PENINGKATAN MUTU MINYAK ATSIRI MELALUI PROSES PEMURNIAN1 Hernani* dan Tri Marwati Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor * E-mail :
[email protected] ABSTRAK Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan banyak digunakan dalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. Nilai jual dari minyak atsiri sangat ditentukan oleh kualitas minyak dan kadar komponen utamanya. Minyak atsiri di Indonesia sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat awam, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Adanya bahan-bahan asing tersebut dengan sendirinya akan merusak mutu minyak atsiri yang bersangkutan. Bila tidak memenuhi persyaratan mutu, maka nilai jual minyak tersebut akan jauh lebih murah. Untuk meningkatkan kualitas minyak dan nilai jualnya, bisa dilakukan dengan beberapa proses pemurnian baik secara fisika ataupun kimia. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemurnian bisa meningkatkan kualitas minyak tersebut, terutama dalam hal warna, sifat fisikokimia dan kadar komponen utamanya. Proses pemurnian yang akan dibahas adalah untuk pemurnian minyak nilam, akar wangi, kenanga dan daun cengkeh. Dari proses pemurnian bisa dihasilkan minyak yang lebih cerah dan karakteriknya memenuhi persyaratan mutu standar. Kata kunci : Mutu minyak atsiri, pemurnian
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, sereh wangi yang dikenal sebagai Java cittronellal oil, akar wangi, pala, kenanga, daun cengkeh, dan cendana. Beberapa daerah produksi minyak atsiri adalah daerah Jawa Barat (sereh wangi, akar wangi, daun cengkeh, pala), Jawa Timur (kenanga, daun cengkeh), Jawa Tengah (daun cengkeh, nilam), Bengkulu (nilam), Aceh (nilam, pala), Nias, Tapanuli, dan Sumatera Barat (Manurung, 2003). Teknik penyulingan minyak atsiri yang selama ini diusahakan para petani, masih dilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan secara baik dan benar. Selain itu, penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal, 1
Disampaikan pada Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006, Solo pada tanggal 18-20 September 2006
1
seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah yang digunakan, penyimpanan yang tidak benar, maka akan terjadi proses-proses yang tidak diinginkan, yaitu oksidasi, hidrolisa ataupun polimerisasi. Biasanya minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih gelap dan berwarna kehitaman atau sedikit kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe dan Cu. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat fisika kimia minyak. Untuk itu, proses penyulingan minyak yang baik dan benar perlu diketahui secara lebih rinci, sehingga minyak yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang ada. Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya; adanya bahan-bahan asing akan merusak mutu minyak atsiri. Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari minyak itu sendiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak bisa diperiksa dengan penetapan kelarutan uji lemak dan mineral. Selain itu, faktor yang menentukan mutu adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, seperti bilangan asam, bilangan ester dan komponen utama minyak, dan membandingkannya dengan standar mutu perdagangan yang ada.
Bila nilainya tidak memenuhi berarti
minyak telah terkontaminasi, adanya pemalsuan atau minyak atsiri tersebut dikatakan bermutu rendah.
Faktor lain yang berperan dalam mutu minyak atsiri adalah jenis
tanaman, umur panen, perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan dan penyimpanan. Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. adalah secara kimia ataupun fisika.
Beberapa metode pemurnian yang dikenal
Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan
penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik, karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi. Untuk metode pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan adsorben atau senyawa pengomplek tertentu.
TEKNOLOGI PEMURNIAN Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat minyak atsiri yang terdiri dari
2
berbagai komponen kimia dan secara alami terbentuk pada tanaman sesuai dengan tipe komponen yang berbeda dari setiap tanaman (Davis et al.,2006). Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation) dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Untuk proses secara kimia dengan 1) adsorpsi menggunakan adsorben tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2) menghilangkan senyawa terpen (terpeneless) untuk meningkatkan efek flavoring, sifat kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya simpan dari minyak, dan 3 ) larutan senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat (Sait dan Satyaputra, 1995 ) Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah menyuling ulang minyak atsiri dengan menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap minyak nilam dengan metode redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari 4 % menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000). Untuk distilasi fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswaty dan Wuryaningsih, 2001). Komponen kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya. Adsorpsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul lainnya (Anon, 2000). Untuk proses tersebut, bisa digunakan adsorben, baik yang bersifat polar (silika, alumina dan tanah diatomae) ataupun non polar (arang aktif) (Putra, 1998). Secara umum proses pemurnian secara kimia sesuai dengan diagram alir Gambar 1.
Minyak + adsorben ⇓ Pengadukan dengan pemanasan selama 15 menit ⇓ Penyaringan ⇓ Minyak Gambar 1. Diagram alir pemurnian dengan adsorben 3
Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkhelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1997; Marwati et al., 2005; Moestafa et al., 1990). Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum keseimbangan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut : L+ + S- ' LS L = logam S = senyawa pengkelat LS = kompleks logam-senyawa pengkelat Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam pembuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995).
Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi
menggunakan kolom alumina menggunakan eluen tertentua dan ekstraksi menggunakan alkohol encer.
HASIL-HASIL PENELITIAN PEMURNIAN MINYAK
A. MINYAK AKAR WANGI Minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides), termasuk dalam famili Graminae, biasanya tumbuh didaerah tropis seperti India, Tahiti, Haiti dan Indonesia (khususnya Jawa) (Anon, 2006).
Tanaman ini selain mengandung minyak atsiri, juga bisa
dimanfaatkan untuk mencegah erosi, vegetasi konservasi karena bentuk akarnya yang kuat (Emmyzar et al., 2000). Minyak akar wangi banyak digunakan dalam industri parfum, bahan kosmetik, obat-obatan, antiseptik, afrodisiak, sedativ, tonik dan bisa dimanfaatkan sebagai biopestisida (Anon, 2006; Kamal and Ashok, 2006; Emmyzar et al., 2000).
Komponen utama dari minyak akar wangi adalah senyawa golongan
4
seskuiterpen (3-4 %), seskuiterpenol (18-25 %) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, vetiverol, furfurol, α dan β vetivone, vetivene dan vetivenil vetivenat (Anon, 2006; Kamal and Ashok, 2006; Emmyzar et al., 2000). Pemurnian terhadap minyak akar wangi yang bermutu rendah (berwarna kehitaman) dengan menggunakan bentonit 2 % akan meningkatkan mutu minyak dalam hal peningkatan kejernihan dari 46 % menjadi 88 % berarti terjadi perubahan warna minyak dari coklat gelap menjadi kuning kecoklatan (Tabel 1). Tabel 1. Hasil pemurnian minyak menggunakan bentonit 2 % Karakteristik Rendemen, % Warna
Transmisi, % Bobot jenis Indek bias Putaran optik Kelarutan dalam alkohol 95 % Bilangan ester Bilangan ester setelah disetilasi Kadar logam : Fe (ppm) Zn (ppm) Kadar vetiverol, % Sumber : Rohayati, 1997; * EOA
Minyak kasar Coklat gelap
Minyak hasil pemurnian 81,5 Kuning kecoklatan
46 0,980 1,520 + 20° Larut 1 : 1 16 105
88 1,0041 1,519 + 34° Larut 1 : 1 16,4 135
2,76 2,13 48,67
2,53 1,96 49,18
Standard SNI Kuning muda sampai coklat kemerahan 0,978-1,038 1,513-1,582 + 15° - + 45°* 1 : 1 Jernih 5-25 100-150
B. MINYAK NILAM Nilam (Pogostemon cablin BENTH) salah satu dari famili Labiatae, merupakan minyak atsiri yang cukup penting. Indonesia merupakan salah satu produsen minyak nilam terbesar di dunia dengan kontribusinya sekitar 90 %. Negara tujuan ekspor minyak nilam antara lain Jepang, Singapura, Amerika dan Perancis. Kegunaan utama minyak nilam biasanya dalam industri parfum sebagai zat pengikat/fiksatif, industri sabun dan kosmetik. Minyak nilam terdiri dari campuran senyawa terpen yang bercampur dengan alkohol, aldehid dan ester-ester yang memberikan aroma yang khas dan spesifik. Senyawa-senyawa tersebut antara lain, sinamaldehid, benzaldehid, patchoulen, patchouli alkohol dan eugenol benzoat. Patchouli alkohol merupakan komponen utama minyak nilam.
Minyak yang banyak mengandung senyawa terpen akan menurunkan nilai 5
kelarutannya (Hernani dan Risfaheri, 1989). Senyawa terpen dalam minyak akan mudah mengalami proses polimerisasi, oksidasi ataupun hidrolisa karena adanya cahaya, dan air. Untuk pemurnian minyak nilam bisa dilakukan dengan menggunakan senyawa pengkhelat dan penghilangan senyawa terpen (terpeneless).
Pemurnian minyak
menggunakan Na-EDTA (di Natrium Ethylene Diamine Tetra acetic acid) 0,05 M dengan perbandingan 1 : 1 dan pengadukan selama 5 menit akan menghilangkan kandungan Fe (besi) sekitar 95 % (Tabel 2) (Mostafa et al., 1990). Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa dengan penurunan kadar logam, terjadi perubahan warna minyak yang sangat signifikan yaitu dari coklat tua menjadi kuning jernih. Dari hasil penelitian terpeneless menggunakan alkohol encer terhadap minyak nilam, ternyata dapat meningkatkan kadar patchouli alkohol dari 31,69 %menjadi 55,29 % (Hernani et al., 2002). Tabel 2. Pemurnian minyak nilam dengan larutan EDTA Karakteristik Warna Berat jenis 25/ 25°C Indek bias pada 20°C Kelarutan dalam etanol 90 % Bilangan asam Bilangan ester Kandungan besi, ppm
Sebelum pemurnian Coklat tua 0,972 1,537 1:1 keruh, 1:9 jernih dan seterusnya jernih 4,60 7,96 397
Setelah pemurnian Kuning jernih 0,967 1,537 Larut dalam perbandingan 1 : 9 4,58 7,68 18
Sumber : Mostafa et al. (1990)
Pada minyak nilam dapat dilakukan pemurnian secara redestilasi, hasil menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai transmisi dari 4 % menjadi 83,4 %. Peningkatan transmisi tersebut seiring dengan penurunan kadar logam Fe dalam minyak yaitu dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).
C. MINYAK KENANGA Minyak kenanga adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan bunga kenanga (Canangium odoratum Baill). Minyak kenanga banyak digunakan dalam industri flavor, parfum, kosmetika dan farmasi. Komponen utama minyak kenanga dari konsentrasi yang paling besar berturut-turut adalah adalah β-kariofilen, α-terpineol, benzil asetat dan benzil alkohol (Sastrohamidjojo, 2002).
Masalah yang timbul dalam penyulingan
6
minyak kenanga pada industri kecil adalah warna minyak yang hitam kecoklatan dan kotor. Kondisi tersebut disebabkan terjadinya reaksi antara senyawa dalam minyak dengan ion logam yang berasal dari ketel suling (Brahmana, 1991), dan adanya proses polimerisasi, oksidasi dan hidrolisis.
Salah satu upaya untuk memecahkan masalah
minyak kenanga yang berwarna hitam kecoklatan dan kotor adalah dengan proses pemurnian. Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan minyak dengan kejernihan dan warna yang lebih baik dari pada menggunakan arang aktif, asam sitrat dan asam tartarat (Mulyono dan Marwati, 2005). Sifat fisikokimia minyak kenanga sebelum dan sesudah pemurnian tersaji pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa setelah pemurnian, kejernihan minyak meningkat, warna minyak berubah dari coklat menjadi kuning, kadar logam (Mg, Fe, Mn, Zn, Pb) menurun, akan tetapi komponen utama dalam minyak (β-kariofilen, α-terpineol) tidak berubah. Secara umum minyak telah memenuhi standar mutu SNI. Tabel 3. Sifat fisikokimia minyak kenanga sebelum dan sesudah pemurnian dengan bentonit 3 % Sifat fisikokimia
Sebelum pemurnian 13.1 Coklat 0,9118 1,5007 -19°24’ Larut 1:3 1.01 24,01
Kejernihan (% T) Warna Bobot jenis 25°/25°C Indek bias 25°C Putaran optik Kelarutan dalam alkohol 90 % Bilangan asam Bilangan ester Kadar logam (ppm) 321 Mg 11 Fe 13 Mn 1 Zn 1 Pb Kadar komponen utama 39,441 β-kariofilen 10,732 α-terpineol Sumber : Mulyono dan Marwati (2005)
Setelah pemurnian 94.1 Kuning 0,9154 1,5002 -18°12’ Larut 1:3 1.19 23,84
SNI 06-3949-1995*
111 4 5 tt tt
-
39,441 10,732
-
Kuning tua 0,906-0,920 1,495-1,504 (-15°) – (30°) 1:1.5 jernih 15-35
Keterangan : *Badan Standarisasi Nasional (1995); Tt = tidak terdeteksi; - = tidak disyaratkan
7
D. MINYAK DAUN CENGKEH Minyak daun cengkeh adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting tanaman cengkeh. Minyak daun cengkeh hasil penyulingan rakyat seringkali berwarna hitam kecoklatan dan kotor, sehingga untuk meningkatkan nilai jual dari minyak tersebut, perlu dilakukan pemurnian. Dari beberapa hasil pemurnian menunjukkan bahwa minyak dapat dimurnikan dengan metoda adsorpsi dan pengkelatan. Komponen minyak daun cengkeh dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah senyawa fenolat dengan eugenol sebagai komponen terbesar. Kelompok kedua adalah senyawa non fenolat yaitu β-kariofeilen, α-kubeben, α-kopaen, humulen, δkadien, dan kadina 1,3,5 trien dengan β-kariofeilen sebagai komponen terbesar. Eugenol mempunyai flavor yang kuat dengan rasa yang sangat pedas dan panas (Sastrohamidjojo, 2002). Pada proses pemurnian minyak daun cengkeh dengan bentonit 1 sampai 10 % diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi
bentonit terjadi peningkatan
kejernihan, kecerahan dan warna minyak. Peningkatan kejernihan terjadi karena bentonit sifatnya mudah menyerap air dan logam, sehingga dengan berkurangnya air dan logam yang terikat dalam minyak menyebabkan minyak menjadi jernih. Pemurnian secara pengkelatan dengan asam sitrat 0,6 % juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu peningkatan kejernihan dan kualitas minyak (Marwati et al., 2005). Kualitas minyak daun cengkeh sebelum dan setelah pemurnian terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat fisikokimia minyak daun cengkeh sebelum dan setelah pemurnian dan standar mutu minyak menurut SNI No
Karakteristik
1.
Warna
Sebelum pemurnian Hitam kecoklatan 1,0282 1,5284 1 : 1,5
Bentonit 7 %
80
Berat jenis Indek bias Putaran optik Kelarutan dalam alkohol 70 % Kadar eugenol (%) 6. Sumber : Marwati et al. (2005) 2. 3. 4. 5.
Kuning
Asam sitrat 0,6 % Kuning
Standar SNI
1,0473 1,5335 0°54’ 1:1
1,0336 1,5294 -1°48’ 1:1
1,0250- 1,0609 1,5200-1,5400 1:2
84
82
min, 78
-
Dari Tabel 4 terlihat bahwa dengan proses pemurnian baik dengan bentonit maupun asam sitrat, terjadi peningkatan mutu minyak. Pemakaian bentonit dengan 8
konsentrasi 7 % sampai 10 % menghasilkan minyak dengan sifat fisik yang tidak berbeda jauh, tetapi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kadar eugenol. Konsentrasi terbaik untuk pengkelatan minyak daun cengkeh dengan asam tartarat adalah 4 %. Akan tetapi dengan bantuan pemanasan (60°C) selama 30 menit, akan menghasilkan minyak yang jauh lebih jernih, hal ini terlihat dari peningkatan nilai transmisi (34,7- 58,5 %) (Karmelita, 1991). Pemurnian minyak daun cengkeh dengan asam tartarat 4 % berpengaruh sekali terhadap peningkatan kejernihan (dari 1,1 % menjadi 75,7%), perubahan warna minyak dari gelap menjadi coklat muda dan peningkatan kadar eugenol dari 76,996 ppm menjadi 79,038 ppm, sedangkan karakteristik lain tidak berubah secara signifikan.
STANDAR MUTU Standar merupakan dokumen yang sangat penting dalam menentukan kualitas suatu bahan dengan persyaratan tertentu, yang meliputi persyaratan spesifikasi, prosedur dan aturan yang bersifat dinamis, sehingga perlu dikelola secara profesional dengan memperhatikan kebutuhan pengguna serta perkembangan teknologinya.
Bila tidak
memenuhi aturan tersebut, maka dapat menimbulkan masalah sosial seperti menurunkan persaingan akibat adanya hambatan dalam menembus pasar serta tidak cukupnya proteksi terhadap pengguna dan perlindungan lingkungan. Sebaliknya, apabila standar dirumuskan berdasarkan acuan ke standar-standar nasional yang telah diakui serta ke standar internasional yang merefleksikan persyaratan pasar dunia dan tidak sekedar pada kondisi khusus untuk pasar dalam negeri, maka standar dapat membantu proses perencanaan, mendukung pembuatan dan penjualan barang dan jasa dengan lebih mudah baik di pasar domestik dan pasar bebas. Persyaratan standar mutu minyak atsiri menggunakan batasan atau kriteria-kriteria tertentu. Biasanya dalam karakteristik mutu dicantumkan sifat khas minyak atsiri sesuai dengan bahan asalnya atau karakteristik ilmiah dari masing-masing minyak tersebut. Dari sifat fisika kita akan mengetahui keasliannya, sedangkan sifat kimia, meliputi komponen kimia pendukung minyak secara umum bisa diketahui, terutama komponen utamanya. Adanya bahan-bahan asing yang tercampur dengan sendirinya akan merusak mutu minyak tersebut. Oleh karena itu, cara-cara sederhana tetapi teliti sangat diperlukan
9
untuk mendeteksi adanya bahan-bahan asing, baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Bahkan persyaratan tertentu seperti komponen utama minyak atsiri perlu dicantumkan dalam upaya menghindari pemalsuan (Pardede, 2003). Contoh standar yang digunakan dalam perdagangan minyak nilam (Tabel 5). Tabel 5. Standar Nasional Indonesia dan Essential Oil Association untuk minyak nilam Karakteristik Bobot jenis Indeks bias, 25°C Putaran optik Bilangan asam, % Bilangan ester, % Kelarutan dalam alkohol 90 % Warna Minyak kruing Zat-zat asing : a. alkohol tambahan b. Lemak c. Minyak Pelikan
SNI 0,943-0,983 (pada 25°C) 1,506-1,516 (pada 20°C) Maks 5 Maks 10 Larut jernih atau opelesensi ringan dalam perbandingan volume 1 s/d 10 bagian Kuning muda sampai coklat Negatif Negatif
EOA 0,950-0,975 (pada 20°C) 1,570-1,515 (pada 25°C) (-48° ) - (- 65°) Maks. 5 Maks. 20 Larut jernih dalam perbandingan 1: 10
DAFTAR PUSTAKA Anon. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation http://encarta.msn.com/find/consice.asp?ti=01AFA000. Anon. 2006. Vetiver essential information. file://C:\DOCUME~1\Pasca\LOCALS~1\Temp\J7SHE9R8.htm. 5 hal. Brahmana, H.R. 1991. Pengaruh penambahan minyak kruing dan besi oksida terhadap mutu minyak nilam (Patchouli oil). Komunikasi Penelitian 3 (4) : 330-341. Davis, E; J. Hassler; P. Ho; A. Hover and W. Kruger. 2006. Essential oil. http://.wsu.edu/~gmhyde/433_web_pages/433oil-webpages/essence/essence-oils. 14 hal. Ekholm P., L. Virkki, M. Ylinen, and L. Johanson. 2003. The effect of phytic acid and some natural chelating agents on solubility of mineral elements in oat bran. Food Chem 80: 165-170. Emmyzar; S. Roechan; A.M. Kurniawansyah dan Pulung. 2000. Produktivitas dan kadar minyak tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) di tanah tercemar logam berat cadmium. Jurnal ilmiah Pertanian Gakuryoku.VI (2) : 129-179. Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan Littri. XV (2) : 8487. Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002. Peningkatan kadar patchouli alcohol dalam minyak nilam (Pogostemon cablin Benth.) melalui proses deterpenisasi.
10
Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Kerjasama Kehati, LIPI, Apinmap, Unesco, Jica, Bogor : 225-228. Kamal, C and R. Ashok. 2006. Modified vetiver oil : economic biopesticide. http://www.ars.usda.gov/research/publications/publications.htm?SE_Q NO_ 115=170715 Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium aromaticum L.) dengan asam tartarat. Skripsi S1, Fateta, IPB-Bogor. 98 hal. Manurung, T.B. 2003. Usaha pengolahan dan perdagangan minyak atsiri Indonesia dan permasalahannya dalam menghadapi era perdagangan global. Sosialisasi Temu Usaha Peningkatan Mutu Bahan Olah Industri Minyak Atsiri.Dirjend. Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan. Jakarta. 9 hal. Marwati, T., M.S. Rusli, E. Noor dan E. Mulyono. 2005. Peningkatan mutu minyak daun cengkeh melalui proses pemurnian. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 2 (2):93-100. Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005. Kajian proses pemurnian minyak kenanga. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 1(1): 31-37 Moestafa, A; E. Suprijatna dan Gumilar. 1990. Pengaruh kepekatan larutan garam EDTA (Disodium Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid) dan lama pengadukannya terhadap pengikatan ion besi dalam minyak nilam. Warta IHP. 7 (1) : 23-26. Pardede, J.J. 2003.Peningkatan mutu minyak atsiri dan pengembangan produk turunannya. Sosialisasi/temu usaha peningkatan mutu bahan olah industri minyak atsiri. Deperindag, Jakarta. 20 hal. Purnawati, R. 2000. Pemucatan minyak nilam dengan cara redestilasi dan cara kimia. Skripsi. Fateta. IPB. Bogor. Putra, R.S.A. 1998. Desain alat pemucat minyak akar wangi skala industri kecil.Skripsi Fateta, IPB.47 hal. Rohayati, N. 1997. Penggunaan bentonit, arang aktif dan asam sitrat untuk meningkatkan mutu minyak akar wangi. Skripsi Fateta, IPB. 50 hal. Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh proses deterpenasi terhadap mutu obat minyak biji pala. Warta IHP. 12 (1-2) : 41-43. Sastrohamidjojo, H. 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA, UGM. Yogyakarta. Sulaswaty, A dan Wuryaningsih. 2001. Teknologi ekstraksi dan pemurnian minyak atsiri sebagai bahan baku flavor & fragrance. Prosiding Simposium Rempah Indonesia.Kerjasama MaRI dan Puslitbangbun, Jakarta : 99-106.
11