PEMBELAJARAN IPA DI SD ( MODUL 4 ) KEGIATAN BELAJAR 1 A. Pengertian
Keterampilan
Proses
IPA
serta
Keterampilan
Mengobservasi,
Mengklasifikasi, dan Mengukur Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses-prosesnya meliputi keterampilan mengobservasi,
mengklasifikasi,
mengukur,
mengkomunikasikan,
menginferensi,
mempredikasi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan-hubungan angka. Untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan ini kepada siswa maka diperlukan agar siswa pun melakukan sesungguhnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan-keterampilan tersebut. 1. Pengertian Keterampilan Proses IPA Keterampilan Proses IPA adalah suatu pendekatan yang menekankan kepada fakta dan pendekatan konsep , yang digunakan dalam pembelajaran IPA yang didasarkan pada langkah-langkah kegiatan dalam menguji sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan pada waktu membangun atau dalam membuktikan suatu teori. Funk (1979) menyampaikan bahwa ada beberapa macam pendekatan yang biasa digunakan dalam pembelajaran IPA, yaitu pendekatan yang mendekatkan pada fakta, menekankan pada konsep dan mendekatkan pada proses. Pendekatan-pendekatan ini dalam praktiknya tidaklah berdiri sendiri tetapi seringkali merupakan suatu kombinasi, tunggal lebih cenderung kemana arah pengembangannya. Pendekatan proses didasarkan atas kegiatan yang bisa dilakukan oleh para ilmuwan dalam mengembangkan dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Ketrampilan proses dianggap sangat penting untuk pembelajaran IPA. Wynnie Harlen (1992) mengemukakan beberapa alasan untuk itu, yaitu berikut ini. Pengubahan ide-ide kearah yang lebih ilmiah (dengan fenomena yang lebih cocok) tergantung pada cara dan pengujian yang digunakan. Pengujian yang digunakan ini berhubungan erat dengan penggunaan ketrampilan proses. Pengembangan-pengembangan dalam IPA tergantung pada kemampuan melakukan ketrampilan proses dalam perilaku ilmiah, itulah sebabnya mengapa pengembangan keterampilan proses mendapat perhatian. Peranan keterampilan proses sangat besar dalam pengembangan konsep-konsep ilmiah. Carin (1992) menyampaikan pula beberapa alasan tentang pentingnya keterampilan proses, yaitu sebagai berikut.
Dalam praktiknya apa yang dikenal dalam IPA merupakan hal yang tak terpisahkan dari media penyelidikan. Mengetahui IPA tidak hanya sekedar mengetahui materi ke-IPA-an saja, tetapi terkait puia dengan bagaimana cara mengumpulkan fakta, dan menghubungkan fakta untuk membuat suatu penafsiran atau kesimpulan. Ilmuwan menggunakan berbagai proses empiris dan analisis dalam usahanya untuk menjelaskan misteri alam semesta. Prosedur ini disebut proses IPA. Keterampilan proses IPA merupakan keterampilan belajar sepanjang hayat yang dapat digunakan bukan saja untuk belajar berbagai macam ilmu tetapi jnga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, Semiawan dkk. (1992) mengemukakan beberapa alasan yang melandasi perlunya pendekatan pembelajaran, yaitu: Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dewasa ini maka tidaklah mungkin lagi seorang guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada para siswanya. Jika pun dipaksakan untuk melaksanakan, para guru akan mengambil jalan pintas yaitu mengajarkan secara terburu-buru dengan metode ceramah. Akibatnya, siswa mendapatkan banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan, meliputi keterampilan memformulasikan hipotesis, menamakan variabel, membuat definisi yang operasional, melakukan eksperimen, menginterpretasi data, dan 2.
melakukan penyelidikan. Keterampilan Mengobservasi Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat- sifat dari objek- objek atau kejadiankejadian. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau kejadian. Sejalan dengan Esler dan Esler serta Abruscato, Carin (1992) mengemukakan bahwa mengobservasi adalah menjadi dasar akan suatu objek atau kejadian dengan menggunakan segenap pancaindera (atau alat bantu dari pancaindera) untuk mengidentifikasi sifat dan karakteristik. Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan organisme hidup. Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh yang lebih konkret, seorang guru sering membuka
pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya seperti apa yang engkau lihat ? Atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur? Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk 3.
menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu diskusi. Keterampilan Mengklasifikasi Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan yang dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan benda- benda berdasarkan pada (set yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifat- sifat benda tersebut. Menurut Abruscato mengkalsifikasi merupakan proses yang digunakan para ilmuan untuk menentukan golongan benda- benda atau kegaitan- kegiatan. Sedangkan Carin (1992) menyatakan bahwa mengklasifikasi adalah mengatur atau membagi objek, kejadian, atau informasi tentang objek ke dalam kedalam kelas menurut metode atau sistem tertentu. Skema klasifikasi digunakan dalam IPA (juga pada ilmu-ilmu lainnya) untuk mengidentifikasi benda atau kejadian da untuk memperlihatkan persamaan, perbedaan, dan hubungan-hubungannya. Bentuk- bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar- gambar hewan, daun- daun, atau kancing- kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem klasifikasi berbagai tingkatan dapat dibentuk dari gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan menempelkannya pada papan buletin sekolah atau papan panjang di kelas. Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk membangun skema klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk klasifikasi organisme- organisme dari carta yang diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh-
4.
tumbuhan dan hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi Keterampilan Mengukur Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin (1992) mengukur adalah membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional atau standar non konvensional.
Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat- alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Misalkan, siswa diajarkan untuk mengetahui bahwa mengukur berat menggunakan timbangan dan mengukur panjang menggunakan mistar atau pita ukur. Siswa diajarkan pula untuk memperkirakan ukuran suatu objek sebelum melakukan pengukuran dengan alat ukur tertentu. Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam penguran jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur. Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas) dengan menggunakan satuan centimeter (cm), dekameter (dm), atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat ukur, mistar atau penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.
KEGIATAN BELAJAR 2 B. Keterampilan Mengomunikasikan, Menginferensi, Memprediksi, Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu, Mengenal Hubungan Bilangan-bilangan 1. Keterampilan Mengkomunikasikan
Menurut Abruscato mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan yang berhasil dikumpulkan atau menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau gambar yang menjelaskan
benda-benda
serta
kejadian-kejadian
secara
rinci.
Mengapa keterampilan mengomunikasikan perlu dikembangkan? Telah kita ketahui bersama bahwa komunikasi merupakan hal yang penting untuk semua usaha manusia. Komunikasi yang jelas dan tepat merupakan dasar untuk semua kegiatan ilmiah. Ilmuwan mengomunikasikan sesuatu secara lisan atau secara tertulis, dapat dengan menggunakan diagram, peta, grafik, persamaan matematika, dan berbagai peragaan visual.kemampuan untuk memilih penjelasan yang tepat tentang benda, organisme, dan kejadian merupakan dasar untuk komunikasi lisan dan tertulis secara efektif. Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan menginterpretasi informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya siswa mengembangkan keterampilan mengkomunikasikan deskripsi benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci. Siswa diminta untuk mengamati dan mendeskripsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil ( seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudian siswa tersebut menjelaskan deskripsi tentang objek yang diamati 2.
di depan kelas. Keterampilan Menginferensi Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga sebagai keterampilan menginferensi/
membuat menduga/
kesimpulan
sementara.
menyimpulakan
secara
Menurut
Abruscato
sementara
adalah
(1998) adalah
menggunakan logika untuk memebuat kesimpulan dari apa yang kita observasi. Carin (1992) mengemukakan bahwa menginferensi adalah membuat kesimpulan didasarkan pada alasan yang dijelaskan oleh observasi. Inferensi adalah membuat kesimpulan sementara yang terkait dengan adanya dugaandugaan. Membuat dugaan-dugaan valid berdasarkan observasi yang didapat merupakan keterampilan penting untuk belajar secara inkuiri. Latihan inkuiri memerlukan siswa untuk memperhatikan sesuatu di balik informasi yang tampak untuk menginferensi hubungan-hubungan baru. Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan menggunakan suatu benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu apa benda tersebut. Siswa kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi benda itu,
kemudian menciumnya dan menduganya apa yang ada di dalam bungkusan ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa akan muncul lebih dari satu jenis inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Disamping itu juga belajar bahwa 3.
inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat. Keterampilan Memprediksi Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi pada observasi yang akan dating atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan datang yang diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaan- dugaan. Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui. Perlu di perhatikan bahwa prediksi didasarkan pada observasi, pengukuran, dan informasi tentang hubungan-hubungan antara variabel yang diobservasi. Prediksi yang tidak didasarkan pada observasi hanya merupakan suatu terkaan, dan ini bukanlah yang diharapkan dalam kegiatan mempredikasi pada keterampilan proses. Contoh kegiatan untuk melatih kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai
4.
ukuran) yang ditelungkupkan. Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan Esler (1948) meliputi keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya atau terhadap waktu atau keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda setelah beberapa waktu. Sedangkan menurut Abruscato menggunakan hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yang berkaitan dengan penjelasan- penjelasan hubungan- hubungan tentang ruang dan waktu beserta perubahan waktu. Keterampilan ini penting karena semua benda menempati tempat dalam suatu ruang pada waktu tertentu. Proses ini dapat dipecah ke dalam bermacam-macam kategori temasuk bentuk, arah, dan susunan yang berkaitan dengan ruang-waktu, gerak dan kecepatan, kesimetrisan, dan kecepatan perubahan. Kegiatan untuk melatih keterampilan ini termasuk kegiatan menamakan dan mengidentifikasi gambar-gambar geometris dua dan tiga dimensi,
mengenal bentuk-bentuk benda tiga dimensi dan bayangannya, membuat pernyataan tentang simetri dari benda-benda. Selanjutnya untuk membantu mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan waktu-ruang, seorang guru dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua dimensi (segiempat, segitiga, lingkaran) dan bentuk-bentuk tiga dimensi (seperti kubus, prisma, elips). Seorang guru dapat menyuruh siswa menjelaskan posisinya terhadap sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada di barisan ketiga bangku 5.
kedua dari kiri gurunya. Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan-bilangan Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan Esler (1984) meliputi kegiatan menemukan hubungan kuantitatif di antara data dan menggunakan garis biangan untuk membuat operasi aritmatika (matematika). Carin (1992) mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah mengaplikasikan aturan- aturan atau rumus- rumus matematika untuk menghitung jumlah atau menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut Abruscato (1988) menggunakan bilangan merupakan salah satu kemampuan dasar pada keterampilan proses. Kita memerlukan bilangan untuk menyatakan suatu ukuran, mengurutkan, dan mengklasifikasi benda-benda. Lamanya waktu pada kegiatan untuk mengguanakan bilangan tergantung pada program matematika di sekolah. Perkembangan keterampilan siswa bertambah jika mereka bekerja pada proses ini yang mencakup pengidentifikasian pasangan (set) dan bilangannya, pengurutan, penghitungan rata-rata, penggunaan desimal, dan penggunaan puluhan. Garis bilangan dapat digunakan sebagai suatu cara grafik untuk mengajarkan bilangan positif dan negatif. Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah menentukan nilai π (baca: phi) dengan mengukur suatu rangkaian silinder, menggunakan garis bilangan untuk operasi penambahan dan perkalian. Latihan- latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan membandingkan benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk mengembangkan keterampilan ini. Contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti tentang hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika dibandingkan dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”
KEGIATAN BELAJAR 3 C. Keterampilan Proses Memformulasi Hipotesis, Mengontrol Variabel, Membuat Definisi Oprasional, Menginterpretasi Data Keterampilan proses IPA yang terintegrasi meliputi memformulasi hipotesis, mengontrol variabel, membuat definisi operasional dan menginterpretasi data. Keterampilan Proses IPA ini merupakan kombinasi dari keteramplan IPA dasar seperti mengobservasi, melakukan pengukuran, dan sebagainya. Keterampilan proses IPA yang terintegrasi biasanya diperkenalkan kepada siswa yang telah memiliki keterampilan dasar IPA yang mendasar. Keterampilan proses IPA ini bisa juga dikembangkan dari kegiatan belajar belajar IPA yang terdapat dalam buku paket SD atau yang setara untuk mata pelajaran anak Sekolah Dasar. Untuk lebih jelasnya keterampilan proses IPA yang erintegrasi tersebut, baiklah akan kita coba mendalami satu per satu, agar pemahaman kita pada masing-masing keterampilan tersebut menjadi lebih baik. 1. Memformulasi Hipotesis Memformulasi hipotesis adalah memformulasi dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. Hipotesis sering dinyatakan sebagai pernyataan jika dan maka. Contohnya : “Dengan waktu pemanasan 1 menit, apabila volume air PDAM semakin besar, maka suhu air PDAM akan semakin kecil”. Dari formulasi ini dapat dikatakan bahwa hipotesis adalah dugaan tentang pengaruh apa yang akan diberikan variabel manipulasi terhadap variabel respon. Oleh karena itu di dalam formulasi hipotesis lazim terdapat variabel manipulasi dan variabel respon. Hipotesis diformulasikan dalam bentuk pernyataan, bukan pertanyaan. Hipotesis dapat diformulasikan dengan penalaran induktif berdasarkan data hasil pengamatan atau diformulasikan dengan penalaran deduktif berdasarkan teori. Penalaran induktif adalah penalaran yang dilakukan berdasarkan data atau kasus menuju ke suatu pernyataan kesimpulan umum yang dapat berbentuk hipotesis atau teori sementara. Penalaran deduktif adalah penalaran yang dilakukan berdasarkan teori menuju pernyataan kesimpulan sementara yang bersifat spesifik. Beberapa perilaku siswa yang dikerjakan siswa saat merumuskan hipotesis adalah: (a) memformulasi hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi; (b) merancang cara-cara untuk menguji hipotesis; (c) merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis 2.
tersebut. Mengontrol Variabel
Variabel adalah suatu besaran yang dapar bervariasi atau berubah pada suatu situasi tertentu. Dalam penelitian ilmiah terdapat 3 (tiga) macam variabel yang penting, yaitu variabel manipulasi, variabel respon, dan variabel kontrol. Variabel yang secara sengaja diubah disebut variabel manipulasi. Variabel yang berubah sebagai akibat pemanipulasian variabel manipulasi disebut variabel respon. Andaikan dilakukan percobaan yang menghasilkan kesimpulan bahwa
“Apabila banyak lampu
dihubungkan seri ditambah, maka nyala lampu menjadi semakin redup”. Variabelvariabel yang di teliti dalam percobaan itu adalah banyak lampu dan nyala lampu. Pada percobaan ini secara sengaja telah diubah banyaknya lampu, yakni mula-mula hanya ada satu lampu kemudian ditambahkan satu lampu lagi secara seri dengan lampu pertama. Oleh karena itu banyak lampu merupakan variabel manipulasi. Variabel lain, yaitu nyala lampu merupakan variabel respon, karena nyala lampu berubah akibat pemanipulasian variabel manipulasi. Di samping variabel manipulasi, terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil suatu percobaan atau eksperimen. Dalam suatu eksperimen, dapat dikatakan bahwa variabel manipulasi adalah satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap variabel respon. Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa faktor lain yang dapat memberikan suatu pengaruh dikontrol untuk tidak memberikan pengaruh. Dengan demikian variabel ini disebut variabel kontrol. Eksperimen yang dilakukan dengan pengontrolan variabel seperti itu dapat disebut prosedur eksperimen yang benar. Jadi mengontrol variabel berarti memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu percobaan adalah tetap sama kecuali satu faktor. Misalkan pada saat dilakukan eksperimen untuk menguji hipotesis “Apabila banyak lampu dihubungkan seri ditambah, maka nyala lampu menjadi semakin redup”. Kita mula-mula membuat rangkaian sederhana satu baterai yang dibebani satu lampu, ternyata menyala terang. Kemudian kita menambah satu lampu lagi secara seri dengan pertama, ternyata lampu menjadi redup. Pada saat kita menambah satu lampu tersebut, kita tidak mengubah empat variabel, yaitu jenis baterai, jenis kabel-kabel penghubung, jenis soket baterai, dan jenis soket lampu. Dalam percobaan ini kita telah menjaga empat variabel itu agar tidak mempengaruhi hasil percobaan tersebut. Empat variabel itu disebut variabel kontrol. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap redupnya
nyala lampu itu (variabel respon) karena ada tambahan satu lampu secara seri (variabel manipulasi). Beberapa perilaku siswa dalam mengontrol variabel adalah : (a) pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil; (b) pengidentifikasian variabel yang diubah dalam 3.
percobaan; (c) pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan. Membuat Definisi Operasional Membuat definisi operasional adalah perumusan suatu defenisi yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu defenisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau kejadian itu. Mendefenisikan secara operasional suatu variabel berarti menetapkan tindakan apa yang dilakukan dan pengamatan apa yang akan dicatat. Contohnya, dari hipotesis “Dengan waktu pemanasan 1 menit, apabila volume air PDAM semakin besar, maka suhu air PDAM akan semakin kecil”. Untuk variabel manipulasi, tindakan yang dilakukan adalah menuangkan air ke dalam gelas kimia sampai 20 ml, 40 ml, 60 ml; sedangkan pengamatan yang dicatat adalah volume air PDAM, yaitu 20 ml, 40 ml, dan 60 ml.
untuk variabel respon, tindakan yang dilakukan adalah menyalakan lilin,
sedangkan pengamatan yang dicatat adalah suhu air PDAM. Penting dicatat bahwa tiap peneliti dapat membuat defenisi operasional variabel sendiri-sendiri, artinya variabel yang sama defenisi operasionalnya dapat berbeda-beda bergantung pada yang ditetapkan masing-masing peneliti. Oleh karena itu, sebagian besar rancangan eksperimen sebagai persiapan pengumpulan data telah terselesaikan. Yang tersisa tinggal menetapkan variabel kontrol. Beberapa perilaku siswa saat mendefenisikan variabel secara operasional adalah; (a) memaparkan pengalaman-pengalaman dengan menggunakan obyek-obyek konkrit, (b) mengatakan apa yang diperbuat obyek-obyek tersebut, (c) memaparkan perubahan-perubahan atau 4.
pengukuran-pengukuran selama suatu kejadian. Menginterpretasi Data Sebelum melakukan penyelidikan, sebaiknya terlebih dahulu belajar bagaimana caranya menginterpretasi data atau menafsirkan hasil observasi kuantitatif. Interpretasi data biasanya melibatkan organisasi data ke dalam tabel atau gambar/bagan. Interpretasi data juga dapat dilakukan dengan jalan membuat gambar atau grafik dari hasil pengamatan, biasanya
melibatkan usaha-usaha peulisan, hasil observasi, membuat
kesimpulan, inferensi/penafsiran dan merekomendasi. Kesimpulan biasanya berkenaan dengan ringkasan dari hasil pengamatan. Sedangkan inferensi adalah pernyataan umum yang berfungsi untuk menjelaskan atau membuat kesimpulan menjadi bermakna. Rekomendasi adalah saran untuk tindakan di masa yang akan datang berdasarkan kesimpulan dan inferensi yang telah dibuat. Membuat hasil pengamatan atau observasi menjadi bermakna disebut interpretasi data. Interpretasi data sangat penting karena makna dan pengertian yang diperoleh dapat diasumsikan dengan baik. Bila kita melihat keterampilan proses dalam IPA, perlu diingat bahwa IPA dimulai dari suatu pernyataan. Sering terjadi, hipotesis yang dibuat berfungsi untuk memprediksi/meramalkan jawaban untuk pertanyaan yang telah dibuat. Kemudian penyelidikan dirancang dan dilaksanakan. Dari hasil penyelidikan biasanya diperoleh data hasil percobaan. Data yang dihasilkan kemudian diinterpretasi, misalnya angka-angka ditransfer ke dalam kata-kata atau kalimat untuk menjelaskan hasil. Terakhir si peneliti harus memutuskan apa arti dari kata-kata tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan antara lain. Apakah ramalan yang telah dibuat cukup akurat? Apakah satu variabel mempengaruhi variabel yang lain? Pertanyaan lain yang mungkin muncul adalah Apakah yang harus dikerjakan berikutnya? Apakah yang harus diberitahukan kepada orang lain tentang penyelidikan yang dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini adalah bagian dari data interpretasi.