Pembahasan Lapkas Tht.docx

  • Uploaded by: Dewi Oktavia Sinaga
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan Lapkas Tht.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,432
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN

Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis. Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi pada sebagian atau seluruh bagian dari mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang timbul mendadak, dan menimbulkan gejala sesuai dengan stadium penyakit. Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anakanak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa muda maupun dewasa tua. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena bentuk anatomi dari tuba Eustachius yang lebih pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas (ISPA) baik yang disebabkan oleh virus maupun bakteri, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena sistem imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna. Pada orang dewasa OMA meskipun jarang, OMA dapat ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi saluran napas sebelumnya. 1,2,3. Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.1,4 Beberapa ahli menggolongkan Mastoiditis ke dalam komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).5Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lin YS menemukan bahwa komplikasi terbanyak dari Otitis Media Supuratif Kronik adalah Mastoiditis (14%74%).6 Faringitis terbagi menjadi dua, yaitu akut dan kronis. faringitis kronis biasanya berhubungan dengan Otitis Media Akut (OMA). Penyakit ini lebih banyak mengenai anak-anak terutama anak yang berusia <4 tahun.7,8 Otitis media akut biasanya berhubungan dengan faringitis dikarenakan adanya saluran yang menghubungan telinga dengan daerah faring yaitu tuba eustachius.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Anatomi telinga

2.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat / Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan

2

yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi1. 2.1.2 Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : - Batas luar

: Membran timpani

- Batas depan

:Tuba eustachius

- Batas bawah

:Vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang

: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- Batas atas

: Tegmen timpani (meningen / otak )

- Batas dalam

:Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkapbundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawahdepan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. 3

maleus, inkus dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah1. Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane timpani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani1.

2.1.3 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti1.

2.2 Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membranReissner yang 4

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis1,4. Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan ganggan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan Tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugularis berupa aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung1.

2.3 Definisi Otitis Media Akut Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.2 Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologis terdapat mikroorganisme pencegahan masukunya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi.1,3

2.4 Etiologi Otitis Media Akut Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 6575% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus laintergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumonia (50%), diikuti oleh Haemophilus influenza (20%) dan Moraxella catarhalis (10%). 3 Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yangmenjalani rawat inap di rumah sakit.Haemophilus influenza sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak3,12. Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiriatau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling seringdijumpai pada anak5

anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 3040%).Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenzavirus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya4.

2.5 Patofisiologi Otitis Media Akut Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun2,3. Pada dewasa terjadinya otitis media akut lebih disebabkan oleh adanya faktor resiko berupa adanya infeksi saluran nafas sebelum gejala pada telinga. Selain itu juga dapat disebabkan paparan lingkungan seperti asap rokok, alergen dan iritan yang menyebabkan gangguan pada tuba eustachius. Gejala yang menonjol pada dewasa adalah adanya nyeri pada telinga yang dapat disertai demam atau tidak.11,12

2.6 Epidemiologi Otitis Media Akut Otitis Media pada dewasa jarang terjadi, hanya sedikit informasi dan publikasi tentang manajemen infeksi telinga tengah pada dewasa.Selain dikaitkan dengan infeksi pada hidung sebelumnya, dapat dikaitkan pula dengan infeksi yang lama pada telinga tengah.Pada infeksi telinga tengah yang menetap, perlu dicurigai adanya underlying disease seperti Carsinoma Nasofaring.Infeksi akut dapat disebabkan adanya infeksi virus sebelumnya yang masuk akibat disfungsi dari tuba.Pasien-pasien ini harus dievaluasi lebih kurang enam minggu untuk 6

melihat apakah terjadi resolusi atau tidak.Timpanometri dan audiometri diperlukan juga selain perujukan kebagian THT untuk evaluasi lebih lanjut jika tidak terjadi perbaikan dalam enam minggu11,12.

2.7 Stadium Otitis Media Akut OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi1,4.

Gambar 2.2. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara.Retraksi membran timpani terjadi dan posisi maleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat.Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat.Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yangdisebabkan oleh virus dan alergi.Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di telinga 7

tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

Gambar 2.3 Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selainitu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavumtimpani menyebabkan membran timpani menonjol ataubulging ke arahliang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak.Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis.Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali. 8

Gambar 2.4 Membran Timpani Supurasi

4. Stadium Perforasi Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

Gambar 2.5 Membran Timpani Perforasi

5. Stadium Resolusi Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.Stadium ini berlangsung walaupun 9

tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani1,2.

2.8 Manifestasi Klinis Otitis Media Akut Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA)berdasarkan umur penderita, yaitu1,2: a) Bayi dan anak kecil Gejala: demam tinggi bisa sampai 39⁰C merupakan tanda khas, sulit tidur, tibatibamenjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telingayang sakit b) Anak yang sudah bisa bicara Gejala: biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek sebelumya c) Anak lebih besar dan orang dewasa Gejala: rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang)

2.9 Diagnosis Otitis Media Akut 1. Anamnesis gejala yang didapati pada pasien 2. Pemeriksaan telinga dengan menggunakan lampu kepala 3. Otoskop untuk melihat gambaran membran timpani yang lebih jelas 4. Kultur

sekret

dari

membran

timpani

yang

perforasi

untuk

mengetahui

mikroorganisme penyebab Diagnosis otitis media akut juga harus memenuhi 3 hal berikut1,2,3: 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut) 2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut: 10



Mengembungnya membran timpani



Gerakan membran timpani yang terbatas



Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani



Cairan yang keluar dari membran timpani

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut: 

Kemerahan pada membran timpani



Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

2.10 Penatalaksanaan Otitis Media Akut1,2,4 Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan padastadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas atas, denganpemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik. 1. Stadium oklusi Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachiussehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. -

Diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% (anak<12tahun) atau HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun atau dewasa.

2.

Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya bakteri. Stadium hiperemis (presupurasi)

-

Diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgesik.

-

Bila membrane timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.

-

Terapi

awal

diberikan

antibiotika

golongan

penisilin

intramuskular

agar

konsentrasinya adekuat di dalam darah,sehingga tidak terjadi mastoiditis selubung, gangguanpendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotika diberikan minimal 7 hari. 3.

Bila pasien alergi penisilin, maka diberikan eritromisin. Stadium supurasi

-

Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.

-

Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala-gejala kliniscepat hilang dan ruptur (perforasi) dapat dihindari. 11

4.

Stadim perforasi -

Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O2 3% selama 3-5hari serta antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekretakan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5.

Stadium resolusi -

Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan membran timpani, sekret dan perforasi.

-

Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalamiotitis media akut dapat bersifat medis atau pembedahan.Penatalaksanaan medis berupa pemberian antibiotik dosis rendahdalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternatif lain adalahpemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama padakasus-kasus yang membandel. Keputusan untuk melakukanmiringotomi umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis secaramedis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazimdipakai, baik golongan sulfa atau penisilin. Penatalaksanaan OMA harus memasukkan penilaian adanya nyeri.Jika terdapat nyeri,

harus memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut. Penanganan nyeri harus dilakukan terutama dalam 24 jam pertama onset OMA tanpa memperhatikan penggunaan antibiotik. Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi. Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi hidung.Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung.Tetapi baik antihistamin maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau meminimalisir komplikasi dari OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan. Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi.Dasar pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah obat tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi, sehingga membantu meringankan gejala pada OMA.Kortikosteroid dapat menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan pendekatan pertama dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada anak dengan 12

OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi. Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi.Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging) dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan komplikasi supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua antibiotik. Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus.Walaupun timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA, tapi tidak memberikan keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri.Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin. Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah.Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran timpani.Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya.Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah.Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromise, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.2

2.11 Komplikasi Otitis Media Akut Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi infra temporal dan intra kranial.Secara epidemiologi terjadi pada 1 dari 300.000 kasus pertahun.Komplikasi infratemporal meliputi mastoiditis, kelumpuhan saraf fasialis, dan otitis media kronik.Sementara komplikasi intrakranial yang dapat terjadi adalah meningitis, ensefalitis, abses otak, abses subaraknoid dan abses subdural12

13

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. ZDT

Umur

: 35 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

RM

: 242032

Alamat

: Entrop

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

3.2 ANAMNESIS Keluhan Utama : keluar cairan dari telinga kiri Riwayat penyakit sekarang : pasien rujukan dokter BPJS keluarga, datang ke poli THT-KL dok 2 jayapura dengan keluhan keluar cairan pada telinga sebelah kiri ± 1 minggu yang lalu. Cairan yang keluar awalnya bening namun setelah 3 hari cairan tersebut berwarna kekuningan serta berbau tanpa disertai darah. keluhan berawal dari telingan yang terasa gatal dan menggaruknya dengan cotton bud. Pasien juga mengeluhkan telinga terasa penuh dan pendengaran menurun. Nyeri (-), demam (-), pusing (-) keluhan tambahan: pasien mengaku suara parau dan nyeri tenggorokan Riwayat penyakit dahulu: -

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

-

Riwayat bersin-bersin pagi hari (-), karena debu, bulu binatang atau makanan (-), riwayat asma bronkial (-)

Riwayat penyakit keluarga : -

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan : -

Pasien sering menggunakan cutton bad untuk membersihkan liang telinga.

14

3.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Frekuensi nadi

: 90 x/menit

Frekuensi nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,10C

Pemeriksaan Sistemik Kepala

: tidak ada kelainan

Mata: Konjungtiva

: anemis (-)

Sklera

: ikterik (-)

Toraks: Jantung

: dalam batas normal

Paru

: dalam batas normal

Abdomen

: dalam batas normal

Ekstremitas

: deformitas (-), edema (-)

Status Lokalis THT Telinga Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Auricula

Kelainan Kongenital

Tidak ada

Tidak ada

Trauma

Tidak ada

Tidak ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Kelainan Metabolik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri Tarik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri Tekan Tragus

Tidak ada

Tidak ada

Cukup lapang

Sempit

Hiperemis

Tidak ada

Hiperemis

Edema

Tidak ada

Ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Bau

Tidak ada

Ada

Warna

Tidak ada

Kekuningan

Jumlah

Tidak ada

Banyak

Jenis

Kering

Basah

Meatus

Akusticus Cukup Lapang

Eksternus

Sekret/Serumen

15

Membran Timpani Utuh

Perforasi

Mastoid

Warna

Putih mutiara

Sulit dinilai

Refleks Cahaya

Positif

Sulit dinilai

Bulging

Tidak ada

Sulit dinilai

Retraksi

Tidak ada

Sulit dinilai

Atrofi

Tidak ada

Sulit dinilai

Perforasi

Tidak ada

Ada

Jenis

Sulit dinilai

Kuadran

Sulit dinilai

Pinggir

Sulit dinilai

Tanda Radang

Tidak ada

Tidak ada

Fistel

Tidak ada

Tidak ada

Sikatrik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri Ketok

Tidak ada

Tidak ada

Bengkak

Tidak ada

Tidak ada

Fluktuasi

Negative

Negatif

Dekstra

Sinistra

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Bifida

Tidak ada

Tidak ada

Palatummole +Arkus

Simetri/tidak

Simetris

Simetris

Faring

Warna

Merah muda

Merah muda

Bercak/eksudat

Tidak ada

Tidak ada

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Bergranul

Bergranul

Ukuran

T3

T2

Warna

Merah

Merah

Permukaan

Licin

Licin

Muara kripti

Tidak ada

Tidak ada

Detritus

Tidak ada

Tidak ada

Orofaring dan Mulut Pemeriksaan

Kelainan

Trismus Uvula

Dinding faring

Tonsil

16

Gigi

Lidah

Eksudat

Tidak ada

Tidak ada

Karier/Radiks

Tidak ada

Tidak ada

Kesan

Higiene mulut baik

Higiene mulut baik

Warna

Merah muda

Merah muda

Bentuk

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Deviasi

Tidak ada

Tidak ada

Massa

Tidak ada

Tidak ada

3.5 DIAGNOSIS BANDING 1. Otitis Media Akut Stadium Perforasi + faringitis kronik 2. Otitis Media supuratif kronik + faringitis kronik

3.6 DIAGNOSIS Otitis Media Akut Stadium Perforasi + faringitis kronik

3.7 PENATALAKSANAAN Medikamentosa -

Ciprofloksasin 500 mg 2x1

-

Ibuprofen 400 mg 2x1

-

Metilprednisolon 4 mg 2x1

-

Cetirisin 2x1

-

Vit c 2x1

Edukasi  jaga higiene telinga  jangan mengorek telinga  menjaga kelembaban telinga

3.8 PROGNOSIS Quo ad vitam

Ad bonam

Quo ad functionam

Ad bonam

Quo ad sanationam

Ad bonam

17

BAB IV DISKUSI KASUS

Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluar cairan pada telinga sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu, cairan yang awalnya bening berubah menjadi kekuningan dan berbau serta terjadi penurun pendengaran. Awalnya pasien berobat ke dokter BPJS keluarga dengan keluhan penurunan pendengaran dan terasa penuh ditelinga sebelah kiri oleh dokter diberi antibiotik dan dirujuk ke RSUD dok 2 jayapura. Dari teori yang didapatkan gejala klinis Otitis media akut pada orang dewasa biasanya berupa rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang). Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah keluar, nyeri mulai berkurang, suhu tubuh menurun. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik. Dari pemeriksaan fisik Lokal didapatkan Canalis akustikus eksterna tampak sempit dan sedikit hiperemis, sekret kental berwarna kekuningan, membran timpani sulit dinilai. Pemeriksaan retroaurikular tidak didapatkan pembengkakan pada retroaurikula dan nyeri tekan tragus. Pada teori dinyatakan Diagnosis otitis media akut harus memenuhi 3 hal berikut1,2,3: 1. Penyakitnya muncul mendadak (akut) 2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut: 

Mengembungnya membran timpani



Gerakan membran timpani yang terbatas



Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani



Cairan yang keluar dari membran timpani

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut: 18



Kemerahan pada membran timpani



Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Pasien juga didiagnosis faringitis kronik , dari klinis pasien didapatkan suara parau dan nyeri tenggorok serta pada pemeriksaan didapatkan faring hiperemis dan bergranul. Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien yaitu: ciprofloksasin 500 mg 2x1, ibuprofen 400 mg 2x1, metilprednisolon 4 mg 2x, cetirisin 2x1 dan vit c 2x1. Selain itu pasien diberikan edukasi agar menjaga higiene telinga, jangan mengorek liang telinga sendiri di rumah dan menjaga agar jangan sampai masuk air ke telinga serta jaga pola makan.

19

Related Documents

Pembahasan
August 2019 65
Pembahasan
July 2020 39
Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40

More Documents from "Suyoslan Tambunan"