Pencemaran, Penyebab Rusaknya Sumber Daya Ikan Dec 19, 2008 at 09:14 AM Workshop Konservasi Perairan Dilaksanakan MANADO—Kerusakan sumberdaya ikan pada umumnya disebabkan pencemaran, penambangan, sedimentasi perikanan destruktif lewat pengeboman dan penggunaan racun serta termasuk juga pengerukan dan pembangunan pantai. Ini dilontarkan Kasubdit Konservasi Kawasan Perairan dan Taman Nasional Laut, Ir Muhamad Saefudin saat membawakan materi dalam workshop membangun jejaring kawasan konservasi perairan daerah, di Sahid Hotel Manado, Senin lalu (15/12). Workshop dihadiri seluruh perwakilan DKP kabupaten/kota se-Sulut serta instansi terkait lainnya, antara lain membicarakan seputar kebijakan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) daerah. Akar permasalahannya, lanjutnya, antara lain karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat, kemiskinan, keserakahan dan juga kebijakan dan strategi pengelolaan yang tak jelas. Adapun landasan hukum yang mengatur tentang konservasi perairan ini antara lain UU 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU 31/2004 tentang Perikanan serta Permen KP 17/2008 tentang Kawasan Konsevasi di KP3K. Dalam workshop tersebut muncul tantangan dalam mengharmonisasikan kebutuhan ekonomi dan konservasi, yakni mengharmonisasikan kebutuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan dan transformasi pendekatan pengelolaan perikanan berbasis ekologi. Kadis DKP Sulut Ir Xandramaya Lalu melalui Kabid Kelautan Ir D Tampauma mengatakan, pentingnya workshop ini untuk mengurangi permasalahan yang kerap terjadi di kawasan konservasi perairan. “Dengan adanya workshop semacam ini diharapkan tingkat pengrusakan di wilayah perairan bisa diminimalisir,” terangnya. (cw-15/*/gyp) Mencari semua teman di Yahoo! Messenger? Undang teman dari Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger dengan mudah sekarang! http://id.messenger .yahoo.com/ invite/
PRO KONTRA REKLAMASI DI SEMARANG * Maret 15th, 2007 · & Komentar Teknik Pantai
Oleh : M. Faiqun Ni’am
Reklamasi dalam artian umum adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah/pengurukan pada suatu kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna/masih kosong dan berair menjadi lahan berguna. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Bagi kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat, mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Maka pemekaran kota ke arah daratan (horisontal) sudah tidak memungkinkan lagi. Alternatif lainnya adalah pemekaran ke arah vertikal dengan membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun. Selain itu pemekaran kota dapat pula dilakukan ke arah lahan kosong dan berair dengan cara melakukan reklamasi. Dalam teori perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Contoh negara yang sukses melaksanakan reklamasi pantai untuk memenuhi kebutuhan lahan adalah Singapura, Hongkong, dan Jepang. Contoh proyek perencanaan dan pelaksanaan fisik reklamasi di Indonesia antara lain rencana reklamasi laut Bali Benoa seluas + 300 Ha, reklamasi pantai utara Jakarta, reklamasi pantai Losari Makassar, reklamasi pantai utara Surabaya, dan reklamasi pantai utara Semarang.
PROBLEM UTAMA REKLAMASI Problem utama yang menyertai perencanaan dan pelaksanaan reklamasi berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan aspek teknis (engineering), sosial ekonomis, yuridis, dan lingkungan. Ketiga aspek terakhir menjadi bahasan yang paling mendasar diperdebatkan oleh banyak kalangan. Dari aspek teknis yang menyangkut permasalahan perbaikan tanah, daya dukung, settlement dan sliding dapat dipecahkan dengan perhitungan teknis yang matang. Sementara itu karena lahan reklamasi berada di daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahan hidrodinamika saat pra dan pasca reklamasi dan sistem drainasenya juga harus diperhitungkan. Karena perubahan hidrodinamika dan buruknya sistem drainase ini yang biasanya berdampak negatif langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Sedangkan permasalahan teknis yang lain hanya akan berdampak negatif bagi penghuni di atas lahan reklamasi tersebut. Permasalahan sosial ekonomis biasanya berkisar pada silang pendapat dan tarik ulur antara penentu kebijakan (pemda/pemkot), DPRD, investor, LSM, dan masyarakat. Apakah dengan adanya reklamasi memberikan keuntungan bagi semua pihak baik pemda/pemkot lewat PAD, investor, maupun masyarakat. Dan biasanya yang mendapat porsi keuntungan paling kecil (kalau ada) adalah masyarakat.
Permasalahan yuridis juga perlu mendapatkan perhatian. Landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dilaksanakan dengan tegas. Produk hukum tentang reklamasi (UU, PP, Keppres, Permen, Perda, RTRW/RDTRK, dll) penulis yakin sudah cukup lengkap. Hanya pada masalah ketegasan pelaksanaannya yang perlu dimaksimalkan. Problem lingkungan yang terjadi akibat reklamasi yang kurang perhitungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin parah. Misalnya reklamasi di daerah rawa-rawa yang semula sebagai polder alam menampung limpasan banjir, karena diurug maka akan berubah fungsi dan genangan banjir akan mencari daerah lain yang lebih rendah. Sedangkan reklamasi di kawasan pantai dapat menimbulkan erosi dan sedimentasi di kawasan pantai yang lain.
UNTUNG RUGI REKLAMASI Cara reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dll. Tetapi harus diingat bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan lingkungan.
REKLAMASI DAN ROB Banjir rob yang melanda Kota Semarang sudah ada sejak lama. Hanya permasalahannya sekarang adalah bertambah luasnya genangan akibat rob tersebut. Penyebab utama meluasnya rob adalah penurunan tanah di daerah Semarang bawah yang merupakan areal hasil sedimentasi ratusan tahun. Namun seperti yang diuraikan oleh Dr. Robert Kodoatie, MEng (Suara Merdeka, 13 Juni 2004) karena proses konsolidasinya masih berlangsung, ditambah lagi faktor-faktor lain seperti pengambilan air tanah dan kelebihan beban di atasnya menyebabkan permasalahan rob semakin lama semakin komplek. Belum lagi jika faktor-faktor tersebut terjadi secara bersamaan dengan ketinggian pasang yang melebih elevasi pintu air sehingga pada saat pasang air laut masuk ke saluran dan menggenangi arel sekitar, bahkan meluas. Sedangkan akibat faktor pengerukan pelabuhan (jika ada) lebih banyak berpengaruh pada areal di sekitar pelabuhan. Reklamasi di Kota Semarang terbagi dalam dua kategori, yaitu reklamasi rawarawa/tambak dan reklamasi kawasan pantai. Pelaksanaan reklamasi rawa-rawa perlu mendapat perhatian ekstra, karena fungsi rawa-rawa di Kota Semarang ini adalah sebagai
polder alam yang menampung limpasan banjir akibat hujan dan pasang air laut (rob). Reklamasi rawa-rawa ini yang dapat menjadi salah satu penyebab semakin meluasnya areal genangan banjir, termasuk rob. Yang lebih parah kebanyakan pelaksana kegiatan reklamasi rawa-rawa/tambak ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dan tidak disertai dengan dokumen UKL-UPL ataupun AMDAL. Sedangkan reklamasi pantai sedikit sekali pengaruhnya terhadap meluasnya genangan rob. Reklamasi pantai dapat menyebabkan meluasnya genangan rob bila tidak disertai dengan perencanaan sistem drainase yang bagus, apalagi bila lahan tersebut menghalangi jalan kembalinya air ke laut saat surut. Dampak negatif terbesar pelaksanaan kegiatan reklamasi pantai adalah menyebabkan erosi garis pantai di kawasan lain dan sedimentasi di sisi lain. Simulasi teknis perubahan pola arus dan hidrodinamika perairan laut harus diperhitungkan dalam hal ini.
KEPEDULIAN BERSAMA Di satu sisi reklamasi mempunyai dampak positif sebagai daerah pemekaran kota dari lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi lain jika tidak diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Di sinilah diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen masyarakat yang ada di Kota Semarang. Reklamasi khususnya reklamasi pantai masih diperlukan di Kota Semarang ini. Selain itu perlu juga dipikirkan reklamasi lepas pantai atau di tengah laut. Reklamasi lepas pantai dapat menjadi alternatif karena tidak mengganggu sistem drainase Kota Semarang. Simulasi prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat dilakukan dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya. Reklamasi di Kota Semarang ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara Pemkot dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan. Dan dari itu semua yang lebih penting adalah adanya perubahan attitude dari masyarakat dan Pemerintah. Pelaksanaan aturan hukum harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua
pihak yang terkait. Sebagaimana disinggung oleh Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D pada Seminar Lingkungan Hidup di FT Unissula (2 Juni 2004), bahwa negara kita punya peraturan AMDAL namun kenyataannya kerusakan lingkungan akibat salah tata ruang masih sering terjadi. Sedangkan Singapura yang tidak mempunyai aturan AMDAL tetapi semua pihak terutama pemerintah sangat konsisten dalam memberikan ijin penggunaan lahan sesuai peruntukannya. Semoga Kota Semarang menjadi lebih baik.
* Telah dimuat di rubrik WARAK (Wacana Warga Aktual) SEPUTAR SEMARANG, medio Juni 2004. Pendangkalan Ancam Pesisir Surabaya Garis Pantai Bertambah Tujuh Meter Per Tahun Senin, 24 November 2008 | 14:56 WIB Surabaya, Kompas - Pesisir Surabaya terancam pendangkalan akibat faktor alamiah dan reklamasi yang disengaja. Pendangkalan bisa merusak ekosistem dan merugikan manusia. Selain itu, pendangkalan juga menyebabkan Surabaya lebih mudah banjir. Pakar lingkungan laut ITS, Mukhtasor, mengatakan bahwa secara alamiah memang ada pertambahan sedimentasi di pesisir Surabaya. Hal itu akibat pesisir Surabaya menjadi muara Sungai Bengawan Solo dan Kali Brantas. "Secara alamiah, kedua sungai itu membawa sedimen ke muaranya di pesisir Surabaya," ujar Mukhtasor, Minggu (23/11) di Surabaya. Marine Geological Institute (MGI) Indonesia mencatat Bengawan Solo membawa sedimen rata-rata 2,75 kilogram per meter persegi. Sementara Kali Brantas membawa sedimen 1,3 kilogram per meter persegi. Sedimen Kali Brantas yang dibawa sedikitnya 10 anak sungainya yang bermuara di pesisir Surabaya menambah garis pantai rata-rata tujuh meter per tahun. Sedimentasi itu semakin parah akibat reklamasi. Reklamasi ilegal menahan arus air laut sehingga endapan tidak dihanyutkan ke palung di Selat Madura atau ke laut Jawa. "Di pesisir timur yang terbentang dari Tanjung Perak hingga Gunung Anyar, banyak reklamasi oleh individu maupun perusahaan. Di sisi barat tanah hasil reklamasi itu sedimen terus bertambah," ujar Mukhtasor. Perubahan pola arus laut akibat tertahan reklamasi dapat memengaruhi tingkat keasinan air laut atau salinitas. Perubahan salinitas ini memengaruhi habitat ikan dan makhkuk hidup laut lainnya. Dampak negatif
Pendangkalan akibat sedimentasi alamiah dan reklamasi itu membawa beberapa dampak negatif. Dasar di hilir sungai akan meninggi akibat sedimentasi ini. Akibatnya, air tidak mengalir dengan baik sehingga meningkatkan kemungkinan banjir. "Jalur air ke laut terhalang oleh sedimentasi. Beberapa kelurahan di pesisir Surabaya sudah semakin sering kebanjiran," ujarnya. Ekosistem pesisir juga terancam oleh pendangkalan. Biota-biota perairan dangkal kehilangan habibat. Padahal, biota laut dangkal sumber makanan utama ikan-ikan di Selat Madura. Jika kehilangan makanan, populasi ikan menyusut sehingga jumlah tangkapan nelayan berkurang. Bagi pelayaran, dampak pendangkalan berupa menyempitnya alur. Akibatnya, perahu dan kapal semakin terbatas ruang geraknya. "Untuk kota pelabuhan seperti Surabaya, penyempitan alur pelayaran merupakan musibah," kata Mukhtasor. Dari segi sosial, reklamasi ilegal meningkatan pertambahan penduduk ilegal pula. Pertambahan penduduk secara ilegal ini dapat memicu berbagai masalah sosial bagi Surabaya. Sementara Kepala Badan Pengendali Lingkungan Hidup Surabaya Togar Arifin Silaban mengatakan, Pemkot Surabaya sudah berusaha mengendalikan reklamasi di pesisir. Pemkot melarang pejabat terkait memproses perubahan penguasaan lahan di pesisir. "Hal ini mencegah pemilik menambah luas lahan dengan reklamasi," ungkap Silaban. Mengenai tanah oloran atau hasil sedimentasi, sebagian dimanfaatkan untuk hutan bakau. Hutan bakau dibutuhkan untuk mendukung ekosistem laut. (RAZ)
20 Februari 2008 Kajian Terpadu Reklamasi Pantai Dadap Kegiatan Reklamasi Pantai Dadap telah menimbulkan sejumlah pro dan kontra diberbagai kalangan masyarakat. FORMAT sebagai satu-satunya Organisasi Independent yang dimotori oleh Putra-putra Asli Desa Dadap merasa perlu melakukan kajian ilmiah baik secara teknis maupun yuridis terhadap rencana tersebut. Alasannya, sebagai Putra Dadap, FORMAT merasa bertanggung jawab secara moral atas kelestarian Lingkungan Desa Dadap yang merupakan satusatunya warisan nenek moyang yang tak ternilai dan harus terus dijaga serta diberdayakan, khususnya bagi kepentingan Masyarakat Dadap saat ini dan masa depan Generasi serta anak cucu kita dikemudian hari. Beberapa Hal yang perlu dicermati dan dipertimbangkan berkait dengan kegiatan Pengurugan Pantai Dadap antara lain:
1. Kegiatan Reklamasi pantai Dadap telah mengakibatkan Muara Sungai Dadap menjadi dangkal, pendangkalan ini disamping membuat perahu nelayan kesulitan lewat dan sering kandas, juga berpotensi menimbulkan banjir akibat tertahannya air dari hulu kali perancis. Bila musim hujan tiba, air dari hulu sungai tertahan oleh timbunan Lumpur dimuara dan tumpah ruah kepemukiman penduduk di RW 01, 02 dan RW 03, bahkan banjir juga dirasakan oleh warga di RW. 04, 05, 06 dan RW 13. Setahun terakhir ini, banjir yang menggenangi pemukiman nelayan terasa kian memprihatinkan. Dalam sebulan, warga bisa 3 kali dikirimi luapan air laut, volume airnya pun kian hari kian meningkat, saat ini air laut yang masuk kerumah-rumah penduduk mencapai ketinggian 50 Cm. Pengurukan yang baru berjalan kurang dari 20% saja telah membuat 3 RW terendam banjir akibat Air Pasang. apa yang akan terjadi kalau proses pengurukan berlanjut sampai 1 Km dari garis pantai ???… Bukan mustahil jika kelak seluruh Dadap dan Desa-desa disekitarnya akan ikut terendam banjir. 2. Proses Reklamasi dilakukan dengan menguruk permukaan laut dengan tanah, hal ini sangat berpotensi menimbulkan sedimentasi yang signifikan akibat gerusan ombak. sementara dengan diabaikannya Break Water Pass membuat ombak tidak tertahan dan potensial terhadap terjadinya Abrasi Pantai. Kegiatan reklamasi pantai Dadap yang telah berjalan, mengakibatkan terjadinya Pendangkalan dan penyempitan muara sungai Dadap. Hal ini amat menyulitkan lalu-lintas perahu nelayan. untuk keluar atau masuk muara sungai, mereka membutuhkan waktu sampai 1 Jam, terlebih pada sore hari saat air laut surut. Tidak jarang perahu yang berpapasan harus antre untuk lewat secara bergantian, padahal lebar mulut sungai Dadap sebelum adanya kegiatan reklamasi mencapai 35 Meter lebih. 3. Sangat mungkin menyebabkan terjadinya banjir di Dadap dan kawasan Bandara Soekarno-Hatta jika Air laut Pasang dibarengi dengan Hujan. Hal ini disebabkan karena hilangnya fungsi daerah tampungan dan resapan yang telah banyak berubah menjadi kawasan pergudangan. Bayangkan, sekitar 15 Juta Kubik tanah akan dimuntahkan ke Pantai Dadap untuk menguruk 50 Hektar areal Pantai. Hal ini jelas akan memperbesar aliran permukaan yang akan menambah frekuensi banjir karena aliran sungai dimuara semakin melambat sementara jalur yang ditempuh semakin panjang. Kecepatan aliran sungai berkurang, laju sedimentasi dimuara pasti meningkat, peninggian permukaan air bisa mencapai 12 Cm sepanjang sisi alur sungai yang bermuara di kali perancis yang berakibat bertambah panjangnya alur sungai. Sementara teknologi Pompanisasi yang ada di Indonesia hanya mampu menurunkan permukaan air hingga 5 Cm saja dengan jangkauan maksimal hanya 3 Km kearah Hulu.
4. Dapat menyebabkan kerusakan Tata Air, karena reklamasi membuat Kali Perancis akan bertambah panjang 1 km tetapi dasar sungai menjadi sangat landai, hingga ketinggian muara baru hasil reklamasi menjadi Nol meter. Air sungai akan sulit mengalir kelaut dengan tingginya muara sungai, hal ini akan merusak system tata air pada radius antara 5 sampai 8 Km dari bibir Pantai. 5. Musnahnya Hutan Mangrove (Pohon Bakau/Pohon Api-api) karena ditimbun tanah, sangat potensial menimbulkan Abrasi dan hilangnya beberapa spesies hewan dan burung. Sementara Fungsi dan manfaat Hutan Mangrove atau pohon Api-api adalah: 1. Sebagai Sabuk Hijau yang berfungsi menahan Abrasi akibat gerusan ombak serta mencegah terjadinya sedimentasi dan banjir. 2. Menjadi tempat perkembang biakan Plankton dan Biota Laut yang merupakan sumber makanan bagi Ikan, Udang, Kepiting, Kerang, rajungan Dll. Hilangnya Biota laut dari perairan Pantai Dadap karena tidak adanya mangrove secara otomatis menyebabkan ikan, udang, Kerang, dsb tidak lagi dapat ditemukan disekitar perairan pantai dadap karena komunitas laut tersebut telah kehilangan sumber-sumber makanannya. Hal ini jelas membuat nelayan kesulitan mencari ikan disekitar perairan pantai Dadap sehingga pendapatan mereka mengalami penurunan drastis. 3. Akar Pohon mangrove (api-api) juga berfungsi menetralisir Limbah beracun yang dialirkan dari kali perancis. Ketika pohon mangrove musnah berarti Limbah-limbah itu tidak bisa dinetralisir sehingga langsung dikonsumsi oleh Ikan, Kerang, Cumi, Dsb. Hal ini membuat banyaknya ikan dan kerang yang mati keracunan sementara yang lainnya akan menghindar dari perairan pantai Dadap. 6. Proyek Reklamasi Pantai Dadap yang direncanakan untuk Kawasan Wisata Terpadu diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja lokal, Tapi kita tidak boleh lupa bahwa yang bisa bekerja di kawasan wisata sekelas ancol itu minimal berpendidikan SLTA atau Sarjana, sementara 65% masyarakat Dadap hanya berpendidikan SD dan SMP. Jangan-jangan tenaga kerja yang dipakai justru kebanyakan tenaga luar seperti halnya yang banyak kita lihat di pergudangan-pergudangan yang sudah ada. Dugaan ini lebih diperkuat lagi dengan kehadiran beberapa Lembaga dari luar Dadap yang begitu menggebu-gebu mendukung reklamasi tanpa memperdulikan Dampak kerusakan Lingkungan dan kerugian yang diderita masyarakat Dadap sendiri. 7. Ribuan Nelayan Dadap yang selama ini menjadi symbol sejarah kehidupan masyarakat Dadap sebagai Desa Pesisir bakal terancam Punah. betapa tidak, Kondisi sosial masyarakat nelayan Dadap yang rata-rata berada dibawah garis kemiskinan, tidak akan mungkin dibiarkan
berdampingan dengan sebuah kawasan Wisata Terpadu bertaraf Internasional sekelas Ancol. Bagi kaum Kapitalis, Pemukiman nelayan yang becek dan kumuh hanya dianggap Merusak Pemandangan saja dan bukan mustahil menjadi target untuk “disingkirkan”. Contohnya bagaimana nelayan Muara Karang, Muara Angke, Muara Baru, Marunda dan pemukiman didepan Ancol harus digusur saat wilayah mereka tersentuh oleh pembangunan Pariwisata. 8. Secara Yuridis, hingga saat ini belum ada Undang-Undang yang memperbolehkan kegiatan Reklamasi Pantai. Reklamasi hanya diijinkan untuk menormalisasi Tambak-tambak dan bekas galian pasir atau tanah, itupun harus terlebih dahulu memiliki Dokumen AMDAL. Undang-Undang No.23 tahun 1997 mengharuskan setiap proyek mesti melalui uji kelayakan AMDAL. Sementara untuk Reklamasi Pantura, Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan KEPMEN No. 14 Tahun 2003 yang menolak AMDAL reklamasi Pantura karena dinilai tidak layak. Dalam Pasal 18 UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa kegiatan proyek baru boleh dilakukan setelah memiliki AMDAL. Sedangkan reklamasi Pantai Dadap sudah berlangsung sejak tahun 2001 sementara AMDAL nya baru terbit pada bulan Desember 2004, artinya AMDAL baru dibuat setelah reklamasi berjalan. 9. Tanggal 21 Februari 2005, Komisi VII DPR-RI merekomendasikan Pemda Kabupaten Tangerang untuk MENGHENTIKAN kegiatan Reklamasi Pantai Dadap karena dinilai dapat menimbulkan dampak yang luas, serius dan penting. Komisi VII berpendapat bahwa pemberian ijin pembebasan lahan dinilai melanggar UU No. 23 Tahun 1997 junto Pasal 7 Ayat 1 PP No. 27 tahun 1999 sehingga Kementerian Lingkungan Hidup diminta untuk meninjau kembali keabsahan dokumen AMDAL-nya. Rekomendasi ini semakin menguatkan dugaan adanya KETIDAK BERESAN dibalik kegiatan Reklamasi Pantai Dadap. 10.Reklamasi Pantai Dadap dinilai merusak lingkungan dan ekosistem laut serta dikhawatirkan dapat menimbulkan bencana Ekologi, Sosial dan Ekonomi yang lebih besar bagi Lingkungan Hidup dan Masyarakat Desa Dadap. Proyek Reklamasi Pantai Dadap hanya menguntungkan segelintir orang saja, sementara imbas dan dampak dari kegiatan tersebut jelas mengancam kehidupan sosial seluruh masyarakat. 11.Mendesak Pemda Kabupaten Tangerang agar dalam mengeluarkan kebijakan senantiasa melibatkan semua elemen masyarakat yang ada dan lebih berpihak pada pelestarian fungsi Lingkungan Hidup serta mengedepankan Aspek kepentingan publik. Kami MENDUKUNG keputusan apapun yang dibuat pemerintah untuk tujuan Percepatan Pembangunan, akan tetapi perlu juga dipertimbangkan faktor kepentingan lingkungan dan sosial-nya. Membiarkan segelintir orang mengeksploitasi secara
berlebihan terhadap sumber daya alam yang ada di Bumi Pertiwi ini tanpa melibatkan dan memperhatikan Hak-hak dan kepentingan masyarakat luas adalah kebijakan yang dinilai TIDAK FAIR. bukankah yang paling berhak menggali dan menikmati Kekayaan alam Indonesia adalah RAKYAT sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Republik ini, sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, Pasal 5 ayat 1,2,3 dan Pasal 8 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pasal 9 ayat 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Demikianlah Kajian Terpadu ini kami buat dengan pertimbangan bahwa Pantai Dadap bukanlah milik perorangan dan bukan pula milik Pejabat, akan tetapi MILIK SELURUH MASYARAKAT DADAP yang harus dinikmati dan dijaga kelestariannya bagi masa depan generasi dan anak cucu warga Dadap kelak. Merujuk pada kesimpulan diatas, bila Proyek Reklamasi Pantai Dadap tidak sesuai dengan Aspirasi masyarakat dan Peraturan perundangan yang berlaku, maka pemberian ijin proyek dan kegiatan yang sudah dilakukan harus BATAL demi Hukum dan perlu dilakukan pengkajian ulang secara cermat dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada.
Tangerang, 28 Maret 2005 FORMAT, WALHI Jakarta, LBH Jakarta, ICEL, LP3ES, PBHI