Pemuliaan

  • Uploaded by: Qonaiza Gilang
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemuliaan as PDF for free.

More details

  • Words: 3,509
  • Pages: 10
Pendahuluan ada pemuliaan tanaman yang menyerbuk sendiri, persilangan merupakan usaha untuk memanipulasikan dua atau lebih karakter yang diinginkan dari masing-masing tetuanya agar terdapat didalam suatu tanaman atau genotype baru yang lebih baik (fehr. 1987). Persilangan antar spesies merupakan persilangan yang dilakukan antara spesies yang berbeda, namun masih dalam satu genus yang sama, dalam sistematika tanaman, spesies merupakan bagian dari genus atau genera yang diklasifikasikan berdasarkan hubungan bioloogis yang terutama ditentukan oleh oerbedaan a dan fisiologis. Dengan demikian, antara spesies dalam satu genus masih terdapat hubungan secara genetis (Hadley dan Openshaw, 1980). Atas dasr hubungan genetis itu, orang berusaha mencari manfaat dengan melakukan persilangan antar spesies yang dihubungkan dengan pemuliaan tanaman guna memperoleh kultivar yang lebih baik dan bermanfaat (Hadley dan Openshaw, 1980). Persilangan antar spesies dilakukan, selain untuk mengkombinasikan karakter karakter unggul, pickergill(1993) mengemukakan tujuan persilangan antar spesies adalah : (1)memperbesar keragaman ginetik , (2)memdapatkan sikap pertahanan, (3)memperoleh kultivar baru.selain itu, menurut Briggs dan Knowles (1967, di kutip setiamiharja 1993) persilangan antar spesies biasanya di lakukan antara lain bila hanya satu atau sedikit gen yang akan di kombinasikan, serta untuk memperoleh karakter tertentu yang tidak terdapat dalam suatu spesies. Pada persilangan antar spesies akan di jumpai banyak kendala yang menyebabkan keberhasilan persilangan sangat tergantung pada kedekatan hubungan secara biologis atau genetis kedua ketua yang di silangkan. Makin jauh hubungan secara biologis makin besar gagalnya hasil persilangan antar spesies (Hadley dan Openshaw, 1980). Menurut Hadley dan Openshaw (1980) dan Pickergill (1993),

Hukum pewarisan mendel Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian: 1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan 2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel. Hukum segregasi (hukum pertama Mendel)

Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna merah), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2 Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok: 1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu tampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (tampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R). 2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah). 3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (tampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya. Hukum asortasi bebas (hukum kedua Mendel) Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi. Seperti tampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk

4 kemungkinan individu seperti tampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1. Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya. Pada gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (tampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya tampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.

Jenis-jenis persilangan dalam percobaan mendel Mendel melakukan penelitian tentang pewarisan sifat pada tanaman ercis. Penggunaan tanaman tersebut merupakan pilihan tepat. Oleh karena tanaman ercis memiliki kriteria yang menguntungkan, yaitu berumur pendek, dapat melakukan penyerbukan sendiri, dan memiliki banyak ciri yang dapat diamati. Gambar berikut memperlihatkan beberapa ciri tanaman ercis yang diamati Mendel. Persilangan dalam pemuliaann tanaman

Tanaman Jagung 1. Varietas Bima 3 Bantimurung Jagung hibrida varietas Bima 3 Bantimurung merupakan jagung hibrida unggul yang dihasilkan dari hasil persilangan galur Balitsereal dengan galur hasil kerjasama dengan CIMMYT (AMBIONET = Asian Maize Bioteknology Network). Hibrida ini berumur agak genjah, penampilan tanaman yang lebih pendek, perakaran yang kuat sehingga tahan rebah. Penampilan tongkol seragam dan besar, kelobot menutup rapat, sangat tahan terhadap penyakit bulai, karat dan bercak daun. Selain berpotensi hasilnya tinggi, juga stay green sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi dan domba. Tipe biji semi mutiara dan berwarna jingga sehingga sangat baik digunakan sebagai pakan ternak ayam. 1. Varietas Srikandi Putih Jagung putih banyak ditanam di lahan kering dataran tinggi sebagai bahan makanan pokok . Selain digunakan sebagai bahan makanan pokok jagung putih juga dapat digunakan sebagai bahan baku makanan kecil seperti emping jagung, marning, kerupuk jagung dll. Saat ini jagung putih yang banyak ditanam oleh petani adalah varietas lokal yang produktivitasnya

masih sangat rendah yaitu hanya 2 ton/ha. Oleh karena itulah untuk meningkatkan produktivitasnya perlu dilakukan penanaman jagung putih varietas unggul. Balai Penelitian tanaman Serealia-Maros telah menghasilkan jagung putih varietas unggul yaitu Srikandi Putih dan galur jagung putih Maros genotive 2 yang dikenal dengan MS-2. Jagung MS-2 cocok ditanam di lahan kering dataran tinggi karena mempunyai sifat ; toleran terhadap kekringan, tahan rebah, umur panen 95 – 105 hari, rasanya enak, hasil mencapai 4,8 s.d 7,6 ton/ha. Jagung Srikandi Putih dianjurkan ditanam didataran rendah diutamakan pada musim penghujan, walaupun dapat juga ditanam di dataran tinggi. Namun pada umumnya umur panen lebih lama dan produktivitasnya lebih rendah bila dibandingkan bila ditanaman di dataran rendah. Jagung Srikandi Putih mempunyai ciri, tipe biji semi mutiara dan gigi kuda, umur panen 105 – 110 hari, rata-rata hasil 5,9 ton/ha dan potensi hasil 8 ton/ha, tahan hawar daun dan karat, serta penggerek batang. Srikandi Putih dan MS-2 merupakan varietas jagung putih yang unggul, akan tetapi untuk memperoleh hasil yang optimal perlu dilakukan budidaya tanaman sesuai anjuran. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Klasifikasi Tanaman Jagung Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Genus

: Zea

Spesies

: Zea mays L.

Morfologi Tanaman Jagung 1. Tinggi Jagung Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 meter sampai 3 meter, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. 2. Struktur Akar Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.

3. Struktur Batang Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. 4. Struktur Daun Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. 5. Struktur Bunga Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious).Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence).Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang 1. Introduksi Varietas baru dapat diperoleh dengan cara memasukkan suatu genotipe dari luar negeri, selanjutnya dilakukan uji adaptasi, produksi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Jika lebih unggul dibanding varietas pembanding yang sudah ada, maka dapat dilepas menjadi varietas baru. Masalah yang dihadapi pada tanamanintroduksi, baik sebagai sumber keragaman maupun sebagai calon varietas baru adalah penanganan dalam mempertahankannya sebagai koleksi dan evaluasinya. 2. Seleksi massa Seleksi merupakan salah satu langkah dalam pemuliaan tanaman yang tertua. Seleksi pada awalnya hanya berdasarkan perasaan dan apa yang dianggap baik untuk ditanam pada generasi berikutnya. Seleksi berkembang setelah ditemukan berbagai teknik seleksi. Seleksi pada tanaman menyerbuk sendiri digunakan cara seleksi individu tanaman untuk memperoleh tanaman homozigot. Seleksi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Kemajuan hasil seleksi tergantung pada keragaman genetik materi dasar serta penggunaan metode seleksi yang tepat. Seleksi Massa merupakan metode seleksi tertua. Seleksi berdasarkan Fenotipe tanaman yang diinginkan, kemudian biji dicampur untuk ditanam lagi pada generasi selanjutnya. Seleksi dapat

dilakukan satu atau beberapa generasi berurutan sehingga didapat suatu populasi baru dengan sifat-sifat yang diinginkan. 3. Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row) Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain disebut head-to-row, yakni satu malai satu baris merupakan “halfsib selection” Bagan pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian keturunan dari tanaman yang terseleksi untuk membantu atau memperlancar seleksi yang didasarkan atas keadaan fenotip individu tanaman. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi ear to row : 1. Musim I, seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi yang beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya dipanen terpisah. 2. Musim II, sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam dalam barisan-barisan keturunan yang terisolasi, dan sisanya disimpan. Seleksi setiap individu fenotip tanaman yang terbaik pada baris keturunan dengan membandingkan baris-baris keturunan. 3. Musim III, biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak. Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip individu tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah saudara tiri (halfsibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa ulangan dari keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih. Karena kita memilih satu tongkol satu baris, maka kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup besar. Karena satu tongkol satu baris yang dalam baris itu merupakan satu family, timbulnya inbreeding ini merugikan kemajuan genetik pada proses seleksinya. 4. Seleksi silsilah Metode ini dikatakan silsilah (pedigree) karena pencatatan dilakukan pada setiap anggota populasi bersegregasi dari hasil persilangan. Seleksi pedigree diperlukan untuk menyatakan dua galur tersebut serupa dengan mengkaitkan terhadap individu tanaman generasi berikut. Langkah-langkah pelaksanaan metode silsilah : 1. Musim 1, tanam populasi dasar sekitar 3000-5000 tanaman. Pilih 300-400 tanaman yang mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat silang diri untuk menghasilkan galur S1. Panen terpisah tanaman hasil silang diri yang masih mempunyai karakter yang diinginkan. 2. Musim 2, biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap tongkol ditanam satu baris dengan ±25 tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan antara famili dan dalam famili (baris) yang tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan sebagainya, dan pilih 3 – 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk silang diri. Panen terpisah masingmasing tongkol, pilih 1 – 3 tongkol hasil silang diri tiap baris terpilih dan diperoleh biji S2. 3. Musim 3, biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji dari tongkol hasil silang diri (S2) satu tongkol satu baris dengan 15-25 tanaman. Seleksi diteruskan antara baris dan dalam baris. Pilih 3- 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat silang diri. Panen terpisah masing-masing tongkol dan diperoleh biji S3.

4. Musim 4, biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silang diri (S3) yang terpilih tanaman lagi seperti pada musim 3. Silang diri dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6) untuk memperoleh galur yang mendekati homozigot. Pada pembuatan galur dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan inokulasi/investasi buatan.

5. Metode curah Metode bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi tanpa seleksi pada generasi awal melainkan dilakukan seleksi pada generasi lanjut setelah tanaman banyak yang homozigot. Selama pertumbuhannya terjadi seleksi alam, sehingga tanaman yang tidak tahan menghadapi tekanan lingkungan akan tertinggal pertumbuhannya atau mati. Prinsip metode bulk adalah merupakan metode seleksi yang paling sederhana setelah seleksi massa, tidak dilakukan seleksi pada generasi awal, pada generasi awal tanaman ditanam rapat dan dipanen secara gabungan (bulk), memanfaatkan tekanan seleksi alam pada generasi awal, seleksi baru dilakukan setelah tercapai tingkat homozigositas tinggi (F5 atau F6), seleksi untuk karakter dengan heritabilitas rendah hingga sedang. Kelebihan metode buk adalah 1) relatif murah dan sederhana untuk memelihara populasi bersegregasi, 2) generasi F1 sampai F4 pekerjaan tidak terlalu berat karena pada generasi tersebut tidak dilakukan seleksi, 3) ekonomis untuk tanaman-tanaman berumur pendek dan dapat ditanam pada jarak tanam sempit seperti padi, gandum, kedelai, kacang tanah, dll sehingga tidak mengurangi luas lahan percobaan, 4) tanaman yang baik tidak terbuang karena tidak dilakukan seleksi pada generasi awal, 5) beberapa generasi dapat dilakukan pada tahun yang sama, 6) seleksi alam pada generasi awal dapat meningkatkan frekuensi gen-gen baik.

6. Seleksi fenotipe berulang Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi ini dalam menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas jagung ”Stiff Stalk Synthetic”. Langkah – langkah pelaksanaan seleksi fenotipe berulang : 1. Musim I, tanam ±100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan sendiri (selfing) bijinya diuji kandungan minyaknya. 2. Musim II, seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam satu tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang sama dari tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya. 3. Seleksi Berulang untuk Daya Gabung Umum Seleksi ini awalnya disrankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya gabung dapat ditentukan sejak dini. Langkah – langkah pelaksanaan seleksi berulang untuk daya gabung umum :

1. Musim I, tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman terpilih tersebut untuk memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman yang masih menunjukkan karakter yang diinginkan. 2. Musim II, sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur S1 dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji. Sisa benih S1 disimpan untuk digunakan dalam rekombinasi. 3. Musim III, evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada musim kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis umum (generalized lattice) dengan 2 – 4 ulangan pada 1 – 3 lokasi. Berdasarkan evaluasi ini pilih famili superior. 4. Musim IV, rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada musim pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk populasi baru. 5. Musim V, tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua. 6. Seleksi Silang Balik Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain seperti ketahanan terhadap hama penyakit. Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak di introgressikan dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galurdonor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh galur A’ yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses seleksi. Persilangan dalam pembentukan kultivar hibrida Rancangan persilangan atau Rancangan perkawinan (bahasa inggris: mating design) adalah suatu skema persilangan di antara kelompok atau galur tanaman yang dibuat dalam suatu program pemuliaan tanaman.[1] Rancangan persilangan dalam pemuliaan tanaman mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk mendapatkan informasi dan memahami pengendalian genetik atau perilaku dari suatu sifat yang diamati, dan (2) untuk mendapatkan populasi dasar untuk pengembangan kultivar.[1] Analisis varians pada keturunan tanaman hasil dari suatu rancangan persilangan digunakan untuk mengevaluasi pengaruh genetik aditif, tingkat dominan, epistasis dan nilai keterwarisan yang sama dengan nilai harapan genetik.[2] Rancangan persilangan Rancangan persilangan pada populasi bersari bebas Penggunaan rancangan persilangan pada populasi bersari bebas membutuhkan beberapa asumsi di antaranya:[1] 1. Sifat yang diamati pada populasi diwariskan dengan model genetik diploid atau meskipun poliploid pola pewarisannya harus dapat ditunjukkan secara disomik (alloploid).[1] 2. Gen pengendali sifat yang diamati diwariskan atau terbagi secara independen di antara kedua tetua.[1]

3. Varians atau pengaruh genetik di luar inti, resiprok, interaksi antar alel, dan interaksi genotipe dengan lingkuangan dianggap nol (0).[1] Macam-macam rancangan persilangan Beberapa macam rancangan persilangan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang varians genetik dari suatu populasi dan karakter tertentu yang menjadi minat.[3] Pada umumnya rancangan persilangan berlaku khusus terkait lingkungan dan materi atau tanaman yang digunakan.[3] Persilangan dua tetua Rancangan persilangan dua tetua (bahasa inggris: biparental mating) adalah rancangan yang paling sederhana dalam menduga varians genetik dari suatu populasi.[2] Rancangan ini pertama kali ditunjukkan oleh Mather pada tahun 1948 dengan melakukan persilangan pada sejumlah “n” tanaman yang diambil secara acak dari suatu populasi.[4] Rancangan I Rancangan I (bahasa inggris: design I) disebut juga Rancangan North Carolina I atau rancangan A/B dan pertama kali digunakan oleh Comstock dan Robinson pada tahun 1948.[5] Setelah persilangan dialel, rancangan I merupakan rancangan persilangan yang paling sering digunakan dalam pemuliaan jagung karena mudah dalam menghasilkan keturunan dalam jumlah yang besar.[2] Rancangan ini juga dapat digunakan untuk populasi tanaman menyerbuk sendiri yang memiliki banyak bunga dalam satu tanaman.[2] Rancangan II Rancangan II (bahasa inggris: design II) disebut juga rancangan persilangan faktorial atau rancangan AB, dikemukakan pertama kali oleh Comstock dan Robinson pada tahun 1948.[5] Asumsi-asumsi yang digunakan sama dengan pada rancangan I tetapi lebih teliti karena hasil persilangan yang digunakan sebagai penguji adalah tanaman yang tak terpilih untuk dibuat persilangan dari populasi terpilih.[2] Persilangan dialel Persilangan dialel (bahasa inggris: diallel cross) adalah suatu rancangan persilangan dengan melakukan persilangan terhadap semua kemungkinan berpasangan galur-galur atau tanaman baik sebagai tetua jantan dan betina (masing-masing galur berfungsi ganda).[2] Persilangan dialel merupakan rancangan persilangan yang paling banyak digunakan pada semua tanaman baik untuk galur inbred maupun kelompok tanaman dengan basis genetik yang lebih luas.[2] Dialel sebagian Rancangan persilangan dialel sebagian (bahasa inggris: partial diallel)dikembangkan pada tahun 1961 oleh Kempthorne dan Curnow.[6] Rancangan ini merupakan modifikasi dari rancangan dialel dengan tujuan untuk menambah jumlah tetua yang dapat digunakan dalam persilangan.[2] Perbedaan utama antara rancangan persilangan dialel sebagian dengan dialel penuh adalah pada dialel sebagian banyak persilangan yang mungkin terjadi atau dilakukan jumlahnya lebih sedikit daripada rancangan dialel penuh.

Persilangan dialel

Persilangan dialel adalah salah satu bentuk rancangan persilangan buatan dalam pemuliaan tanaman yang dilakukan untuk mempelajari komponen genetik dari suatu kelompok genotipe.[1] [2] Kelompok genotipe tersebut dapat merujuk kepada individu, klon, ataupun galur homozigot. (hayman)Persilangan dialel juga dilakukan untuk mengevaluasi daya gabung galur-galur inbred ketika saling bersilang dalam pembuatan kultivar hibrida.[3] Pada persilangan dialel sempurna, galur inbred sebagai tetua disilangkan dengan semua kombinasi yang mungkin terjadi termasuk silang kebalikannya dan persilangan atau penyerbukan sendiri.[4] Hal ini berarti apabila ada sejumlah n galur inbred maka akan ada sebanyak n!/(n-2)! Macam persilangan yang mungkin terjadi termasuk silang kebalikan.[5] Misalnya seorang pemulia mempunya sepuluh macam galur inbred, maka akan ada sebanyak 90 macam persilangan yang perlu dilakukan apabila menggunakan rancangan persilangan dialel.

Related Documents


More Documents from "Galih"

Pemuliaan
October 2019 9
171-471-1-sm
October 2019 7
Kata Pengantar.docx
April 2020 8
Lembar Pengesahan.docx
April 2020 8
Laporan Kp.docx
April 2020 8