Pembahasan.docx

  • Uploaded by: Frita Karisma
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,071
  • Pages: 5
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kadar iodin dalam urin menggunakan metode APDM sebagai deteksi gangguan tiroid. Iodin atau sering juga disebut sebagai iodium adalah salah satu unsur yang cukup penting bagi homeostasis tubuh manusia. Iodin berperan penting dalam

pembentukan hormone tiroid yang

selanjutnya bekerja pada metabolisme seluler dan reproduksi. Iodium diserap sepertiga bagiannya digunakan untuk membentuk tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) yang berfungsi mengatur metabolisme makanan dan pertumbuhan, sedangkan dua pertiga lainnya di ekskresi dalam urin Iodin tidak dapat di produksi oleh tubuh manusia, sehingga harus dipenuhi melalui asupan makanan dan minuman yang mengandung iodium seperti garam dapur. Sekitar 90% iodium yang masuk ke dalam tubuh akan diekskresikan melalui urine. Kadar iodium dalam urine ini dapat diukur melalui pemeriksaan EIU (Eksresi Iodium Urine). Urine yang digunakan dalam pemeriksaan ini merupakan urine 24 jam atau urine pagi hari. Penggunaan EIU didasarkan pada asumsi bahwa dalam keadaan normal, masukan iodium dalam tubuh melalui makanan atau minuman akan dimanfaatkan oleh tubuh kurang dari 10 persen, selebihnya (>90 persen) dikeluarkan lagi oleh tubuh melalui urin. Pemeriksaan EIU menggunakan prinsip metode microplate yag didasarkan pada reaksi Sandell-Kolthoff ion Ceric yang berwarna kuning akan berubah menjadi ion Ceric yang berwarna kuning muda hingga tidak berwarna. Kadar iodium dalam sampel dianalisis menggunakan metode Ammonium Persulfate Digestion on Microplate (APDM). Iodium dalam makanan sebagian besar dalam bentuk ion iodida (I-) atau IO3- dan sedikit iodium yang terikat sebagai senyawa organik. Di dalam usus semua bentuk senyawa iodium diubah menjadi iodida dan bentuk inilah yang diserap oleh usus untuk selanjutnya diangkut oleh darah ke kelenjar tiroid dan organ tubuh yang lain.

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kadar iodin urin dalam praktikum ini adalah APDM (Ammonium Persulfate Digestion Method), di mana sampel didigesti dengan ammonium persulfat. Reaksi yang berlaku adalah reaksi SandellKolthoff, di mana iodida yang terkandung dalam urin berperan sebagai katalis saat As3+ mereduksi Ce4+ menjadi Ce3+. Hasil reduksi Ce4+ menjadi Ce3+ menimbulkan perubahan warna yang terdeteksi oleh microplate reader, yang kemudian diinterpretasikan sebagai kadar iodin. KIO3 + (NH4)2S2O8 → I2 + (NH4)2SO4 + K2SO4

Penetapan iodium dilakukan dengan cara reaksi Cu-As (Sandell-Kolthoff). Cara ini digunakan karena lebih sensitif serta dapat mengukur kadar iodium dibawah 10 ppm. Metode yang didasarkan pada reaksi Sandell-Kolthoff prinsipnya menggunakan iodium sebagai katalis reduksi dari Ce+4 menjasi Ce+3 oleh arsen (III) dalam medium asam . Reaksi dipantau sebagai penurunan penyerapan cahaya pada 405 nm akibat konversi Ce+4 (kuning) menjadi Ce+3 (tak berwarna) (Dyrka,2011). Dalam pengukuran kadar iodin dalam sampel urine, dipipet larutan kalibrator iodin dengan variasi konsentrasi 100 ppm, 10 ppm, 4 ppm, 2 ppm, 1 ppm, 0,5 ppm, 0,25 ppm, dan 0,125 ppm. Larutan kalibrator iodin berfungsi sebagai standar, yang menghubungkan

konsentrasi

iodin

dan

absorbansi

yang

terukur

pada

spektrofotometer. Dari larutan kalibrator iodin dapat dibuat kurva kalibrasi yang persamaannya digunakan untuk menghitung konsentrasi iodin berdasarkan absorbansi yang terjadi. Semua preparasi baik sampel maupun baku dilakukan pada microplate wells. Keuntungan menggunakan microplate wells ialah tidak terlalu banyak menggunakan bahan hanya membutuhkan kisaran 50 – 100 µL. Penambahan amonium persulfat dimaksudkan untuk memperoleh iodium seluruhnya dalam bentuk I- (iodium dalam urin berbentuk I- dan iodium yang terikat sebagai T3 dan T4). Sebagai baku digunakan kalium iodat, penggunaan amonium persulfat pada kalium iodat akan mereduksi

bentuk iodat (IO3-) menjadi bentuk iodin (I-) yang sesuai dengan bentuk iodium dalam urin (bentuk I- ). Selain sebagai baku kalium iodat juga berfungsi untuk melihat apakah dengan penambahan amonium persulfat dapat diperoleh iodium dalam bentuk (I-). Amonium persulfat harus digunakan dalam keadaan segar. Amonium persulfat memiliki sifat oksidator kuat sehingga akan mudah terurai menjadi tidak stabil. Amonium persulfat digunakan karena tidak berbahaya, tidak berpotensi meledak, ekonomis, sangat larut dalam air (yang membuatnya mudah untuk mempersiapkan lebih terkonsentrasi solusi). Digesti menggunakan metode APDM lebih baik daripada menggunakan metode digesti dengan HCl. Metode digesti dengan HCl dapat menekan efek katalitik iodium dalam Reaksi Sandell-Kolthoff sehingga membutuhkan faktor koreksi untuk perhitunga. Proses pemanasan pada suhu 110o C selama 60 menit dilakukan guna memutuskan ikatan antara iodium dengan senyawa organik lain seperti protein. Keadaan ini juga diperlukan untuk mencapai kondisi optimum reaksi oksidasi oleh amonium persulfat. Setelah proses digesti, berlanjut ke proses penambahan asam arsenik dan ceric amonium sulfat. Arsen berperan sebagai reduktor dengan mengalami oksidasi. Sedangkan ceric berperan sebagai oksidator dengan mengalami reduksi. Reaksi Sandell-Kolthoff merupakan reaksi kinetik, idealnya interval antara penambahan ceric amonium sulfat dan pembacaan absorbansi harus sama bagi setiap lubang. Maka dari itu penambahan ceric amonium sulfat harus dilakukan dengan cepat, maksimal waktu penambahan ceric amonium sulfat yaitu 1 menit. Kemudian diukur absorbansi pada panjang gelombang 405 nm untuk melihat penurunan penyerapan cahaya kibat konversi Ce+4 (kuning) menjadi Ce+3 (tak berwarna). Reaksi yang berlangsung adalah reaksi orde pertama dan berhenti pada waktu tetap. Nilai log adalah absorbansi yang mewakili konsentrasi produk dan kemudian di plotkan sebagai fungsi konsentrasi iodin.

Kadar normal iodin dalam urin adalah sebesar 100-200 µg/L. Apabila kadar iodin dalam urin melebihi normal, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit hipertiroid, sedangkan apabila kadar iodin dalam urin kurang dari normal maka seseorang dapat dikatakan menderita penyakit hipotiroid. Selain itu, intensitas warna larutan uji juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menentukan konsentrasi iodin dalam urin. Semakin pudar warna kuning dari larutan, menunjukkan konsentrasi iodin dalam urin semakin tinggi dan melebihi kadar normalnya, sehingga mengindikasikan seseorang terkena penyakit hipertiroid. Sebaliknya apabila warna kuning dari larutan semakin pekat, maka menunjukkan konsentrasi iodin dalam urin semakin rendah dan kurang dari kadar normalnya, sehingga mengindikasikan seseorang terkena penyakit hipotiroid. Faktor yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya kadar iodin dalam urin pada seseorang diantaranya konsumsi makanan yang mengandung iodin perhari, anemia, asupan protein per hari, zat gaitrogenik, status gizi dan status infeksi. Dari hasil yang didapatkan bahwa kadar iodin dalam urin pada semua responden yaitu tidak berada pada rentang normal. Dimana kadar normal iodin dalam urin yaitu sebesar 100-200 µg/L. Hasil tersebut belum dapat dikatakan akurat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu yang digunakan pada saat proses digesti apabila terlalu tinggi atau rendah akan berpengaruh terhadap perubahan senyawa kompleks dalam urin menjadi senyawa yang lebih sederhana. Selain itu, pengaruh cara pemipetan yang kurang baik juga dapat mempengaruhi, sebab butuh ketelitian yang tinggi untuk melakukan pipeting terhadap larutan dalam volume yang sangat kecil. Dampak dari adanya hal tersebut menyebabkan simpangan deviasi dari nilai absorbansi yang didapatkan sehingga perhitungan konsentrasi iodin dalam urin menjadi kurang akurat.

Kesimpulan

Kadar Iodin dalam urin dapat ditentukan dengan menggunakan metode APDM (Ammonium Persulfat Digestion Method). Hasil konsentrasi iodin pada semua sampel tidak berada pada rentang normal (normal = 0,1 - 0,199 mg/L).

More Documents from "Frita Karisma"