Inspeksi Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi, serta keadaan kulit. Postur dapat bervariasi, misalnya pada pasien dengan masalah pernapasan kronis, klavikulanya menjadi elevasi. Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang dewasa. Dada bayi berbentuk melingkar dengan diameter dari depan ke belakang (antero-posterior) sama dengan diameter transversal. Pada orang dewasa, perbandingan antara diameter antero-posterior dengan diameter transversal adalah 1:2. Bentuk dada menjadi tidak normal pada keadaan tertentu, misalnya pigeon chest, yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter transversal sempit, diameter anteroposterior membesar, dan sternum sangat menonjol ke depan. Funnel chest merupakan bentuk dada yang tidak normal sebagai kelainan bawaan yang mempunyai cirri-ciri berlawanan dengan pigeon chest. Ciri-ciri bentuk funnel chest adalah sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Contoh kelainan bentuk dada lainnya adalah barrel chest yang ditandai dengan diameter antero-posterior dan transversal mempunyai perbandingan 1:1. Ini dapat diamati pada pasien kifosis. Pada saat mengkaji bentuk dada, perawat sekaligus mengamati kemungkinan adanya kelainan tulang belakang, seperti kifosis, lordosis, atau skoliosis. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau diam, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang belakang (kifosis, lordosis, skoliosis), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada tidak bergerak. Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan untuk mengetahui frekuensi, sifat, dan ritme/irama pernapasan. Normalnya frekuensi pernapasan berkisar antara 16 sampai 24 kali setiap menit pada orang dewasa. Frekuensi pernapasan yang lebih dari 24 kali per menit disebut takipnea. Sifat pernapasan dada prinsipnya ada dua macam, yaitu pernapasan dada yang ditandai dengan pengembangan dada, dan pernapasan perut yang ditandai
dengan pengembangan perut. Pada umumnya sifat pernapasan yang sering ditemukan adalah kombinasi antara pernapasan dada dan perut. Pada keadaan tertentu, ritme pernapasan dapat menjadi tidak normal, misalnya pernapasan Kussmaul, yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, seperti terlihat pada pasien yang mengalami koma diabetikum. Pernapasan Biot, yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitudonya tidak teratur, diselingi periode apnea, dan dapat ditemukan pada pasien yang mengalami kerusakan otak. Pernapasan Cheyne-Stokes, yaitu pernapasan dengan amplitudo yang mula-mula kecil, makin lama makin membesar, kemudian mengecil lagi, diselingi periode apnea, dan biasanya ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan saraf otak. Kulit daerah dada perlu diamati secara seksama untuk mengetahui adanya edema atau tonjolan (tumor). Cara inspeksi dada secara rinci 1. Lepas baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang. 2. Atur posisi pasien (posisi diatur bergantung pada tahap pemeriksaan dan kondisi pasien). Pasien dapat diminta mengambil posisi duduk atau berdiri. 3. Yakinkah bahwa Anda sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan dan stetoskop disiapkan. 4. Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan anjurkan pasien tetap rileks. 5. Lakukan inspeksi bentuk dada dari empat sisi: depan, belakang, sisi kanan, dan sisi kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi, dan saat ekspirasi. Pada saat inspeksi dari depan, perhatikan area klavikula, fosa supraklavikularis dan fosa infraklavikularis, sternum, dan tulang rusuk. Dari sisi belakang, amati lokasi vertebra servikalis ke-7 (puncak scapula terletak sejajar dengan vertebra torakalis ke-8), perhatikan pula bentuk
tulang belakang dan catat bila ada kelainan bentuk. Terakhir, inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan, misalnya bentuk barrel chest. 6. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat bila ditemukan adanya pulsasi pada interkostal atau di bawah jantung, retraksi interkostal selama bernapas, jaringan perut, dan tanda-tanda menonjol lainnya. Palpasi Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara). Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya luka setempat, peradangan, metastasis tumor ganas, atau pleuritis. Bila ditemukan pembengkakan atau benjolan dada dinding dada, perlu dideskripsikan ukuran, konsistensi, dan suhunya secara jelas sehingga mempermudah dalam menentukan apakah kelainan tersebut disebabkan oleh penyakit tulang, tumor, bisul, atau proses peradangan. Pada saat bernapas, normalnya dada bergerak secara simetris. Gerakan menjadi tidak simetris pada saat terjadi atelektasis paru (kolaps paru). Gerakan taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal. Getaran menjadi lebih keras pada saat terdapat infiltrate. Getaran yang melemah ditemukan pada keadaan emfisema, pneumotoraks, hidrotoraks, dan atelektasis obstruktif. Cara kerja palpasi dinding dada 1. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru-paru/dinding dada: a. Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan. b. Anjurkan pasien untuk menarik napas. c. Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.
d. Berdiri di belakang pasien, letakkan tangan Anda pada sisi dada pasein, perhatikan gerakan ke samping sewaktu pasien bernapas. e. Letakkan kedua tangan Anda di punggung pasien dan bandingkan gerakan kedua sisi dinding dada. 2. Lakukan palpasi untuk mengkaji taktil fremitus. Minta pasien menyebut bilangan “enam-enam” sambil Anda melakukan palpasi dengan cara: a. Letakkan telapak tangan Anda pada bagian belakang dinding dada dekat apeks paru-paru. b. Ulangi langkah a dengan tangan bergerak ke bagian basis paru-paru. c. Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru-paru serta di antara apeks dan basis paru-paru. d. Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior. Pada pengkajian taktil fremitus, vibrasi/getaran bicara secara normal dapat ditransmisikan melalui dinding dada. Getaran lebih jelas terasa pada apeks paru-paru. Getaran pada dinding dada kanan lebih keras daripada dinding dada kiri karena bronkus sisi kanan lebih besar. Pada pria, fremitus lebih mudah terasa karena suara pria lebih besar daripada suara wanita. Perkusi Suara/bunyi perkusi pada paru-paru orang normal adalah resonan yang terdengar seperti “dug, dug, dug”. Pada keadaan tertentu, bunyi resonan ini dapat menjadi lebih atau kurang resonan, misalnya pada saat terjadi konsolidasi, bunyi yang dihasilkan adalah kurang resonan yang terdengar seperti “bleg, bleg, bleg”. Hal ini terjadi karena bagian padat lebih besar daripada bagian udara. Perkusi pada pasien yang menderita tumor paru-paru akan menghasilkan suara pekak seperti saat kita memerkusi paha. Bunyi hiperresonan dapat ditemukan pada pasien dengan pneumotoraks ringan, yang terdengar seperti “deng, deng, deng”. Hal ini terjadi karena udara relative lebih besar daripada zat padat. Bunyi timpani dapat ditemukan
bila kita memerkusi area yang mengalami penimbunan udara, misalnya pada lambung yang berisi udara atau pada pneumotoraks, yang bila diperkusi terdengar seperti “dang, dang, dang”. Selain untuk mengetahui keadaan paru-paru, perkusi juga dapat digunakan untuk mengetahui batas paru-paru dengan organ lain di sekitarnya, misalnya bila kita melakukan perkusi dari area paru-paru ke area jantung, bunyi resonan akan berubah menjadi bunyi redup. Bila kita melakukan perkusi dari batas kosta kiri ke bawah, bunyi resonan tidak kita dapatkan, tetapi kita dapatkan bunyi timpani karena adanya lambung. Perubahan bunyi resonan menjadi timpani biasanya mulai didapatkan pada ruang interkostal ke-8 pada sisi dada kiri. Sedangkan batas antara paru-paru dan hati biasanya mulai ditemukan pada ruang interkostal ke-6 pada sisi dada kanan. Batas paru pada dada dinding dada posterior dapat pula diketahui dengan perkusi. Batas atas paru-paru akan ditemukan di daerah kronig, yaitu daerah supraskapula seluas 3-4 jari di pundak. Sedangkan batas bawah paru dinding dada posterior ditentukan pada garis scapula yang biasanya setinggi vertebra torakalis ke10. Keterampilan perkusi dada bagi perawat secara umum tidak banyak dipakai sehingga praktik praktik di laboratorium untuk keterampilan ini hanya dilakukan bila perlu dan di bawah pengawasan instruktur ahli. Cara perkusi paru-paru secara sistematis 1. Lakukan perkusi paru-paru anterior dengan posisi pasien terlentang. a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap ruang interkostal. b. Bandingkan sisi kanan dan kiri. 2. Lakukan perkusi paru-paru posterior dengan posisi pasien sebaiknya duduk atau berdiri. a. Yakinkan dulu bahwa pasien dudk lurus.
b. Mulai perkusi dari puncak paru-paru ke bawah. c. Bandingkan sisi kanan dan kiri. d. Catat hasil perkusi dengan jelas. 3. Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk menentukan gerakan diafragma (penting pada pasien emfisema). a. Minta pasien untuk menarik napas panjang dan menahannya. b. Mulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan. c. Beri tanda dengan spidol pada tempat didapatkan bunyi redup (biasanya pada ruang interkostal ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi hati di dada kanan). d. Minta pasien untuk mengembuskan napas secara maksimal dan menahannya. e. Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan di atas tanda I. beri tanda pada kulit yang ditemukan bunyi redup (tanda II). f. Ukur jarak antara tanda I dan tanda II. Pada wanita, jarak kedua tanda ini normalnya 3-5 cm dan pada pria adalah 5-6 cm. Auskultasi Auskultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop. Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paruparu dan rongga pleura. Untuk dapat melakukan auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi/suara napas yang dikategorikan menurut intensitas, nada, dan durasi antara inspirasi dan ekspirasi.
Ciri-ciri bunyi napas Bunyi napas
Durasi bunyi
Nada bunyi
Intensitas
inspirasi dan
ekspirasi
bunyi
ekspirasi vesikuler
Insp > Eksp
Lokasi
ekspirasi Rendah
Lembut
Sebagian area paru-paru kanan dan kiri
Bronkovesikuler Insp = Eksp
Sedang
Sedang
Sering
pada
ruang interkostal ke1 dan ke-2 dan di
antara
skapula Bronchial
Eksp > Insp
Tinggi
Keras
Di
atas
manubrium Trakeal
Insp = Eksp
Sangat tinggi
Sangat keras
Di atas trakea pada leher
Suara napas yang didengar melalui stetoskop dapat menjadi tidak normal apabila paru-paru mengalami suatu gangguan. Ada beberapa bunyi/suara yang merupakan suara tambahan yang dapat dikategorikan sebagai bunyi terputus (krekels) dan bunyi tidak terputus (gesekan pleura mengi) (Weber & Kelley, 2003). Bunyi krekels (halus) mempunyai ciri-ciri, yaitu nada tinggi, pendek, seperti bunyi letupan-letupan kecil yang terdengar saat inspirasi, dan bunyi tidak hilang dengan menyuruh pasien batuk. Bunyi ini mirip dengan bunyi saat kita menggesek rambut di dekat telinga dengan jari-jari. Bunyi krekels disebabkan oleh gangguan obstruktif pernapasan seperti asma, bronchitis, dan emfisema.
Bunyi krekels (kasar) ditandai dengan nada rendah, seperti suara buih, kedengaran basah dari awal inspirasi sampai awal ekspirasi. Bunyi ini dapat didengarkan pada pasien yang menderita penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) jangka panjang. Berbagai masalah paru-paru Variabel
Pneumonia
Emfisema
Asma
pengkajian Batuk
Menyentak
Kronis
Pada
Menyen-
awalnya
tak
Tidak
Pneumo-
Efusi
toraks
pleura
Tidak
teratur
produktif
Pada
Sedikit, kadang muncul
Tidak
awalnya
batuk
produktif
tidak
nonpro
namun
produktif,
duktif
kemudian
namun
menjadi
menjadi
produktif
sangat
sesuai
produktif
dengan
saat
kemunduran
serangan
tidak produktif,
kondisi sputum
Kental
dan
Sedikit
Kental
berwarna
sputum
dan
(pada tahap
yang
banyak
akhir)
jernih
bila kondisi memburu k
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri
Tiba-tiba
Tidak ada Tidak ada Tiba-tiba
Bias
dan
tajam,
(mungkin
dan tajam
anya
bila
dada
ada pada
di dada
tidak
bergerak
saat
semakin
serangan)
ada
sakit
Pernapasan
Cepat
dan
meningkat
Ekspirasi
Dispnea
Dispnea
lebih
berat,
kecepata
panjang
ekspirasi
n
dan bibir
panjang,.
meningka
mengerut
Mungkin
Dispnea
t
Menggun
gagal
Gerakan
akan otot
nafas.
nafas
tambahan
tidak
yang
normal
menyeba
pada area
bkan
yang
reteksi
terkena.
interkosta Palpasi
Taktil
Taktil
Taktil
Taktil
Taktil
fremitus
fremitus
fremitus
fremitus
fremitus
meningkat
menurun
meningka
menurun
menurun
t, menurun atau menetap
.
Perkusi
Resonan
Respon/hi
menurun
perresonan
Gerakan
Gerakan
diafragma
diafragma
melemah
minimal
pada
Respon meningka t
hiperesona bunyi n
pekak
atau
atau
melemah
redup gerakan
sisi
diafragm
yang terkena
a melemah
Auskultasi
Rales Ronki
Bunyi
bunyi
bunyi
bunyi
nafas
nafas
nafas
nafas
melemah
melemah
melemah
melemah
atau tidak
atau
mengi
ada
tidak ada
pada
area yang
pada
ekspirasi
terkena
area
atau tidak ada Mengi dan ronki
lebih
pada
yang terkena egofoni dan berdesir pada area diatas tingginy a air. Kekhususa n
Umumnya
Diameter
disertai
AP
dada
demam dan
mungkin
Mengi,
Payah,
Trakea
gelisah
terkanan
mungkin
berkeringa
darah
bergeser
menggigil
bertambah
t saat sera-
menurun,
ngan
nadi cepat.
Takikard ia
.
Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub) terdengar dengan cirri-ciri nada rendah dan kering. Bunyi ini seperti krekels tetapi lebih superficial dan terjadi pada saat inspirasi dan ekspirasi. Bunyi ditimbulkan oleh gesekan dua permukaan pleura yang meradang (pleuritis). Bunyi mengi (mendesis) memiliki cirri-ciri nada sama,seperti bunyi music yang terdengar terutama selama ekspirasi, tetapi dapat juga terdengar saat inspirasi. Bunyi ini juga mungkin dapat didengar pada kondisi sama akut atau emfisema kronis. Bunyi mengi (sonor) terdengar seperti suara dengkur dengan nada rendah terutama selama ekspirasi, tetapi juga dapat didengar selama sikslus pernafasan. Bunyi ini mungkin tidak terdengar pada saat pasien batuk. Bunyi ditentukan pada kondisi bronchitis, apnea sat tidur. Bunyi yang lebih gaduh yang disebut stridor ditemukan pada kondisi spasme bronkus dan laring yang parah. (lihat table 5.3 untuk mengenal berbagai masalah paru-paru). Cara kerja untuk melakukan Auskultasi 1. Duduk menghadap pasien 2. Minta pasien bernafas secara normal, mulai auskultasi dengan meletakkan stetoskop pada trakea, dan dengarkan bunyi nafas secara teliti. 3. Lanjutkan auskultasi secara nafas yang normal dengan arah seperti pada perkusi dan perhatikan bila ada suara tambahan. 4. Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandingkan sisi kanan dan kiri.
Latihan 1. Siapkan seorang pasien (teman, anggota keluarga, tetangga, dan lain-lain) dan bantu ia duduk dengan telnjang dada. 2. Coba membuat grais-garis bayangan pada permukaan dada. 3. Lakukan inspeksi:
Bentuk dada dari depan, samping, dan belakang.
Inspeksi dada saat bernafas dan catat prekuensi, sifat, dan irama/ritme pernafasan
Amati kulit permukaan dada, pulsasi, retraksi, dan jaringan parut.
4. Lakukan palpasiL:
Ekspansi paru-paru
Taktil fremitus
5. Lakukan perkusi dibawah bimbingan instrukstur berpengalaman yang meliputi:
Bagian anterior dan posterior
Determinasi gerakan diafragma
6. Lakukan auskultasi:
Auskultasi bagian anterior dan bedakan bunyi nafas bronkissl, bronkovesikuler, dan vesikuler.
Auskultasi lapang paru-paru dengan arah stetoskop seperti pada perkusi
Auskultasi dada bagian lateral dan posterior
7. Buat kesimpulan dan catat hasil pengkajian anda.
Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC.