploaded by: iin
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pendahuluan as PDF for free.

More details

  • Words: 2,710
  • Pages: 56
PENDAHULUAN

Pengelolaan pasca panen tanaman obat merupakan suatu perlakuan yang diberikan pada hasil panen tanaman obat hingga produk siap dikonsumsi atau menjadi simplisia sebagai bahan baku obat alam

Tujuan : memproteksi bahan baku dari kerusakan fisik dan kimiawi sehingga dapat mempertahankan mutu bahan baku/ simplisia

Ruang lingkup dimulai sesaat sejak bahan tanaman dipanen sampai siap dikonsumsi.

tata aturan pengelolaan

sarana dan prasarana kegiatan

Pengelolaan Pasca Panen, Meliputi : standar kompetensi pelaksana (SDM)

panduan teknis dalam pelaksanaan kegiatan

Maksud & Tujuan  Maksud :

“menjamin penyediaan bahan baku jamu bermutu, aman dan berkelanjutan”  Tujuan :

“menjamin ketersediaan bahan baku jamu yang bermutu, dalam jumlah cukup dan berkelanjutan”

Tahap pengelolaan pasca panen tanaman obat meliputi :  pengumpulan bahan baku  sortasi basah  Pencucian  Penirisan  pengubahan bentuk

   

Pengeringan sortasi kering Pengemasan penyimpanan.

Bangunan

Sarana dan Prasarana yang Diperlukan Peralatan

Bangunan  Kaidah yang harus dipenuhi :

Cahaya dan ruang

Pengendalian serangga

Kebersihan

menyediakan ruang dan cahaya yang cukup untuk kemudahan jalannya proses pasca panen Rancangan dan pengelolaan gedung pasca panen harus dapat mencegah masuknya serangga dan hewan pengerat mengutamakan kebersihan guna mencegah terjadinya kontaminasi dari bahan pencemar

Peralatan Materi Alat •diuji terlebih dahulu sebelum digunakan •Penjadwalan perawatan mesin secara berkala •Alat timbang ditara teratur.

•tidak beracun •bersifat inert •mudah dibersihkan.

Perawatan

Bersih

mudah dibersihkan, mudah digunakan. Yang kontak langsung, dibersihkan untuk menghindari pencemaran silang

Peralatan Hindari pencemaran silang •Dipastikan bersih & tidak koyak •Dapat melindungi material tanaman yang akan diproses.

Wadah

Ketersediaan peralatan yang dibutuhkan

•bersihkan alat yang digunakan untuk pasca panen sebelum digunakan untuk penanganan bahan panen lain

Peralatan apa saja yang dibutuhkan ? bak pencucian bertingkat, Blower rak penirisan gunting, keranjang pencucian tambir, air cucian yang memenuhi kain hitam, standar kesehatan kursi perjang rak pengering meja/alas perajang, alat pengubah bentuk wadah simplisia, (penyerut, perajang dan vacuum cleaner, penyerbuk) ruang penyimpanan (gudang) oven pengering timbangan gantng dan bahan pengemas timbangan duduk lemari penyimpanan alat pengepres simplisia kotak plastic penyimpanan label (etiket) alat pembuat serbuk (Grinding mill)

Sumber Daya Manusia

Pelatih an

keama nan

Kebers ihan

SDM pasca panen

Pelatihan  Pelaksana kegiatan pasca panen harus orang yang

telah terlatih dan memiliki kompetensi di bidang pasca panen yang dapat diperoleh melalui jalur pelatihan, mau pun magang.  Pelaksana pasca panen harus orang yang mengetahui identifiksai tanaman, guna mencegah kesalahan dalam penanganan pasca panen.  Pelaksanaan psaca panen harus menjaga kebersihan diri dan lingkungannya guna mencegah terjadinya pencemaran bahan simplisia dari mikroba.

Keamanan :  Pelaksana pasca panen mengenakan pakaian

dan sepatu khusus untuk melindungi tubuh.  Pelaksana pasca panen juga menggunakan alat pelindung yang sesuai seperti masker, pelindung mata, pelindung telinga dan sarung tangan.  Dipastikan untuk melindungi pelaksana pasca panen dari lingkungan yang merusak seperti sughu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara bising serta debu atau pun gigitan serangga dan alergi terhadap specimen tanaman tertentu.  Dipastikan alat dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan pasca panen terpelihara baik sehingga aman untuk digunakan.

Kebersihan :  Mencegah terjadinya kontaminasi, terjadi karena

mikroba atau pun bahan simplisia lain yang tidak dikehendaki.  Dipastikan tersedianya fasilitas kamar kecil lengkap dengan sabun, tissue dan handuk untuk memastikan kebersihan diri pelaksana pasca panen.  Dipastikan pelaksana pasca panen dalam kondisi sehat. Bagi pelaksana pasca panen yang sedang sakit, memiliki luka terbuka atau pun infeksi kulit sebaiknya tidak melakukan kegiatan pasca panen.

Pengertian, peluang

Obat Bahan Alam dikelompokkan menjadi 3 jenis :

Jamu

obat herbal terstandar

fitofarmaka.

(Empirical based herbal medicine) obat bahan alam yg disediakan scr tradisional. Yg berisi seluruh bahan tanaman yg menjadi penyusun dan digunakan secara tradisional.  Tdk memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja (Scientific based herbal medicine)  obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral.  membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal  ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (Clinical based herbal medicine) dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia

JAMU OHT

FITOFARM AKA

JAMU

DEFINISI MENURUT BADAN POM “ obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengolahan jamu antara lain adalah direbus atau digodok, dikeringkan atau dikonsumsi langsung”

DEFINISI MENURUT BADAN POM  Jamu adalah obat tradisional Indonesia.  Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan

alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.  Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.

DEFINISI ISTILAH LAIN MENURUT BADAN POM  Obat tradisional dalam negeri adalah obat tradisional yang

dibuat dan dikemas oleh industri di dalam negeri meliputi obat tradisional tanpa lisensi, obat tradisional lisensi dan obat tradisional kontrak.  Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional yang dibuat di Indonesia atas dasar lisensi.  Obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan fitofarmaka kontrak adalah produk yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri obat tradisional lain atau industri farmasi berdasarkan kontrak.  Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang dibuat oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.

PELUANG PENGGUNAAN JAMU  kesadaran back to nature.  Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan jamu

tradisional di Indonesia cukup melimpah.  berpotensi untuk di ekspor.  Di Indonesia, industri jamu memiliki asosiasi yang diakui pemerintah sebagai asosiasi bagi pengusaha jamu dan obat bahan alam di Indonesia yaitu Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu).

kesadaran back to nature.  Keberadaan jamu tradisional sudah tidak aneh bagi

masyarakat Indonesia. Sejak jaman dahulu, nenek moyang kita sudah banyak mengkonsumsi jamu tradisional untuk menjaga kesehatan ataupun mengobati penyakit.  dengan kesadaran back to nature atau kembali ke alam, nampaknya penggunaan jamu tradisional yang berbahan baku alam perlu dipertimbangkan dibandingkan dengan obat modern yang berbahan baku kimia.

Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan jamu tradisional di Indonesia cukup melimpah. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indonesia

30.000 spesies dari

total 40.000 spesies yang ada di seluruh dunia Pemanfaatan sekitar 180 spesies sebagai bahan baku sekitar 950 spesies yang berkhasiat sebagai obat industri jamu tradisional tidak memiliki ketergantungan impor

Berpotensi untuk di ekspor  Menurut data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat

bahan alam Indonesia (GP Jamu), yaitu Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Vietnam, Hongkong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Timur Tengah, Rusia dan Cile.  Ekspor jamu tradisional tersebut sebagian besar masih dilakukan oleh industri jamu yang cukup besar.

Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu)

 Anggota GP Jamu terdiri dari produsen, penyalur dan

pengecer.  Hingga saat ini GP Jamu menghimpun 908 anggota, yang terdiri dari 75 unit industri besar (Industri Obat bahan alam/IOT) dan 833 industri kecil (Industri Kecil Obat bahan alam/IKOT)

PEMBAGIAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL BERDASARKAN PERMENKES NO 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL

 Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT

adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.  Industri Ekstrak Bahan Alam yang selanjutnya disebut IEBA adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.  Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen.  Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan.

PEMBAGIAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL BERDASARKAN PERMENKES NO 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL

 Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh

depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.  Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.

PEMBAGIAN a. IOT; dan b. IEBA.

INDUSTRI OBAT TRADISIONAL

a. UKOT; b. UMOT; c. Usaha Jamu Racikan; dan d. Usaha Jamu Gendong.

USAHA OBAT TRADISIONAL

“Saintifikasi Jamu” Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan,

Prof. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.FF (K)

sebagai wujud perhatian dan dukungan pemerintah dalam penggunaan dan pemanfaatan jamu sebagai obat tradisional “Jamu Brand Indonesia” Pres. SBY Tindak lanjut

mengusulkan agar anggaran untuk pengembangan jamu meningkat dari Rp 5 milyar menjadi Rp 100 milyar pada tahun 2011 (Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH)

Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan jamu 1.

2. 3. 4.

5. 6.

belum terintegrasinya obat tradisional/jamu dengan pelayanan kesehatan formal karena belum adanya pengakuan dari profesi tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi) bahwa jamu aman (tidak toksis), berkhasiat (efikasi), dan mutunya terjamin (standar). lemahnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor terkait. belum adanya standarisasi penyediaan bahan baku (penanaman, pemanenan, pengolahan paska panen), belum dilaksanakannya standar untuk menjamin mutu, manfaat, dan keamanan. lemahnya data tentang akses obat tradisional yang bermutu, aman, dan efikasi. kurangnya informasi terkait penggunaan rasional obat tradisional.

Cara Menghadapi Tantangan  disusunlah suatu Grand Strategy Pengembangan Jamu

oleh Kementerian Kesehatan melalui : 1. Penyusunan kebijakan nasional dan kerangka regulasi dalam mengintegrasikan obat tradisional dengan pelayanan kesehatan formal. 2. Meningkatkan keamanan, mutu, dan efikasi jamu. 3. Menjamin ketersediaan bahan baku jamu yg berkualitas. 4. Meningkatkan akses thd jamu yang bermutu, aman, dan berkhasiat. 5. Penggunaan rasional obat tradisional/jamu

Terkait penyusunan regulasi dalam pengintegrasian obat tradisional dengan pelayanan kesehatan formal  Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan

Kepmenkes No. 1076 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.  Kepmenkes No. 1109 Tahun 2009 tentang Pengobatan Komplementer Alternatif.  Permenkes No. 003 Tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu.

Pengertian Saintifikasi Jamu “Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.”

(1)

Tujuan : Untuk memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara empiris

(2) Mendorong terbentuknya jejaring dokter/dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya prefentif, promotif, rehabilitatif, dan paliatif terhadap penggunaan jamu (3) Meningkatnya kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu (4) Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan

Langkah yang ditempuh dalam rangka memasyarakatkan Saintifikasi Jamu  dikembangkan “Pojok Jamu” di Puskesmas.  pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

ditingkat rumah tangga untuk pertolongan pertama pada penyakit ringan.  diklat kepada dokter umum, dokter spesialis, dokter Puskesmas tentang pelayanan obat tradisional/jamu.  pembinaan produsen jamu tentang Cara Pembuatan Jamu yang Baik (CPJB).  pengembangan 13 rumah sakit untuk persiapan saintifikasi jamu.

13 rumah sakit tersebut adalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

RSUP Persahabatan Jakarta, RS Kanker Dharmais Jakarta, RSAL Mintoharjo Jakarta, RS Dr. Sutomo Surabaya, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RS Orthopedi Solo, RSUP Sanglah Bali,

8. RSUP Adam Malik Medan, 9. RS Dr. Pirngadi Medan, 10. RS Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar, 11. RS Syaiful Anwar Malang 12. RSUP Kandou Manado 13. RSUP Soeraji Tirtonegara, Klaten

SIMPLISIA

PENGERTIAN ialah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata simple, berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk Departemen Kesehatan RI membuat batasan tentang simplisia ialah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan

TIGA GOLONGAN SIMPLISIA  ialah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian

SIMPLISIA NABATI

SIMPLISIA HEWANI

SIMPLISIA PELIKAN / MINERAL

tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya  Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.  Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. 

simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni  Contoh : minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).  simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum

diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni  Contoh: serbuk seng dan serbuk tembaga.

TATA NAMA SIMPLISIA  Namun,

Secara umum : nama spesies

nama bagian tanaman Contoh :

Piperis albi Fructus

beberapa buku teks tidak menganut sistem penyebutan simplisia seperti yang telah disebutkan di atas. contoh :  Calami Rhizome : nama belakang dari spesies (Acorns calamus = dlingo) nama bagian tanaman (Rhizome= rimpang).  Brugmansia Folia : nama genus dari Brugmansia candirla d iikuti Folia= Daun  Oleum Arachidis : minyak kacang (Arachis hypogea )tanpa nama bagian tanaman  Lycopodium : nama spora, hanya ditulis Lycopodium saja.  Cera Flava : nama lilin, tanpa diikuti nama bagian asal  Chinae Cortex : menggunakan nama daerah, dari tanaman Cinchona succiruhra. Nama daerahnya chinae (kina)

Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

a. Pengumpulan bahan baku.  sangat menentukan kualitas bahan baku.  Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah

masa panen.  Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:

Biji : Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah.

Buah :  Pengambilan buah tergantung tujuan dan

pemanfaatan kandungan aktifnya.  Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigruni).  setelah benar-benar masak (misalnya adas)  dengan cara melihat perubahan warna atau bentuk buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam, dan pepaya).

Bunga :  Pemanenan bunga tergantung dari tujuan

pemanfaatan kandungan aktifnya.  Panen dapat dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup (seperti pada Jasminum sambac, melati), atau  saat bunga sudah mulai mekar (misalnya Rosa sinensis, mawar).

Daun atau herba :  Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses

fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak.  Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.

Kulit batang :  Pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada

tanaman yang sudah cukup umur.  Saat panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.

Umbi lapis : Panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan Rimpang : Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau. Akar : Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup umur.

b. Sortasi basah  ialah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih

segar.

c. Pencucian,  dilakukan untuk membersihkan kotoran yang

melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan yang tercemar pestisida.  Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanyak 25%.  Namun, pencucian yang dilakukan sebanyak tiga kali hanya akan menurunkan mikroba sebesar 58%.

d. Pengubahan bentuk.  Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia

adalah untuk memperluas permukaan bahan baku.  Semakin luas permukaan maka proses pengeringan baku akan semakin cepat.

e. Pengeringan  Tujuan utama proses pengeringan simplisia ialah:

1. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri. 2. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif. 3. Memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas,mudah disimpan, tahan lama).

f. Sortasi kering  adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan.  Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya), atau dibersihkan dari kotoran hewan.

g. Pengepakan dan penyimpanan.  Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai

maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya.  Selanjutnya, wadah-wadah yang berisi simplisia disimpan dalam rak pada gudang penyimpanan.

faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan simplisia 1. Cahaya 2. Oksigen atau sirkulasi udara 3. Reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah 4. Penyerapan air 5. Kemungkinan terjadinya proses dehidrasi 6. Pengotoran dan atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang, bulu-bulu tikus atau binatang lain.

persyaratan wadah vang akan digunakan sebagai pembungkus simplisia 1. Harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain 2. Tidak beracun bagi bahan simplisia dan bagi manusia yang menanganinya 3. Mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, dan serangga 4. Mampu melindungi bahan simplisia dari penguapan kandungan aktif 5. Mampu melindungi bahan simplisia dari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air

TERIMA KASIH

Related Documents

Pendahuluan
June 2020 17
Pendahuluan
November 2019 33
Pendahuluan
May 2020 20
Pendahuluan
May 2020 22
Pendahuluan
November 2019 41
Pendahuluan
June 2020 24

More Documents from "iin"

Doc2 - Copy.docx
November 2019 39
8842-17479-1-sm(1)
October 2019 35
Materi & Tugas Bar 1.pdf
November 2019 33
Kegelisahan.docx
November 2019 46
Sumber Ajaran Islam 02.docx
November 2019 46
Jurnal
October 2019 47