BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinanbahwa Indonesia tidak memiliki indentitas budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi budaya yangluar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia. Kebudayaan atau budaya menurut Antropologi Indonesia, Koendjaraningrat tahun (1996) adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Pengertian tersebut merujuk pada gagasan J.J Honigmann (1973) tentang wujud kebudayaan atau disebut juga “gejala kebudayaan”. Honigmann membagi kebudayaan kedalam tiga wujud, yakni kebudayaan dalam wujud ide, pola tindakan dan artefak atau benda-benda. Merujuk pada pendapat Honigmann bahwa salah satu ciri dari kebudayaan itu sendiri adalah artefak atau benda-benda. Di Indonesia sendiri terdapat banyak kerajinan yang bermula dari cara-cara manusia untuk memenuhi kebutuhan khusus, yang kemudian ada yang berkembang menjadi karya kerajinan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Perkembangan karya seni kerajinan dapat dipandang dari tiga segi yaitu segi desain, segi teknologi dan segi kegunaan produknya. Perkembangan ketiga seni tersebut dapat berjalan bersama-sama, tetapi tidak jarang pula segi yang satu lebih lambat dari segi yang lainnya. Salah satu cabang dari seni kerajinan atau kriya yaitu kerajinan anyaman bambu. Menurut Anton Gerbono dan Abbas Siregar Djarijah (2005: 3) Kerajinan anyaman bambu merupakan salah satu karya seni asli Indonesia yang telah dikembangkan secara turun temurun sebagai sumber penghasilan dan kehidupan rakyat.
1
Profil Desa
Visi Terciptanya Desa Sindangjaya yang Makmur dan Sejahtera Misi A. Mewujudkan pemerintahan desa yang terib dan berwibawa Tujuan 1. Terwujudnya kegiatan pemerintahan desa yang tertib dan beirwibawa Sasaran a. Tersedianya aparatur desa yang siap melayani masyarakat b. Tersedianya kantor desa yang dapat melayani masyarakat desa 2. Terwujudnya tata perencanaan desa yang baik Sasaran a. Tersedianya data dan informasi desa b. Tersedianya perencanaan pembangunan desa B. Mewujudkan sarana prasarana desa yang memadai Tujuan 1. Terwujudnya sarana jalan yang dapat mendukung perekonomian warga desa Sasaran a. Tersedianya jalan desa yang baik dan memadai b. Tersedianya jalan lingkungan yang baik
2
2. Terwujudnya sarana irigasi pertanian untuk peningkatan produksi hasil pertanian masyarakat desa Sasaran a. Tersedianya saluran irigasi sawah yang baik b. Terbentuknya himpunann kelompok petani pemakai air yang rukun dan bersahaja 3. Terwujudnya sarana sanitasi lingkungan desa yang baik Sasaran a. Tersedianya saluran air lingkungan warga b. Tersedianya sarana MCK umum warga c. Terbentuknya komunitas kebersihan lingkungan warga C. Mewujudkan perekonomian dan kesejahteraan warga desa Tujuan 1. Meningkatnya usaha ekonomi produktif warga Sasaran a. Tersedianya pelatihan usaha produksi rumah tangga desa b. Terbinanya kelompok usaha industri rumah tangga desa 2. Meningkatnya pasar produksi desa Sasaran a. Terkelolanya pasar desa yang baik b. Tersalurkannya hasil usaha produksi pertanian masyarakat desa c. Tersalurkannya hasil produksi industri rumah tangga
Desa Sindangjaya adalah desa yang berada di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes. Dalam pemerintahnya terdiri dari 1. Kepala Desa ( H. Dartim ) 2. SekDes ( Tanori ) 3. Kadus 1 ( Tari F ) 4. Kadus 2 ( Tanori ) 5. Kasie Pem. ( Rodiyanto ) 6. Kasie Kesj. ( Slamet ) 7. Kasie Pely. ( Akh. Heri Fauzi ) 8. Staff Kasie Pely ( Sudaryan ) 9. Kaur keuangan ( Mulyanto ) 10. Kaur Perencanaan & Umum ( Wawan G )
3
Mencukupi surat Camat Kersana Nomor 892.2/481/2017 tertanggal 27 September 2017perihal tersebut diatas dalam -pokok surat, dengan ini kami kirimkan Identifikasi Rupa Bumi – unsur Buatan Desa Sindangjaya Kec.Kersana sebagai berikut : A. Kantor Kepala Desa / Balai Desa Sindangjaya Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes dibangun pada tahun 1821di halaman rumah Kepala Desa/Kuwu yang pertama ( ke 1 ) sampai dengan Kuwu yang ke 2 ( dua )sampai dengan tahun 1952. Nama Kuwu pertama ( ke 1 ) adalah Buyut Tawan beliau bergelar Jagadimerta dan memerintah sekitar tahun 1821 s/d tahun 1918. Nama Kuwu ke 2 (dua) adalah Buyut Sadiyan, beliau bergelar Jagadipura dan memeritah sekitar tahun 1918 s/d tahun 1951 ( dikarenakan menghilang dari Desa Sindangjaya) pada masa terjadinya Penduduk Desa Sindangjaya tahun 1951 s/d tahun 1952 EVAKUASI ke Desa-desa tetangga yang masih aman. Kantor Kepala Desa/Kuwu dipindah ke tanah pasar asrama pada Pemerintahan Kuwu ke 3 ( tiga ) yang bernama Soetadiraksa pada tahun 1951 s/d tahun 1952. Kantor Kepala Desa/Kuwu masih di pasar asrama yang bernama : Soekarja bin Taspan pada tahun 1953 s/d tahun 1954 ( Bapak Soekarja bin Taspan adalah Kuwu Kartiker / Pjs / Rokomba ) . Kantor Kepala Desa / Kuwu dipindah kehalaman rumah Kuwu Definitive ke 4 ( empat ) yang bernama : Mochamad bin H. Masyur pada tahun 1955 s/d tahun 1969. Kantor Kepala Desa/Kuwu dipindah pada masa pemerintahan Kuwu Mochamad bin H. Mansyur tahun 1960 sampai dengan sekarang yang terletak Wilayah RT 003 RW 003 pada Persil : 25 d I ( blok : 016 ), Luas tanah : 2250 M 2 B. Masjid Jami Baitul Mutaqien Desa Sindangjaya Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes dibangun pada tahun 1938, Luas tanah Wakaf semula : 280 M 2. Penambahan tanah wakaf tahun 2000 seluas : + 230 M 2 dari H. Samsudin Jakarta . Luas tanah wakaf Masjid jami Baitul Mutaqien : + 510 M 2 . Masjid Jami Baitul Mutaqien direnovasi / rehab total sekitar tahun 1961 dan di Renovasi kembali / rehab total tahun 1984 dan selesai tahun 1986 . Dengan adanya penambahan tanah wakaf dari Bapak H. Samsudin Jakarta terlebih Bangunan Masjid Jami Baitul Mutaqien dianggap kurang besar dan fisik bangunannya sudah Rapuh maka direnovasi lagi / rehap total. Renovasi Masjid jami
4
Baitul Mutaqien dimulai bulan Nopember 2007 sampai dengan tahun 2010 ( selama 3,5 tahun ) dengan menelan biaya 1,5 M ( Satu Milyard lima ratus juta rupiah ); C. Pemakaman Umum ( TPU ) Pemakaman Umum dibangun tahun 1822 luas tanah + /- 11260 M2; Penambahan/perluasan TPU pada tahun 2000 luas tanah : + 521 M 2 Luas Total tanah TPU : + 11781 M 2 Pemakaman Umum ( TPU ) terkena erosi / longsor sekitar Tahun 2009, + 1351 M 2 sehingga tanah TPU yang masih : + 10430 M 2 D. Pendidikan Dasar : 1. SD Negeri Sindangjaya 01 berdiri Pada tanggal 01 Februari 1961 , satu lokasi dengan Kantor Kepala Desa / Balai Desa ; Gedung SD Negeri Sindangjaya 01 dipindah ke sebelah timur Desa sekitar tahun 1969, luas tanah; + 2760 M 2; 2. SD Negeri Impres Sindangjaya II berdiri sekitar tahun 1972 satu lokasi dengan SD Negeri Sindangjaya I (sekarang dihapus / dimerjer karena tidak punya murid ); 3. SD Negeri Impres Sindangjaya III dibangun tahun 1978, lokasi RT 004 RW 001,luas tanah : + 1522 M 2 ; 4. TK Pertiwi berdiri pada tanggal 20 Nopember 1974
,satu lokasi dengan Kantor
Kepala Desa / Balai Desa Sindangjaya 5. Kelompok Bermain Tunas Bangsa ( PAUD )berdiri pada tanggal 01 Juni 2007, satu lokasi dengan SD Negeri Sindangjaya I ; E. Poliklinik/Polindes Berdiri sekitar tahun 2002, satu lokasi dengan Kantor Kepala Desa / Balai Desa Sindangjaya; F. Posyandu Berdiri sekitar tahun 1980 antara lain : 1. Posyandu Mawar ( RW 001 ) 2. Posyandu Melati
( RW 002 )
3. Posyandu Anggrek ( RW 003 ) 4. Posyandu Terate ( RW 004 ) G. PKD ( Pos Pelayanan Kesehatan ) Dana dari BLUDE, masih satu lokasi dengan
Kantor Kepala Desa
/ Balai
Desa
Sindangjaya ; H. Warung makan: 1. Warung makan Ibu Oga berdiri tahun 1992. Asal muasal berdirinya Warung makan Ibu Oga adalah : Bapak Soedarno adalah seorang Kepala Desa Definitive ( Kepala Desa ke 5 ) menjabat tahun 1974 s/d tahun 1979 dan mempunyai seorang Istri bernama Soga Surtini dengan nama panggila IBU OGA ; Bapak Soedarno / Kepala Desa Sindangjaya Meninggal dunia pada tahun 1979 ( akhir tahun); Setelah meninggal suami yang
5
dicintainya, sehingga Ibu Soga Surtini alias ( Ibu Oga ) membuka usaha Perdagangan yaitu membuka warung makan kecil-kecilan dengan khasnya Goreng ayam kampung, oreg tempe basah , sayur asem dan sambel yang dilengkapi dengan ketimun dan pete gunung . Warung makan tersebut tenaga kerjanya dibantu oleh seorang kakak perempuannya yang bernama Enyah ;Namun karena Ibu Oga sering sakit – sakitan sehingga pada tahun 1992 warung makan tersebut diserahkan kepada ponakannya yang bernama Surtini alias Encung; Surtini alias Encung adalah anak perempuannya Ibu Enyah yang nikahi oleh seorang laki-laki dari Desa Kubangjati Kecamatan Ketanggungan yaitu bernama Kisno ( yang secara kebetulan ) Kisno mempunyai usaha dagang hewan / dagang ayam kampung keliling dari Desa ke desa yang hasilynya untuk dijual ke Pasar tradisional di Ketanggungan Brebes; Setelahnya warung makan Ibu Oga diserahkan kepada ponakannya yang bernama Surtini alias Encung yang dinikahi oleh Sdr. Kisno sebagai bakul ayam, maka Bapak Kisno dan Ibu Surtini alias Encung membuka warung makan tersebut secara Resmi melalui ijin tempat usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan: Jenis Usaha
: Rumah makan
NomorIjin
: 503.08/KPT/01272/VIII/2013
Luas
: 49 M 2
Daftar ulang
: 01 Agustus 2018
I. Waduk / Embung : 1. Embung dibangun sekitar tahun 1843 adalah peninggalan Belanda dan airnya digunakan untuk pengoprasian saat menggiling tebu. Luas Embung yang berlokasi di Areal Karang Anyar Wetan Desa Sindangjaya : + 10.000 M 2. Pembangunan Embung dipimpin oleh serdadu Belanda orang Kalimantan Timur ( Bontang ). Air Embung di isi dari kali Kebuyutan pakai pompa dengan operator Ki Rajiman orang Desa Kubangpari selatan ( yang dulunya dalam sejarah Desa Sindangjaya Kupangpari Selatan adalah Desa Sindangjaya . Dengan demikian Kubangpari Selatan sampai sekarang punya sebutan Tanah Jaikar. Desa Sindangjaya penduduknya tidak diperbolehkan nanggap Wayang Golek ataupun hiburan lainya yang berbau mistik termasuk Desa Kubangpari wilayah selatan dikarenakan FAMALI . Setelahnya Bapak Rajiman meninggal dunia , maka Embung dipegang oleh Ki Ali atas perintah dari pihak PG. Ketanggungan Barat. Pada tanggal 25 Nopember tahun 2012 Embung tersebut selesai di Renovasi oleh pihak PU pengairan wilayah Cisanggarung Jawa Barat ( dipungsikan lagi sebagai tandon air untuk kepentingan petani yang ada dilokasi Areal Karang Wetan maupun petani Desa Kubangpari ). Sebelum direnovasi Embung tersebut ditanami padi dan lain sebagainya dibawah kekuasan PU Pengairan . Sekarang Embung tersebut dipegang oleh PU Pengairan ;
6
2. Embung yang terletak di Areal Lamaran kidul Desa Sindangjaya Kecamatan Kersana dengan luas tanah + 7500 M 2 juga peninggalan Belanda dengan istilah Embung milik Desa Sindangjaya Ketanggungan Wes dibangun tahun berikutnya setelah pembangunan Embung yang berlokasi di Areal Karang Anyar Wetan; sekarang dipegang / dalam pengawasan PU Pengairan dan embung tersebut ditanami Padi dan lain sebagainya ( belum ada perbaikan / Rehab ); J. TUGU / GAPURA : Tugu Desa / Pembatas Desa Sindangjaya – Pende dan Pembatas Desa Sindangjaya – Karangbandung - Kecamatan Ketanggungan dibangun sejak Pemerintahan Kuwu yang pertama yaitu tahun 1821 termasuk tugu pembatas persawahan Desa Sindangjaya – Desa Banjarlor Kec. Banjarharjo K. Pasar Desa : Berdirinnya Pasar Desa / Pasar Grembyeng di Desa Sindangjaya keberadaannya secara tibatiba. Pasar tersebut disebut Pasar Kembang Tanjung, yang secara kebetulan pasar tersebut dibawah pohon KEMBANG TANJUNG *. Lokasinya diperbatasan Desa Sindangjaya – Pende di lajur pinggiran jalan Merdeka yang yang sekarang Jalan PU Kabupaten Brebes ( Jalan Raya Ketanggungan – Banjarharjo ). Pasar Tanjung berjalan beberapa tahun saja dari semenjak atahun 1947 sampai dengan tahun 1951. Pasar Kembang Tanjung di pindah kearah selatan ( tepatnya disebelah Timur Jalan Merderka yang kebetulan saat itu disebelah timur rumahnya Bapak Kuwu Definitive ke 4 yaitu Bapak Mochamad / sebelah timur Kantor Kuwu. Pasar tersebut diberi nama *PASAR ASRAMA * Pasar Desa / Pasar asrama ( Pasar Grembyeng ) dibangun sejak Pemerintahan Kuwu Soetadiraksa yaitu tahun 1952. Pada Tahun 1974 masa Pemerintahan Bapak Haryono selaku Pjs.Kepala Desa ( dulu namanya Kartiker ) pasar tersebut sudah tidak ada lagi , karena tanah pasar terjual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pada tahun 1980 dibangun lagi pasar grembyeng oleh Bapak Kasan.T yang berlokasi sekarang diwilayah RT 004 RW 004. Bapak Kasan.T adalah Kepala Desa Definitive yang ke 6. Pasar tersebut hanya berjalan beberapa tahun saja akhirnya pasar asrama bangrut juga dikarenakan para pedagang merasakan pasarnya tidak rame, bahkan barang dagangannya tidak laku. Sirnalah *PASAR ASRAMA* Di Desa kita yang yang tercinta ini, yang dikenang hanyalah namanya saja ; Sekarang Yang masih Cuma tanahnya seluas : + 350 M 2 ; L. LAPANGAN SEPAK BOLA : 1. Lapangan Sepak bola pertama dibangun tahun 1977 dengan kapasitas lapangan kecil; 2. Ada penambahan lahan tanah untuk memperluas kapasitas lapangan sepak bola, sehingga luas lapangan sepak bola : + 10.000 M 3. Tower XL :
7
PT. XL membangun Tower XL dimulai bulan September tahun 2007. Pembangunan Tower XL berlokasi wilayah RT 003 RW 003 Tanah pekarangan atas nama Solichah bt. H.Usman pada Persil : 25 d I ( blok : 016 ), C. Nomor : 610 diatas tanah hak milik keluarga besar Almarhum H. Mochamad – Almarhumah Hj. Siti Maunah. Berakhir masa sewa tanah untuk pembangunan Tower XL tanggal 30 September 2017 ( selama 10 tahun );
GRAFIK APBDES AWAL TAHUN 2018
8
STRUKTUR ORGANISASI PEMDES SINDANGJAYA KERSANA
Sejarah Desa Sindangjaya Kersana Pada Masa Jaya-jayanya Kerajaan Majapahit ada putra Mahkota dari kerajaan di Jawa Barat yaitu dari Krawang di utus untuk menghadap Raja di Majapahit dengan menunggang kuda.. Kuda tesebut diberi nama Jogor Suryadiningrat.. Konon sewaktu perjalanan melalui daerah Pegunungan dengan jalan setapak naik turun gunung sangat terjal, keluar masuk hutan belantara Sehingga perjalanan sementara ditunda lalu perjalanan beralih menuju arah utara dan mampir disebuah Desa yang disebut Peundeuy yang menurut cerita Desa ini adalah Desa Kolot penuh dengan mitos. Peradaban yang ada dimasyarakat banyak larangan – larangan atau banyak yang tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan istilah pamali ( larangan untuk dilaksanakan ). Di Desa Peundeuy saat itu situasinya sangat dilematis, terutama masalah ketentraman, banyak masalah – masalah yang bermunculan. Namun Alhamdullilah Berkat Ridlo Alloh dengn kedatangan utusan tersebut Segala Permasalahan yang muncul di Desa Peundeuy dapat diselesaikan secara arif
9
dan bijaksana.Adapun pejalanan menuju Kerajaan Majapahit tertunda bahkan tidak kesampaian dikarenakan singgah / mampir di Desa Peundeuy bagian selatan. Setelah beberapa tahun kemudian dengan pertimbangan yang sangat matang kemudian Beliau menentukan Desa Peundeuy Dipecah menjadi dua Desa ,, Antara lain ; bagian utara menjadi Desa Pende dan bagian Selatan Menjadi Desa Sindangjaya . Desa Pende memiliki benda Pusaka Beunde yang digunakan untuk pemberitahuan kepada masyarakat dengan cara benda pusaka tersebut ditabuh oleh seorang Pamong Desa / Kabayan keliling Desa untuk memberi tahu ada kepentingan yang perlu di reumbug di Desa.Sehingga Cikal bakal Desa Sindangjaya adalah Riwayat perjalanan Seorang utusan Putra Mahkota dari Kerajaan Krawang Jawa Barat menuju ke kerajaan Majahit terhenti karena ditengah – tengah perjalanan ada suatau permasalahan yang tiada henti – hentinya namun dapat diselesaikan oleh beliau sehingga masyarakat merasa aman, tentram, damai. Kemudian Beliau berembug dengan leluhur – lehurur lainya, seperti Ada sesepuh dari Cirebon dipimpin Oleh seorang yang sakti mandraguna yaitu Ki Walangsungsang Kemudian dengan Ki Cakrabuana atau Mbah Kuwu Sangkan.Atas seijiin Alloh SWT , Beliau sesepuh dari Cirebon dengan segala kelebihannya atau dengan kesaktiannya membawa Sumur Bandung /Sumur Kejayaan dari Cirebon ke Desa Peundeuy bagian Selatan ( sekarang Desa Sindangjaya ). Sumur tersebut setelah diletakan di Desa Peundeuy bagian Selatan dan dibawah akar pohon Blendung maka sumur tersebut dikenal dengan sebutuan sumur Blendung, Sindang ( mampir/Sendang/Air dan Jaya artinya mendapatkan Kejayaan. Sendang ( Air) . Didalam sumur blendung terkadang memperlihatkan atau muncul bermacam – macam jenis ular, belut putih dan ada pula ikan gabus dan lain sebagainya; Pada saat bulan Syuro dan bulan Maulud terkadang ada pejiarah yang berdatangan ke Sumur Blendung. Mereka sengaja pada mandi dengan bunga tujuh rupa ada pula yang hanya ambil airnya untukdibawa dengan tujuan mencari kabarokahan dari Alloh SWT. Sejak itu pula Sumur Blendung dikeramatkan Oleh Masyarakat sekitarnya sampai dengan sekarang Sumur Blendung terkenal dengan angkernya karena banyak dedemit dan penunggu – penunggunya termasuk menurut cerita rakyat ada kerajaan Jin dibawah pimpian Ki Kala Geni dan Ki Kala Godra , anak buahnya lebih dari tiga ratusan. Disitu ada baureksonya bernama Nyai Endangjaya selalu memegang keris Pusaka Nogo Sosro Namun ada keyakinan dan kepercayaan dimasyarakat bahwa nyai Dewi Endangjaya adalahBunda Ayu Ratu Kidul. Sebagai Pengawalnya adalah Aki Cayan dan Ki Buyut Tuban. Di Desa Sindangjaya ada seorang Empu yang bernama Kigeude Supa ( Embah Buyut Sufa Rumbang ) sebagai Pendatang .Beliau sebagai pembuat keris –keris Pusaka atau benda – benda Pusaka. Ada pula beberapa baurekso di Sindangjaya termasuk diantaranya : Embah Buyut Kaputihan Alias Eyang tunggal Jati Putih,,Kigeude Bodas Alias Embah Bao,, Raden Deuleus,, Pangeran Purbaya,, Eyang Rekso Negoro,, Raden Trenggono,, Eyang Joko Sengoro yang sekarang terkenal di Brebes dengan sebutan Ki Joko Poleng,, Raden Sutejo Alias Ki Leja ,, Nyai Siti Asih,, Eyang Anggawana,,Kigeude Jagajaya, Eyang Emad ( Syeh Abdussomad Jombor ) , Mbah Mansoer alias
10
Kigeude Mansyoeryeh Maulana Mansyoer; Kigeude Jagajaya adalah anak cucu Eyang Sarmin yang berasal dari Kuningan Jawa Barat.Eyang Sarmin adalah Cucu Eyang Awangga / Dipati Kuningan , sehingga sampai sekarang Kultur,budaya,adat – istiadat di Desa Sindangjaya hampir mirip dengan daerah Kuningan bahkan bahasa keseharianyapun di Desa Sindangjaya memakai bahasa Sunda Kemudian sesepuh dari Kuningan Jawa Barat yang dijuluki Eyang SARMIN memerintahkan kepada Bapak TAWAN untuk menjadi Kuwu ( Kepala Desa ) dan merupakan Kuwu pertama di Sindangjaya yang kemudian dikenal dengan Julukan / mendapatkan gelar JAGADIMERTA yang artinya orang yang bisa menjaga masyarakat dengan kepiaweannya dan tentunya dengan teramat sakti mandraguna. Embah Tawan juga memiliki kuda yang masih keturunan / titisan kuda Jogor Suryadiningrat yang sewaktu – waktu kuda tersebut mampu di utus membawa surat dari Kantor Kuwu diberikan kepada Demang di Kademangan ( Kecamatan ) maupaun ke kadipaten ( sekarang Kabupaten; Di Desa Peundeuy ada pula kuda yang punya kemampuan / sangat sakti ,, namanya Kuda Weling yang ditunggangi Oleh Syeh Amangkuat I berasal dari Tegal. Pada tahun 1948 Desa Sindangjaya dan Desa Pende dihujani bom oleh Serdadu Belanda dari Pesawat Udara, Namun dengan kesaktian Syeh Amangkurat I yang berkendaraan kuda weling bom – bom yang ditumpahkan dari atas,, ternyata tidak ada korban apapun, semuanya selamat dari serangan bom,,bahkan rumah Pendudukpun tidak ada yang rusak,, hanya tanah – tanah pekarangan yang pada rusak. Itu semua berkat Karomah para Leluhur yang ada Di Sindangjaya Terlebih tentunya Berkat Perlindungan dan Rahmat Alloh SWT.
11
BAB II
HOME INDUSTRI ANYAMAN DAN PENERAPAN TENAGA KERJA
A. Home Industri Anyaman 1. Pengrajin Anyaman Mayoritas masyarakat desa Sindang jaya adalah petani sawah dan ladang untuk menganyam sendiri bisa dikatakan profesi karena banyak dari masyarakat membuat anyaman, tetapi secara menyeluruh mereka menganyam atas dasar untuk mengisi waktu luang selebihnya atas dasar kebutuhan sehari-hari. Pengrajin anyaman di desa Sindangjaya banyak dari kalangan lanjut usia, sekitar usia 30 – 80 tahun bahkan lebih. Menganyam menjadi kegiatan turun temurun yang diwariskan oleh tiap keluarga. Masyarakat desa Sindangjaya merupakan pewaris dari nenek moyang mereka. Tetapi sekarang sudah jarang generasi muda yang mau meneruskan keterampilan menganyam. Adapun produk yang dihasilkan beragam, seperti: kipas, haruyan, kukusan, geribig, irig, tampah dan lain-lain. Untuk bahan baku bambu, didapat dari membeli di material atau dari pekarangan. Bambu yang dibeli sudah dalam bentuk lonjoran dengan panjang 7-8 meter dengan harga Rp. 15.000. Dalam satu lonjor bambu dapat membuat 1 geribig, 10 kukusan ukuran sedang, 2 kodi kipas, 4 haruyan, 6 irig, 5 tampah. Kemampuan pengrajin dalam membuat anyaman rata-rata dalam sehari mampu membuat 20 biji kipas, untuk pengrajin haruyan hanya mampu membuat 3 biji, untuk membuat geribig 1 biji dalam sehari, begitu juga dengan pengrajin tampah yang hanya dapat membuat 5 biji dalam seharinya, bagi pengrajin kukusan yang hanya dapat membuat 3 biji, sedangkan bagi pengrajin irig hanya mampu 3 biji dalam waktu 2 minggunya. Sekarang kalau bergantung dari anyaman saja susah. Dulu , satu anyaman dihargai tinggi kalau sekarang sudah turun jauh harganya. Itu tidak setiap hari juga ada pesanan. Apalagi sekarang zamannya semua pake plastik, tergeser oleh teknologi.
12
2. Perlengkapan untuk membuat anyaman a. Gergaji Gergaji berfungsi sebagai memotong lonjoran bambu menjadi beberapa bagian, ukuran ½ meter-1 meter atau sesui kebutuhan. b. Golok Golok berfungsi untuk membelah menjadi bagian-bagian kecil berukuran 1 cm memanjang kebawah atau sesuai kebutuhan. c. Arit Arit berfungsi untuk menyayat atau mengirat bambu menjadi belahan-belahan tipis.
3. Bahan a. Bambu Bambu sebagai bahan utama untuk mebuat anyaman. b. Tali rapia Tali rapia sebagai mengikat anyaman dengan penyanggah agar kuat. c. Pewarna Pewarna untuk memberikan sentuhan warna pada anyaman.
4. Proses pembuatan produk Langkah 1 Persiapkan bahan-bahan dan alat-alat. Langkah 2 Satu lonjor bambu dipotong menjadi beberapa bagian, ukuran ½ meter – 1 meter atau sesuai kebutuhan. Langkah 3 Bambu yang telah dipotong kemudian dibelah menjadi bagian-bagian kecil berukuran 1 cm memanjang kebawah atau sesuai kebutuhan. Langkah 4 Bambu yang sudah dibelah-belah kemudian di irat atau sayat menjadi belahanbelahan tipis. Langkah 5 13
Bambu yang sudah di irat kemudian direndam didalam air supaya tekstur bambu menjadi lebih lunak. Lalu dijemur setengah kering. Langkah 6 Setelah itu bambu tersebut di anyam sesuai model produk yang ingin dibuat. Langkah 7 Setelah anyaman tersebut jadi serabut-serabut yang masih menempel dibersihkan dan dibuang. Langkah 8 Anyaman diberi penyanggah sesuai dengan jenis produk yang dibuat agar anyaman tidak mudah lepas dan rusak.
5. Harga produk
1.
kipas
2.
kukusan
3.
Haruyan
4.
Geribig
5.
Tampah
6.
irig
pengrajin
pengepul
Bakul
Pasar
Rp. 700
Rp. 800
Rp. 1000
Rp 1.300
Rp. 2.250
Rp. 3.000
Rp. 4.000
Rp. 5.000
6. Pemasaran
Menurut (Stanton, 2011) definisi pemasaran adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Pemasaran anyaman bambu mulai dari pengrajin, pengepul, bakul, sampai ke pasar itu memiliki nilai harga yang berbeda.
14
Produk anyaman dari desa Sindangjaya terkenal dengan harga yang sangat terjangkau. Hal tersebut sangat diakui oleh para pedagang dilingkungan kersana maupun daerah lain. Dengan harga yang terjangkau tersebut ada beberapa salah satu nya jenis anyaman kukusan ada sedikit keluhan yaitu kurangnya kualitas jika dibanding dengan yang lain. Akan tetapi jenis anyaman lain nya diakui tidak kalah saing dibanding dengan desa lain terutama anyaman kipas yang sangat laku di pasaran. Selain kota Brebes anyaman ini juga dikirim ke luar kota yang selalu menjadi pusat pemasaran hasil anyaman desa Sindangjaya seperti kota Cirebon, Indramayu, Tegal, Majalengka.
B. Penerapan Tenaga Kerja 1. Jumlah Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masing-masing home industri tidak menentu. Banyak dari home industri yang hanya mempekerjakan keluarganya, seperti anak atau menantu mereka dan itu hanya bersifat membantu. Karena home industri anyaman ini tidak terlalu besar dan hampir setiap rumah memproduksinya. Home industri anyaman yang ada di desa Sindangjaya ini dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu home industri besar, sedang, dan kecil. Setiap kategori mempunyai ciri masing-masing. Home industri yang dikategorikan besar adalah pengrajin yang mampu mempekerjakan lebih dari lima orang, sedangkan home industri yang dikategorikan sedang yaitu yang hanya mampu mempekerjakan dua sampai empat orang. Sementara itu home industri yang berkategori kecil hanya dikerjakan oleh satu orang dan hanya dibantu oleh anak atau keluarganya saja dan bantuannya bersifat sementara. Tidak setiap hari pengrajin mendapat bantuan dari anak atau keluarganya. Berikut data jumlah tenaga kerja pengrajin anyaman bambu desa sindangjaya kecamatan kersana kabupaten Brebes berdasarkan hasil survai observasi yang dilakukan menyeluruh dapat dilihat daalam tabel berikut: RT 1 N
NAMA
o 1
FASWEN
UMU
PEMASO
PENGEPU
KERAJINA
JUMLA
KE
R
K BAHAN
L
N
H
T
53 Th
MATRIAL
IBU
KUKUSAN
2
MADARMI
15
RT 2 1.
SOHATI
50 Th
MATRIAL
IBU
KUKUSAN,
UNAH,
ILIR,
IBU
GERIBIG
5
SANYEM 2
ASIH
34 Th
MATRIAL
IBU
IRIG
UNAH, IBU SANYEM 3.
UNAH
62 Th
MATRIAL
IBU
KUKUSAN
5
KUKUSAN
3
IRIG
3
SANYEM 5.
SANYEM
51 Th
MATRIAL
IBU SANYEM RT 5
1
TARSUMI
62 Th
MATRIAL
2
DARSITI
65 Th
MATRIAL
PASAR
DATA PENGRAJIN ANYAMAN RW 03 DESA SINDANGJAYA RT 1 1
IBU
50 Th
MATRIAL
SUNAH 2
IBU
50 Th
MATRIAL
SARMI
IBU
KUKUSAN,
AWENG
GRIBIG
IBU
KUKUSAN,
AWENG
GRIBIG,
5
5
KIPAS 3
IBU
45 Th
MATRIAL
RATEM
IBU
KUKUSAN
AWENG RT 2
1
IBU
45 Th
MATRIAL
UWAR 2
IBU
57 Th
MATRIAL
WAIPAH 3
IBU
IBU SARI
HARUYAN,
4
AWENG
KUKUSAN
IBU
GERIBIG
2
GERIBIG
3
KUKUSAN
7
AWENG 60 Th
MATRIAL
CAREM 4
IBU
IBU AWENG
45 Th
MATRIAL
IBU 16
AWENG RT 3 1
BAPAK
60 Th
MATRIAL
TIPLOK 2
IBU
40 Th
MATRIAL
KODRIAH 3
IBU SITI
IBU
50 Th
MATRIAL
BAPAK
58 Th
MATRIAL
BAPAK
75 Th
MATRIAL
IBU
KIPAS
IBU
KUKUSAN
5
GERIBIG
2
KUKUSAN
4
HARUYAN
3
KUKUSAN
3
KUKUSAN
4
KUKUSAN
7
HARUYAN
2
IBU
IBU
IBU AWENG
62 Th
MATRIAL
KUSNA 7
AWENG
AWENG
DARSU 6
10
AWENG
ROISAH 5
KUKUSAN,
AWENG
MASITOH 4
IBU
IBU AWENG
33 Th
MASRIFA
MATRIAL
IBU
;
AWENG
H RT 4 1
IBU CATI
49 Th
MATRIAL
IBU AWENG
2
IBU
70 Th
MATRIAL
KASMIRA
IBU AWENG
S 3
IBU
MATRIAL
TARWIT 4
IBU
IBU
HARUYAN
AWENG 40 Th
TURSINI
MATRIAL
IBU
;
AWENG
KIPAS
10
KIPAS
10
KUKUSAN
5
HARUYAN
3
RT 5 1
MAK
80 Th
MATRIAL
AWENG 2
IBU
AWENG 65 Th
MATRIAL
WILEM 3
IBU
IBU
IBU AWENG
36 Th
MATRIAL
IBU 17
WARTINI 4
IBU
AWENG 22 Th
MATRIAL
ROLIFAH 5
IBU
50 Th
IBU
HARUYAN
4
HARUYAN
2
HARUYAN
3
HARUYAN
3
AWENG MATRIAL
CASIH 6
IBU
IBU AWENG
18 Th
MATRIAL
UNENGSI
IBU AWENG
H 7
IBU
60 Th
MATRIAL
TURISEM
IBU AWENG
DATA PENGRAJIN ANYAMAN RW 04 DESA SINDANGJAYA RT 1 1
IBU
50 Th
IBU WATI
KARSEM
2
IBU NUR
29 Th
IBU WATI
IBU
A.TAMPAH,
A.5
TARMEN
B.KIPAS,
B. 1
C.KUKUSA
KODI
N
C.6
KIPAS
1 KODI
IBU RO RT 2
1.
BAPAK
60 Th
IBU WATI
IBU WAS
GERIBIG
2
40 Th
IBU WATI
IBU WAS
KUKUSAN
5
60 Th
IBU WATI
IBU WAS
KUKUSAN
5
36 Th
IBU WATI
IBU WAS
KUKUSAN
10
TARMUSI 2.
IBU KARSEM
3
IBU HARTI
4
IBU ASTIAH
RT 7 1.
IBU KASPI
42 Th
BAPAK
IBU DARTI KUKUSAN
KASPAN
RT 8 18
6
1
IBU
63 Th
SUMIRAH
PUNYA
IBU SUPRI
SENDIRI
A.KUKUSA
A,6
N KECIL
B.8
B.KUKUSA N BESAR 2
IBU
43
CAHYATI 3
IBU
43
IBU
50
IBU ATI
KUKUSAN
8
IBU
IBU SUPRI
KUKUSAN
8
IBU SUPRI
KUKUSAN
8
IBU SUPRI
KUKUSAN
8
SUPRI
DARSINI 5
IBU SUPRI
SENDIRI
SUHERTI 4
PUNYA
IBU DARTI
26
IBU DARTI
2. Modal Tingkat Upah Setiap home industri yang ada di desa Sindangjaya, sumber modal yang mereka dapatkan berbeda-beda, ada yang dari tabungan pibadi, adapula dari hasil pinjaman entah itu bank ataupun pengepul. Namun pada umumnya modal yang mereka dapatkan dari para pengepul yang ada disekitar mereka. Jumlah yang mereka dapatkan dari pengepul tidak menentu tergantung kebutuhan dan permintaan dari para pengrajin sendiri. Para pengrajin yang meminjam modal dari pengepul secara otomatis mereka terlibat hubungan kerja. Pengrajin tidak bisa menjual hasil kerajinan mereka ke orang lain selain pengepul yang mereka pinjami uang. Para pengrajin sudah terlibat kontrak dengan para pengepul yang memberi pinjaman modal. Inilah yang dinamakan sistem kontrak antara pengrajin dan pengepul.
Pengepul bisa menjadi penolong bagi para pengrajin yang membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Uang yang mereka pinjam dikembalikan dalam bentuk hasil kerajinan anyaman bambu berupa kipas, kukusan, hareuyan, gribig, irig dan lain-lain. Yang kemudian dijual kembali oleh para pengepul kepada bakul atau konsumen. Pengepul pun terkadang mengeluh, pada musim tertentu barang kerajinan sulit terjual, sedangkan barang di toko masih menumpuk dan terus
19
bertambah. Walaupun seperti itu banyak dari pengrajin yang ingin menjadi pengepul, tetapi tidak tercapai karena keterbatasan modal.
3. Produktivitas Membuat kerajinan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan bagi pemula. Dibutuhkan ketelitian dan kerapian darisetiap pengerjaanya. Namun tidak terlalu sulit bagi mereka yang sudah mahir dan terbiasa. Apalagi jika kebiasaan tersebut dijadikan sebagai salah satu usaha yang bisa menghasilkan rupiah. Tentunya akan lebih semangat lagi untuk mengerjakannya. Seperti halnya yang di geluti oleh masyarakat desa Sindangjaya Brebes. Home industri kerajianan yang ada di Sindangjaya setiap harinya selalu berproduksi. Walupun hanya menghasilkan beberapa kerajianan saja. Kebanyakan dari mereka tidak menarget satu harinya harus menghasilkan berapa kerajianan. Yang terpenting bagi mereka bisa menyetorkan hasil kerajinannya kepada pengepul. Sehingga pendapatan setiap harinya selalu ada walaupun tidak menentu. Jika dibandingkan dengan kebutuhan mereka, mungkin jika hanya mengandalkan dari hasil anyaman saja tidak bisa terpenuhi. Harga yang rendah menjadi salah satu kendala pengrajin. Namun walaupun demikian mereka tetap semangat berkarya dengan anyaman bambunya. Dalam satu hari, masing masing home industri bisa menghasilakn jumlah anyaman yang cukup banyak. Untuk kipas misalnya, bisa mencapai satu sampai dua kodi perharinya jika dikerjakan dua orang. Untuk kukusan pun hampir sama, setiap harinya setiap pengrajin bisa menghasilkan 10 sampai 20 kipas ukuran sedang. Berbeda halnya dengan haruyan, setiap pengrajin hanya bisa mampu membuat maksimal empat haruyan setiap harinya. Dari sekian banyaknya home industri anyaman yang ada di desa Sindangjaya, hanya ada beberapa orang saja yang mampu membuat piyan (plafon) dari anyaman bambu. Yang lainnya lebih terfokus kepada kukusan, kipas, tampah, irig, haruyan dan gribig. Hal tersebut karena membuat piyan membutuhkan waktu yang cukup lama dan ketepatan dalam pengukuran setiap ruangan dan sudut, sehingga hasilnya memuaskan. Selain itu, pengrajin juga harus bisa menguasai teknik pembuatan model anyaman yang berbeda dan menarik, sesuai dengan keinginan konsumen. Berbeda dengan anyaman lainnya, yang penghitungannya 20
berdasarkan satuan atau perkodi, penghitungan piyan berdasarkan meter dan tingkat kesulitannya.
C. Problematika Home Industri Anyaman 1. Problem Inti Sindangjaya merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Kersana Kabupaten Brebes, merupakan desa yang masih mewarisi budaya yang di turunkan nenek moyangnya hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya masyarakat desa sindangjaya yang masih melestarikan tradisi membuat berberapa alat rumah tangga dari anyaman bambu. Seiring berjalannya waktu Anyaman bambu yang masih dilestarikan terseebut beralih menjadi salah satu sumber pencarian bagi banyak warga desa sindangjaya. Hal tersebut tidak lebar dari berbagai masalah yang ada diantaranya :
Dampak Negatif
Nilai Jual Rendah
Inti Masalah
Tenaga Kerja Berkurang
Kurangnya Minat Maasyaarakat Terhadap Anyaman Bambu Desa Sindangjaya
Masalah Utama Kurangnya kreativitass pengrajin anyaman
Keterbatas an Modal
Pemerintah setempat kurang memerima asperasi masyarakat mengenai pengrajin anyaman
Motivasi warga yaang rendah
Pemerinta Kurangnya Kurangny Bagai 2.1 Pohon Masalah Pengrajin Aanyaman SDM h setempat inovasi a Rendah lebih dalam dukungan fokus produksi dari pada pemerinta anyamaan pengemba h desa 21 ngan investrukt uur desa
Daya saing Produksi Anyaman ketat
Penyebab Utama
Berdasarkan Bagan Pohon Masalah diatas dapat di kketahui bahwasanya terdapat berberapa masalah yang mempengaruhi perkembangan kerajinan anyaamaan di desa sindangjaya diantaaraanya : a. Dampak Negatif 1) Nilai Jual Rendah Berbagai produk aanyaman bambu yang di jual di desa ssindangjaya di jual dengan harga murah hal tersebut mengakibatkan banyak warga yang berprofesi sebagai pengrajin mencari pekerjaan lain guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Atau berberapa masyarakatnya justru hanya menjadikan anyaman bambu sebagai pekerjaan sampingan, hal tersebut dapat terjadi karna nilai upah yaang di berikan bakul terhadap harga produk anyaman tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Satu buah kukusan di jual dengan harga 3000-5000 rupiah perbuahnya sedangan untuk satu buah kipas tngan dapat dijual dengan harga 10002000 rupiah perbatangnya. Sedangkan modal yang harus dieluarkan pengrajin untuk membeli sebilah bambu mencapai harga 15.000 rubu rupiah hal tersebut belum bisa membantu ekonomi masyarakat. 2) Tenaga kerja berkurang Masaraakat desa ssindangjaya pada umumnyaa ialaah masyarakat yaang tingkat pendidikannya rendah, pada umumnya masayarak hanya mampu menempuh pendidikan hingga tingkat sekolah dasar. Hal tersebut membuat banyak warganya mencari pekerjaan lain yang dapat membantunya bertahan
hidup.
Pada umumnya masyarakat
desa
sindangjaya lebih senang meratau ke luar daerah untuk mencari nafkah ketimbang mencari pekerjaan di daerah sekitar rumahnya. Haal tersebut dapat terjadi bukan tanpa alasan melaikan karena kuraangnnya lapangan pekerjaan yang terdapat di desa ssindangjaya. Messki tak dipungkiri desa ssindangjaya memiliki potenssi yang baik terhadap kerajinan anyaman bambunya apaabila dapat di kembangkan ddengan baik. Banyaknya masyarakat yang tidak tertarik melestarikan sekaligus menjadian anyaman sebagai sumber mata pencarian adalah karena nilai 22
jua anyaman itu sendiri yang sangat rendah sehingga dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ditambah tekanan harga banyak hal yang terus menerus naik, hal itu tentu saja tidak sesuai antara pendapatan dan peneluaran jika masyaraakat desa sindang jaya hanya berprofesi sebagai pengrajin anyaman. b. Inti Masalah 1) Kurangnya Minat Maasyaarakat Terhadap Anyaman Bambu Desa Sindangjaya Inti masaalah yang dihadaapi masaaraakat desa sindang jayaa terletak paada sdampak negatif yang di timbulkan misalnyaa nilai jual rendah, tidak menguntungkan, mahalnya harga bahan baaku, di tinggalkannya tradisi mengguakan bahan-bahaan aanyaaman yang mana beralih ke bahan plastik menjadi salah satu penyebab rendahnyaa masaarakat sindangjaya dalam kerajinan aanyaaman dari baambu tersebut sehingga pada akhirnya kerajinan tersebut lambat laun di tinggalkan peminatnya khususnya generaasi muda masarakat desa sindangjaya yang lebih memilih merantau dibandingakan mengembangkan kerajinan anyaaman bambu. c. Masalah Utama 1) Kurangnya kreativitas pengrajin anyaman Dalam dunia usaha inovasi dan kreativitas merupakaan hal yang umum yang harus terus berkembang agar tidak tergerus zaman bahkan sampai di tinggalkan akibat kurangnya dua hal tersebut. Inovasi adalah proses menemukan atau mengimplementasikan sesatu yang baru kedalm situasi yang baru yang menambah atau enciptakan nilai-nilai manfaat. Sedangkan kreativitas adalah memikirkan sesuatu, kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relative berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. (jhon.adhair. 1996). Berdasarkan uraian tersebut serta mengingat betapa pentingnya kreativitas dan inovasi dalam dunia usaha guna meningkatkan nilai jual suatu barang dan ampu bersaing dengan baik di pasaran. Namun sayangnya pengrajin anyaman di desa sindangjaya ini kurang berinovasi dan cenderung ragu-ragu dalam mengembangkan kreativitasnya. Hal 23
tersebut dapat dilihat dari barang anyaman yang di produksi yaitu kebanyakan warganya hanya membuat gerabah, kukusan dan kipas tangan saja. Serta bentuknya masih terlihat monoton. Menurut Karsono (2018), mengemukakan bahwa “sudah pernah ada pelatihan mengenai bentuk lain dari anyaman bambu, bahkan hal itu pernah berjalan dengan baik, hanya saja kami cenderung kesulitan dalam memasarkan karya-karya kami” . berdasarkan hal tersebut dapat di ketahui bahwasannya masalah utama yang di alami masyarkat sindangjaya ialah mengenai pemasarkan karyakarya anyaman bambu sehingga banyak peminatnya. Di tambahlagi sudah banyak barang yang telah beralih fungsi dari bambu dengan plastik. 2) Pemerintah setempat kurang memerima asperasi masyarakat mengenai pengrajin anyama Pemerintah setempat baik pemerintah daerah Brebes maupun pemerinth desa bersifat pasif mendukung kekayaan budaya yang terdapat di salah satu desa di kota Brebes desa sindangjaya. Pemerintah sendiri merasa belum mampu untuk memfasilittasi pemasaran prooduk yang terdapat di sindangjaya. Menurut bapak Carsono (2018), “sudah cukup banyak inisiatif dari pemerintah ddalam mengembangkan anyaaan bambu di desa sindangjaya ini, namun rata-raata maasalahnya sama yaitu terletak di pemasaran produk yang masih terhambat. Untuk itu segala bentuk aspresiasi warga ditampug dan belum terrealisasikan dengan baik. Sehingga warga berfikir seolah pemerintah setempat kurang menerima aspresiasi masyarakat mengenai anyaman bambu tersebut. 3) Motivasi warga yaang rendah Moivasi merupakan semangat yang timbul dari diri seseorang guna mencapai tujuan yang diinginkannya, berdasarkan definisi motivasi yang ada sangat bertolak belakang dengan keadaan yang sebenarnya yang di miliki masyarakat desa sindangjaya guna mengembangkang home industry kerajinan anyaman yang ada. Masyarakat cenderung tidak ada motivasi untuk terus mengembangkan produk yang ada guna meningkatkan daya saing nilai jual produk di mata konsumen. Hal tersebut menjadi salah satu masalah yang menyebabkan terhambatnya perkembangan anyaman bambu yang terdapat di desa
24
sindangjaya yang justru sudah mulai terkikis jaman tergantikan dan mulai di tinggalkan penerusnya.
d. Penyebab Utama 1) Keterbatasan Modal 2) Kurangnya inovasi dalam produksi anyamaan 3) Pemerintah setempat lebih fokus pada pengembangan investruktuur desa 4) Kurangnya dukungan dari pemerintah desa 5) SDM Rendah 6) Daya saing anyaman ketat
25
BAB III
SOLUSI PROBLEMATIKA HOME INDUSTRI ANYAMAN DI DESA SINDANGJAYA
A. Masalah Yang Ditemukan “KURANGNYA MINAT MASYARAKAT TERHADAP ANYAMAN BAMBU DESA SINDANG JAYA” Masyarakat Sindangjaya merupakan desa yang sebagian besar berprofesi pengrajin anyaman, banyak sekali dari berbagai sudut desa mulai dari Rw 01 sampai Rw 04 yang kami temukan adalah para pengrajin anyaman, contohnya saja ketika kami menelusuri di Rw 04 kami menemui pengrajin yang bernama Ibu Karsem beliau bekerja sebagai profesi anyaman sudah turun menurun dari nenek moyang. Namun dengan seiring berjalannya waktu para pengrajin semakin berkurang dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah setempat sehingga sebagian dari para pengrajin meninggalkan profesinya sebagai pengrajin anyaman, ada yang merantau ke luar kota sebagai kuli buruh dan mencari alternatif sebagai profesi lain. Para pengrajin yang merantau khususnya kaum lelaki (suami) sebagian besar merantau di Jakarta, Batam dan lain-lain demi menghidupi keluarganya, dikarenakan dari penghasilan anyaman saja tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi kaum muda yang masih bujangan tentu mereka lebih memilih merantau dibandingkan membantu untuk menganyam, meneruskan profesi orangtuanya karena kebanyakan anak muda sekarang itu kurang percaya diri, maka dari itu mereka lebih meninggalkan profesi orangtuanya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu kebanyakan yang kami temukan di desa Sindangjaya yang bermayoritas sebagai profesi anyaman adalah ibu-ibu karena mereka adalah seorang wanita yang harus merawat dan menjaga anak-anaknya. Selain itu, untuk tambahan kebutuhan hidup meski tak seberapa demi mengisi kekosongan waktu dirumahnya.
26
Adapun masalah yang dihadapi para pengrajin adalah keuntungan yang didapat tidaklah besar. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa penghasilan pengrajin anyaman tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari dikarenakan untuk membuat anyaman kukusan saja dalam sehari hanya menghasilkan enam kukusan yang dijual dengan rata-rata berkisar harga 3 ribu rupiah, demi memenuhi kebutuhan saja tidak cukup karena kebutuhan bukan hanya papan, sandang, dan pangan saja melainkan banyak kebutuhan lainnya misalkan kebutuhan sekolah anak-anak jika dikalkulasi upah yang di dapat dalam pembuatan anyaman sangatlah minim, maka dari itu sebagian besar kaum lelaki lebih memilih untuk merantau menjadi anak perantauan. Permasalahan lain yang ditemukan adalah kurangnya inovasi baru. Kebanyakan dari para pengrajin hanya membuat apa yang sudah ada sejak dahulu mereka hanya meneruskan atau mengikuti apa yang menjadi tradisinya. Kerajianan anyaman yang dibuat oleh desa Sindangjaya adalah berupa anyaman kukusan, haruyan, geribik, kipas, sehingga tidak ada kreasi baru. Alasan mereka terutama untuk para pengepul adalah susahnya pemasaran anyaman jika dalam pembuatan anyaman dengan kreasi baru, karena sudah menjadi kebiasaan para pengepul untuk memasarkan anyaman tersebut. Dari segi kualitas anyaman kurang bagus, baik dari pemilihan bahan baku bambu maupun pembuatannya. Mayoritas bambu yang di pilih para pengrajin anyaman di desa Sindangjaya yaitu bambu tali, karena menurut masyarakat bambu tali memiliki kualitas yang lebih baik dari bambu pekarangan. Sedangkan dalam pembuatannya, pembuataan anyaman di desa Sindangjaya kurang rapih, dalam penyiratannya saja tidak begitu halus dan masih tebal sehingga anyaman tersebut tidak rata atau masih renggang dan ada beberapa siratan bambu yang patah di bagian lekukan. Anyaman tersebut tidak bertahan lebih lama bahkan kurang nyamannya dalam pemakaian produksi tersebut. Masyarakat lebih mengutamakan kualitas barang dibandingkan harga yang relatif murah. Maka dari itu, pemasaran produksi anyaman di desa sindangjaya sangatlah kurang.
27
B. Solusi Problem Inti Agar para pengrajin anyaman di desa Sindangjaya memiliki kualitas yang lebih baik dari pengrajin anyaman yang lainnya, maka aparat desa harus membuat sebuah program, yang tertuju kepada para pengrajin di desa Sindangjaya. Misalnya pihak desa mengadakan acara penyuluhan dan mengundang narasumber dari desa yang memiliki kreatifias anyaman yang tinggi misalnya Tasik, Salem dan lain-lain. Kemudian warga juga harus mengikuti pelatihan untuk membuat anyaman yang lebih baik dari sebelumnya, pelatihan ini di pandu oleh orang yang sudah profesional dalam membuat anyaman. Warga harus mengikuti pelatihan membuat anyaman agar, hasil anyaman yang warga Sindangjaya buat memiliki harga jual yang lebih tinggi dari harga sebelumnya. Selain itu, warga dapat membuat sebuah organisasi yang terdiri dari orangorang yang membuat anyaman. Jika sudah ada sebuah organisasi anyaman, maka modal yang kebanyakan warga keluhkan dapat teratasi. Aparat desa juga dapat memberikan dana bantuan untuk para pengrajin anyaman melalui organisasi anyaman yang sudah ada. Organisasi anyaman juga harus memiliki kerjasama dengan beberapa toko besar perabotan rumah tangga, agar para warga memiliki keuntungan yang setimbal dengan hasil kerja yang sudah dilakukan. Pengrajin memberikan inovasi yang lebih kreatif sehingga anyaman dari Sindangjaya berbeda. Selain itu, pengrajin anyaman harus berani dalam memilih bahan baku yang akan digunakan sehingga anyaman yang akan digunakan semakin bagus dan lebih tahan lama.
28
BAB IV
A.
Kesimpulan Mayoritas masyarakat desa Sindang jaya adalah petani sawah. Masyarakat sekitar memanfaatkan hasil sumber daya alam untuk dimanfaatkan menjadi sebuah kerajinan berupa anyaman bamboo yang menghasilkan sebuah nilai sehingga meningkatkan perekonomian masyarakat desa Sindang Jaya. Produk anyaman dari desa Sindangjaya terkenal dengan harga yang sangat terjangkau. Hal tersebut sangat diakui oleh para pedagang dilingkungan kersana maupun daerah lain. Masyarakat Sindangjaya merupakan desa yang sebagian besar berprofesi pengrajin anyaman, banyak sekali dari berbagai sudut desa mulai dari Rw 01 sampai Rw 04 yang kami temukan adalah para pengrajin anyaman seiring. berjalannya waktu para pengrajin semakin berkurang dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah setempat sehingga sebagian dari para pengrajin meninggalkan profesinya sebagai pengrajin anyaman, ada yang merantau ke luar kota sebagai kuli buruh dan mencari alternatif sebagai profesi lain. Agar para pengrajin anyaman di desa Sindangjaya memiliki kualitas yang lebih baik dari pengrajin anyaman yang lainnya, maka aparat desa harus membuat sebuah program, yang tertuju kepada para pengrajin di desa Sindangjaya.
29