Pembentukan Partai Politik Islam

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembentukan Partai Politik Islam as PDF for free.

More details

  • Words: 12,800
  • Pages: 24
AT TAKATTUL AL HIZBIY (PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK) Sejak abad XIII H (XIX M) telah berdiri banyak gerakan untuk membangkitkan umat Islam.

Usaha-usaha tersebut sejauh ini belum berhasil, sekalipun memang

meninggalkan pengaruh bagi orang-orang sesudahnya untuk mengulangi kembali usahausaha tersebut. Pengamat yang mengikuti perkembangan usaha-usaha tersebut --yakni yang mempelajari gerakan-gerakan tersebut -- melihat bahwa sebab utama kegagalannya terpulang seluruhnya pada empat aspek keorganisasian, yaitu: 1. Gerakan-gerakan tersebut berdiri di atas dasarfikrah (konsep) yang umum tanpa batasan yang jelas, sehingga menjadi suatu pemikiran yang samar atau kabur. Lebihlebih lagi, pemikiran-pemikiran tersebut tidak jelas dan tidak jernih. 2. Gerakan-gerakan tersebut tidak mengetahui thariqah (metode) penerapan fikrahnya,

bahkan

fikrahnya

diterapkan

dengan

cara-cara

yang

menunjukkan

ketidaksiapan gerakan tersebut dan penuh dengan bias. Lebih dari itu, metode gerakan mereka diliputi oleh kekaburan dan ketidakjelasan. 3.

Gerakan-gerakan tersebut bertumpu pada orang-orang yang belum sepenuhnya

mempunyai kesadaran yang benar. Niat merekapun belum lurus. Bahkan mereka hanyalah orang-orang yang bermodalkan keinginan dan semangat. 4.

Orang-orang yang memikul beban tanggung jawab gerakan-gerakan tersebut

tidak mempunyai ikatan yang benar. Ikatan di antara mereka hanya sekedar organisasi itu sendiri, yang sekedar memiliki deskripsi tata kerja dari aktivitas yang dilakukan, dan sejumlah istilah yang digunakan sebagai simbol-simbol dan slogan-slogan organisasi. Oleh karena itu adalah wajar jika kelompok-kelompok tersebut bergerak, dalam batas kesungguhan dan semangat yang ada, sampai akhirnya kesungguhan dan semangat itu habis. Lalu gerakannya jadi padam dan hilang. Kemudian muncul gerakan lain, dengan orang yang berlainan. Mereka pun mengulangi apa yang telah dilakukan oleh para aktivis sebelumnya, sampai akhirnya hilang pula semangat dan kesungguhan mereka pada batas-batas tertentu. Demikianlah hal ini terjadi berulang-ulang. Kegagalan semua gerakan ini adalah suatu yang wajar. Sebab, gerakan-gerakan tersebut tidak berdiri di atas fikrah yang benar dan batasan yang jelas. Di samping itu, gerakan-gerakan tersebut tidak mengetahui thariqah yang lurus, tidak bertumpu pada orang-orang yang mempunyai kesadaran penuh, dan juga tidak diikat oleh suatu ikatan yang benar.

Ketidak benaran dan ketidak jelasan fikrah dan thariqahnya, tampak

jelas dalam kesalahan-kesalahan falsafah (pemikiran dasar) yang menjadi dasar gerakangerakan ini, kalau pun mereka mempunyai falsafah itu. Gerakan-gerakan tersebut ada yang berupa harakah Islamiyah (gerakan Islam), dan ada pula yang berupa harakah qaumiyah

(gerakan

kebangsaan

atau

nasionalisme).

Para

aktivis

gerakan

Islam

menda'wahkan Islam dalam bentuk terlalu umum atau dalam suatu penyajian tanpa suatu kerangka pemikiran yang jelas. Mereka berusaha menginterpretasikan Islam agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada saat itu, atau dengan mencocok-cocokan Islam agar sesuai dengan sistem/peraturan selain Islam yang akan mereka ambil, sehingga Islam cocok diterapkan atasnya.

Dengan demikian, penakwilan itu akhirnya mereka jadikan

alasan untuk mempertahankan atau menerima kondisi yang ada. Adapun mereka yang bergerak dalam gerakan kebangsaan (nasionalisme), maka orang-orang Arab menyerukan kebangkitan bangsanya atas dasar nasionalisme yang kabur dan tidak jelas, tanpa memandang Islam dan Muslimin.

Mereka mempro-

pagandakan slogan-slogan kebangsaan, ketinggian martabat dan kehormatan bangsa Arab, kearaban, nasionalisme Arab, kemerdekaan dan sejenisnya, tanpa memahami maknanya dengan jelas, yang sesuai dengan hakikat kebangkitan. Sedangkan orangorang Turki menyerukan kebangkitan Turki atas dasar kebangsaan Turki. Para propagandis nasionalisme Turki maupun Arab bergerak sesuai dengan arahan penjajah, sebagaimana mereka mengarahkan kawasan Balkan, juga dengan gerakan nasionalisme, melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah yang merupakan Daulah Islamiyah (negara Islam).

AT TAKATTUL AL HIZBIY 1

Di negeri-negeri Arab sendiri, para aktivis dua macam gerakan tersebut mengadakan polemik di koran-koran dan majalah-majalah, untuk mencari ide mana yang lebih utama, dan lebih dekat kepada kebenaran dan kesuksesan, Jaamiah Qoumiyah (Pan Arabisme atau Jaamiah Islamiyah (Pan Islamisme). Kedua gerakan tersebut, sekalipun telah berusaha keras dan menghabiskan waktu yang panjang, namun belum juga membawa hasil.

Karena kedua macam gerakan ini, Pan Arabisme dan Pan Islamisme,

dalam kenyataannya, merupakan rancangan penjajah untuk memalingkan perhatian umat dari Negara Islam. Oleh sebab itu, kegagalan-kegagalan mereka bukan hanya terbatas pada kegagalan saja, tetapi lebih dari itu ia telah menjauhkan Negara Islam dari mata dan ingatan kita kaum Muslimin. Di samping gerakan kebangsaan (nasionalisme) dan gerakan Islam, berdiri pula gerakan-gerakan patriotisme di berbagai negeri Islam sebagai reaksi dari pendudukan orang-orang kafir penjajah atas sebagian wilayah Negara Islam; serta sebagai reaksi atas kezaliman politik dan ekonomi yang terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis atas mereka di negeri-negeri tersebut. Sekalipun gerakan-gerakan tersebut muncul

sebagai reaksi dari berbagai

penderitaan-penderitaan tersebut, sebagiannya masih memiliki aspek-aspek Islam yang dominan, sebagiannya lagi didominasi hanya oleh aspek patriotisme sebagai kelanjutan dari gerakan-gerakan yang dirancang dan diada-adakan oleh penjajah.

Akibat gerakan

ini, umat telah terdorong dan disibukkan dengan perjuangan murahan yang justru menguatkan pijakan musuh. Apalagi gerakan-gerakan tersebut tidak mempunyai atau kekurangan pemikiran-pemikiran yang mesti mereka terapkan. Kami meyakini bahwa falsafah (prinsip) kebangkitan yang hakiki adalah sebuah mabda' (ideologi) yang menggabungkan fikroh dan thoriqoh secara terpadu. tersebut adalah Islam.

Idiologi

Sebab, Islam adalah sebuah aqidah yang memancakan sebuah

sistem untuk mengatur seluruh urusan negara dan umat, dan mampu memecahkan seluruh masalah kehidupan. Sekalipun Islam itu adalah suatu sistem yang universal, tetapi thoriqohnya (metodenya) tidak mengharuskan memperjuangkannya secara universal sejak awal. Islam memang mesti didakwakan secara universal (ke seluruh dunia), tetapi harus ada majalud dakwah (daerah gerakan)nya terlebih dahulu, di suatu negeri atau di beberapa negeri sampai Islam kuat dan berkuasa di negeri tersebut. Kemudian Negara Islam akan berdiri, meluas secara alami sampai meliputi seluruh negeri Islam pada tahap pertama. Kemudian Negara Islam tersebut akan mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia, sebagai suatu risalahnya, sebagai suatu risalah kemanusiaan yang universal dan abadi. Sesungguhnya

seluruh dunia adalah tempat yang layak untuk dakwah Islam.

Namun demikian karena negerei-negeri Islam penduduknya beragama Islam, maka dakwah harus dimulai di sana. Dan karena negeri-negeri Arab sebagai bagian dari negeri Islam yang menggunakan bahasa Arab, sementara bahasa arab adalah bagian penting dalam Islam dan unsur pokok dari tsaqofah Islam, maka negeri yang diutamakan untuk memulai dakwah di dalamnya adalah negeri-negeri Arab. Harus ada penyatuan potensi arab dengan potensi Islam sehingga bahasa Arab menyatu dengan Islam, karena pada keduanya

terdapat

kekuatan

untuk

menjadikan

Islam

berpengaruh

meluas

dan

menyebarke seluruh dunia Islam. Oleh karena itu adalah wajar jika , pada awalnya, Negara Islam itu berdiri di negeri-negeri Arab sebagai suatu titik sentral negara itu, yang kekuasaannya meliputi seluruh negeri Islam. Sekalipun suatu keharusan untuk menda'wahkan

Islam

di

negeri-negeri

Arab,

tetapi

juga

merupakan

keharusan

untuk

menyampaikan dakwah ke negeri-negeri Islam yang bukan arab. Dan memulai kegiatan da'wah Islam di negeri-negeri Arab bukan berarti tak ada gerakan di daerah lain sebelum terjadi penyatuan negeri-negeri tersebut ke dalam Negara Islam.

Berakan dimulai di

negeri-negeri Arab dengan tujuan untuk mendirikan Negara Islam yang kemudian tumbuh dan meluas ke sekelilingnya tanpa melihat arab dan non-arab. Telah kami jelaskan bahwa falsafah hakiki menuju kebangkitan umat adalah

AT TAKATTUL AL HIZBIY 2

suatu mabda' yang menggabungkan fikroh dan thariqoh. Kedua hal ini harus dipahami oleh setiap kelompok yang bertujuan untuk melakukan kegiatan secara serius yang akan membawanya pada kebangkitan. Mabda itu telah dijelaskan

dan pentingnya ia bagi suatu kutlah adalah mudah

dipahami. Oleh karena itu adalah wajar bila harus ada kejelasan yang tuntas tentang mabda tersebut bagi sebuah kutlah, agar kutlah yang telah lebih dahulu memahaminya bisa menjadi sebuah kutlah yang berpengaruh, dinamis dan maju, layak untuk diikuti dan didukung oleh masyarakat. Karena ia merupakan satu kutlah yang telah melebur dengan fikrohnya, jelas thariqohnya dan memahami permasalahan-permasalahannya. Hanya saja semata-mata adanya pemahaman tentang mabda ini tidak akan dapat menghantarkan pada kebangkitan yang benar kecuali jika orang-orang yang aktif dalam gerakan layak memasuki kutlah tersebut, dan ikatan yang mengikat mereka dalam kutlah adalah suatu ikatan yang benar dan produktif. Berdasarkan ikatan dalam kutlah ini pula dapat ditentukan kelayakan seseorang untuk ikut gerakan. Maka suatu partai idiologis (berdasarkan pada suatu mabda') menjadikan keyakinan terhadap akidahnya dan kematangan dalam tsaqofah kepartaiannya sebagai ikatan dalam kutlahnya. Oleh karena itu apakah seseorang layak masuk dalam partai atau tidak terjadi secara alami, yaitu dengan meleburnya mereka dalam partai ketika dakwah berinteraksi dengan mereka. Jadi yang menentukan kelayakan mereka adalah thariqoh ikatan kutlah tersebut, bukan lembaga partai. Sebab, ikatan yang menyatukan orang-orang tersebut dalam suatu kutlah adalah aqidah dan tsaqofah kepartaian yang terpancar dari aqidah tersebut. Apabila kita kaji pengorganisasian gerakan-gerakan yang muncul sekitar abad silam, maka kita dapatkan bahwa thariqoh pengorganisasian yang rusaklah yang merupakan sebab utama kegagalan mereka. Sebab, gerakan-gerakan tersebut tidak berdiri atas dasar kepartaian yang dilandasi oleh pemahaman hakiki. Mereka berdiri hanya sekedar membentuk kelompok, atau membentuk partai semu

1) . Artinya hanya namanya

saja partai, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat sebuah partai. Kaum Muslimin, sebelum Perang Dunia (PD) I merasa bahwa mereka mempunyai sebuah Negara Islam. Sekalipun Negara ini telah lemah dan mengalami kekacauan, ia tetap menjadi pusat arahan pemikiran dan perhatian umat.

Orang-orang Arab

memandang negara ini sebagai penghancur hak-hak mereka, berkuasa totaliteris atas mereka, tetapi pada saat yang bersamaan mereka juga mengarahkan mata dan hati mereka padanya untuk memperbaikinya karena bagaimanapun negara ini adalah negara mereka.

Mereka ini, hanya, tidak memahami hakikat kebangkitan, tidak memahami

thoriqoh kebangkitan itu, dan mereka tak punya suatu kelompok apapun untuk itu. Dan kita bisa mengatakan bahwa hal ini dialami oleh sebagian besar kaum Muslimin. Selain itu pada abad ini, tsaqofah asing telah menyerang negeri-negeri Islam. Dengan tsaqofah itu para penjajah mampu menarik ke pihak mereka sekelompok kaum Muslimin, mendorong mereka untuk mendirikan takatulaat Hizbiyah (kelompok-kelompok politik) di dalam wilayah Negara Islam. Kelompok-kelompok ini berdiri untuk memisahkan dan memerdekakan negeri mereka dari negara Islam. Penjajah juga mampu, dengan cara tertentu,

menarik ke pihak mereka sekelompok orang-orang Arab yang mereka

kumpulkan di Paris (Perancis) untuk membentuk suatu kutlah (kelompok) yang bertugas memerangi Daulah Ustmaniyah, dengan slogan "Memerdekan Arab" dari Negara Islam ini. Mereka telah disatukan oleh tsaqofah asing, pemikiran-pemikiran asing, perasaan kebangsaan dan patriotisme yang telah dihembuskan oleh kafir penjajah pada mereka. Oleh karena itu ikatan yang berdasarkan akal dan perasaan sajalah yang menyatukan mereka. Mereka disatukan dalam satu pemikiran yang mengantarkan mereka pada satu tujuan yaitu kemerdekaan bagi rakyat Arab. Selama Daulah Utsmaniah mengabaikan kepentingan mereka, berbuat zalim terhadap mereka, memakan hak-hak mereka, maka tujuan yang satu inilah yang menyatukan mereka dalam suatu kelompok politik semu itu. Semua ini telah mengantarkan mereka pada persiapan Revolusi Arab. Sebagai hasilnya adalah semakin besarnya kekuasaan kafir dan penjajah atas negeri-negeri Islam, tak

AT TAKATTUL AL HIZBIY 3

terkecuali negeri-negeri Arab.

Dengan demikian selesailah tugas kelompok-kelompok

tadi. Penjajah kemudian membagi-bagi ghanimah (rampasan perang), wujudnya adalah lahirnya penguasa-penguasa di negeri-negeri Islam yang merupakan agen-agen para penjajah itu. Setelah eksistensi Negara Islam itu sirna, maka penjajah lansung menggantikan posisinya. Mereka memerintah negeri-negeri Arab secara langsung, dan memperluas kekuasaannya ke seluruh negeri-negeri Islam. Maka secara praktis mereka benar-benar telah menduduki negeri-negeri Arab dan mulai menancapkan kekuasannya pada setiap bagian pada wilayah ini, dengan cara-cara yang tersembunyi dan kotor. Yang terpenting dari cara-cara itu adalah dengan menyebarluaskan tsaqofah asing penjajah itu, uang dan antek-antek mereka. Tsaqofah asing mempunyai pengaruh besar dalam menguatkan kekufuran dan penjajahan, tidak berhasilnya kebangkitan umat, gagalnya gerakan-gerekan terorganisir baik gerakan sosial maupun gerakan politik. Sebab tsaqofah berpengaruh besar terhadap pemikiran manusia , yang kemudian mempengaruhi perjalanan hidupnya. Para penjajah tersebut merancang sistem pendidikan dan tsaqofah atas dasar falsafah yang jelas, sesuai dengan pandangan hidup mereka, yaitu memisahkan materi dari ruh dan memisahkan agama dari negara. Penjajah juga menjadikan kepribadian mereka sebagai satu-satunya tolak ukur tsaqofah kita. Mereka juga menjadikan hadloroh, mafahim , struktur negara mereka, sejarah dan lingkungan mereka sebagai tolak ukur untuk otak kita. Tidak sampai disitu, mereka bahkan menjadikan pemutarbalikan fakta dalam menanamkan kepribadian mereka, mereka membalikkan gambaran penjajahan sedemikian rupa agar kita anggap mulia, yang harus kita ikuti, dan suatu tatanan kuat di mana kita harus berjalan bersamanya, dengan menyembunyikan tanpang penjajahan yang sebenarnya dengan cara-cara yang kotor. Mereka terus ke detail-detail permasalahan, sampai tak satupn yang keluar dari prinsip umum yang mereka rencanakan. Oleh karena itu kita terdidik dengan tsaqofah yang merusak, kita telah belajar - secara alami - cara orang lain berfikir, Hal telah menjadikan kita lemah untuk belajar bagaimana seharusnya kita berpikir, karena pemikiran kita tidak lagi berhubungan dengan lingkungan kita. Kepribadian kita, sejarah kita, tidak lagi bersandar pada mabda' kita. Oleh karena itu, jadilah kita - karena telah terdidik seperti itu - suatu kelompok asing ditengah-tengah rakyat, tidak lagi memahami keadaan kita, dan kebutuhan-kebutuhan rakyat kita. Dengan demikian, perasaan orangorang terpelajar terpisah dari pemikiran dan akal rakyat mereka, dan jadilah mereka secara alami - orang-orang yang terpisah dari umat, perasaan umat dan kecenderungan umat.

Dan pemikiran-pemikiran semacam ini - secara alami - tidak menghasilkan

pemahaman yang benar tentang kondisi-kondisi negeri Islam tersebut. Pemikiran ini juga tidak bisa menghasilkan pemahaman yang benar tentang sebuah thariqoh kebangkitan umat. Sebab, pemikiran semacam ini merupakan pemikiran yang terpisah dari perasaan, walaupun tidak kosong sama sekali dari perasaan umat. Di samping itu, pemikiran semacam ini merupakan pemikiran asing yang dipunyai oleh seseorang yang memiliki perasaan Islam. Dengan demikian adalah wajar jika pemikiran ini tidak bisa membentuk suatu kutlah yang benar yang mempunyai pemahaman yang benar. Pengaruh tsaqofah asing ini tidak hanya terbatas pada kaum terpelajar itu saja, tetapi merata dalam masyarakat secara keseluruhan. masyarakat pun terpisah dari perasaannya.

Akibatnya, pemikiran-pemikiran

Persoalan dalam masyarakat menjadi

bertambah ruwet, dan beban kelompok politik yang benar untuk membangkitkan umat semakin berat.

Persoalan yang dihadapi umat dan partai Islam sebelum PD I adalah

membangkitkan suatu masyarakat Islami.

Sekarang, persoalannya adalah bagaiamana

menciptakan keserasian antara pikiran dan perasaan dikalangan kaum terpelajar, menciptakan keserasian antara individu masyarakat dan jamaa'ahnya dalam suatu pemikiran dan perasaan, tak terkecuali antara kaum terpelajar dengan masyarakatnya. Kaum terpelajar telah menerima pemikiran-pemikiran asing dengan sepenuh hati, tetapi tanpa mengambil perasaan-perasaannya. Penerimaan mereka yang sepenuh hati itu telah

AT TAKATTUL AL HIZBIY 4

memisahkan mereka dari masyarakat, juga telah mengakibatkan mereka

memandang

rendah dan tak perduli terhadap masyarakat. Pemikiran asing itu juga telah membuat mereka kagum dan hormat terhadap orang asing, mereka berusaha mendekatkan diri dan bergaul erat dengan orang-orang asing itu. Oleh karena itu kaum terpelajar semacam ini tak mungkin dapat memandang

berbagai situasi yang ada di negerinya kecuali dengan

mengikuti orang asing tersebut dalam memandang situasi negerinya tanpa memahami hakikat situasi sebenarnya. Oleh karena itu mereka tidak lagi mengetahui apa yang dapat membangkitkan umat, kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut ketika mereka membicarakan kebangkitan. karena

dorongan

mabda'

HAti nurani kaum terpelajar semacam ini tidak tergerak tetapi

tergerak

karena

rasa

kerakyatan/kebangsaan, dan ini merupakan gerakan yang salah. tidak akan berjuang

patriotisme

dan

Dengan demikian ia

demi negerinya dengan benar, dan ia tidak berkorban untuk

kepentingan rakyat secara sempurna. Karena perasaannya, dalam melihat situasi negerinya, tidak dilandasi oleh pemikiran Islam, dan ia juga tidak menangkap kebutuhankebutuhan rakyatnya dengan perasaan yang dilandasi pemikiran Islam. Kalaupun kita memaksakan diri untuk mengatakan bahwa ia berjuang menuntut suatu kebangkitan, maka sesungguhnya perjuangannya itu lahir dari pertarungan untuk suatu kepentingan khusus atau suatu perjuangan yang meniru-niru perjuangan rakyat lain. Oleh karena itu perjuangannya tak akan bertahan lama, hanya sampai halangan-halangan untuk merebut kepentingannya sudah tak ada lagi, dengan diangkatnya ia menjadi pegawai atau nafsunya telah terpenuhi, atau penentangannya itu pudar karena kepentingan pribadi terganggu atau ia disiksa ketika berjuang. Hal-hal seperti ini tidak mungkin melahirkan sebuah kutlah yang benar kecuali setelah lebih dahulu diselesaikan masalah tersebut, dengan penyelarasan pemikiran dan perasaannya,

dengan

mendidiknya

mulai

dari

awal

dengan

tsaqofah

idiologis.

Penyelesaian semacam ini mengharuskan seorang murid untuk membentuk pemikirannya dengan suatu bentuk yang baru. Setelah menyelesaikan masalah ini baru beralih kepada penyeserasian antara dia dan masyarakatnya.

Dengan demikian akan memudahkan

penyelesaian problema kebangkitan umat. Seandainya tidak ada tsaqofah asing di negerinegeri Islam tentu beban kebangkitan lebih ringan dari apa yang kita alami sekarang. Atas dasar itu maka mustahil, dengan adanya tsaqofah asing dalam masyarakat, untuk membentuk sebuah kekompok politik yang benar, dan juga tidak akan terwujud atas dasar tsaqofah asing tadi kutlah yang benar semacam ini. Penjajah tidak sekedar menggunakan tsaqofah saja bahkan mereka racuni masyarakat Islam dengan pemikiran dan pandangan politik, dan falsafah yang merusak pandangan hidup kaum Muslimin. Dengan itu mereka rusak suasana Islami yang ada serta mereka kacaukan pemikiran dan seluruh segi kehidupan kaum muslimin. Dengan semua itu, hilanglah titik sentral pertahanan kaum Muslimin yang alami. Penjajah memanfaatkan setiap kesempatan untuk menciptakan gerakan yang berbahaya dan seling bertentangan, menyerupai gerakan binatang yang disembelih yang berakhir dengan kematian, keputusasaan dan menyerah pada keadaan. Dan orang-orang asing ini berusaha sungguh-sungguh menjadikan kepribadian mereka sebagai mercusuar tsaqofah kita, menggunakannya dalam aspek politik, menjadikan kiblat pandangan para politikus atau orang yang bergerak dalam bidang politik. Oleh karena itu sebagian besar kutlah, tanpa disadari, berusaha meminta bantuan kepada orang-orang asing. Maka diberbagai negeri muncullah orang-orang yang meminta bantuan kepada negara-negara asing tanpa menyadari bahwa setiap permintaan bantuan kepada orang asing dan mengandalkan kekuatan asing, apapun bentuknya, adalah suatu racun dan pengkhianatan bagi umat Islam, walaupun niat yang baik. Mereka tidak menyadari bahwa mengikatkan masalah kita dengan orang selain kita adalah bunuh diri politis. Oleh karena itu tidak mungkin mereka berhasil mendirikan suatu kutlah apapun jika pemikirannya diracuni dengan penyerahan diri atau mengantungkan diri pada orang asing. Demikian pula para penjajah telah meracuni masyarakat dengan paham

AT TAKATTUL AL HIZBIY 5

kebangsaan (nasionalisme), patriotisme, sosialisme, sebagaimana mereka juga telah meracuni masyarakat dengan paham kedaerahan yang sempit. Panjajah telah menjadikan semua itu sebagai sumbu putar aktivitas-aktivitas temporer. Demikian juga masyarakat diracuni dengan kemustahilan berdirinya Daulah Islam dan kemustahilan persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam dengan adanya perbedaan kultur, penduduk dan bahasa, sekalipun mereka merupakan suatu umat yang terikat dengan aqidah Islam yang terpancar darinya sistem Islam.

Selain itu mereka juga meracuni masyarakat dengan

konsep politik yang keliru seperti Slogan: "Ambillah dan Mintalah;" "rakyat adalah sumber kekuasaan;" "kedaulatan di tangan rakyat;" dan lain-lain sebagainya.

Mereka juga

meracuni masyarakat dengan pemikiran-pemikiran yang salah seperti slogan: "Agama milik Allah, tanah air milik semua orang", Kita dipersatukan oleh penderitaan dan harapan", "Tanah air di atas segalanya", Mereka

"Kemuliaan bagi tanah air", dan sejenisnya.

juga meracuni masyarakat dengan pendapat-pendapat pragmatis yang klasik,

seperti: " "Sesungguhnya kita menggali sistem kita dari kenyataan hidup kita", "Rela dengan kenyataan atau apa yang ada", "Kita harus realistis", dan sejenisnya. Akibat racun-racun semacam ini masyarakat di negeri-negeri Islam, termasuk negara-negara

Arab,

berada

pada

suatu

keadaan

yang

tidak

mendukung

dan

memungkinkan berdirinya suatu kutlah yang benar. Oleh karena itu bukan hal yang aneh bila kutlah-kutlah politik semu ini mengalami kegagalan. Sebab, kutlah-kutlah tersebut tidak berdiri atas pemikiran yang mendalam, yang melahirkan nidzom (sistem) yang tepat, yang mampu memperbanyak orang-orang mempercayainya, bahkan ada yang berdiri tanpa dasar sama sekali. Akibat semua itu adalah wajar jika partai-parati politik yang ada di dunia Islam saat ini, tak terkecuali di negeri Arab, menjadi partai-partai yang terpecah belah. Sebab, parati-partai tersebut tidak berlandaskan pada suatu mabda'.

Orang-orang yang

mengamati partai-partai ini melihat bahwa kadangkala partai-partai tersebut berdiri karena peristiwa-peristiwa sesaat, dilahirkan oleh situasi yang mengharuskan berdirinya kelompok politik. Maka setelah situasi ini teratasi lenyap pulalah partai tersebut atau melemah

atau

terpecah

belah.

Kadangkala

kutlah-kutlah

ini

berdiri

atas

persahabatan antar beberapa orang, mereka diikat oleh persahabatan itu.

dasar Maka

berkelompok atas dasar persahabatan, dan kelompok ini akan bubar jika mereka mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Ada pula kutlah yang berdiri karena kepentingankepentingan kontemporer dari orang-orang tertentu.

Dengan demikian tidak ada pada

orang-orang ini, dalam berbagai situasi dan kondisi masyarakat, suatu ikatan politis idiologis. umat.

Maka keberadaannya bukan saja tidak bermanfaat, bahkan membahayakan Di samping itu adanya kutlah-kutlah tersebut di tengah-tengah masyarakat

menghalangi keberadaan sebuah partai yang benar, atau menunda munculnya sebuah partai yang benar. Kutlah-kutlah tersebut juga menanamkan keputusaasaan dalam jiwa masyarakat, memenuhi hati masyarakat dengan noda hitam dasn keragu-raguan, dan menghembuskan kecurigaan terhadap haraqah hizbiyah (gerakan politik), sekalipun gerakan ini adalah sebuah gerakan yang benar. Kutlah-kutlah tersebut juga menyuburkan perselisihan

individu,

kedengkian-kedengkian

golongan,

dan

mengajarkan

pada

masyarakat cara-cara bersaing yang tidak benar, dan selalu berbuat atas dasar manfaat. Dengan kata lain, kutlah-kutlah semacam ini akan merusak tabiat masyarakat yang bersih, memper-berat beban kelompok politik yang benar.

Padahal partai-partai Islam

harus lahir dari ketinggian tabiat/perilaku masyarakat. Disamping gerakan Islam, nasionalisme dan patriotisme berdiri pula gerakangerakan komunis yang berlandaskan pada materialisme. Gerakan ini sejalan dengan gerakan komunis di Rusia, dan bergerak sesuai dengan arahan Rusia. Thoriqoh (metode) gerakannya Diantara

adalah dengan cara merusak dan menghancurkan negeri tempat gerakan.

tujuannya, disamping menciptakan

komunisme

di negeri tersebut,

juga

mengacaukan penjajahan barat demi kepentingan blok timur, dimana orang-orang yang bergerak didalamnya merupakan agen-agen Timur. Gerakan ini tidak mampu berinteraksi

AT TAKATTUL AL HIZBIY 6

dengan umat dan tidak banyak berpengaruh.

Adalah suatu kewajaran jika gerakan ini

gagal, karena ia bertentangan dengan fitrah manusia dan menyalahi aqidah Islam. Patriotisme juga telah mencoba memaksakan kehendaknya. Dan kesulitan masyarakat telah berlipat ganda menjadi kesulitan besar yang membuat masyarakat itu sangat kepayahan (keblinger). Di samping gerakan-gerakan tersebut di atas, berdiri pula gerakan atas dasar Jam'iyah

1)

(gerakan massa). Di berbagai negeri muncul organisasi lokal dan regioanl yang

mengarah

pada

tujuan

khoiriyah

(kebajikan).

Organisasi-organisasi

ini

kemudian

mendirikan sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, panti-panti asuhan, dan membantu aktivitas perbaikan dan sosial. Masing-masing organisasi ini menonjolkan kelompoknya. Para penjajah telah berhasil mendorong organisasi-organisasi semacam ini sehingga kegiatan sosialnya terlihat jelas oleh masyarakat. Sebaggian besar organisasi ini bergerak di bidang pendidikan dan sosial, sangat jarang gerakannya bersifat politik. Jika kita perhatikan hasil-hasil organisasi-organisasi ini dengan mata jeli kita akan temukan bahwa ia tidak membuahkan suatu yang bermanfaat bagi umat atau membantu umat untuk bangkit. Bahayanya tersamar karena tak dapat dilihat kecuali oleh orang yang jeli, di samping itu keberadaanya itu sendiri merupakan bahaya besar; tanpa melihat manfaat parsial yang ditimbulkannya. Hal ini karena umat Islam secara keseluruhan

-

karena

masih

mempunyai

sebagian

pemikiran-pemikiran

Islam,

diterapkannya sebagian hukum syara', terpatrinya perasaan Islam pada pada mereka karena pengaruh Islam - mempunyai keinginan untuk bangkit, mempunyai perasaan yang baik, mempunyai kecendrungan alami untuk berkelompok. Sebab, ruh Islam itu adalah ruh Jama'ah. Maka jika umat dibiarkan mengurus dirinya sendiri, getaran atau perasaan berkelompok ini secara otomatis akan berubah menjadi pemikiran, dan pemikiran ini secara praktis akan membangkitkan umat.

Akan tetapi adanya berbagai organisasi ini

menghalangi kebangkitan. Sebab, organisasi ini telah menjadi saluran dari perasaanperasaan mereka yang menggelora, dan organisasi ini telah mengalihkan keinginan umat pada aktivitas-aktivitas parsial. Para anggota organisasi ini melihat bahwa mereka telah membangun sekolahsekolah, atau mendirikan rumah sakit, atau berpartipasi dalam amal baik, maka mereka lega, tentram dan puas dengan kegiatan-kegiatan yang telah mereka lakukan. Berbeda seandainya organisasi-organisasi semacam ini tidak ada, maka semangat jama'ah akan mendorongnya untuk berkelompok secara benar, yaitu dengan membentuk sebuah kelompok politik yang akan melahirkan kebangkitan yang benar. Disamping berbagai organisasi pendidikan dan sosial berdiri pula organisasi berdasarkan akhlak yang berusaha membangkitkan umat atas dasar akhlak melalui nasehat-nasehat, pidato-pidato, selebaran-selebaran dengan suatu .lh12 anggapan bahwa akhlak merupakan dasar kebangkitan.

Organisasi-organisasi ini telah

mengerahkan tenaga dan dana yang tidak sedikit, namun tidak mendatangkan hasil yang berarti. Perasaan umat tersalur melalui pembicaraan-pembicaraan ____________________ 1) Jam'iyah adalah suatu organisasi yang memngkhususkan kegiatannya pada bidang tertentu. yang membosankan yang diulang-ulang dan tiada arti. Organisasi-organisasi .lh11 semacam ini berdiri atas pemahaman yang keliru terhadap firman Allah yang ditujukan kepada pribadi Rasul SAW "Sesungguhnya Engkau memiliki akhlak yang mulia(Nun : ), padahal firman Allah ini adalah penggambaran sifat pribadi Rasul dari Allah, bukan sifat bagi masyarakat.

Dan juga karena pemahaman yang keliru terhadap sabda Nabi SAW

Sesungguhnya allah mengutusku untuk menyempurnakan Akhlak" (HR.........) dan sabdanya (Sesunggunya aku diutus untuk menyempurnkankan akhlak(......). Padahal dua hadits ini dan yang sejenisnya berkai tan dengan sifat individu bukan bagi sifat jama'ah. Mereka juga telah keliru menggunakan suatu syair yang salah.

AT TAKATTUL AL HIZBIY 7

Dan sesungguhnya bangsa-bangsa itu ditentukan oleh akhlaknya jika mereka telah kehilangan akhlaknya maka merekapun akan sirna. Sementara umat atau bangsa-bangsa tidak lahir atau tegak karena akhlak namun keberadannya dengan aqidah yang dianutnya, pemikiran yang diembannya, dan sistem yang diberlakukannya. Organisasi semacam ini juga muncul akibat pemahaman yang salah terhadap arti masyarakat, bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu sementara masyarakat itu satu kesatuan yang terdiri dari: manusia, pemikiran, perasaan dan sistem, dan kehancuran masyarakat tidak lain adalah akibat dari rusaknya pemikiran, perasaan dan sistem bukan dari kerusakan manusia-manusianya dan untuk memperbaikinya tidak lain hanya dengan memperbaiki pemikiran, perasaan, dan sistem itu. Demikian pula kesalahan itu terletak pada kesimpulan pemikiran bagi sebagian besar orang-orang yang ingin memperbaiki keadaan, dan para ulama yang mengatakan bahwa sesungguhnya kelompok yang bisa merusaknya adalah individu, dan yang dapat membangun dan menghancurkan individu-individu adalah akhlaknya. Maka dengan akhlak yang lurus ia akan menjadi kuat, konsisten, berdaya guna, produktif, yang berfungsi untuk kebaikan dan ishlah/perbaikan. Sementara akhlak yang buruk menjadikannya lemah tidak diperhitungkan dan tidak ada yang dapat diambil manfaat, tidak ada kebaikan di dalamnya. Baginya tidak ada tujuan lain dalam kehidupan kecuali memenuhi syahwat dan mengikuti egonya. Atas dasar ini maka mereka berpendapat bahwa untuk memperbaiki jama'ah tidak lain dengan jalan memperbaiki individu, maka mereka menghendaki perbaikan masyarakat denagn pola akhlaki dan melalui akhlak itulah akan membangkitkan masyarakat. Walaupun seluruh harokah-harokah Islahiah yang berasaskan akhlaqiah telah gagal tetapi orang-orang masih tetap berkeyakinan bahwa kaidah-kaidah inilah yang menjadi dasar perbaikan. Mereka tetap mendirikan berbagai lembaga ishlahiah atas asas yang sama sekalipun pada kenyataannya bahwa cara perbaikan jama'ah tidak sama dengan alat perbaikan individu, walau individu merupakan bagian dari jama'ah sebab rusaknya jama'ah berasal dari rusaknya perasaan jama'ah dan rusaknya suasana (alam) fikir dan semangat juga diakibatkan adanya pemahaman-pemahaman yang keliru di kalangan jama'ah dengan kata lain berasal dari rusaknya kebiasaan umum.

Dan untuk

memperbaikinya tidak lain kecuali dengan menciptakan kebiasaan umum yang baik. Dengan kata lain tidak ada perbaikan kecuali dengan memperbaiki perasaan jama'ah. Dan menciptakan suasana ruhiyah yang benar dan suasana pemikiran yang berkaitan dengan aspek ruhiyah.

Dan pelaksanaan sistem dari negara.

Itu semua tidak akan

berhasil kecuali dengan menciptakan suasana Islami dan ini mengharuskan adanya pelurusan pemahaman terhadap berbagai hal di tengah manusia secara keseluruhan dengan demikian jama'ah jadi baik dan individupun jadi baik.

Itu semua tidak akan

berhasil dengan berkelompok atas dasar jam'iyah. Juga tidak akan berhasil dengan menjadikan akhlak, nasehat dan bimbingan sebagai dasar dari kutlah.

Inilah pangkal kegagalan semua kutlah yang berasaskan

jam'iyah dalam membangkitkan dan memperbaiki umat. Demikian pula kegagalan yang dialami kutlah yang berbentuk partai semu (dasar kepartaian tidak benar atau tidak lengkap), yang tidak dibangun atas dasar mabda tertentu dan tidak dilatarbelakangi suatu mafhum apapun dan tidak mengikat anggotanya dengan ikatan yang benar. Perlu diketahui bahwa kegagalan seluruh kutlah ini juga terjadi karena faktor manusia

atau

individunya.

Sebab

disamping

pembentukannya

bukan

atas

dasar

pembentukan kutlah yang benar (karena tidak adanya fikrah dan thariqah atau karena kesalahan thariqah), juga bergabungnya orang-orang dalam kutlah tidak didasarkan pada kelayakan individu itu sendiri, tetapi berdasarkan kedudukan orang tadi di masyarakat dan kemungkinan mendatangkan manfaat yang cepat dari keberadaannya dalam partai atau jam'iyah. Kadangkala seseorang direkrut atas dasar bahwa ia adalah pemimpin kaumnya atau kekayaannya dalam masyarakat, atau karena ia seorang dokter, arsitek, atau mempunyai kedudukan dan pengaruh tanpa mempertimbangkan apakah ia layak menjadi anggota kutlah atau tidak.

Oleh karena itu yang menonjol dari kutlah-kutlah yang

semacam ini adalah persaingan antara anggota-anggotanya atau persaingan untuk menduduki jabatan kepemimpinan.

Akibatnya, dalam hati anggota-anggota partai ini

muncul semacam perasaan bahwa mereka lebih utama atau berbeda dari yang lain, bukan karena peran dan kepemimpinan mereka tetapi karena mereka anggota partai tersebut.

AT TAKATTUL AL HIZBIY 8

Karenanya, mereka sulit berinteraksi dan mengadakan pendekatan dengan rakyat. Maka keberadaan jam-'iyah (organisasi sosial) atau partai semacam ini seperti pengadukadukan lumpur, menciptakan kesulitan-kesulitan baru. Kesulitan ini menambah kesulitan yang sudah ada, yang membuat masyarakat semakin kepayahan (keblinger). Bagaikan orang yang telah kepayahan membawa beban di pundaknya kemudian beban itu ditambah lagi dengan beban yang baru. Oleh karena itu dapat dikatakan, setelah mempelajari, memikirkan dan mengkaji masalah-masalah kutlah ini, bahwa di seluruh negeri Islam belum muncul suatu kutlah yang benar selama abad silam yang mampu membangkitkan umat. Semua kutlah yang ada telah mengalami kegagalan karena didirikan di atas dasar yang keliru. Padahal umat ini tidak akan bangkit kecuali dengan sebuah kutlah.

Lalu, apa kriteria sebuah kutlah

yang benar yang mampu membangkitkan umat ? Inilah yang ingin kami jelaskan. Sesungguhnya kutlah yang benar yang dapat membangkitkan umat tidak boleh berasaskan jam'iyah, yang menetapkan sistem keorganisasiannya bahwa kutlah itu akan melakukan kerja-kerja sosial tertentu dalam bentuk kerja atau perkataan, propagandapropaganda tertentu, atau hanya melakukan kerja-kerja praktis saja, atau hanya melakukan aktifitas dengan perkataan

2)

saja. Kutlah semacam tak boleh muncul di ten-

gah-tengah umat yang merindukan kebangkitan.

Kutlah-kutlah tidak boleh berdiri atas

dasar kepartaian yang bukan berdasarkan mabda', seperti yang sudah ada di dunia Islam sejak PD I sampai dengan saat ini. Suatu kutlah yang benar adalah sebuah kutlah yang berdiri atas dasar kepartaian beridiologi Islam, ruh Islam merupakan ruh bagi bangunan partainya.

Fikrah itu

merupakan jati diri dan rahasia kehidupannya. Benih awalnya adalah manusia-manusia yang telah menyatu di dalam dirinya fikrah dan thariqah Islam, sehingga merupakan manusia yang mencerminkan fikrah itu dalam kebersihan dan Kerja praktis misalnya menyantuni anak yatim, kerja melalui perkataan misalnya aktivitas pendidikan. kejernihannya ketika berfikir, manusia yang menampilkan thariqah itu dalam langkahlangkahnya yang jelas dan istiqomah. Apabila terdapat ketiga faktor ini ; fikrah yang dalam, thariqah yang jelas, manusia yang bersih, maka berarti telah tercipta benih utamanya, lalu benih ini akan bertambah banyak menjadi benih-benih berupa halaqoh ula hizb (qiyadah hizb). Apabila halaqoh ula telah terbentuk berarti telah muncul sebuah kutlah Islami itu.

Sebab,

halaqoh ula tersebut tidak lama kemudian akan berubah menjadi sebuah kutlah. Pada saat itulah kutlah tersebut akan membutuhkan ikatan kepartaian

yang menyatukan

orang-orang yang meyakini fikrah dan thariqahnya. Ikatan kepartaian itu adalah aqidah Islam yang terpancar darinya falsafah Hizb, serta tsaqofah yang sejalan dengan mafahim Hizb. Dan pada saat itu terbentuklah sebuah kutlah Hizbiyah (kelompok kepartaian) yang akan mengarungi samudra kehidupan.

Kutlah ini akan menghadapi suasana panas dan

dingin, ditiup angin badai dan sepoi-sepoi, suasana jernih dan keruh silih berganti. Jika faktor-faktor tersebut di atas telah terpenuhi berarti telah terjadi pengkristalan fikrahnya, telah jelas thariqahnya dan orang-orangnya telah siap, ikatannya telah kuat dan mampu melakukan langkah-langkah praktis dalam kerja dan dakwahnya.

Ia sekarang telah

berubah dari sebuah kelompok kepartaian menjadi sebuah hizb mabda'iy (partai idiologis) penuh, yang bergerak demi sebuah kebangkitan yang benar. Inilah sebuah kutlah yang benar yang jati dirinya adalah fikrah karena fikrah merupakan tonggak kehidupannya. Adapun bagaimana munculnya takatul Hizbi mabda'iy (kelompok kepartaian idiologis) di dalam suatu umat yang menghendaki kebangkitan, yang muncul secara alami. Inilah penjelasannya. Umat merupakan satu tubuh yang tidak terpisah-pisahkan, maka umat dalam bentuk utuhnya adalah seperti manusia. Sebagaimana manusia, apabila ia sakit parah -yang hampir membawanya kepada kematian-- kemudian mulai berangsur-angsur sembuh, maka kesembuhan itu menjalar ke seluruh tubuhnya menyeluruh.

Demikian pula umat

yang mengalami kemunduran, mereka bagaikan orang yang sakit, apabila kesembuhan

AT TAKATTUL AL HIZBIY 9

itu mulai menyebar di dalamnya maka kesembuhan itu menyebar ke seluruh tubuh umat, karena umat merupakan satu kelompok manusia yang satu. Kehidupan bagi umat adalah fikrah yang disertai thariqah untuk menerapkan fikrah. Dari gabungan keduanya, fikrah dan thariqah, terciptalah mabda', yakni mabda' Islam. Semata-mata

adanya

mabda

di

tengah

umat

tidaklah

cukup

untuk

membangkitkan kehidupan dalam umat. Tetapi tertunjukinya mereka pada mabda', dan ditempatkannya mabda' dalam aktivitas kehidupan merekalah yang menjadikan umat itu hidup.

Sebab, kadangkala mabda' telah ada di kalangan umat dalam warisan tasyri'

(perundang-undangan), tsaqofah, dan sejarah tetapi mereka mengabaikan penggabungan antara keduanya.

Dalam situasi seperti ini, semata-mata adanya fikrah dan

thariqah, tak akan menciptakan kebangkitan. Kehidupan goncangan

yang

kebersamaan.

biasanya hebat

akan

dalam

menjalar

pada

umat

masyarakat,

yang

mengakibatkan

tatkala

umat

mengalami

timbulnya

rasa

Rasa kebersamaan ini akan membuat mereka berfikir, menghasilkan

berbagai premis sebagai hasil dari pencarian sebab musabab goncangan tersebut, serta cara-cara yang dekat dan jauh untuk membebaskan diri dari goncangan itu.

Premis ini

disertai dengan berbagai analisanya, secara alami akan menghasilkan sebuah kesimpulan benar.

Pemikiran semacam ini terus dihubungkan dengan logikanya (alur berfikirnya)

yang alami atau dengan premis-premisnya yang disertai dengan penjelasannya. Dengan kesinambungan pengkaitan tersebut akan memperluas aktivitas pemikiran tersebut, sehingga mencakup masa lalu, saat ini dan masa depan umat, sejarah bangsa-bangsa dan umat lain, peristiwa-peristiwa yang terjadi, berbagai pemikiran bangsa-bangsa dan caracara kebangkitan mereka, dengan berbagai perbandingan dan mempertimbangkan. Dalam situasi seperti ini akal mendapatkan petunjuk ke mabda' Islam , yaitu fikrah dan thariqahnya,

kemudian

mantiqiyahnya kesimpulannya.

jelas

memahami kebenarannya

dan dan

mengimaninya, kelayakannya

setelah

premis-premis

(kewenangannya)

dan

Tertunjukinya masyarakat pada mabda' terjadi secara masal dalam

jam'ah, karena perasaan/hati nurani mereka membawa ke arah kesimpulan semacam ini. Hanya saja, sekalipun rasa kebersamaan ini satu dan menyeluruh dalam jama'ah antara individu-individunya, tetapi intensitasnya berbeda pada masing-masing orang, sesuai dengan kemampuan yang diberi Allah kepadanya, sesuai kesiapan maksimal yang mereka punyai.

Oleh karena itu tertunjukinya mereka kepada fikrah itu masih tetap

tersembunyi sampai pengaruh itu terakumulasi pada dirinya. Pada awalnya pengaruh itu tertanam pada orang-orang yang mempunyai perasaan yang lebih tajam dan tinggi, yang membangunkan mereka, memberi inspirasi pada mereka dan membangkitkan gerak mereka.

Maka harga-harga diri (kehidupan) pertama-tama muncul pada orang-orang

semacam ini. Pada mereka yang mempunyai perasaan yang lebih tajam ini tertanam perasaan kejama'ahan yang kuat, terintegrasi fikrah. Maka mereka akan bergerak dengan penuh kesadaran dan pemahaman.

Mereka merupakan mutiara-mutiara umat dan kelompok

yang sadar dalam umat. Dan tatkala menyatunya mabda' pada pribadi, ia tidak mampu untuk tetap tersimpan tapi akan mendorong mereka untuk menda'wahkan mabda' tersebut.

Maka

jadilah kegiatan mereka berinteraksi dengannya sesuai dengan manhajnya dan terikat dengan batasannya, dan jadilah keberadaan mereka demi mabda' dan demi da'wah pada mabda' dan melakukan tugas-tugasnya.

Da'wah semacam ini bertujuan agar manusia

meyakini terhadap mabda' tersebut yang merupakan satu-satunya mabda' bukan yang lain.

Serta bertujuan mewujudkan kesadaran umum melalui mabda', maka berubahlah

halaqoh pertama menjadi suatu kutlah lalu berubah menjadi hizb mabda' ini yang akan tumbuh secara wajar dalam dua aspek, yang pertama perbanyakan benih-benih dengan pembentukan benih-benih lain yang meyakini mabda' atas dasar kesadaran dan pemahaman yang sempurna; kedua pembentukan kesadaran umum melalui mabda' di tengah umat secara keseluruhan dan dari kesadaran umum ini terbentuk berdasarkan

AT TAKATTUL AL HIZBIY 10

mabda' tadi penyatuan pemikiran dan pendapat, keyakinan di tengah umat dengan penyatuan secara berlebih walau bukan merupakan penyatuan secara aklamasi. Dengan demikian tujuan umat, aqidah

umat dan pandangan hidup umat

menjadi satu. Dengan cara inilah hizb melebur umat, membersihkannya dari kotoran dan kerusakan yang menyebabkan kemundurannya atau membersihkannya dari kotorankotoran dan kerusakan-kerusakan yang muncul di tengah-tengah umat ketika umat mengalami kemunduran.

Proses peleburan inilah yang dilakukan hizb yang akan

menciptaan kebangkitan. Ini merupakan suatu pekerjaan berat. Oleh karena itu tak akan mampu melakukannya kecuali sebuah partai yang ia hidup karena fikrah-fikrahnya, menjadikan kehidupannya berdiri di atas fikrah itu, dan mengetahui serta memahami setiap langkah yang harus ditempuhnya. Itu adalah karena rasa kebersamaan yang membawa kepada sebuah pemikiran hizb, mendorong untuk menyampaikan pemikiran itu ke tengah umat di antara berbagai pemikiran lainnya.

Ia menjadi sebuah pemikiran di antara banyak pemikiran yang ada

dalam umat. Pada awalnya ia merupakan sebuah pemikiran yang paling lemah, karena ia baru saja lahir, baru eksis, belum tertancap kuat di tengah-tengah umat, ia belum mendapatkan suasana yang cocok baginya. pemikiran yang

Tetapi karena ia merupakan sebuah

dihasilkan dari sebuah mantiq alihsas (logika perasaan) yakni sebuah

pemahaman yang dihasilkan dari pemikiran yang berdasarkan pada pengamatan fakta yang jeli, yang didorong oleh perasaan yang paling dalam, maka ia bisa menciptakan ihsasul fikriy yakni perasaan yang jelas dan benar yang dihasilkan oleh pemikiran yang mendalam. Maka secara otomatis ihsasul fikriy itu akan membersihkan orang-orang yang disentuhnya, membentuk menjadi orang yang ikhlas, sampai-sampai, sekalipun ia tidak ingin ikhlas, ia tidak mampu untuk tidak ikhlas. Pemikiran ini, aqidah dan tsaqofahnya, menyatu pada si mukhlis (pada orang yang ikhlas) ini, membangkitkan sebuah revolusi yang memakar dirinya. Revolusi semacam ini tidak lain merupakan sebuah ledakan api setelah adanya pembakaran dalam perasaan dan pemikiran yang akan menyebarluaskan da'wah, api, keinginan dan semangat, dan kejujuran dalam dak'wah, dalam waktu yang sama juga meluaskan logika perasaan dan pemikiran yang mendalam itu yang menjadi api yang membakar kerusakan dan cahaya yang menerangi jalan perbaikan.

Dengan ini,

posisi da'wah dalam pergulatan dengan pemikiran-pemikiran yang rusak, aqidah yang bobrok/lapuk, tradisi-tradisi yang menghambat kemajuan. Pemikiran, aqidah dan adat itu berusaha

mempertahankan

dirinya

akan

tetapi

berbenturan dengan mabda baru yang makin kuat.

mempertahankannya

diri

berarti

Dan hal ini tak akan berlangsung

kecuali dalam waktu yang singkat. Semua pemikiran aqidah dan tradisi itu akan musnah dan tinggallah mabda Hizb satu-satunya dalam umat, yaitu fikrah hizb menjadi fikrah umat dan aqidah hizb adalah aqidah umat. Apabila Hizb telah menyatukan pemikiran, kebiasaan-kebiasaan dan pendapatpendapat, berarti hizb telah menciptakan persatuan umat luar dalam, meleburnya dengan Islam, dan membersihkan dari kotoran, maka jadilah umat yang satu. Dengan demikian lahirlah persatuan yang benar. Kemudian

mulailah

hizb

memasuki

tahap

kedua,

yaitu

memimpin

umat

melakukan aktivitas perbaikan yang revolusioner untuk membangkitkan umat, dan kemudian bersama-sama dengan umat mengemban risalah Islam kepada berbagai bangsa dan umat lain untuk melaksanakan kewajibannya pada kemanusiaan. Kelompok

kepartaian

seperti

ini

merupakan

harokah

jamaiyah

berkelompok), dan ini tidak mungkin kecuali dengan cara gerakan berkelompok.

(gerakan Sebab,

kutlah atau kelompok yang benar bukanlah merupakan gerakan individual. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi aktivis partai-partai Islam di negeri-negeri Islam, untuk membahas gerakan berkelompok ini secara teliti dan memahami secara mendalam. Pemahaman terhadap Harokah Jamaiyah yang mempunyai pengaruh kuat pada masanya menunjukkan pada kita bahwa Harokah tersebut tidak lahir ketika kesenangan gampang

dicapai,hak-hak

alami

manusia

terpenuhi,

kesejahteraan

AT TAKATTUL AL HIZBIY 11

tercapai

dan

kecukupan kebutuhan-kebutuhan pribadi dijadikan tolok ukur pentingnya sesuatu hal dalam kehidupan rakyat. Pemahaman akan pemikiran semacam ini memungkinkan kita mengukur setiap Harokah Jamaiyah dengan neraca yang sama, lingkungan masa lampau di

dengan mengkaji

mana gerakan tersebut hidup, situasi yang mempengaruhi

dan dipengaruhinya, dan sejauh mana kegiatan para individu yang telah terbuka hatinya itu,

yakni

para

aktivis

Harokah

dalam

melakukan

aktivitasnya,

memudahkan

kepentingannya dan dalam mengatasi hal-hal yang menghambat keberhasilannya atau menghambat laju gerakannya. Keberhasilan Harokah diukur dengan kemampuannya untuk membangkitkan rasa ketidakpuasan (kemarahan) pada rakyat, dan mendorong mereka untuk menampakkan ketidaksenangan/kemarahan itu setiap kali menemukan penguasa atau sistem yang berkuasa,

menyinggung

mabda,

mempermainkannya

sesuai

dengan

kepentingan

penguasa dan hawa nafsunya. Untuk memahami gerakan berkelompok ini kita harus mempelajair kehidupan dalam masyarakat dan mengetahui hubungan umat dengan para penguasanya, hubungan penguasa-penguasa itu dengan umat, dan sikap mereka masing-masing (umat dan penguasa) dan hakekatnya yang benar dalam pandangan Islam, pendapat dan pemikiran, hukum-hukum

yang

mereka

propagandakan,

ukuran-ukuran

yang

dipakai

oleh

masyarakat, perubahan, pergantian, dan ijtihad apa yang ditawarkan oleh pendapatpendapat, pemikiran-pemikiran dan ijtihad itu pada masyarakat. Perlu juga diketahui hakekat ijtihad itu

dalam masalah furu' dan ushul, apakah diakui Islam atau tidak.

Begitu pula kita harus memahami dengan meneliti keadaan nafsiyah (kejiwaan) pada umat dan mengetahui pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran serta hukum-hukum Islam yang hilang dalam kehidupan dunia di mana mereka hidup, di mana sistem kehidupan lain, sistem pemerintahan lain dipaksakan atas mereka dengan pedang, makar dan uang. Demikian pula untuk memahami harokah kita harus mengetahui kecenderungan umat secara umum, pandangan umat terhadap berbagai sistem yang diterapkan terhadap mereka, yang mengakibatkan punahnya Islam, yang akan menjerumuskan mereka ke lembah kesengsaraan dan kegundahan. Juga kita perlu mengetahui kecenderungan para pemikir di kalangan umat dan sejauh mana keterlibatan mereka dengan sistem yamg rusak

yang

diterapkan

atas

mereka,

apakah

sistem

itu

membangkitkan

rasa

jengkel/kebencian mereka atau tidak, dan mengetahui sejauh mana terpengaruhnya mereka oleh rayuan dan ancaman, dan sejauh mana mereka terseret oleh rayuan tersebut atau ketundukannya terhadap ancaman itu. Lalu mengenal kelompok kepartaian itu sendiri dan meyakinkan diri bahwa kutlah tersebut mempunyai perasaan (daya tanggap)

yang peka, pemikiran yang mendalam,

dan orang-orang yang ikhlas, dan bahwa semua kejadian yang trjadi di masyarakat tidak melemahkan keimanannya terhadap Islam serta syari'atnya, dan bahwa semua rayuan dan ancaman dan penakut-nakutan, ujian dan cobaan sedikitpun tidak mempengaruhinya. Lalu meyakinkan diri bahwa kutlah tersebut selalu menjaga nilai-nilainya sendiri dengan sempurna. Juga perlu dipastikan bahwa wilayah keimanannya aman, kebutuhan mereka akan

pemikiran-pemikiran

Islam

yang

mendalam

terpenuhi,

apakah

mereka

memperhatikan kepentingan umum, apakah mereka punya rasa tanggung

jawab

sempurna, yaitu dengan menempatkan mabda dalam benteng yang kokoh terhadap ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan intimidasi penguasa. Kemudian dipastikan pula bahwa golongan ini telah memantapkan tekadnya untuk memikul tanggung jawab, dengan memperhitungkan semua akibat, dan kesiapannya untuk memikul tanggung jawab itu. Pengkajian terhadap berbagai harokah jamaiyah ini, sejarah dan faktanya, akan membawa kita mengetahui hakekat perjalanan Hizb mabda'iy (sebuah partai politik berbasis ideologi), apakah harokah tersebut memenuhi syarat sebagai

AT TAKATTUL AL HIZBIY 12

gerakan

berkelompok , dan berjalan dengan thariqahnya yang alami, sehingga jika terdapat di dalammya kesalahan atau ternyata berdasarkan pengkajian menunjukkan keharusan perubahan dalam struktur keorganisasian, atau luwes dalam bergerak; atau keras dalam interaksinya, maka gerakan itu akan memakai suatu uslub atau cara yang menjamin pelaksanaan tugasnya yakni membangkitkan umat, untuk menjadikan umat ini sebagai pengemban risalah terhadap semua bangsa dan umat lainnya. Proses pembentukan sebuah partai politik agar ia menjadi sebuah kelompok politik yang benar haruslah mengikuti petunjuk di bawah ini. 1. Mendapat petunjuk untuk memahami mabda. Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir yang baik dan perasaan yang tajam akan mendapat petunjuk untuk memahami mabda'. Maka ia berinteraksi dengan mabda' dan mabda' itu menjadi sangat jelas baginya sampai mabda' itu mengkristal di dalam dirinya. Pada saat itulah muncul benih pertama dari partai itu. Tidak berapa lama kemudian benih tersebut lambat laun semakin banyak. Kemudian muncul orang-orang lain, mereka bergabung membentuk benih-benih atau semacam jaringan yang satu sama lain berhubungan berdasarkan mabda itu. Maka pada saat itu terbentuklah halaqoh 'ula (halaqah pertama) dari kelompok kepartaian ini. dan halaqah 'ula ini merupakan qiyadatul Hizb (pimpinan hizb). Mabda merupakan satu-satunya sumbu putar keorganisasian kelompok ini, dan juga merupakan satu-satunya kekuatan yang menarik mereka untuk berkumpul di sekitar mabda' itu. 2.

Anggota Halaqoh 'Ula ini biasanya berjumlah sedikit dan geraknya lamban pada

mulanya karena meskipun ia mengungkapkan perasaan masyarakat tempat hidupnya , akan tetapi slogan-slogan dan pemahaman yang disampaikannya, sering kali berlawanan dengan apa yang biasa didengar masyarakat.

Kelompok ini mempunyai pemahaman-

pemahaman baru yang berlawanan dengan pemahaman-pemahaman masyarakat awam, sekalipun

slogan-slogan

dan

makna-makna

merupakan

ungkapan

dari

perasaan

masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu halaqoh 'Ula tersebut seakan-akan terasing dari masyarakat dan tidak akan bergabung ke dalamnya kecuali orang-orang yang mempunyai perasaan (nurani) yang kuat (tajam) sampai pada suatu batas tertentu di mana tercipta kecenderungan seseorang untuk tertarikan pada magnet mabda' yang telah menyatu pada halaqoh 'Ula tersebut. 3.

Biasanya pemikiran Halaqah 'Ula tersebut mendalam, metode kebangkitannya

mendasar, atau bermula dari aspek yang mendasar. Oleh sebab itu halaqah "ula tersebut terangkat dari keadaan yang buruk di mana umat hidup, dia "terbang" di alam (suasana) yang lebih tinggi. Dia bisa melihat realita masa depan yang harus dicapai oleh umat atau mampu melihat kehidupan baru di mana umat harus mampu diubah ke arah keadaan tersebut, sebagaimana ia juga melihat jalan yang harus dilewatinya dalam mengubah realita tersebut. Oleh sebab itu ia mampu melihat sesuatu (yang tersembunyi) di balik dinding/tabir pada saat kebanyakan orang hanya melihat kulit luarnya saja.

Karena

masyarakat yang ada terikat dengan keadaan buruk yang ia juga hidup di dalamnya, ia sulit untuk "terbang", dan sulit pula baginya untuk merubah realita itu secara benar. Sebab, masyarakat yang terbelakang pemikirannya dangkal, mereka hanya menilai sesuatu pada fakta apa adanya saja, kemudian mengkiaskan segala sesuatu dengan fakta tersebut dengan cara pukul rata dan keliru. Mereka mengatur diri mereka sesuai dengan hasil

pengkiasan tersebut

yang

mereka

lakukan

itu.

Oleh

karena

itu

mereka

menempatkan manfaat yang mereka inginkan beredar bersama dengan standar yang mereka ukur dengan fakta itu. Adapun halaqah 'ula, pemikirannya tidaklah dangkal lagi, mereka sudah mendekati batas kesempurnaan. Mereka menjadikan realita sebagai objek pikiran, untuk diubah sesuai dengan mabda', tidak menjadikan realita sebagai sumber pemikiran dengan mencocokkan mabda dan kenyataan.

Oleh sebab itu mereka berusaha mengubah

keadaan itu, membentuk serta mendudukkannya sesuai dngan kehendak mereka agar keadaan

itu

menjadi

sesuai

dengan

mabda'

yang

mereka

yakini,

bukan

menyesuaikan/mencocok-cocokkan mabda' dengan keadaan itu. Oleh sebab itu terdapat perbedaan pemahaman yang tajam antara halaqah 'ula dengan masyarakat daalam pandangan mereka mengenai kehidupan.

Di sinilah dibutuhkan pendekatan terhadap

AT TAKATTUL AL HIZBIY 13

masyarakat. 4.

Pemikiran halaqah 'ula (al qiyadah) bertumpu pada suatu kaidah yang tetap,

yaitu bahwa fikrah harus berkaitan dengan aktivitas (amal) dan bahwa pemikiran dan amal haruslah sesuai dngan tujuan yang ingin dicapai.

Oleh sebab itu, dengan

menyatukan mabda di dalam diri mereka dan dengan bersandarnya mereka pada suatu kaidah, menciptakan suatu suasana keimanan yang tetap.

Hal ini membantu mereka

dalam menundukkan dan mengubah keadaan atau realita.

Sebab pemikiran tersebut

tidak terbentuk dari realita, bahkan keadaan itu sendirilah yang kemudian terbentuk sesuai dengan kehendak mereka. Berlainan dengan masyarakat terbelakang, masyarakat terbelakang tidak mempunyai dasar berfikir, karena mereka tidak mengetahui tujuan mereka berfikir dan beramal. Tujuan-tujuan individu pada masyarakat seperti ini bersifat sementara dan sangat indiviualis. keimanan.

Oleh sebab itu tidak ditemukan adanya suasana

Mereka dikuasai oleh keadaan, bukan membentuk keadaan sesuai dengan

kehendak mereka.

Oleh sebab itu akan terjadi benturan-benturan antara halaqah 'ula

dengan masyarakat pada awal mereka saling berinteraksi. 5.

Dan karena kewajiban halaqoh al-hizbiy al-ula ( al-qiyadah ) menciptakan

suasana keimanan yang mengharuskan mereka mengikuti metode berpikir tertentu, maka ia haruslah melakukan gerakan terarah, untuk mengembangkan dirinya secara cepat, untuk memurnikan suasana iman dengan sempurna sehingga ia mampu membangun tubuh

partainya

dengan

baik,

secepat

kilat

dan

agar

mampu

berubah

dengan

perkembangan yang cepat, dari "halaqoh hizbiyah" ke "qutlah hizbiyah" (kelompok kepartaian), untuk kemudian menjadi sebuah partai sempurna, yang mewajibkan dirinya terjun ke masyarakat untuk menjadi subyek di dalamnya, bukan obyek/kelompok yang terpengaruh oleh keadaan masyarakat. 6.

Gerakan-gerakan

terarah

tersebut

terbentuk

dengan

mempelajari

secara

sungguh-sungguh keadaan masyarakat, orang-orangnya dan suasananya, dan waspada agar wadah hizb tak disusupi oleh unsur yang merusak, dan agar tak terjadi kesalahankesalahan dalam menyusun struktur hizb, yang kelompok itu terukur dengan cara demikian sehingga ia tidak tergelincir pada pandangan selain pandangannya yang benar dan agar ia tidak hancur dari dalam. 7.

Aqidah yang mendalam

dan teguh, serta tsaqofah hizbiyah yang mendalam

adalah pengikat antara anggota partai (Hizb), dan tsaqafah kepartaian yang mendalam menjadi

pengikat

bagi

para

anggota

hizb

dan

menjadi

undang-undang

yang

mengendalikan jamaah hizb, bukan undang-undang administrasi yang hanya tertulis di dalam kertas.

Cara memperkuat aqidah dan memperdalam tsaqofah dilakukan dengan

belajar dan berfikir.

Sehingga akal mereka terbentuk secara khas, dan menciptakan

pikiran yang berhubungan dengan perasaan.

Suasana keimanan haruslah menyelimuti

hizb secara keseluruhan, sehingga pemersatu Hizb adalah dua hal, yaitu hati dan aqal. Oleh sebab itu iman terhadap mabda haruslah ada, sehingga ia bisa menjadi pemersatu pada individu-individu anggota hizb.

Kemudian anggota hizb harus mempelajari mabda

secara mendalam, menghapalkannya, mendiskusikannya dan memahaminya, sehingga pengikat yang kedua adalah aqal.

Dengan demikian Hizb telah mempersiapkan dirinya

dengan benar dan mempunyai ikatan yang kuat

yang memungkinkannya selalu tetap

kokoh menghadapi setiap goncangan. 8.

Qiyadah al Hizb ( halaqoh ula') bagaikan mesin pabrik dari satu sisi, tetapi

berbeda dari sisi lain. Perumpamannya sebagai berikut: Mesin yaang digerakkan gas umpamanya, mempunyai energi panas yang dihasilkan percikan busi, api dan bensin dalam tempat pembakaran. Energi panas ini menghasilkan

AT TAKATTUL AL HIZBIY 14

tekanan

gas.

Tekanan

ini

mendorong

menggerakkan seluruh peralatan mesin.

piston

yang

menggerakkan

mesin,

dan

Atas dasar ini keberadaan busi, bensin dan

putaran mesin merupakan asal usul pergerakan motor. Sebab, adanya tiga hal itu untuk menghasilkan energi panas yang akan menghasilkan tekanan dan menggerakkan motor. Apabila putaran mesin berhenti maka berhenti pulalah gerakan alat-alat yang lain. Tekanan menggerakkan bagian lain dari mesin. Dengan demikian adanya busi, bensin dan gerakan motor menghasilkan perputaran mesin dan pergerakan. Seperti itulah qiyadatul hizb (halaqoh ula').

Fikrohnya bagaikan busi, perasaan para anggotanya yang penuh

kesadaran bagaikan bensin, dan manusia yang perasaannya terpengaruh oleh fikroh adalah gerakan motor.

Atas dasar ini apabila fikroh berhubungan dengan perasaan

manusia akan melahirkan energi panas, yang mengerakkan qiyadah untuk bergerak. Gerakan qiyadah tersebut kemudian menggerakkan bagian lain dari hizb (partai), baik individu-individu maupun halaqoh-halaqoh, lajnah Mahalliyah dan lainnya.

Semuanya

terpengaruh oleh panasnya.

Maka bergeraklah semuanya dan berputarlah semuanya

seperti berputarnya mesin.

Di sini mulailah perjalanan hizb sebagai sebuah gerakan

berkembang dengan bentuknya sendiri. Atas dasar ini energi panas dari al qiyadah harus disalurkan ke selurh bagian hizb, sehingga seluruh bagian itu bergerak, sebagaimana gerakan mesin menggerakkan seluruh bagian motor. Inilah sisi kemiripan antara mesin motor dan qiyadah Hizb.

Oleh sebab itu, para pemimpin partai tersebut haruslah

memperhatikan aspek ini, dan agar mereka menyalurkan hubungan dan gerakan mereka dengan bagian lain Hizb, supaya panas qiyadah dapat mempengaruhi semua anggotanya. Jika ia telah berhubungan beberapa kali, dan melihat bahwa sebagian anggota dan lajnah tidak bergerak kecuali jika digerakkan maka janganlah ia putus asa. Dan ia harus tahu bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar, karena alat-alat tak akan berputar kecuali jika motor atau mesinnya berputar dan panas tersalur darinya. Hanya saja al qiyadah (halaqotul ula al hizbiyah), pergerakan harakah tidaklah otomatis akan menggerakkan hizb secara keseluruhan sebagaiman gerakan piston menggerakkan bagian lain dari mesin pabrik.

Tetapi gerakannya hanya mirip gerakan

mesin pabrik pada awal gerakannya saja, adapun setelah itu, gerakannya tidaklah demikian. Di sinilah beda antara "alqiyadah" dengan mesin pabrik. Mesin pabrik selalu secara otomatis menggerakkan bagian lain dari alat-alat pabrik itu, sedangkan al qiyadah adalah mesin sosial bukan mesin pabrik. Anggota-anggota, halaqoh-halaqoh, dan lajnah mahalliyah adalah manusia, bukan besi.

Mereka manusia hidup dan terpengaruh oleh

panasnya "al qiyadah", yaitu bahwa mereka terpengaruh oleh panasnya qiyadah atau dipengaruhi oleh panasnya mabda yang telah menyatu dalam "al qiyadah" (halaqoh ula al hizb).

Oleh sebab itu, setelah mereka memahami fikroh dan berhubungan dengan

panasnya qiyadah partai, mereka menjadi bagian dari motor partai.

Pada saat itulah

semata-mata gerakan al qiyaadah saja, karena ada energi panas, mampu membangkitkan gerakan seluruh bagian partai secara alami. Sebab, ia adalah motor sosial, gerakannya menjadi pemikiran yang menyebar luas ke seluruh partai.

Pada saat itu bukan hanya

qiyadah yang menggerakkan motor, tetapi dengan perkembangan dan sempurnanya pembentukan hizb, seluruh bagian dalam hizb menjadi penggerak motor. Atas dasar ini perjalanan hizb tak membutuhkan gerakan qiyadah, juga tidak membutuhkan penyaluran panas darinya, tetapi mabda' pada anggota hizb, halaqoh-halaqoh, dan lajnah-lajnah mahaliyah berjalan secara otomatis tanpa membutuhkan dorongan qiyadah.

Sebab,

panas seluruh bagian hizb, bersumber dari mabda' dan dari setiap pemikiran yang telah menyebar dikalangan al hizb, dan berhubungan dengan seluruh bagian ini secara alami. 9.

Partai ideologis berjalan dalam tiga marhalah, sampai mabdanya diterapkan di

tengah masyarakatnya. Pertama: marhalah belajar dan mengajar untuk mendapatkan tsaqofah alhizbiyah (tsaqafah kepartaian). Kedua: marhalah tafa'ul (interaksi) dengan masyarakat, tempat hidupnya sampai

AT TAKATTUL AL HIZBIY 15

mabdanya menjadi 'urf 'am (kebiasaan umum) sebgai hasil dari pemahaman masyarakat akan mabda dan masyarakat menganggap bahwa mabda hizb adalah mabda mereka, sehingga mereka mau membelanya bersama-sama.

Pada marhalah ini mulai terjadi

pergolakan antara umat dan orang-orang yang menghalangi diterapkannya mabda yaitu para penjajah dan orang-orang yang mereka temapatkan di depan mereka seperti kelompok-kelompok penguasa, orang-orang zolim, dan pengikut-pengikut tsaqafah asing, karena mereka telah menganggap bahwa mabda Islam adalah mabda mereka dan hizb adalah pemimpin mereka. Ketiga : marhalah pengambil-alihan pucuk pemerintahan (kekuasan) melalui umat secara menyeluruh, untuk menjadikan pemerintahan itu sebagai metode untuk menerapkan mabda atas ummat. Dari marhalah ini hizb mulai melakukan aspek amaliyah dalam medan kehidupan, dan aspek dakwah mabda menjadi kerja utama bagi negara dan hizb, karena mabda adalah risalah yang diemban oleh ummat dan daulah (negara). 10.

Adapun marhalah awal merupakan marhalah pembentukan pondasi gerakan, itu

dilakukan dengan suatu anggapan seluruh individu-individu ummat kosong kebudayan/ tsaqofah apapun.

Pada marhalah ini hizb mulai mendidik/membina orang-orang yang

mau menjadi anggotanya dengan tsaqofahnya, dan mengganggap bahwa masyarakat adalah sekolah hizb, sehingga dalam waktu singkat mampu mencetak sekelompok orang yang mampu berhubungan dengan jamaah umat untuk berinteraksi dengannya. Namun demikian perlu diketahui bahwa pembinaan ini bukanlah ta'lim, dan bahwa ia berbeda dengan sekolah secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pembinaan dalam halaqoh-halaqoh tersebut haruslah berjalan dengan suatu anggapan bahwa mabda Islam adalah gurunya, dan bahwa ilmu dan tsaqofah yang didapatkan di halaqoh terbatas pada mabda saja, dan ilmu yang diperlukan untuk mengarungi medan kehidupan, dan bahwa ilmu dituntut untuk diamalkan secara langsung dalam medan kehidupan. Oleh sebab itu pembinaan itu haruslah bersifat amaliyah, yaitu bahwa tsaqofah dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan.

Segala sesuatu yang mendinding otak dan

aspek amaliyah haruslah disingkirkan, sehingga tsaqofatul hizbiyah tidak mengarah ke pendidikan tsaqafah sekolahan bersifat ilmu (dimana orang menuntut ilmu semata-mata demi ilmu). 11.

Hizb adalah kelompok yang berdiri atas fikroh dan thoriqoh, yaitu atas mabda

yang diimani oleh setiap anggotanya.

Hizb juga mengontrol pemikiran

dan perasan

masyarakat untuk digerakkan dalam sebuah gerakan yang terus meningkat (kualitas dan kuantitasnya). Hizb juga berusaha menghalangi munculnya pertentangan (ketidak selarasan) antara pemikiran dan perasan masyarakat. dididiknya

umat,

mengeluarkannya

(dari

Hizb adalah sekolah umat yang

kebodohan),

dan

mendorongnya

untuk

mengarungi medan kehidupan internasional. Dia adalah sekolah yang hakiki, yang tidak bisa ditandingi oleh sekolah-sekolah lain walaupun jumlah sekolah-skolah tersebut banyak, punya murid melimpah dan mencakup berbagai bidang ilmu. Hanya saja ada perbaedan antara hizb dan sekolah yang perlu diketahui. Perbedaan tersebut secara jelas terdapat pada beberapa poin : 1. Bahwa sekolah, sekalipun kurikulumnya benar, tidak bisa menjamin kebangkitan umat tanpa adanya suatu partai di daerah itu --yang menganggap masyarakat sebagai sekolahnya-- yang berjuang di tengah masyarakat. Sebab, sekolah pada dasarnya sekalipun mampu membangkitkan "panas" murid-muridnya, mesti mempunyai sifat rutinitas, menyebabkannya berdiri atas suatu bentuk khusus. Sekolah berdiri dengan bentuk khusus, mempunyai sifat khusus, dengan demikian ia kehilangan kemampuan membentuk suatu kenyataan sesuai dengan keinginannya, ia dibentuk oleh keadaan. Jika ia diinginkan mempunyai suatu bentukan khas, ia membutuhkan suatu kegiatan tertentu, waktu tertentu, sampai terjadi suatu ciri khas. Persiapannya berdiri atas suatu dasar yang tetap yang tidak punya bentukan khusus. 2.

Jika partai mempunyai rencana tertentu yang benar, ia mempunyai beberapa ciri

sebagai berikut: a.

hidup, yaitu pertumbuhan

AT TAKATTUL AL HIZBIY 16

b.

berkembang, ia berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain

c.

bergerak, ia bergerak dalam setiap aspek kehidupan masyarakat dan pada

kawasan negeri d.

kepekaan, ia bisa melihat dan merasakan setiap apa yang terjadi dalam

masyarakat dan berpengaruh dalam masyarakat itu. Persiapannya dirancang atas dasar bahwa ia bertugas membentuk kehidupan dan perasaan dalam masyarakat. Pada partai semacam ini selalu terjadi perkembangan dan perubahan yang kontinu. Dia tidak berjalan atas suatu metode rutin, karena ia berjalan bersama kehidupan dan membentuk kehidupan itu dengan suasana keimanannya, merubah realita dan membentuknya sesuai dengan tuntutan ideologi. 3. Sekolah mendidik seseorang, mencerdaskannya, serta memberinya ilmu dengan memandang bahwa ia seorang individu.

Sekolah, sekalipun berbentuk suatu komunitas

kecil, dari sifat ta'lim sifatnya individual.

Oleh sebab itu, hasilnya juga individual tidak

bersifat komunitas. suatu kota, misalnya mempunyai penduduk 10 ribu orang, di dalamnya terdapat sekolah yang mendidik ribuan siswa.

Maka sekolah tersebut tak

mampu mencetuskan sebuah kebangkitan yang bersifat jamaah di dalam kota tersebut. 4.

partai mendidik dan membina jamaahnya sebagai sebuah jamaah, tanpa

memandang individunya, dan tidak memandang individu-individunya sebagai individuindividu tertentu, tetapi ia memandang individu-individunya sebagai bagian dari jamaah. Maka ia mendidik mereka secara jamaah untuk memperbaiki bagian-bagian jamaah, bukan atas keindividualan mereka. individual (orang perorang).

Oleh sebab itu hasilnya bersifat jamaah, bukan

Jika kita misalkan sebuah komunitas di suatu wilayah

berpenduduk satu juta orang dan di sana terdapat anggota partai 100 orang, maka dia mampu mencetuskan sebuah kebangkitan sedangkan sekolah-sekolah tidak dapat berbuat serupa sekalipun dengan menggerakkan segenap kesungguhan dan dalam waktu yang lama dan telah menelorkan banyak alumnus. 5.

Sekolah mempersiapkan individu supaya berpengaruh dalam komunitas tempat

hidupnya.

Individu tersebut tak akan berpengaruh kecuali secara parsial (hanya pada

bidang ilmunya). Sebab ia hanya menguasai bagian tertentu dari kebutuhan masyarakat, yang sedikit pengaruhnya dalam membangkitkan pemikiran. 6.

partai mempersiapkan komunitas untuk mempengaruhi individu.

Jamaah

mampu berpengaruh secara menyeluruh, karena perasannya kuat, waspada dan mampu membangun pemikiran. Oleh karena itu pengaruhnya terhadap individu-individunya kuat, dan dia mampu membangkitkan mereka dengan sedikit usaha dalam waktu lebih singkat, sebab yang membangkitkan pemikiran itu adalah perasan dan interaksi keduanya melahirkan kebangkitan. 7.

Dari keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan 3 perbedan antara partai

dan sekolah, yaitu; a.

Sekolah bersifat rutin tak mampu membentuk masyarakat , sementara partai

berkembang

tidak

menjalani

suatu

(mekanisme)

rutin,

dan

mampu

membentuk

masyarakat dengan suasana keimanannya. b.

Sekolah mendidik sesorang supaya berpengaruh di tengah jamaah, maka

hasilnya bersifat individual. Sementara partai mendidik jamaah untuk mempengaruhi individu-individu sehingga hasilnya bersifat jamaah. c.

Sekolah mempersiapkan perasan pada individu, untuk mempengaruhi perasan

jamaah maka

ia tak mampu mempengaruhi jamaah dan membangkitkan pemikiran

jamaah. Sementara partai mempersiapkan seluruh segala sesuatu yang bersifat perasan dalam

jamaah

untuk

mempengaruhi

perasaan

individunya.

Maka

ia

mampu

mempengaruhi jamaah dan mampu pula membangkitkan pemikiran-pemikiran mereka secara sempurna. 12.

Pada

marhalah

ini

haruslah

tetap

disadari

bahwa

masyarakat

secara

keseluruhannya adalah sebuah sekolah besar bagi partai. Juga harus tetap disadari bahwa terdapat perbedaan yang besar antara sekolah dan partai dalam halaqoh tsaqofiyahnya (pembinaannya).

AT TAKATTUL AL HIZBIY 17

Adapun anggapan bahwa masyarakat adalah sekolah bagi partai, adalah karena pekerjan partai pada zaman fatroh ini adalah membangkitkan aqidah yang benar, dan membentuk pemahaman yang shohih. Hal ini tak akan terlaksana, kecuali dengan "Kerja sekolahan".

ideologi partai sebagai guru, dan tsaqafahnya sebagai materi-materi

pelajaran. ideologi dan tsaqafah ini menyatu dalam diri orang yang telah menyatu dengan ideologinya.

Mereka adalah Ustad masyarakat secara langsung, lajnah mahaliyah dan

halaqoh-halaqohnya adalah para staf pengajarnya serta masyarakat secara keseluruhan adalah sekolahnya. "Kerja sekolahan" menggharuskan anggota-anggota partai, yang mengabdopsi pemahaman-pemahaman partai, untuk mempelajari mafahim (pemahamanpemahaman) partai secara mendalam dan dengan pemahaman yang, mendiskusikan tsaqafah kepartainnya pada setiap kesempatan, dan berusaha menghafal dusturnya (UUD), hukum-hukum yang penting serta kaidah-kaidah umum yang telah dia adopsi. Semuanya membutuhkan cara belajar "sekolahan". Oleh sebab itu setiap orang yang menjadi anggota partai, haruslah mempunyai keinginan yang kuat dalam aspek ini tanpa memandang apakah ia sarjana atau hanya lulusan sekolah dasar atau ia hanya seseorang yang siap dididik. Setiap orang yang meremehkan tsaqafah partai siapapun orangnya, adalah tetap di luar lingkaran partai, sekalipun ia telah bergabung ke dalam partai. Karena hal ini bisa membahayakan struktur umum partai. partai harus menahan diri sejauh mungkin dari amal praktis sebelum ia mempunyai sejumlah orang yang terdidik dengan tsaqafah hizb. Karenanya marhalah ini disebut marhalah tsaqofiyah (perkaderan). Adapun perlunya disadari bahwa terdapat perbedaan antara tsaqafah partai dan tsaqafah

sekolah

adalah

agar

tsaqafah

tersebut

tidak

berubah

dari

tsaqafah

kepartaian/gerakan menjadi tsaqafah sekolah. Jika ini terjadi , maka partai akan kehilangan vitalitasnya. Oleh sebab itu harus dibikin suatu dinding tebal antara orang-orang yang bergabung ke dalam partai dan aspek-aspek ilmiah (belajar hanya sekedar untuk mendapatkan ilmu). Perlu juga diperhatikan bahwa tsaqafah hizbiyah (tsaqafah kepartaian)

adalah untuk

merubah mafahim (pemahaman), dan beramal dalam medan kehidupan, dan untuk memgemban qiyadah fikriyah Islamiyah pada umat. partai tidak boleh mendorong umat untuk belajar hanya demi aspek-aspek ilmiah (sekedar mendapatkan ilmu).

Jika ia

mempunyai kebutuhan yang bersifat keilmuan maka tempatnya adalah sekolah bukan partai. Dan adalah berbahaya jika tsaqafahnya dipelajari dari aspek keilmuan saja. Sebab ia akan mencabut vitalitas kerja dan akan menunda dilakukannya (Da'wah) marhalah kedua. 13.

Marhalah kedua adalah marhalah interaksi dengan umat, dan disertai dengan

pergolakan politik. Marhalah ini dianggap sebagai marhalah yang genting. Keberhasilan da'wah pada marhalah ini merupakan pertanda sehatnya pembentukan partai (partai). Kegagalan pada marhalah ini menunjukkan bahwa ada suatu yang kurang beres dan wajib diperbaiki. Ia dibangun atas marhalah sebelumnya. Keberhasilan pada marhalah pertama merupakan syarat utama untuk berhasil pada marhalah kedua. Hanya saja keberhasilan perkaderan pada marhalah pertama tidak menjamin keberhasilan pada marhalah kedua ini.

Keberhasilan

perkaderan/pembinaan

harus

diketahui

oleh

masyarakat,

yaitu

masyarakat tahu bahwa ada da'wah Islam di tengah-tengah mereka, dan mereka juga tahu

bahwa

anggota-anggota

partai

adalah

mengemban

da'wah,

dan

juga

kejamaahan sudah harus terbentuk pada waktu pembinaan di halaqoh-halaqoh,

ruh dan

anggota partai telah melakukan kontak dengan masyarakat tempat tinggal mereka, serta berusaha untuk mempengaruhi masyarakat , sehingga ketika pindah ke marhalah kedua masyarakat telah mempunyi persiapan kejamaahan. Dengan demikian akan memudahkan anggota-anggota partai berinteraksi dengan umat. 14.

Bahwa anggota-anggota partai tidak akan beralih dari marhalah perkaderan

(pembinaan) ke marhalah interaksi, kecuali setelah mereka menguasai tsaqafah partai

AT TAKATTUL AL HIZBIY 18

secara mendalam, suatu penguasan yang membentuk nafsyiah Islamiyah pada diri mereka, di mana nafsiyahnya

sudah berjalan seiring dengan aqalnya, sesuai dengan

sabda Rasulullah SAW. Artinya : Tidak beriman sesorang dari kamu, sampai hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (hukum Islam). Anggota-anggota partai juga tidak akan pindah ke tahap kedua kecuali setelah masyarakat tahu bahwa ia mengemban dakwah Islam, dan muyul jamaiyah (perasaan kejamaahan) telah kuat pada dirinya serta berbekas pada perbuatannya, yaitu dengan keberadannya dalam halaqoh dan interaksinya dengan masyarakat. Itu karena ia telah mencabut dari dirinya sifat uzlah (mengasingkan diri dari masyarakat). Karena uzlah itu merupakan campuran kepengecutan dan keputusasaan, maka ia harus dikikis habis dari individi-individu dan masyarakat. 15.

partai pindah dari marhalah pengkaderan/pembinaan ke marhalah interaksi

secara alami.

Ia tak akan mampu untuk pindah ke marhalah kedua sejak awal karena

pada marhalah awal (pembinaan)lah terjadi penyempurnaan nuqtotul ibtida (titik awal da'wah). Sebab, pada pengkaderanlah ideologi bisa menyatu dengan kader-kader partai dan masyarakat mengetahui adanya da'wah dan ideologi secara jelas.

Ketika ideologi

telah menyatu secara sempurna dalam diri kader-kader partai, yaitu peleburan ideologi ke dalam jiwa mereka dan masyarakat juga sudah merasakan kehadiran ideologi secara sempurna, maka da'wah telah melewati titik awal dan da'wah harus pindah ke nuqtotul intilaq (titik tolak). Sehingga ketika partai mulai menjalani nuqtatul intilaq, dia harus mulai menyeru umat. Untuk memulai seruannya dia wajib memulai dengan seruan secara tak langsung, kemudian jika ia berhasil dengan seruan semacam ini, dia berusaha untuk menyerunya secara langsung. murakkazah

Seruan-seruan tak langsung dilakukan dengan:

(pengkaderan

terpadu

dalam

halaqoh-halaqoh),

2.

1. tsaqafah

dengan

tsaqafah

jama'iyah (materi-materi umum) dimana saja ia mampu, 3. dan dengan membeberkan rencana-rencana penjajah, dan 4. menjelaskan kemaslahatan-kemaslahatan umat yang seharusnya mereka dapatkan. Jika partai berhasil dalam 4 hal tersebut di atas, dia harus berusaha menyeru umat (secara langsung), dan pindah ke nuqtatul intilaq (titik tolak) secara alami. Perpindahannya ke titik tolak inilah yang memindahkannya secara alami dari marhalah pertama yaitu marhalah pengkaderan ke marhalah kedua yaitu marhalah interaksi, dan menjadikannya berinteraksi dengan umat pada saatnya (yang tepat) secara alami. 16.

Bahwa interaksi dengan umat adalah penting untuk keberhasilan partai dalam

mencapai tujuannya. Karena sekalipun anggota partai banyak dalam masyarakat, tetapi jika tak berinteraksi dengan umat, mereka tak akan mampu berbuat sesuatu sekalipun mereka kuat, kecuali jika umat bersama mereka. Dan mereka tak akan mampu mengajak umat berbuat sesuatu, dan mendukung mereka kecuali jika mereka berinteraksi dengan umat.

Interaksi bukanlah berhasil mengumpulkan umat di sekitar mereka, tetapi yang

dimaksud dengan interaksi adalah memahamkan umat akan ideologi partai, supaya menjadi ideologi umat, karena asal ideologinya adalah Islam yang terdapat di kalangan umat, dalam warisan tsaqafah dan sejarahnya, dalam perasaan keseharian mereka. Hanya saja kepekaan umat telah berubah ke dalam pemikiran, hanya dikuasai mengkristal pada kelompok pilihan ini, di mana dari kelompok inilah partai terbentuk. Kaidah "kepekaan indrawi" ini (yaitu berpikir dan bekerja untuk satu tujuan tertentu) merupakan ungkapan hakiki dari ideologi.

Oleh sebab itu ideologi (Islam)

merupakan perasaan umat yang paling dalam, dan partai adalah pengungkap perasaan tersebut. Jika diungkapkan dengan tepat, dengan bahasa yang jelas, logat yang benar,

AT TAKATTUL AL HIZBIY 19

umat akan memahami ideologi dengan cepat, berinteraksi dengan partai, dan umat secara keseluruhannya menganggap dirinya partai, dan kelompok pilihan ini mengemban kepemimpinan gerakan dengan sebuah kelompok yang bersifat partai (takatul hizby). Gerakan inilah yang menggerakan umat di bawah pimpinan partai pada marhalah ketiga, yaitu marhalah penerapan ideologi secara revolusioner, melalui sebuah pemerintahan yang dikuasai oleh kelompok politik tersebut, karena itulah satu-satunya jalan untuk melaksanakan fikrohnya, yaitu dengan menganggapnya sebagai bagian dari ideologi. Hanya saja, di sana, terdapat berbagai kesulitan yang menghadang di hadapan "wajah" interaksi, yang harus diketahui jenis dan tabiatnya, untuk mengatasi sesuai dengan aturan Islam. Kesulitan-kesulitan tersebut banyak sekali, diantaranya adalah : 1. Pertentangan ideologi (Islam) dengan system yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. ideologi partai adalah sebuah system yang baru dalam kehidupan bagi masyarakat sekarang.

Dia

masyarakat, yang dengannya

bertentangan dengan sistem yuang diterapkan atas golongan penguasa memerintah rakyat.

Oleh sebab itu

para penguasa tersebut akan mendapatkan bahwa ideologi ini adalah ancaman atas kelompok mereka dan wadah kekuasaan mereka.

Mereka pasti akan menghalangi dan

memeranginya dengan berbagai macam cara, dengan propaganda, mengusir para pengemban da'wah, atau dengan menggunakan kekuatan fisik. Oleh sebab itu, hendaklah para da'i ideologi ini --mereka yang berinteraksi dengan umat untuk berda'wah-- pandaipandai menjaga diri dari siksaan dengan segenap kemampuan, menentang propagandapropaganda sesat, dengan menjelaskan da'wah mereka, dan siap sedia menanggung segala kesusahan di jalan da'wah ini. 2.

Perbedaan tsaqafah (kebudayaan). Dalam masyarakat terdapat berbagai macam

tsaqafah dan tersebar berbagai macam pemikiran yang bertentangan. Hanya saja mereka masih mempunyai perasaan yang sama. Berbagai macam tsaqafah tersebut, tak terkecuali tsaqafah para penjajah, merupakan ungkapan yang bertentangan dengan perasaan masyarakat.

Sementara tsaqafah ideologi (tsaqafah Islamiyah) merupakan

ungkapan yang benar dari perasaan-perasaan umat.

Walaupun tsaqafah yang menjadi

pendapat umum dalam masyarakat dan kerukulum pendidikan di sekolah dan universitas dan seluruh forum tsaqafah, adalah sejalan dengan tsaqafah asing.

Demikian pula

seluruh gerakan politik dan tsaqafah (kebudayaan) berjalan sesuai dengan tsaqafah asing. Karenanya, partai dalam pembinaannya, haruslah menerjunkan diri menghadapi tsaqafah asing itu dan pemikiran asing tersebut, sampai umat itu mengetahui dengan jelas ungkapan yang benar nurani dan perasaan mereka, sehingga kemudian umat berjalan bersama partai. Dari sini dalam fase ini, mesti terjadi benturan-benturan antara tsaqafah dan pemikiran partai dengan tsaqafah dan pemikiran lainnya. pemikiran ini adalah antara anak-anak umat Islam sendiri.

Benturan-benturan

Oleh sebab itu tidak boleh

dilakukan "debat kusir", tetapi jama'ah partai harus berjalan di atas jalan yang lurus di samping jalan bengkok lainnya. Debat kusir harus dihindari secara mutlak, supaya tidak memuncuklan "ananiyah" yang membutakan mata dan menulikan telinga dari hakikat kebenaran Islam.

Bahkan partai harus menjelaskan secara

gamblang pemikiran-

pemikirannya dan membeberkan kepalsuan-kepalsuan pemikiran-pemikiran dan kebatilan tsaqafah lainnya itu, dan akibat-akibatnya yang berbahaya. Pada saat itu umat berpaling dari tsaqafah-tsaqafah asing tersebut dan mengalihkan perhatiannya pada tsaqafah dan pemikiran partai. Bahkan tokoh-tokoh tsaqafah asing tersebut pun akan berpaling kepada tsaqafah dan pemikiran partai, setelah mereka mengetahui kepalsuan-kepalsuannya apabila mereka ikhlas, dan mau membersih diri. Hanya saja tugas/pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling berat bagi partai. Oleh sebab itu interaksi dengan umat di tempat yang

di dalamnya banyak tsaqafah asing lebih sulit dibanding tempat-tempat/wilayah-

wilayah yang sedikit tsaqifah asingnya, dan kemungkinan terjadinya kebangkitan pada wilayah yang sedikit tsaqafah asingnya adalah lebih besar dari wilayah yang di dalamnya banyak tsaqafah asing. Oleh sebab itu partai harus betul-betul mengetahui jamaah yang

AT TAKATTUL AL HIZBIY 20

ingin diterjuninya untuk berinteraksi, untuk mengambil tindakan yang tepat, sesuai dengan keadaan jamaah itu. 3.

Adanya Al Waaqiiyin (orang-orang yang realistis) di tengah-tengah umat. Adanya tsaqafah asing dan racun-racun asing, serta kebodohan di

tengah-tengah umat telah memunculkan dua macam kelompok orang-orang realistis di tengah-tengah umat. Kelompok

pertama,

adalah

"Al

waqiiyah/kelompok

menyeru kepada realitas, dan untuk idho dengan realitas, sebagai suatu keharusan.

realistis"

yang

tunduk kepada realitas,

Sebab, kelompok ini menjadikan realitas sebagai sumber

pemikirannya dan memecahkan masalah sesuai dengan realitas yang ada. Satu-satunya cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan berusaha membahas sesuatu secara mendalam dengan mereka, sampai mereka melihat dan menyadari bahwa realitas itu adalah objek pemikiran, yang harus dirubah.

Dengan cara ini dimungkinkan untuk

meluruskan pemikiran kelompok ini. Kelompok kedua, adalah kelompok orang-orang zholim yang enggan hidup dalam kebenaran, karena mereka bisa hidup enak dalam kegelapan, biasa "cuek" tak peduli orang lain, dan berpikiran rendah.

Mereka ini adalah orang-orang yang kena

penyakit malas, jasad mereka maupun akal mereka, mereka ini jumud pada moyang mereka, yang mereka warisi dari bapak-bapak mereka, semata-mata dengan alasan karena mereka adalah moyang mereka.

Inilah "kelompok realistis" yang sebenarnya.

Karena mereka secara faktanya adalah orang-orang berpikiran jumud. untuk menyadarkan kelompok ini perlu usaha yang lebih banyak.

Oleh sebab itu

Cara mengatasinya

adalah berusaha mendidik mereka dan bersungguh-sungguh dengan segala cara untuk memperbaiki pemahaman mereka. 4.

Kesulitan

lain

mereka/kepentingannya.

adalah Itu

keterikatan

adalah

karena

manusia

dengan

manusia

terikat

kemaslahatan dengan

hidup

kepentingan

pribadinya, pekerjaannya sehari-hari, dan pada saat yang sama terikat dengan ideologi. Kadang-kadang kepentingan-kepentingan tersebut bertentangan dengan da'wah Islam. Oleh sebab itu harus dilakukan kompromi antara keduanya. Untuk mengatasi kesulitan ini adalah, wajib atas setiap orang yang meyakini ideologi ini (Islam) untuk menjadikan da'wah dan partai sebagai titik sentral bagi setiap kepentingan pribadinya. Ia tidak boleh sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan yang melupakan dan menghalanginya dari da'wah. Dengan cara ini kepentinagan da'wah akan lebih diutamakan dari kepentingan pribadi, di mana da'wah merupakan sumbu putar tempat kepentingan-kepentingan pribadi berputar. 5.

Kesulitan lain adalah sulitnya mengorbankan kehidupan dunia berupa harta,

perdagangan dan sejenisnya di jalan Islam dan da'wah Islam. Untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan mengingatkan orang-orang beriman bahwa Allah telah membeli jiwa dan harta mereka dengan sorga, cukup diberi peringatan, kemudian mereka diberikan pilihan dalam berkorban tanpa memaksanya untuk berbuat sesuatu. 6.

Kesulitan lain adalah perbedaan tempat tinggal masyarakat. Itu adalah karena

ada umat yang tinggal di pusat kota, ada yang di desa, ada yang hidup mengembara (badui). Alat-alat yang dipakai di kota berbeda dengan yang dipakai di desa, yang di desa pun berbeda dengan alat yang dipakai di perkampungan dan kemah-kemah badui. Oleh sebab itu, kadangkala perbedaan bentuk-bentuk materi ini memunculkan pemikiran untuk membedakan pembinaan umat dan pengarahan mereka dalam memperjuangkan ideologi. Ini sangat berbahaya, karena umat sekalipun berbeda bentuk-bentuk materinya, adalah umat yang satu, perasaan dan pemikirannya satu, ideologinya satu.

Oleh karena itu

da'wah terhadap umat harus satu, tak ada perbedaan antara kampung dan kota, dan kerja-kerja interaksi dengan umat adalah juga satu. Dalam marhalah kedua ini partai menghadapi dua bahaya, yaitu bahaya yang bersifat ideologis dan bahaya Jabatan. Adapun bahaya ideologis datang dari arus

AT TAKATTUL AL HIZBIY 21

jama'ah, dan keinginan untuk memenuhi permintaan umat yang bersifat temporer dan nyinyir, dan juga datang dominannya kegagalan yang telah terpatri dalam pendapat jama'ah atas pemikiran-pemikiran kepartaian. Hal itu disebabkan karena ketika partai mengarungi lapangan kehidupan dalam masyarakat, berhubungan dengan massa untuk berinteraksi dengannya, untuk memimpin mereka, dan pada waktu partai membekali mereka dengan ideologi partai, pada massa itu telah ada pertentangan pemikiran-pemikiran kuno, warisan-warisan generasi masa lalu, pemikiran-pemikiran asing yang berbahaya, dan ketaklidan pada kafir penjajah.

Maka

ketika partai melakukan aktivitas tafa'ul (interaksi) dengan massa, membekali mereka dengan pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai, dan berusaha memperbaiki pemahaman-pemahaman mereka, membangkitkan aqidah Islamiyah dalam diri mereka, menciptakan suasana yang benar, kebiasaan umum yang baik dengan pemahamanpemahaman partai. Semuanya ini membutuhkan dakwah, propaganda, sehingga umat berkumpul di sekitar partai atas dasar ideologi, dalam bentuk memperkuat iman kepada ideologi di tengah-tengah umat, dan menghembuskan di dalamnya kepercayaan akan mafahim partai, sikap memuliakan dan memperhitungkan partai, dan membawa mereka untuk ta'at dan beraktivitas bersama partai.

Pada saat itu, maka kewaajiban partai

adalah memperbanyak syababnya yang beriman yang dipercaya umat terjun di tengahtengah umat, mengendalikan para pemimpin mereka, seperti perwira di kalangan militer. Jika partai berhasil dalam marhalah tafaul ini, partai akan memimpin umat kepada tujuan yang diinginkannya, sesuai dengan batas-batas ideologi, dan mengamankan kereta agar tidak keluar dari relnya. Adapun apabila partai memimpin masa sebelum sempurna tafa'ul dengannya, dan sebelum tercipta kesadaran umum pada umat, maka kepemimpinannya bukan dengan hukum-hukum dan pemikiran-pemikiran dari ideologi, tetapi dengan membangkitkan apa yang bergelora di dalam jiwa umat, dengan membangkitkan perasaannya, dan menggambarkan bahwa tuntutan mereka akan terpenuhi dalam waktu dekat. Dengan itu partai memuaskan massa dengan membangkitkan perasaannya, menggambarkan bahwa tuntutan mereka bisa dipenuhi dalam waktu dekat. Pada marhalah kedua ini partai menghadapi dua bahaya, yaitu bahaya yang bersifat ideologis dan bahaya "Klas". Adapun bahaya ideologis datang dari arus jama'ah, dan keinginan umat agar permintaan mereka yang bersifat temporer dan nyinyir (ngoyo , Jawa) dipenuhi, dan juga bersumber dari munculnya perasaan bahwa fikroh kepartaian partai adalah fikroh yang gagal, di mana perasaan ini telah mendominasi kalangan jama'ah. Hal itu disebabkan karena ketika partai mengarungi lapangan kehidupan dalam masyarakat, berhubungan dengan massa untuk berinteraksi dengannya, untuk memimpin mereka, dan pada waktu partai membekali mereka dengan ideologi partai, di tengahtengah

umat telah ada pertentangan pemikiran-pemikiran kuno, warisan-warisan

generasi masa lalu, pemikiran-pemikiran asing yang berbahaya, dan ketaklidan pada kafir penjajah. Maka ketika melakukan aktivitas tafa'ul (interaksi) dengan massa, partai berusaha membekali mereka dengan pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai, dan berusaha memperbaiki

pemahaman-pemahaman mereka, membangkitkan aqidah

Islamiyah dalam diri mereka, menciptakan suasana yang benar, kebiasaan umum yang baik dengan pemahaman-pemahaman partai. Semuanya ini membutuhkan dakwah dan propaganda, sehingga umat berkumpul di sekitar partai atas dasar ideologi. Gunanya untuk memperkuat iman kepada ideologi di tengah-tengah umat, dan membangkitkan kepercayaan umat akan mafahim partai, menimbulkan sikap memuliakan dan memperhitungkan partai, dan mempersiapkan mereka untuk ta'at dan beraktivitas bersama partai. Pada saat itu, maka kewajiban partai adalah memperbanyak syababnya yang beriman yang dipercaya umat terjun di tengah-tengah umat, mengendalikan para pemimpin mereka, seperti perwira di kalangan militer.

Jika partai berhasil dalam

marhalah tafaul ini, partai akan memimpin umat kepada tujuan yang diinginkannya, sesuai dengan batas-batas ideologi, dan mengamankan kereta agar tidak keluar dari

AT TAKATTUL AL HIZBIY 22

relnya. Adapun apabila partai memimpin masa sebelum sempurna tafa'ul dengannya, dan sebelum tercipta kesadaran umum pada umat, maka kepemimpinannya bukan dengan hukum-hukum dan pemikiran-pemikiran dari ideologi, tetapi dengan membangkitkan apa yang bergelora di dalam jiwa umat, dengan membangkitkan perasaannya, dan menggambarkan bahwa tuntutan mereka akan terpenuhi dalam waktu dekat. Dengan itu partai memuaskan masa dengan membangkitkan perasaannya, menggambarkan bahwa tuntutan mereka bisa dipenuhi dalam waktu dekat. Hal ini dilakukn partai dengan berulang-ulang sampai mereka tunduk pada partai, kemudian partai memimpin mereka secara masal. Maka pada saat itu mereka berjalan bersama partai dengan perasaannya, bukan dengan akal dan kesadarannya, dan anggota partai adalah pemimpin kelompok masyarakat ini. Hanya saja kelompok ini, dalam keadaan ini, tak terlepas dari perasaannya semula seperti patriotisme, nasionalisme, ruhiyah, kependetaan, dan keadaan jamaah mempengaruhinya.

Maka pada saat itu akan muncul

'an'anat

(kebanggaan akan asal-usul) rendahan seperti golongan-golongan dan madzhab-madzhab dan pemikiran kuno seperti kemerdekaan dan kebebasan, keangkuhan-keangkuhan yang merusak

seperti

unshuriyah

(keunsuran)

dan

kekerabatan/kekeluargaan.

Maka

muncullah pertentangan antara mereka dan partai karena mereka memaksakan kepada partai tuntutan-tuntutan yang tidak sesuai dengan ideologi, dan menyerukan tujuantujuan temporer yang membahayakaan umat. Mereka sangat ingin tuntutan itu dipenuhi, keinginan

mereka

untuk

terpenuhi

bertambah-tambah

keangkuhan-keangkuhan yang bermacam-macam.

dan

muncul

pula

di

sini

Dalam keadaan ini partai berada di

antara dua api. Pertama berhadapan dengan kemarahan dan kebencian umat serta kehancuran kekuasaannya atas jamaah. Kedua adalah berhadapan dengan terlepasnya partai dari ideologi dan menggampangkan sesuatu yang ada di dalamnya. berbahaya bagi partai.

Kedua hal ini

Oleh karena itu jika berhadapan dengan dua hal ini -'kelompok

masyarakat atau ideologi - hendaklah partai berpegang teguh pada ideologi, sekalipun harus berhadapan dengan kebencian umat, karena kebencian itu adalah kebencian sementara.

Keteguhan mereka pada ideologi akan mengembalikan kepercayaan umat.

Mereka harus berhati-hati agar tidak menyalahi ideologi dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip (mutiara) ideologi walau sehelai rambut. Karena ideologi adalah kehidupan (nyawa) partai, ideologilah yang menjamin kelestarian partai.

Untuk menjaga diri dari

situasi genting ini dan untuk menghindarikan bahaya ini hendaklah partai bersungguhsungguh "memberi minum" umat dengan ideologinya, menjaga kejelasan fikrah dan pemahamannya, dan berusaha untuk menjaga kelestarian fikrah dan pemahamannya yang telah tertancap di dalam umat. Hal ini dimungkinkan dengan melakukan pembinaan secara cepat, memperhatikan tatsqif jamaiy lebih besar, lebih bersungguh-sungguh dalam mengungkapkan rencana kafir penjajah secara mendalam, selalu memperhatikan umat dan kemaslahatannya, melebur umat dengan ideologi dan partai secara sempurna, dan selalu meneliti pemikiran partai dan pemahamannya agar tetap bersih.

Semuanya itu

harus dilakukan dengan segenap kemampuan yang ada, berapapun kesungguhan dan usaha yang harus dilakukan.

Adapun bahaya 'kelas' adalah suatu bahaya yang

mungkin menimpa para aktivis partai, bukan pada umat. Itu adalah karena ketika partai menjadi wakil umat atau mayoritas umat, ia mempunyai tempat terhormat, posisi terpandang di kalangan umat dan pengagungan yang sempurna dari umat, khususnya dari semua orang. Hal ini kadangkala menghembuskaan tipuan dalam jiwa mereka maka aktivis partai merasa bahwa mereka lebih tinggi dari umat dan bahwa yang mereka pentingkan adalah kepemimpinan dan kepentingan umat adalah bahwa mereka dipimpin (perlu dipimpin).

Maka pada saat itu mereka meninggikan/menyombongkan diri atas

individu-individu umat atau sebagian dari mereka, tanpa melihat bahayanya. Apabila hal ini berulang-ulang maka umat merasa bahwa partai adalah suatu kelas lain dan aktivis partai pun merasakan semua itu. Munculnya hal ini adalah awal kehancuran partai karena itu akan melemahkan semangat partai untuk mempercayai orang-orang kebanyakan dari

AT TAKATTUL AL HIZBIY 23

umat dan melemahkan kepercayaan dari kelompok umat itu terhadap partai. Maka pada saat itu umat mulai berpaling dari partai. Apabila umat telah berpaling dari partai, berarti partai telah hancur, dan ini membutuhkan usaha yang berlipat ganda untuk mengembalikan kepercayaan umat sampai kepercayaan ittu kembali. Oleh karena itu hendaklah para aktivis partai bersikap seperti individu-individu umat kebanyakan, dan agar mereka tak merasa kecuali bahwa mereka adalah pelayan umat, dan bahwa tugas mereka adalah melayani umat. Sebab, hal itu akan memberi mereka kekuatan dan keuntungan besar lainnya, bukan hanya dengan terpeliharanya kepercayaan mayoritas umat pada mereka , tapi juga sangat bermanfaat bagi mereka pada marhalah ketiga, ketika menguasai pemerintahan, untuk menerapkan ideologi. Maka pada saat itu --sebagai penguasa-- mereka menjadi pelayan umat, sehingga mudah bagi mereka menerapkan ideologi. 18. Marhalah Ketiga, yaitu marhalah pengambilalihan pemerintahan. partai mengambil alih pemerintahan adalah melalui umat dan menerapkan ideologi sekaligus.

Inilah yang disebut metode revolusi.

Metode ini tak membolehkan

partai bergabung ke dalam pemerintahan yang menerapkan hukum Islam secara parsial, tetapi mengambilalih pemerintahan secara total dan menjadikannya satu-satunya metode penerapan ideologi, bukan tujuan dari perjuangan. Metode ini mengharuskan penerapan ideologi Islam secara revolusioner, tidak membolehkan penerapan ideologi secara bertahap, bagaimanapun keadannya. Apabila daulah telah menerapkan ideologi secara sempurna dan menyeluruh maka wajib bagi daulah itu untuk mengemban dakwah Islam dan menetapkan dalam Anggaran Belanja Negara bagian khusus untuk dakwah dan propaganda, mengatur dakwah dari sisi kenegaraan atau dari aspek kepartaian sesuai dengan situasi yang ada. Sekalipun partai telah berhasil mendirikan pemerintahan Islam, dia tetap bertindak sebagai

partai,

strukturnya

tetap

ada,

baik

para

anggotanya

menduduki

kursi

pemerintahan atau tidak. partai menganggap pemerintahan adalah awal langkah praktis untuk melaksanakan ideologi dalam negara, dan berusaha menerapkannya di setiap penjuru dunia. Inilah langkah-langkah yang ditempuh oleh partai di dalam medan kehidupan, untuk membawa fikrah ke periode kerja praktis atau dengan kata lain untuk membawa ideologi

ke

medan

kehidupan

dengan

melanjutkan

kehidupan

Islam,

untuk

membangkitkan masyarakat dan mengemban dakwah ke seluruh dunia. Pada saat inilah partai memulai kerja praktis yaitu suatu periode yang ia dirikan untuk mewujudkan periode itu. Atas dasar ini maka partai adalah jaminan hakiki untuk berdirinya

daulah

Islamiyah

dan

kelestariannya, dan untuk

menerapkan

Islam,

memperbaiki penerapannya, dan kelestarian penerapannya dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebab setelah Daulah Islam itu berdiri, partai menjadi pengawas batas daulah itu, mengoreksinya, dan memimpin umat untuk membicarakan beberapa masalah dengannya, dan pada saat yang sama partai menjadi pengemban dakwah Islam di negeri-negeri Islam dan penjuru dunia lainnya (TAMAT).

AT TAKATTUL AL HIZBIY 24

Related Documents