Pemeintahan Bani Abbasiyah

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemeintahan Bani Abbasiyah as PDF for free.

More details

  • Words: 6,333
  • Pages: 23
PEMERINTAHAN DAULAH ABBASIYAH ILMU DAN SAINS, MAZHAB FIQH, TEOLOGI DAN KEBUDAYAAN I. Pendahuluan Menelusuri catatan sejarah khususnya peradaban Islam adalah satu hal yang dapat membuat pola fikir seseorang berubah, beralih dari satu sisi pandang ke sisi lain, dari ketidaktahuan menuju kefahaman, dan lebih utama lagi kepada kebijaksanaan dalam memahami untaian liku-liku sejarah itu sendiri, sehingga sejarah dapat difahami sebagai sebuah ilmu serta menjadi seni berapresiasi dalam kehidupan.1 Perjalanan panjang sejarah peradaban Islam, yakni Daulah Abbasiyah, ditulis sebagai sebuah drama besar babak ketiga dalam politik Islam setelah Khulafa’ Ar-Rasyidun dan Bani Umayyah, dimana Iraq menjadi panggungnya.2 Berbeda dengan penentuan urutan fase di atas, Robin Doak, menuliskan Daulah Abbasiyah ini dalam fase keempat pada perjalanan peradaban Islam,3 dimana era Rasulullah SAW menjadi titik awal pertama sistem politik dan peradaban Islam. Makalah ini mencoba mengurai pokok-pokok perjalanan panjang Daulah Abbasiyah secara ringkas, dari awal berdiri, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu dan Mazhab Fiqh, Teologi dan kebudayaan, sampai masa pudarnya kekuasaan khilafah. II.

Pendirian Daulah Abbasiyah

Proses pendirian Daulah Abbasiyah telah dimulai sejak berdirinya Bani Umayyah yang ‘merebut’ tahta kekhalifahan Islam dari Khalifah Ali bin Abi Thalib, namun beberapa cara yang dilakukan selalu dapat dihentikan dan ditumpas oleh penguasa Umayyah. Terlebih lagi di masa Khalifah Umar bin 1

Louis Gottschalk, Undestanding History : A Primer of Historical Method, Terj. Nugroho Notosutanto, Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1975, hlm. 4. 2 Philip K. Hitti, The History of Arabs; Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005, hlm. 358. 3 Robin Doak, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, California : Facts On File Inc., 2005, hlm. 15.

1

Abdul Aziz (717 – 720 M), dengan kemampuannya yang brilian mendekati dan mengakomodir kelompok oposisi yang ada saat itu, maka hubungan antara keduanya dapat membaik.4 Hal ini berbeda dengan khalifah Bani Umayyah sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, yakni Yazid bin Abdul Malik (720-724 M). Tekanan dan penindasan terhadap kelompok oposisi (Pengikut Ali bin Abi Thalib, kaum Mawali,5 dan keluarga Bani Hasyim) menciptakan sebuah kerjasama baru dalam proses penggulingan Bani Umayyah. Yang mula-mula dilakukan adalah penyebaran propaganda secara rahasia dan terorganisir dengan baik atas nama keluarga yang diridloi oleh Allah SWT yaitu keluarga Nabi Muhammad SAW (ar-ridlo min Muhammad), Bani Hasyim6 dan keluarga serta pengikut Ali bin Abi Thalib menjadi rujukan tema propaganda ini. Mereka menyeru kepada masyarakat agar membela dan membantu dua keluarga keturunan Nabi SAW, bahkan didengungkan sebagai sebuah perjuangan suci. Ibrahim, tokoh propanganda Abbasiyah, yang ditangkap oleh Khalifah Marwan II, menunjuk Abu al-Abbas untuk meneruskan perjuangan dan menentukan kota Kufah7 dan Khurasan8 sebagai pusat propaganda. Abu Muslim al-Khurasani, pemimpin kota Khurasan yang ikut mendukung Bani Hasyim, membentuk juru penerang dalam propaganda. Ia tidak melibatkan pasukan perang dalam strateginya, mereka melakukan perjuangan dengan cara mengunjungi daerah-daerah lain untuk berdagang atau melaksanakan ibadah haji ke Mekkah.9 4

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hlm. 47. 5 Sebutan untuk kaum non-Arab, yang hidup pada masa itu dan selalu disisihkan dalam aktifitas kehidupan (masyarakat kelas dua). Ibid, hlm. 48. 6 Bani Hasyim adalah keturunan Hasyim bin Abdul Manaf, yang memiliki dua anak, Hasyim dan Abd Shams. Hasyim memeliki tiga cucu dari anaknya, Abdul Muthallib, yaitu (1). Abbas yang menurunkan Bani Abbas dan mendirikan kerajaan Abbasiyah. (2). Abu Thalib dan (3). Abdullah yang menurunkan Nabi Muhammad. Lihat G. R. Hawting, The First Dynasty of Islam, The Umayyad Caliphate AD 661-750, Routledge : 2000, hlm. 112. 7 Sebelum menunjuk Kufah sebagai pusat perjuangan, kediaman Bani Hasyim adalah kota Humaimah, sebuah kota kecil terletak dekat Damsyik. Pemindahan kota ini berefek besar secara politis, Kufah adalah kota yang menjadi basis pendukung Ali bin Abi Thalib, penganut faham Syi’ah yang dalam sejarahnya menjadi musuh abadi Bani Umayyah. 8 Kota Khurasan dipilih karena penduduknya terkenal dengan keberanian, postur tubuh yang besar dan kuat, teguh pendirian dan mendukung Bani Hasyim, pemimpin saat itu adalah Abu Muslim al-Khurasani, seorang Hasyimiyah 9 Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Djahdan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hlm. 99.

2

Namun politik propaganda yang dilakukan oleh keluarga Bani Abbas sebenarnya tidak murni untuk kerjasama dengan pengikut Ali bin Abi Thalib, propaganda ini di satu sisi untuk menggulingkan Bani Umayyah, di sisi lain hanya untuk mengelabui pengikut Ali bin Abi Thalib, meskipun mereka mengakui silsilah dari Nabi SAW, tetapi ada satu hal yang membuat keluarga Bani Abbas tidak simpati yaitu persoalan keyakinan mereka yang berfaham akan keagungan Ali bin Abi Thalib (Syi’isme) yang sangat kuat.10 Terbunuhnya Marwan bin Muhammad tahun 750 M di Mesir setelah melarikan diri, menjadi tahun awal Daulah Abbasiyah berkuasa.11 Namun, Bani Umayyah tidak sepenuhnya hancur tanpa sisa, masih ada Abdurrahman ad-Dakhil yang selamat dari pengejaran, melarikan diri ke Spanyol dan mendirikan kerajaannya kembali. Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun Masehi atau 524 tahun Hijriyah, yakni dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1258 M).12 Rentang waktu yang sangat panjang, dimulai oleh Abdullah AlSaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas pada tahun 750 M, namun penobatan Abu Abbas telah terjadi setahun sebelumnya, hari Jumat tanggal 28 November 749 M, dilangsungkan di Masjid Jami’ Kufah, diiringi dengan gema takbir Allahu Akbar dari para pendukung.13 Gelar As-Saffah yang disandangnya merupakan sebutan dari dan bagi dirinya sendiri yang berarti ‘penumpah darah’.14 Sebuah gelar yang sangat patriotik dan menakutkan, menjadi simbol kekuasaan Daulah Abbasiyah yang mengutamakan kekuatan tangan besi 10

Ibid. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, hlm. 49. Hassan Ibrahim Hassan menambahkan bahwa titik awal kekuasaan Daulah Abbasiyah adalah pasca ditaklukannya Jazid bin Umar bin Muhmmad, pemimpin Umayyah di perbatasan kota Kufah. Lihat Ibid, hlm. 101. Sebagai bahan perbandingan, lihat G. R. Hawting, The First Dynasty of Islam, The Umayyad Caliphate AD 661-750, hlm. 118. 12 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, hlm. 49. 13 Syed Amir Ali, Short History of the Saracens, London : Macmillan and Co., 1916, hlm. 178. 14 Philip K. Hitti, The History of Arabs; Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, hlm. 358. Sejalan dengan gelar as-Saffah, perlakuan kejam itu tidak hanya kepada orang-orang Umayah yang masih hidup, melainkan juga kepada mereka yang sudah meninggal, dengan cara mengeluarkan jenazah mereka dan membakarnya. Hanya makam Muawiyah bin Abi Sufyan dan Umar bin Abdul Aziz yang tidak digali. 11

3

dalam menjalankan roda pemerintahan. Hal lain yang nampak serupa adalah terbentangnya karpet di sebelah singgasana khalifah sebagai tempat eksekusi bagi musuh dan penentang khalifah.15 Pada saat penobatan, ada kekhawatiran dari pihak pendukung Ali bin Abi Thalib akan kelangsungan hidup dan keamanan kelompok mereka. Hal ini nampak pada pernyataan Abu Salama, pemimpin pasukan di Kufah yang menaklukkan Jazid bin Umar bin Muhammad, tetapi kekhawatiran ini tenggelam dalam gemuruh takbir, tanda Abu Al-Abbas As-Saffah menjadi khalifah pertama Daulah Abbasiyah. Silsilah keturunan Bani Abbas dapat dilihat di bawah ini :16 HASYIM Abdullah

Abu Thalib

Al-Abbas

MUHAMMAD

Ali

Abdullah

Al-Hasan

Al-Husayn

Ali Muhammad

AL-SAFFAH (750-754)

AL-MANSHUR (754-775)

Ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam perjalanan politik pendirian Daulah Abbasiyah, pertama, terlepas dari motif kekuasaan dan ekonomi, sentral propaganda tentang keturunan Nabi Muhammad SAW, Bani Abbas dan keturunan Ali bin Abi Thalib. Fakta ini begitu penting sebagai dalil pengalihan kekuasaan, berperang melawan Bani Umayyah yang berasal dari keturunan Bani Qurays berpegang pada Sabda Nabi SAW, al-a’immatu min qurays. Keduanya sama dalam mendefinisikan kekuasaan dengan istilah taken for granted dari Tuhan. Para pelaku sejarah Islam terdahulu mempunyai kesamaan dengan pelaku politik (Islam) di Indonesia yang menggunakan symbol-simbol keIslaman dalam politik. 15 16

Ibid, hlm. 358. Ibid, hlm. 359

4

Hal ini lazim disebut dengan religious identity.17 Pada aspek penggunaan simbol keIslaman, akan terjadi sebuah kekuasaan ‘absolut’ dan pengkultusan pada khalifah, berperang atas nama Tuhan, salah dan benar tetap berdasar pada aspek Syar’i. Kedua, kolaborasi kelompok oposisi Bani Abbas dan pengikut Ali bin Abi Thalib dengan kaum Mawali (non-Arab). Hal seperti ini merupakan gerbang asimilasi budaya berdampak pada perkembangan peradaban yang luar biasa nantinya. III.

Ke-Khalifahan Daulah Abbasiyah

Daulah Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, negara Teokrasi yaitu sistem pemerintahan yang berlandaskan keTuhanan (Islam).18 Terlihat dalam seremonial kenegaraan dan keagamaan, simbol ke-Islaman selalu dipergunakan. Seperti pada pelaksanaan salat Jumat, khalifah mengenakan jubah (burdah) dan tongkat seperti pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Terlebih lagi ketika khalifah al-Manshur menyatakan bahwa ‘Innama ana Sulthan Allah fi ardhihi’ (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Allah di bumi-Nya). Makna yang dimaksud adalah khilafah (Abbasiyah) yang berlanjut dan berganti merupakan mandat dari Allah SWT, bukan hanya pelanjut dari Nabi Muhammad SAW dan al-khulafa’ ar-rasyidun semata.19 Selain gelar tahta, khalifah juga diberi gelar ‘Imam’, pemimpin bagi masyarakat. Gelar yang diberikan kepada khalifah, adalah penamaan yang bersifat sakral dan bermakna teologis. Khalifah al-Manshur adalah gelar yang diberikan kepada Abu Ja’far, dan nama asli cenderung menjadi tidak populer dibanding dengan gelar tersebut. Khalifah

Daulah

Abbasiyah

selalu

menetapkan

putera

mahkota

penggantinya sebelum meninggal, namun fakta yang terjadi ketika terjadi

17

Istilah ini populer dan pernah disampaikan oleh Prof. Sri Edi Swasono pada Seminar Internasional tentang Peran Islam dalam Masalah Krisis Ekonomi Global di IAIN Raden Fatah Palembang 3-4 Agustus 2009. 18 Philip K. Hitti, The History of Arabs; Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, hlm. 358. 19 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, hlm. 52.

5

persaingan, biasanya putra mahkota yang terpilih selalu mengasingkan putra mahkota yang lain. Berdasarkan asimilasi dan pengaruh dengan peradaban bangsa lain, para sejarawan membagi pemerintahan Daulah Abbasiyah menjadi lima periode :20 1. Periode pengaruh Persia Pertama (132 H / 750 M – 232 H / 847 M). 2. Periode pengaruh Turki Pertama (232 H / 847 M – 334 H / 945 M). 3. Periode pengaruh Persia Kedua (334 H / 945 M – 447 H / 1055 M). 4. Periode pengaruh Turki Kedua (447 H / 1055 M – 590 H / 1194 M). 5. Periode bebas dari pengaruh lain (590 H / 194 M – 656 H / 1258 M). Silih berganti pengaruh yang berasimilasi dengan peradaban Abbasiyah, sangat bergantung kepada khalifah yang memegang tampuk kekuasaan. Pemeritahan Daulah Abbasiyah, yang dipimpin oleh tiga dinasti berbeda, memiliki karakteristik yang berbeda pula. Rincian khalifah Daulah Abbasiyah dapat dilihat di bawah ini :21 a.

Bani Abbas (750-932 M) 1.

Khalifah Abu Abbas As-Safah (750-754 M)

2.

Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M)

3.

Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)

4.

Khalifah Al-Hadi (785-786 M)

5.

Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M)

6.

Khalifah Al-Amin (809-813 M)

7.

Khalifah Al-Makmun (813-833 M)

8.

Khalifah Al-Mu’tasim (833-842 M)

9.

Khalifah Al-Wasiq (842-847 M)

10.

Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)

11.

Khalifah Al-Muntasir (861-862 M)

12.

Khalifah Al-Mustain (862-866 M)

13.

Khalifah Al-Muktazz (866-869 M)

20 21

Ibid, hlm. 50. http://id.wikipedia.org/wiki/Abbasiyah

6

b.

c.

14.

Khalifah Al-Muhtadi (869-870 M)

15.

Khalifah Al-Muktamid (870-892 M)

16.

Khalifah Al-Muktadid (892-902 M)

17.

Khalifah Al-Muktafi (902-908 M)

18.

Khalifah Al-Muktadir (908-932 M)

Bani Buwaihi (932-1075 M) 19.

Khalifah Al-Qahir (932-934 M)

20.

Khalifah Ar-Radhi (934-940 M)

21.

Khalifah Al-Muttaqi (940-944 M)

22.

Khalifah Al-Mustakfi (944-946 M)

23.

Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M)

24.

Khalifah At-Tha’i (974-991 M)

25.

Khalifah Al-Qadir (991-1031 M)

26.

Khalifah Al-Qa’im (1031-1075 M)

Bani Saljuk (1075-1258 M) 27.

Khalifah Al-Muqtadi (1075-1084 M)

28.

Khalifah Al-Mustazhzhir (1074-1118 M)

29.

Khalifah Al-Mustarsyid (1118-1135 M)

30.

Khalifah Ar-Rasyid (1135-1136 M)

31.

Khalifah Al-Muqtafi (1136-1160 M)

32.

Khalifah Al-Mustanjid (1160-1170 M)

33.

Khalifah Al-Mustadhi (1170-1180 M)

34.

Khalifah An-Nasir (1180-1224 M)

35.

Khalifah Az-Zahir (1224-1226 M)

36.

Khalifah Al-Mustansyir (1226-1242 M)

37.

Khalifah Al-Mu’tashim (1242-1258 M)

Khalifah

pertama

Daulah

Abbasiyah,

Abu

al-Abbas

as-Saffah,

menempatkan pusat pemerintahan di Anbar, kota di dekat sungai Euphrate, kota kuno di wilayah Persia, istananya diberi nama Hasyimiyyah. As-Saffah meninggal di kota tersebut tahun 754 M pada usia 33 tahun, paktis masa kepemimpinannya

7

hanya berkisar 4 tahun.22 Di akhir masa hidupnya, as-Saffah menetapkan saudara tuanya, Abu Ja’far al-Manshur sebagai penggantinya. Perlu diingat bahwa terpilihnya Abu Abbas as-Saffah sebagai khalifah pertama, dukungan kuat berasal dari keluarga Bani Hasyim, disebabkan pertimbangan bahwa as-Saffah berasal dari keturunan Arab murni, sedangkan Abu Ja’far al-Manshur yang lebih tua, ibunya adalah seorang budak belian. Tahun 762 M, khalifah al-Manshur, membangun sebuah istana untuk mengenang pendahulunya dan diberi nama Hasyimiyyah II, kemudian memindahkan ibukota Negara Abbasiyah ke Baghdad, juga sebuah kota kuno Persia yang baru dibangun kembali untuk menjaga kestabilan pemerintahan, nama lain dari kota ini adalah madinah as-salam. Baghdad terletak di tengah-tengah wilayah Persia, maka wajar bila peradaban Abbasiyah sangat dipengaruhi oleh peradaban bangsa tersebut. Berbeda dengan Bani Umayyah yang cenderung menekankan

perluasan

wilayah,

Daulah

Abbasiyah

lebih

menekankan

pengembangan keilmuan dan peradaban. Sangat mungkin, pilihan membangun kota Baghdad adalah upaya untuk lebih dapat membuka diri terhadap peradaban yang lebih maju. Tahun 836 M, khalifah al-Mu’tashim (833-842 M) memindahkan pusat pemerintahan daulah Abbasiyah dari Baghdad ke kota Samarra, 60 mil dari Baghdad. Kata Samarra yang berasal dari bahasa Assyiria diganti dengan nama baru yakni Surra Man Ra’a (senanglah orang yang melihatnya). Samarra menjadi pusat pemerintahan selama 56 tahun (836-892 M), kekuasaan enam khalifah berturut-turut.Di masa khalifah al-Mu’tadhid (892-902 M), khalifah ke-16 Daulah Abbasiyah, berpindahlah pusat pemerintahan dari Samarra kembali ke Baghdad, disebabkan

faktor

keamanan

yang

tidak

membaik

akibat

beberapa

pemberontakan, salahsatunya adalah pemberontakan budak-budak Zanj, orangorang negro dari Afrika Timur yang dipekerjakan di pertambangan di ddataran rendah Efrat. Pemimpin (Shahib al-Zanj) adalah Ali Bin Muhammad, seorang

22

Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 102.

8

keturunan Arab yang mengaku mendapat ilmu dan penglihatan ghaib untuk membebaskan para budak Zanj tersebut.23 Periode Buwaihi

dimulai pada tahun 320 H/932 M sampai tahun 447

H/1075 M. Masyarakat Buwaihi merupakan suku Dailami yang berasal dari kabilah Syirdil Awandan dari dataran tinggi Jilan sebelah selatan Laut Kaspia. Profesi mereka yang terkenal adalah sebagai tentara, khususnya infantri, bayaran. Mereka adalah penganut syiah yang dikenal kuat dan keras serta memiliki kebebasan yang tinggi. Perkenalan mereka dengan syiah diawali dengan pengungsian golongan ‘Aliyyah yang ditindas oleh Bani ‘Abbasiyah pada awal tahun 175 H/ 791 M.24 Al-Hasan bin Zaid (al-Dâ’î al-Kabîr/w. 270 H/884 M) seorang kalangan ‘Aliyyah menyebarkan Syi’ah di wilayah Dailam dan mendirikan sebuah kerjaaan ‘Aliyah yang independen di Dailam dan Jilan. alHasan bin Zaid emudian digantikan oleh saudaranya Abû ‘Abdullah Muhammad bin Zaid (al-Dâ’î ilâ al-Haq/w. 287 H/ 900 M).25 Kehadiran bani Buwaihi berawal dari tiga orang putra Abu Ayuja Buwaihi yang berprofesi sebagai pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu:26 1.

‘Alî bin Bûwayh yang oleh Khalifah al-Mustakfî digelar sebagai ‘Imâd al-Daulah.

2.

Hasan bin Bûwayhi bergelar Rukn al-Daulah.

3.

Ahmad bin Bûwayhi bergelar Mu’iz al-Daulah.

Sejarah mencatat bahwa Mardâwij ibnu Ziyâr al-Jîlî pendiri Dinasti Ziyâriyah, di Thabaristân dan Jurjân, bersekutu dengan Buwaihi. Persekutuan ini dimungkinkan karena Mardâwij memiliki rasa kepersiaan yang kuat sedangkan kalangan Buwaihi sendiri, khususnya Rukn al-Daulah, sangat terpengaruh dengan gagasan kepersiaannya. Karena prestasi mereka, Mardawij mengangkat ‘Ali menjadi gubernur al- Karaj, dan dua saudaranya diberi kedudukan penting lainnya. Dari al-Karaj itulah ekspansi kekuasaan bani Buwaihi bermula. 23

Philip K. Hitti, The History of Arabs; Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, hlm. 591-594. 24 Pada tahun 250 H / 864 M golongan ‘Aliyah ini membangun sebuah basis perlawanan 25 Joel L. Kraemer, Renaisance Islam, terj.Asep Saefullah, (Bandung: Mizan 2003), 63-64. 26 Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Abbasiyah II, Jakarta : Bulan Bintang, 1977, hlm. 138.

9

Dari khalifah kesembilan, al-Wasiq (842-847 M) sampai berakhirnya khalifah Bani Buwaihi, al-Qasim (1031-1075 M), terdapat beberapa dinasti kecil yang independent, disebabkan karena lemahnya pemerintahan, yaitu : Bani Umayyah di Spanyol, Bani Tuluniyyah di Mesir (868-905 M), Ikhshidiyyah di Mesir (909-969 M), Fatimiyyah I (969-1171 M). Berkuasanya

Bani

Saljuk

dalam

pemerintahan

Daulah

Abbasiyah

disebabkan atas ’’undangan’ khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di baghdad. Keadaan Khalifah sudah mulai membaik, paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah. Seperti halnya pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang dalam periode ini. Nizam Al-Mulk, Perdana Menteri pada masa Alp Arselan dan Maliksyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi di kemudian hari. Madrasah ini telah melahirkan banyak cendikiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Misalnya yang dilahirkan dalam periode ini adalah Az-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Usul ad-dien (Teologi), Al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan. Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa provinsi dengan seorang gubernur untuk mengepalai masing-masing provinsi. Pada masa pusa kekuasaan melemah, masing-masing provinsi memerdekakan diri. Konflik-konflik dan peperangan yang terjadi di antara mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikrit demi sedikit kekuasaan politik Khalifah menguat kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka berakhir di Irak di tangan Khawarizmisyah pada tahun 1199 M. Dimasa khalifah al-Mustansyir (1226-1242 M), dibangun Universitas Mustansyiriyah, inilah bentuk institusi pendidikan yang terakhir dibangun dimasa pemerintahan Daulah Abbasiyah.

10

IV.

Zaman Keemasan (Golden Age)

Seperti halnya pemerintahan dinasti yang lain, Daulah Abbasiyah pernah mencapai masa kejayaan yaitu pada masa periode pengaruh Persia pertama, tahun (132 H / 750 M – 232 H / 847 M). Periode ini dipimpin oleh sembilan orang khalifah, dari Khalifah Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai khalifah pertama sampai Khalifah Al-Wasiq (842-847 M) sebagai khalifah kesembilan.27 Ciri khas berbeda antara dua khalifah pertama dan tujuh khalifah sesudahnya, jika fondasi pemerintahan diletakkan oleh dua khalifah pertama, maka khalifah yang lain meneruskan pembangunan peradaban dengan sistem keilmuan yang luar biasa, yaitu sejak masa Khalifah Al-Mahdi (775-785) hingga Khalifah Al-Wasiq (842-847 M). Disinilah letak apa yang disebut dengan Golden Age. Namun peradaban yang maju tidak hanya berada pada sembilan khalifah pertama, di masa khalifah yang lain juga memiliki perkembangan peradaban, hanya saja pada periode pertama itulah titik tolak dan muncul gairah perkembangan peradaban seolah cahaya menerangi dunia.28 A.

Pembenahan Sistem Pemerintahan

1.

Pegangkatan wazir sebagai koordinator departemen di pemerintahan Abbasiyah adalah bentuk adopsi dari peradaban Persia. Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balk Persia.29 Kata Barmaki, berarti dermawan, keluarga ini adalah cikal bakal kelompok ahlul kalam, sedemikian tinggi kualitas keluarga ini sehingga khalifah menjadikannya ‘keluarga’ istana. Keluarga Barmaki menganut faham syi’ah, pada awalnya menjadi bagian Daulah Abbasiyah, namun ketenaran keluarga ini menjadi kekhawatiran kuat bagi kekuasaan khalifah. Sehingga pada masa khalifah Harun ar-Rasyid, Yahya bin Khalid, orang tua yang dipanggil 27

Philip K. Hitti, The History of Arabs; Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, hlm. 369. 28 Robin Doak, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, hlm. 103. 29 Khalid bin Barmak adalah wazir diwan al-kharaj (departemen keuangan), kemudian tahun 765 M diangkat menjadi Gubernur di Tabaristan yang berhasil meredam berbagai pemberontakan. Di masa tuanya, bertindak sebagai penasehat khalifah. Ibunya adalah tawanan yang ditangkap oleh Qutaybah bin Muslim, bapaknya adalah seorang barmak, seorang pemimpin utama di sebuah biara di Balk Persia. Philip K. Hitti, The History of Arabs; hlm. 365.

11

‘Bapak’ oleh khalifah dan yang mengasuh serta mendidiknya di waktu kecil, dipenjarakan dan akhirnya meninggal di penjara.30 2.

Pembenahan sistem komunikasi dan inteligensi juga menjadi perhatian khusus, jabatan Petugas pos komunikasi dan surat menyurat ditingkatkan fungsinya menjadi lembaga pengawas terhadap para gubernur.31 Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gerakan separatis dan pemberontakan. Selain itu salah satu kebijakan Al-Mansur adalah melakukan invasi dan perluasan daerah kekuasaan, antara lain ke wilayah Armenia, Mesisah, Andalusia dan Afrika. Gairah perkembangan peradaban di masa khalifah al-Makmun dapat dilihat

pada beberapa hal : 1.

Pembangunan irigasi membuat hasil pertanian berlipat ganda.

2.

Pertambangan dan sumber-sumber alam bertambah.

3.

Perdagangan internasional ke timur dan ke barat dipergiat.

4.

Kota Basra menjadi pelabuhan transit yang penting yang serba lengkap. Masa yang lebih menonjol berlangsung dari Harun ar-Rasyid sampai dengan

masa Al-Makmun. Al-Makmun menonjol dalam hal gerakan intelektual dan ilmu pengetahuan dengan menerjemahkan buku-buku dari Yunani. Penerjemahan karya-karya ini adalah kebutuhan akan fasilitas pendidikan yang memadai. Sebelumnya, ada Maktab/Kuttab dan masjid sebagai tempat dan lembaga pendidikan, dikembangkan lagi sehingga tercipta dengan apa yang disebut dengan Baitul Hikmah (House of Wisdom), gabungan dari fungsi perpustakaan, biro penerjemahan dan madrasah.32 Gerakan penerjemahan ini menggunakan penerjemah yang sebagian berasal dari para tawanan Bizantium dan Sasanian. 30

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang alasan Harun ar-Rasyid memenjarakan keluarga Barmak, satu pendapat mengatakan bahwa sebabnya adalah hubungan antara Ja’far bin Yahya dengan saudara perempuannya, al-Abbasa, pendapat lain mengatakan, pembebasan dan pengampunan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib setelah pemberontakan kepada khalifah. Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 117. 31 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, hlm. 51. 32 Robin Doak, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, hlm. 103.

12

Ada satu sebutan yakni ‘Ketua Para Penerjemah’ ditujukan kepada Hunayn bin Ishaq33, seorang sarjana dan penganut sekte Ibadi, salah satu aliran dalam Kristen Nestorian. Banyak penerjemah awal banyak tidak beragama Islam, sebagian besar orang Barmakiyah dari Khurasan dan penganut Zoroastrian serta Syiria Nestorian. Selain Hunayn bin Ishaq, ada penerjemah yag paling aktif yaitu Abu Sahl Fadl bin Naubakht dan Alan asy-Syu’ubi dari Persia, serta Yuhana bin Masuya dar Syiria.34

Ketika khalifah al-Makmun menaklukkan Raja Romawi, salah satu

perjanjian damai yang dibuat adalah dibolehkannya penerjemahan buku-buku yang ada di perpustakaan Romawi. Al-Makmun segera mengirim utusan untuk menerjemahkan literatur yang ada di Romawi, inilah kisah paling agung mengenai kemenangan khalifah al-Makmun yang melihat harga sebuah kemenangan dinilai dengan buku-buku yang berguna bagi peradaban, bukan dengan uang dan harta rampasan lainnya.35 Penerjemahan ini sudah berlangsung dalam tiga fase : 1.

Fase al-Manshur sampai Harun ar-Rasyid, penerjemahan karya-karya di bidang astronomi dan manthiq.

2.

Fase al-Makmun sampai tahun 300 H, penerjemahan karya-karya filsafat dan kedokteran.

3.

Fase setelah tahun 300 H, penerjemahan berbagai karya lain. Khalifah al-Makmun bersifat sangat royal dalam harta, termasuk ketika

menikahi Buran (18 tahun), anak perempuan wazirnya, al-Hasan bin Sahl, resepsi pernikahan tersebut disebut sebagai resepsi termegah dan menghabiskan dana yang luar biasa. Taburan permata, hiasan istana, singgasana dll yang tidak terhitung nilainya, serta melibatkan 160 ribu kavaleri.36

33

Philip K. Hitti, The History of Arabs; hlm. 388. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Barat : Deskripsi analisis abad keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar & Drs. Supriyanto Abdullah, Surabaya : Risalah Gusti, 1996, hlm. 210. 35 Musthafa Husni As-Siba’I, Khazanah Peradaban Islam, terj. KH. Abdullah Zakiy AlKaaf, Bandung : Pustaka Setia, 2002, hlm. 207. 36 Philip K. Hitti, The History of Arabs; hlm. 376. 34

13

B.

Ilmu dan Sains Kebangkitan ilmu dan sains disebabkan masuknya berbagai pengaruh asing,

sebagian Indo-Persia, Aramaik (Suriah), Yunani dan India. Tapi sebelum Islam hadir di Persia, peradaban ini lebih dahulu berasimilasi dengan peradaban dan keilmuan bangsa lain. Hal ini terjadi pada masa orang-orang Kristen ortodoks yang menerapkan pemisahan beberapa institusi dengan Gereja Induk (mother Church), sehingga sekte nestorian yang dikucilkan, membawa ilmu-ilmu dan peradaban mereka ke wilayah Persia dan Arab untuk perlindungan.37 Ketika Islam hadir (Daulah Abbasiyah) di Persia, tentunya bukan pada ruang kosong tanpa peradaban, karena jauh sebelumnya telah ada sebuah akademi Jundi-Shapur pada wilayah Persia. Kreatifitas muslim pada ilmu pengetahuan, dimulai pada paruh kedua abad kedelapan, Jabir bin Hayyan, dikenal sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan, diteruskan dengan creator-kreator muslim yang lain. Berikut adalah daftar muslim scientist dan bidang ilmu yang menjadi fokusnya : 38 701 (died) - Khalid Ibn Yazeed - Alchemy 721 - Jabir Ibn Haiyan (Geber) - (Great Muslim Alchemist) 740 - Al-Asmai - (Zoology, Botany, Animal Husbandry) 780 - Al-Khwarizmi (Algorizm) - (Mathematics, Astronomy) 787 - Al Balkhi, Ja'Far Ibn Muhammas (Albumasar) - Astronomy, Fortune-telling 796 (died) - Al-Fazari,Ibrahim Ibn Habeeb - Astronomy, Translation 800 - Ibn Ishaq Al-Kindi - (Alkindus) - (Philosophy, Physics, Optics) 808 - Hunain Ibn Is'haq - Medicine, Translator 815 - Al-Dinawari, Abu-Hanifa Ahmed Ibn Dawood - Mathematics, Linguistics 836 - Thabit Ibn Qurrah (Thebit) - (Astronomy, Mechanics) 838 - Ali Ibn Rabban Al-Tabari - (Medicine, Mathematics) 852 - Al Battani ABU abdillah (Albategni) - Mathematics, Astronomy, 852 - Engineering 857 - Ibn MasawaihYou'hanna - Medicine 858 - Al-Battani (Albategnius) - (Astronomy, mathematics) 860 - Al-Farghani (Al-Fraganus) - (Astronomy,Civil Engineering) 884 - Al-Razi (Rhazes) - (Medicine,Ophthalmology, Chemistry) 870 - Al-Farabi (Al-Pharabius) - (Sociology, Logic, Science, Music) 900 - (died) - Abu Hamed Al-ustrulabi - Astronomy 37

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Barat, hlm. 18. Ilmu yang dikuasai oleh sekte Nestorian adalah kedokteran dan filsafat, tidak heran kepala rumah sakit Jundi-Shapur, Jurjis (George) bin Bakhtisyu adalah seorang penganut Nestorian. Anak-anak Jurjis ini kemudian menjadi dokter pribadi beberapa khalifah Daulah Abbasiyah. 38 Prof Hamed A. Ead, History of Islamic Science, tk.

14

903 - Al-Sufi (Azophi - ( Astronomy) 908 - Thabit Ibn Qurrah - Medicine, Engineering 912 (died) - Al-Tamimi Muhammad Ibn Amyal (Attmimi) - Alchemy 923 (died) - Al-Nirizi, AlFadl Ibn Ahmed (wronge Altibrizi) - Mathematics, 923 Astronomy 930 - Ibn Miskawayh, Ahmed Abuali - Medicine, Alchemy 932 - Ahmed Al-Tabari - Medicine 936 - Abu Al-Qasim Al-Zahravi (Albucasis) - (Surgery, Medicine) 940 - Muhammad Al-Buzjani - (Mathematics, Astronomy, Geometry) 950 - Al Majrett'ti Abu-alQasim - Astronomy, Alchemy, Mathematics 960 (died) - Ibn Wahshiyh, Abu Baker - Alchemy, Botany 965 - Ibn Al-Haitham (Alhazen) - Physics, Optics, Mathematics) 973 - Abu Raihan Al-Biruni - (Astronomy, Mathematics) 976 - Ibn Abil Ashath - Medicine 980 - Ibn Sina (Avicenna) - (Medicine, Philosophy, Mathematics) 983 - Ikhwan A-Safa (Assafa) - (Group of Muslim Scientists) 1019 - Al-Hasib Alkarji - Mathematics 1029 - Al-Zarqali (Arzachel) - Astronomy (Invented Astrolabe) 1044 - Omar Al-Khayyam - (Mathematics, Poetry) 1060 - (died) Ali Ibn Ridwan Abu'Hassan Ali - Medicine 1077 - Ibn Abi-Sadia Abul Qasim - Medicine 1090 - Ibn Zuhr (Avenzoar) - Surgery, Medicine 1095 - Ibn Bajah, Mohammed Ibn Yahya 1097 - Ibn Al-Baitar Diauddin (Bitar) - Botany, Medicine, Pharmacology 1099 - Al-Idrisi (Dreses) - Geography, World Map (First Globe) 1091 - Ibn Zuhr (Avenzoar) - ( Surgery, Medicine) 1095 - Ibn Bajah, Mohammad Ibn Yahya (Avenpace) - Philosophy, Medicine 1099 - Al-Idrisi (Dreses) - (Geography -World Map, First Globe) 1100 - Ibn Tufayl Al-Qaysi - Philosophy, Medicine 1120 - (died) - Al-Tuhra-ee, Al-Husain Ibn Ali - Alchemy, Poem 1128 - Ibn Rushd (Averroe's) - Philosophy, Medicine 1135 - Ibn Maymun, Musa (Maimonides) - Medicine, Philosphy 1140 - Al-Badee Al-Ustralabi - Astronomy, Mathematics 1155 (died) - Abdel-al Rahman AlKhazin - Astronomy 1162 - Al Baghdadi, Abdellateef Muwaffaq - Medicine, Geography 1165 - Ibn A-Rumiyyah Abul'Abbas (Annabati) - Botany 1173 - Rasheed AlDeen Al-Suri - Botany 1184 - Al-Tifashi, Shihabud-Deen (Attifashi) - Metallurgy, Stones 1201 - Nasir Al-Din Al-Tusi - (Astronomy, Non-Euclidean Geometry) 1203 - Ibn Abi-Usaibi'ah, Muwaffaq Al-Din - Medicine 1204 (died) - Al-Bitruji (Alpetragius) - (Astronomy) 1213 - Ibn Al-Nafis Damishqui - (Anatomy) 1236 - Kutb Aldeen Al-Shirazi - Astronomy, Geography 1248 (died) - Ibn Al-Baitar - ( Pharmacy, Botany) 1258 - Ibn Al-Banna (Al Murrakishi), Azdi - Medicine, Mathematics (Setelah Daulah Abbasiyah, tetapi masih kesatuan dengan ilmuwan zaman Daulah Abbasiyah) 1262 (died) - Al-Hassan Al-Murarakishi - Mathematics, Astronomy, Geography 1273 - Al-Fida (Abdulfeda) - ( Astronomy, Geography) 1306 - Ibn Al-Shater Al Dimashqi - Astronomy, Mathematics

15

1320 (died) - Al Farisi Kamalud-deen Abul-Hassan - Astronomy, Physics 1341 (died) - Al-Jildaki, Muhammad Ibn Aidamer - Alchemy 1351 - Ibn Al-Majdi, Abu Abbas Ibn Tanbugha - Mathematics, Astronomy 1359 - Ibn Al-Magdi,Shihab-Udden Ibn Tanbugha - Mathematic, Astronomy

Dari para ilmuwan muslim inilah muncul karya-karya mereka, baik dalam bentuk buku ataupun lainnya, seperti : 1. Ibrahim al-Fazari, membuat astrolabe pertama dalam Islam, dan putranya, Muhammad al-Fazari, menerjemahkan buku-buku ke dalam Bahasa Arab. 2. Ahmad bin Sirrin, menulis kitab tafsir mimpi. 3. Al-Battani, menyusun catalogus bintang-bintang, 4. Ad-Dinawari dengan bukunya Book of Plants (botani), Al-Jahiz Book of Animals (zoology), Ibnu Khurdadbih Book of Roads, al-Ya’qubi dengan Book of the Countries, dll. 5. Zakariyya ar-Razi, seorang dokter, ahli kimia dan fisika, al-Hawi. 6. Muhammad ibn al-Haitsam, Kitab al-Manazir (Book of Optics). C.

Mazhab Fiqh Terdapat banyak ulama Fiqh pada masa Daulah Abbasiyah, namun secara

garis besar hanya lima ulama yang dapat berkembang pendapat dan pemikirannya, ulama dan mujtahid lain tidak berkembang dan akhirnya tidak terdengar lagi. Kelima ulama dan mazhab tersebut : 1.

Imam Abu Hanifah (700-767 M) merupakan ulama fiqh yang sangat Kufah sentries, hidup dan berkembang di tengah peradaban Persia, sehingga pendapat atau fatwa yang dikeluarkan sangat rasionalistik.39 Mazhab Hanafiyah berkembang pesat di zaman Daulah Abbasiyah,40 kecenderungan masyarakat menggunakan kebebasan berfikir menjadi sebabnya, disamping sangat jarang dijumpai hadits-hadits berkenaan masalah fiqhiyah dan persoalan manusia. Imam Abu Hanifah tidak sempat bertemu dengan Khalifah Harun ar-Rasyid, ia hidup pada zaman khalifah as-Saffah dan al39

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam… hlm. 56. Hassan Ibrahim Hassan berbeda dalam menulis tahun hidup dan wafat Imam Abu Hanifah, (677 M) 40 Mazhab Hanafiyah kemudian diadopsi secara resmi oleh Negara Turki Utsmani. Robin Doak, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, hlm. 65.

16

Manshur. Murid sekaligus penerus Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, diangkat menjadi Qadhi al-Qudhat oleh khalifah Harun ar-Rasyid. 2.

Malik bin Anas (716-795 M) hidup dan mengembangkan pemikirannya di Hijaz, mempelajari hadits-hadits Rasul SAW di Madinah. Berbeda dengan Imam Hanafi, Imam Malik berpegang teguh dengan metode tradisi ulama Mekkah dan Madinah dalam memahami Hadits. Ia disebut dengan ahli teologi Islam pertama, namun karyanya, Muwattha’ adalah kumpulan hukum-hukum Islam, sehingga masuk kepada kategori mazhab Fiqh.41

3.

Muhammad bin Idris As-Syafi’i (767-820 M), pendiri mazhab Syafi’iyah, menggabungkan antara mazhab Malikiyah dan Hanafiyah. Diantara karyanya adalah Kitab al-Masbut al-Fiqh dan al-Umm. Proses penulisan karyanya ini dengan cara mendiktekan kepada murid-muridnya. Mazhab ini berkembang di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, sebagian Mesir dan wilayah Semenanjung Arab.42

4.

Ahmad bin Hanbal (780-855 M), pendiri mazhab Hanabilah (Hambali) merupakan ahli hadits masyhur di Baghdad. Karyanya Musnad, terdiri atas 40.000 hadits. Mazhab ini sangat mementingkan tradisi hadits dalam memahami syari’at Islam dan menjauhi ijtihad rasionalistik. Berkembang di wilayah Semenajung Arab.

5.

Abu Daud bin Khalaf (883 M), mazhab ini dinamakan Zahiriyah, berkembang di Iraq, sangat mementingkan tekstual (zahir) dan sangat berhati-hati dalam pengambilan istinbat hukum Islam.43

D.

Teologi dan Kebudayaan Aliran teologi seperti Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah sudah muncul

pada masa Bani Umayyah, akan tetapi perkembangan pemikirannya masih sangat 41

Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, hlm. 145-147. Mazhab ini berkembang pesat di Afrika Utara (Maghrib). Lihat Robin Doak, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, hlm. 65. 42 Ibid, hlm. 148-149. Mazhab ini berkembang pesat di Afrika Utara (Maghrib). Lihat Robin Doak, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, hlm. 65. 43 Ira M. Lapidus, A. History of Islamic Societes, New York : Cambridge University Press, 1988, hlm. 103.

17

terbatas. Tokoh pemikiran Mu’tazilah adalah Abu al-Huzail al-Allaf (752-849 M) dan an-Nazzam (801-835 M). Dari aliran mu’tazilah, muncul aliran asy’ariyah yang dipelopori oleh Abu al-Hasan al-asy’ari (873-935 M). Kedua aliran teologi ini berkembang disebabkan tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan transportasi, sehingga banyak ahli teologi dapat dengan mudah mempelajari dan mengembangkan pemikirannya.44 Dalam masa ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan. 45 1.

Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini karena 2 faktor, yaitu : a. Pembentukan lembaga wizarah b. Pemindahan ibukota

2.

Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi dengan dua cara: a.

Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung

dengan orang-orang India seperti lewat perdagangan dan penaklukan. b.

Secara tak langsung, penyaluran kebudayaan India ke

dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia. 3.

Kebudayaan Yunani, Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah : a.

Jundisapur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur

yang dijadikan tempat pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan Islam, Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan. b.

Harran, Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi

pusat pertemuan segala macam kebudayaan. Warga kota Harran 44 45

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 57. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Barat, hlm. 15-16.

18

merupakan pengembangan kebudayaan Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah. c.

Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan

Yunani. Dalam kota Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato” (Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran Neo Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin. 4.

Kebudayaan Arab, Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan utama, yaitu : a.

Jalan

Agama,

Mengharuskan

mempelajari

Qur’an,

Hadist, Fiqh yang semuanya dalam bahasa Arab. b.

Jalan Bahasa, Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab,

bahasa terkaya diantara rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam. Pada sisi produk kebudayaan (art & culture), muncul dari budaya pada masa Daulah Abbasiyah, seperti : 1.

Permainan Tenis, beberapa ahli sejarah menyatakan bahwa olahraga ini muncul di Perancis tahun 1200 M, tetapi banyak ahli sejarah justru meyakini berasal dari Tinnis, Mesir. Pemakaian kata Raket, berasal dari Arabic root, rahat, berarti daun tangan.

2.

Catur, permainan yang disukai para khalifah. Istilah Check-mate (skak-mati) berasal dari kata shah-mat, artinya raja-mati.

3.

Gitar dan the lute, berasal dari kata qitara dan al-oud.

4.

Tasbih, yang kita kenal sebagai alat bantu zikir, terdiri dari 99 bulatan.

5.

Karya arsitektur bangunan, yang sering menginspirasi Eropa dalam pembangunan gedung-gedung.

6.

Karpet Persia, keramik, taman kota dan lampu jalan. E. Pudarnya Kekuasaan Daulah Abbasiyah Pada masa ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah dinasti

tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.

19

Masa disintegrasi ini dimulai sejak tahun 1000 -1250 M, dapat dilihat pada tabel berikut dinasti yang memisahkan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiyah :46 DINASTI-NASTI YANG MELEPASKAN DIRI DARI KEKUASAAN ABBASIYAH KATEGORI Bangsa Arab

Bangsa Kurdi

Bangsa Persia

Bangsa Seljuk

Bangsa Turki

NAMA DINASTI Idrisiyyah

Marokko

172-375 H/788-985 M

Aghlabiyyah

Tunissia

184-289 H/800-900 M

Dulafiyah

Kurdistan

210-285 H/825-898

Alawiyah

Tabaristan

250-316 H/864-928 M

Hamdaniyyah

Aleppo

Mazyadiyyah

Maushil Hillah

403-545 H/1011-1150 M

Ukailiyyah

Maushil

386-489 H/1095 M

Mirdasiyyah

Aleppo

414-472 H/1023-1079 M

WILAYAH

317-394 H/929-1002 M

Al-0barzuqani

348-406 H/959-1015 M

Abu Ali

380-489 H/ 990-1095 M

Ayubiyah

564-648 H/1167-1250 M

Thahiriyyah

Khurasan

205-259 H/820-872 M

Shafariyah

Fars

254-290 H/868-901 M

Samaniyyah

Tarsoxania

261-389 H/873-998 M

Sajiyyah

Azerbaijan

266-318 H/878-930 M

Buwaihiah

Baghdad

320-447 H/932-1055 M

Seljuk Kirman

Kirman

433-583 H/1040-1187 M

Seljuk

Syria

487-511 H/1094-1117 M

Atau Syam Seljuk Irak

Irak Dan Kurdistan

511-590 H/1117-1194 M

Seljuk Rum Atau

Asia Kecil

470-700 H/1077-1299 M

Asia Kecil Thuluniyyah

Mesir

254-292 H/837-903 M

Ikhsyidiyah

Turkistan

320-560 H/932-1163 M

Ghaznawiyyah

Afghanistan

351-585 H/962-1189

Seljuk

Baghdad

429-522 H/1037-1127

Syria

Besar/

Mengaku

Agung Mu’awiyyah

Spanyol

Khalifah

Fathimiyah

Mesir

46

Dan

TAHUN BERKUASA

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 65-66.

20

Sempitnya wilayah kekuasaan Khalifah menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 1258 M. Faktor-faktor yang membuat Daulah Abbasiyah menjadi lemah dan kemudian hancur dapat dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.47 Di antara faktor-faktor intern adalah: 1.

Adanya persaingan tidak sehat di antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan Turki.

2.

Terjadinya perselisihan pendapat di antara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah.

3.

Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan.

4.

Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian sebagai akibat dari bentrokan politik.

5.

Kemerosotan moral petinggi Daulah Abbasiyah, hidup dalam kemewahan yang menjadikan akalnya lemah. Para khalifah terbiasa minum arak di istana.48 Sedangkan faktor-faktor ekstern yang terjadi adalah :

1.

Berlangsungnya perang salib yang berkepanjangan dalam beberapa gelombang.

2.

Adanya serbuan tentara Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad. Serbuan tentara Mongol ini dimulai dengan pengkhianatan Umayyiduddin Muhammad bin al-Aqami ar-Tafidhi, perdana menteri masa khalifah al-Mu’tashim Billah, khalifah terakhir Daulah Abbasiyah. Al-Aqami adalah penganut syi’ah rafidhah yang amat dendam dengan ahlu sunnah. Dia bekerjasama secara rahasia dengan Hulagu

47 48

Ibid, hlm. 80-85. Philip K. Hitti, The History of Arabs; hlm. 420.

21

Khan, hingga pada waktunya istana khalifah dikepung oleh 200 ribu tentara Mongol.49 F. Penutup Pemerintahan Daulah Abbasiyah yang berkuasa selama 5 abad, adalah puncak dan antiklimaks konstruksi peradaban Islam yang pernah ada, bahkan menjadi jalan penerang bagi peradaban bangsa lain untuk maju. Pada zaman ini telah lahir berbagai ilmu Islam dan berbagai ilmu penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu sumbangan umat Islam bagi peradaban dunia juga dihasilkan oleh para cendikiawan-cendikiawan besar yang hidup di masa Daulah Abbasiyah ini. Namun ada pelajaran penting yang dapat kita petik dari perjalanan panjang Daulah Abbasiyah yang selama berabad-abad menguasai dunia, yakni agar umat Islam jangan terlena dengan kekuasaan dunia, karena keterlenaan dan hidup bermegah-megah menyebabkan kita jauh dari ajaran Allah SWT dan melupakan pentingnya membangun komunitas keilmuan. Hal ini juga merupakan pemicu bagi umat Islam untuk kembali bangkit melakukan apa yang telah tercatat dalam sejarah Daulah Abbasiyah.

REFERENSI

49

Tidak semua sejarawan menulis tentang pengkhianatan Umayyiduddin Muhammad bin al-Aqami ar-Tafidhi. Ibn Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wa An-Nihayah, juz 18 hal 213-224, menulis tentang hal ini. Lihat http://blog.vbaitullah.or.id/2004/09/06/350-runtuhnya-daulahabbasiah-dan-luluh-lantaknya-kota-baghdad/

22

Ali, Syed Amir, MA., 1916, Short History of the Saracens, London : Macmillan and Co. Doak, Robin, 2005, Great Empire of The Past; Empire of the Islamic World, California : Facts On File Inc. Ead, Prof. Hamed A., History of Islamic Science, tk. Gottschalk, Louis, 1975, Undestanding History : A Primer of Historical Method, Terj. Nugroho Notosutanto, Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Hassan, Ibrahim Hassan, 1989, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Djahdan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang. Hawting, G. R., 2000, The First Dynasty of Islam, The Umayyad Caliphate AD 661-750, Routledge. Hitti, Philip K., 2005, The History of Arabs; Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta. http://id.wikipedia.org/wiki/Abbasiyah http://blog.vbaitullah.or.id/2004/09/06/350-runtuhnya-daulah-abbasiah-dan-luluhlantaknya-kota-baghdad/ Kraemer, Joel L., 2003, Renaisance Islam, terj.Asep Saefullah, Bandung: Mizan. Lapidus, Ira M., 1988, A. History of Islamic Societes, New York : Cambridge University Press. As-Siba’i, Musthafa Husni, Dr., 2002, Khazanah Peradaban Islam, terj. KH. Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Bandung : Pustaka Setia. Sou’yb, Joesoef, 1977, Sejarah Daulah Abbasiyah II, Jakarta : Bulan Bintang. Nakosteen, Mehdi, 1996, Kontribusi Islam atas Dunia Barat : Deskripsi analisis abad keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar & Drs. Supriyanto Abdullah, Surabaya : Risalah Gusti. Osman, A. Latif, 1966 Ringkasan Sejarh Islam, cet. Ke-9, Jakata : Penerbit Wijaya. Yatim, Badri, Dr. MA., 2008, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Rajawali Pers.

23

Related Documents