Pembahasan Kkl Fix.docx

  • Uploaded by: Anggi Klarita
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan Kkl Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,505
  • Pages: 25
PEMBAHASAN

Pada hari Selasa, 13 November 2018 kami melaksanakan kuliah kerja lapang di BMM (Batu Material Medica), kami dijelaskan tentang informasi terkait obat tradisional dan prospek kerja, manfaat dari tanaman herbal dan cara pembuatan instan temulawak. Berikut merupakan hasil informasi yang kami dapatkan dari kerja kuliah lapang dengan mengaitkannya berdasarkan informasi literature :

1. Informasi terkait obat tradisional dan prospek di Indonesia Dalam rangka membantu dan mewujudkan progam pemerintah untuk peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat, maka perlu digali kekayaan alam akan tanaman. Terlebih lagi pada dewasa ini, digalakkan tentang “back to nature” yaitu pemanfaatan bahanbahan alami yang ada di bumi ini untuk dikembangkan sebagai obat tradisional. Akhir-akhir ini dengan ditunjang oleh berbagai macam teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat, manfaat obat tradisional menjadi bertambah banyak dan peranannya dirasakan menjadi sangat penting ( Prastowo, 1979). Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditi obat-obatan yang potensial. Aneka ragam jenis tanaman obat telah diproduksi sebagai bahan baku obat modern maupun obat tradisional (jamu). Prospek pengembangan produksi tanaman obat cukup cerah mengingat beberapa faktor seperti flora, keadaan tanah dan iklim, pengembangan industri obat modern dan tradisional, serta meningkatnya konsumsi dan harga komoditi obat. Tidak kurang dari 1.650 spesies tumbuhan di Semenanjung Malaya mempunyai khasiat sebagai obat dan Indonesia mempunyai 9.606 spesies tumbuhan yang berfungsi sebagai obat serta terdapat 1.260 spesies tumbuhan obat yang secara pasti berasal dari hutan tropika Indonesia (Zuhud et al. 1994). Selama sepuluh tahun terakhir, obat tradisional mendapat perhatian yang semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah industri obat tradisional setiap tahunnya, serta adanya kemauan politik pemerintah melalui kebijakan Departemen Kesehatan dalam usahausaha yang mendukung perkembangan obat tradisional di Indonesia (Badan Litbang Kesehatan, 2005). Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat dari bahan alami di dunia internasional juga ikut mendorong pertumbuhan industri obat tradisional di Indonesia. Obat alami dapat diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral (pelikan). Namun di Indonesia sumber bahan obat alami yang hampir selalu kita jumpai di mana-mana adalah tumbuhan. Tumbuhan dapat bersifat

sebagai bahan makanan, obat atau bersifat sebagai racun. Tumbuhan yang bersifat racun seyogyanya dihindari (Badan Litbang Kesehatan, 2005). Menurut Zuhud et. al (1994) tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat sebagai obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat sebagai obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah (medis) atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1983) simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman ( isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni). Jenis-jenis simplisia nabati yang telah banyak diteliti, baik untuk dijadikan bahan baku obat modern dalam bentuk kapsul atau tablet dan untuk obat-obatan tradisional seperti jamu, dalam pemanfaatannya menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1985) dibedakan menjadi lima katagori, yaitu : 1. Simplisia rimpang atau empon-empon. Bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah akar rimpang atau umbinya. Sebagai contoh adalah dari jenis jahe-jahean seperti : jahe, kencur, lengkuas, kunyit, lempuyang, temulawak, temu putih dan lain-lain. 2. Simplisia akar, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah akarnya. Sebagai contoh akar alangalang, akar wangi, gandapura. 3. Simplisia biji, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah bijinya. Sebagai contoh adalah biji kapulaga, jintan, mrica, kedawung, kecipir (botor), senggani dan lain-lain. 4. Simplisia daun, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya. Sebagai contoh

adalah daun kumis kucing, daun tabat barito, daun kemuning, daun keji beling, daun alpokat dan lain-lain. 5. Simplisia batang, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah batangnya. Sebagai contoh adalah cendana, pule, pasak bumi dan lainlain Berdasarkan kandungan zat berkhasiatnya, bagian-bagian tumbuhan tadi dapat bermanfaat sebagai obat penambah nafsu makan, obat untuk memperbaiki pencernaan, obat untuk tonika, menghilangkan nyeri, obat untuk memperlancar air seni atau diuretik, obat kencing manis atau diabetes mellitus, obat tekanan darah tinggi atau hipertensi, obat pelindung lever atau yang sering disebut “hepatoprotector”, obat kencing batu, obat diare dan sebagainya. Bahkan bagian tumbuhan yang dapat meningkatkan imunitas tubuh atau yang bersifat sebagai imunostimulator diperkirakan dapat mengobati penyakit infeksi maupun kanker. Belakangan ada pula upaya untuk menemukan tumbuhan yang dapat menjadi sumber obat HIV-AIDS (Badan Litbang Kesehatan, 2005). Simplisia nabati yang banyak digunakan di dalam negeri baik yang dijual oleh penjual jamu gendong di dalam pasar, pabrik-pabrik jamu, maupun untuk bahan eksport ke luar negeri adalah dari jenis-jenis temulawak, lempuyang, laos, pulasari, adas, jahe, kencur, kunyit, kemukus, kumis kucing. Bahkan dewasa ini juga banyak diminati misalnya : tapak dara (Catharanthus roseus), kecubung (Datura metel), gadung (Dioscorea hispida), pule pandak (Rauwolfia serpentina), akar manis (Liquoria root) dan lain-lain (Prastowo, 1979). Jamu merupakan bagian dari etnobotani karena : (1). bahan utama yang dipakai dalam pembuatan jamu adalah tumbuhan yang mengandung komponen beberapa zat aktif serta dapat dipakai untuk menyembuhkan penyakit tertentu ; (2). teknik pengobatan dengan menggunakan jamu secara sinambung sangat tepat guna terhadap suatu penyakit ; (3). masyarakat pada umumnya menderita penyakit yang bersifat psikhosomatik dan teknik pengobatan yang dipakai untuk penyembuhan dengan menggunakan jamu, cocok untuk berbagai jenis penyakit dengan menghilangkan penyebab psikologisnya (Harini dan Roemantyo, 1987 dalam Sulistiyani et. al 1988). Pada umumnya jamu atau obat-obatan tradisional tidak menimbulkan efek samping seperti yang sering ditimbulkan oleh obat-obatan kimia (Tampubolon, 1981). Tidak dapat dipastikan kapan jamu digunakan untuk obat, karena tidak ada tulisan yang jelas menyebutkan waktunya. Namun disebutkan bahwa pengobatan telah dilakukan oleh nenek moyang sejak jaman dahulu dan diwariskan kepada keturunannya. Sudah sejak lama bangsa Indonesia mengenal jamu sebagai ramuan yang dapat dipergunakan untuk mencegah dan

mengobati berbagai macam penyakit, sebagai ramuan penyegar, maupun sebagai bahan kosmetik tradisional. Pada mulanya pengadaan dan pemanfaatan obat-obatan tradisional atau jamu di Indonesia dilakukan secara terbatas oleh pemakai dalam lingkungan keluarga. Selanjutnya sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, kuatnya pemanfaatan obat tradisional dan kesadaran masyarakat, serta harga jual jamu yang dapat terjangkau oleh golongan menengah ke bawah, maka pengadaan dan pemanfaatan jamu terus meningkat (Nurhadiyati et al., 1985). Menurut Bank Sentral Republik Indonesia (2005), berdasarkan data dari Corinthian Infopharma Corpora atau CIC tahun 2000, menyatakan bahwa konsumsi obat tradisional (jamu) meningkat rata-rata 5,4% per tahun. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional di Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya budaya dan tradisi memakai jamu baik untuk maksud pengobatan (kuratif), memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani, mencegah penyakit (preventif) maupun memulihkan kesehatan (rehabilitatif). Selain itu, juga disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang mencari alternatif untuk pengobatan kembali ke alam (back to nature) dengan alasan mempunyai efek samping yang relatif kecil. Menurut Bank Sentral Republik Indonesia (2005), berdasarkan data dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Depkes (2001) menyatakan bahwa penggunaan obat tradisional di tingkat nasional dan global terus meningkat. Beberapa bahan baku dan produk jamu juga telah menjadi komoditas ekspor yang handal untuk menambah devisa negara.

2. Pemanfatan Tanaman Sebagai Obat Tradisional

1. Bougenvil Pada kuliah tamu, kami dikenalkan dengan manfaat dan kandungan dari bunga Bougenvil. Tanaman bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd) merupakan obat tradisional, tanaman bunga kertas terlibat pada seluruh Indonesia dan negeri dalam Asian termasuk negeri Thailand dan merupakan tanaman yang sangat menarik bisa ditanam di kebun-kebun. Dari informasi yang kami dapat dalam kuliah kerja lapang di BBM, bagian bunga bougenvile mengandung senyawasenyawa berguna seperti tannin, alkaloid, flavonoid, pinitol, betasianin, terpenoid, senyawa fenolik, saponin, dan antrakuinon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim (2015) yaitu kandungan kimia bunga bugenvil antara lain saponin dan betalain. Saponin mengandung aglykon polisiklik yang sifat khasnya adalah berbuih saat dikocok dengan air. Saponin mudah larut dalam air dan tidak

larut dalam eter, selain itu juga memiliki rasa pahit menusuk. Sedangkan betalain merupakan pigmen yang tidak hanya mempunyai arti penting dalam fisiologi tanaman, daya tarik visual bagi polinator dan penyebaran biji, tetapi juga pada makanan terutama pada nilai estetikanya. Pigmen betalain yang mengandung nitrogen dan bersifat larut dalam air terdiri dari betaxaunthin berrwarna kuning dan betacyanin berwarna merah-violet (Hakim, 2015) Tumbuhan ini mempunyai banyak khasiat seperti mengobati penyakit bisul, menyegarkan badan dan hepatitis. Berikut merupakan cara pengaplikasiannya : 1. Bisul, caranya bunga bugenfil dan daun cocor bebek secukupnya, dicuci bersih kemudian dihaluskan dan ditempel ke daerah yang terkena bisul 2. Menyegarkan badan, ambil 10 g bunga bugenvil, kemudian direbus dengan 3 gelas air hingga mendidih selama 15 menit, kemudian airnya diminum pada pagi dan sore hari. 3. Hepatitis, caranya 15 g bugenvil direbus dengan 400 mL air hingga mendidih dan tersisa 200 ml air, disaring dan diminum hangat-hangat. Bougenvil juga memiliki khasiat lain yaitu melancarkan peredaran darah karena tumbuhan ini mempunyai rasa pahit, kelat dan sifatnya hangat, maka ia mempunyai efek farmakologis melancarkan peredaran darah. Bougenvil juga dapat mengobati keputihan yaitu dengan mengambil bunga yang kering kurang lebih 10 gram, rebus dengan air dan setelah dingin diminum (Hakim, 2015) Menurut penelitian Bhat, dkk (2008) menunjukkan bahwa ekstrak air dan metanol bunga kertas (Bougainvillea spectabilis) mampu menurunkan kadar glukosa darah, dikarenakan bunga kertas mengandung senyawa yang memiliki prinsip penurunan darah mirip sama dengan kerja insulin yaitu D-pinitol (3-O-methylchiroinositol). Menurut penelitian Adebayo, dkk (2005) menunjukkan bahwa tanaman bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.) pada bagian daun, bahwa ekstrak etanol daun bunga kertas berpotensi sebagai penurunan kadar glukosa dalam darah, senyawa yang diduga bertanggung jawab adalah D-pinitol. Pada bagian bunga dari bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.) juga mengandung senyawa D-pinitol (Hakim, 2015). Ekstrak etanol daun bunga kertas memiliki aktivitas anti-hiperglikemia yang lebih poten dibanding dengan ekstrak etil asetat daun bunga kertas karena kandungan kadar pinitol lebih tinggi (Halim, 2016). 2. Tarasakum (Taracaxum officinale weber et wiggers) Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari BMM, Taracaxum officinale weber et wiggers memiliki kandungan taraxasterol , taraxacerin, taraxarol, kholine, inulin, pektin,

koumestrol, dan asparagin. Akar mengandung taraxol, taraxerol, taraxicin, taraxasterol, bamyrin, stigmasterol, b-sitosterol, choline, levulin, pektin, inulin, kalsium, kalium, glukosa, dan fruktosa. Daun mengandung lutein, violaxanthin, plastoquinone, tanin, karotenoid, kalium, natrium, kalsium, choline, copper, zat besi, magnesium, fosfor, silikon, sulfur, dan vitamin (A,B1, B2, C dan D). Bunga mengandung arnidiol dan flavor-xanthin. Polen mengandung β-sitoserol, 5a-stigmast-7-en3β-ol, asam folat, dan vitamin C. Tarasakum memiliki khasiat sebagai meridian hati (liver) dan lambung, serta berkhasiat tonik pada liver dan darah. Akar digunakan untuk pengobata hepatitis, sakit kuning (jaudince), infeksi kandung empedu, mencegah timbulnya batu empedu, memperbanyak ASI, buang air besar tidak lancar (sembelit), penyakit kulit seperti jerawat, eksema, psioriasis dan rematik, termasuk osteorthritis dan gout. Taraxacum officinale merupakan salah satu tanaman yang dijadikan sebagai hepatoprotektor. Taraxacum offcinale dikenal dengan nama jombang, dan biasa ditemui di daerah dataran tinggi atau lereng gunung. Taraxacum officinale yang dapat ditemukan di Indonesiayakni Taraxum officinal Weber et wiggers. Taraxacum officinale ini juga telah dikenal sebagai complementary and alternative medicine (CAM). Bangsa Cina, India dan Rusia telah mengenali Taraxacum officinale sebagai tonik untuk hati. Pengobatan tradisional Cina menggabungkan Taraxacum officinale dengan herbal lain untuk mengobati hepatitis. Banyak penduduk Amerika yang telah cukup lama menggunakan suplemen yang mengandung ekstrak Taraxacum officinale ini untuk digunakan sebagai pengobatan gangguan pada hati termasuk hepatitis B. Pada penelitian terdahulu juga dikatakan bahwa Taraxacum officinale dapat memberi efek anti inflamasi (Brower V, dkk, 2008) Jombang dikenal dapat berpengaruh dalam mengatasi penyakit hati. Banyak sistem medis herbal tradisional dan modern, seperti khususnya di Asia, Eropa, dan Amerika Utara telah mencoba terapi menggunakan jombang ini. Tanaman ini memiliki kandungan zat kimia tertentu yang dapat memberikan pengaruh positif di setiap bagiannya. Akar jombang dapat berperan dalam mendukung fungsi pencernaan dan hati, sehingga beberapa penyedia pelayanan kesehatan menggunakan akar jombang untuk meningkatkan detoksifikasi hati (Vogel G, 2007) Pemberian dari ekstrak tanaman jombang dapat memulihkan kembali kemampuan fungsional normal dari hepatosit. Dalam salah satu penelitian mengenai ekstrak daun jombang diketahui bahwa hal ini dapat memberi perlindungan yang signifikan terhadap cedera hepatoseluler yang

diinduksi oleh CCl4, sehingga dapat dibuktikan juga bahwa jombang dapat digunakan sebagai hepatoprotektor (Luo ZH, 2003) Taraxacum officinale Weber et Wiggers memiliki kandungan zat kimia tertentu yang dapat memberikan dampak positif terhadap fungsi hati. Akar jombang memiliki sejarah panjang dalam penggunaannya sebagai penyokong fungsi hati dan mengobati berbagai gangguan dermatologi dan sistemik, berdasarkan teori bahwa herbal ini dapat meningkatkan kemampuan hati untuk detoksifikasi. Pemikiran-pemikiran ini telah mendapat sedikit perhatian peneliti. Bagian akar dari tanaman ini juga dikenal berkhasiat menurunkan panas, penguat lambung, menambah nafsu makan, melancarkan ASI, antidiabetes, dan dapat digunakan sebagai hepatoprotektor pada penyakit liver kronis. Secara tradisional Taraxacum officinale telah digunakan sebagai obat untuk penyakit kuning dan gangguan lain pada hati dan kantong empedu, dan sebagai obat untuk menangkal retensi air (Vogel G, 2007) Tanaman jombang ini mengandung flavonoids (isoquerin, hyperin), taraxasterol, taraxacerin, taraxerol, taraxin, kolin, inulin, pektin, koumesterol, asparagine, dan vitamin (A,B, dan D). Kolin adalah suatu absorben untuk menyerap toksin. Pektin sebagai bahan yang berfungsi untuk menghilangkan hasil pertumbuhan bakteri. Inulin adalah oligosakarida yang mempunyai khasiat prebiotik. Akar mengandung taraxol, taraxerol, taraxin, taraxa sterol, β-amyrin, stigmasterol, βsitosterol, choline, levolin, pectin, inulin, kalsium, kalium, glukosa, dan fruktosa. Daun mengandung lutein, violaxanthin, plasloquinone, tannin, karotenoid, kalium, natrium, kalsium, choline, copper, zat besi, magnesium, fosfor, silikon, sulfur, Vitamin (A,B1,B2, C, dan D). Bunga mengandung arnidol, flavonoid dan flavoxanthin (Singh A, dkk.2008) Taraxacum officinale memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai antitumor, antineoplastik, antiinflamasi, cholague, imunostimulan, anti diabetes, antidiuretik dan antioksidan. Taraxacum officinale memiliki aktivitas antiinflamasi, antiangiogenesis melalui penghambatan produksi nitrit oksida (NO) dan ekspresi COX-2. Penghambatan ini karena adanya kandungan luteolin dan luteolin-7-O-glukosida. Pada konsentrasi kurang dari 20 M ekstrak etanolik bunga Taraxacum officinale mempunyai kemampuan sebagai antioksidan in vitro dan mempunyai aktivitas sitotoksik pada sel Caco2, serta mampu menghambat ekspresi NO dan PGE2 pada sel makrofag RAW 264.7 teraktivasi oleh lipopolisakarida. Taraxacum officinale juga mampu mengiduksi apoptosis pada sel Hep G2 melalui sekresi TNF α dan IL-1 (Brower V. 2008)

Jombang atau Taraxacum officinale mengandung gugus fenol dalam p-hydroxy phenylacetic acid derivat taraxacoside, vitamin C, flavonoid dan karotenoid, yang bersifat sebagai antioksidan. Mekanisme kerjanya sebagai antioksidan yaitu dapat menanggulangi radikal bebas berlebihan yang mengakibatkan kerusakan sel-sel hati yang hebat. Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Dengan kata lain, antioksidan dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Antioksidan dibagi menjadi antioksidan enzimatik (superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase) dan antioksidan nonenzimatik (vitamin C dan vitamin E). Dengan demikian pemberian ekstrak jombang diharapkan dapat berfungsi sebagai pelindung hati terhadap radikal bebas sehingga tidak merusak struktur sel-sel hati (Stuart M. 2009) 3. Pandan Pandan wangi adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanacea. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau, Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda, Pondago (Sulawesi); Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni, Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak (Nusa Tenggara) (Rahayu SE dan S Handayani, 2008). Pandanusumumnya merupakanpohon atau semak yang tegak,tinggi 3–7meter,bercabang, kadang-kadang batangberduri, dengan akar tunjang sekitarpangkal batang.Daun umumnya besar,panjang 1–3 m, lebar 8–12cm; ujungdaun segitiga lancip-lancip; 10tepi daun danibu tulang daun bagian bawah berduri,tekstur daun berlilin, berwarna hijau muda–hijau tua.Buahletaknya terminal atau lateral, soliter atauberbentukbulir atau malai yang besar(Rahayu SE dan S Handayani, 2008). Penyebaran tanamanpandan wangi dapat dengan mudah dijumpai di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman, di kebun, di pekarangan rumah maupun tumbuh secara liar di tepitepi selokan yang teduh. Selain itu, tumbuhan ini dapat tumbuh liar ditepi sungai, rawa, dan tempat-tempat lain yang tanahnya agak lembab dan dapat tumbuh subur dari daerah pantai sampai di daerah dengan ketinggian 500 meter dpl (dibawah permukaan laut) (Dalimartha, 2009). Aroma khas dari pandan wangi diduga karena adanya senyawa turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al .,2014). Selain kegunaan tersebut, pandan wangi juga

dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetik pada ekstrak air, antioksidan pada ekstrak air dan metanol, antikanker pada ekstrak etanol dan metanol, dan anti bakteri pada ekstrak etanol dan etil asetat (Prameswari dan Widjanarko, 2014;Ghasemzadeh and Jaafar,2013; Chong et al., 2012; Muhardi dkk., 2007). 4. Pegagan Tanaman pegagan (Centella asiatica [L] Urb.) merupakan salah satu tanaman ternaktahunan yang memiliki daerah penyebaran sangat luas terutama di daerah tropis dan sub tropis. Tanaman ini banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat, sayuran segar, lalapan atau dibuat jus. Berbagai penelitian ilmiah tentang khasiat pegagan telah dilaporkan diantaranya efek anti– neoplastik, efek pelindung tukak lambung, menurunkan tekanan dinding pembuluh, mempercepat penyembuhan luka, analgesik, anti–inflamasi, hepatoprotektor, peningkatan kecerdasan, antisporasis, anti agregasi platelet dan anti trombosis (Badan POM, 2007), mengobati lepra, gangguan perut dan rematik (Wahjoedi dan Pudjiastuti, 2006). Bagian tanaman pegagan yang berkhasiat obat adalah daun, akar dan batang. Tanaman pegagan biasanya dimanfaatkan sebagai obat tradisional yang diproses dalam bentuk bahan segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramuan (jamu). Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai bahan simplisia obat. Asiatikosida termasuk dalam golongan triterpenoid turunan alfa amyrin. Famili Umbelliferaceae (Apiaceae) ini tumbuh secara liar di tempat terbuka pada tanah yang agak lembab dan subur seperti di tegalan, padang rumput, tepiparit dan pekarangan, namun kualitas yang dihasilkan tidak terjamin dan sangat bervariasi. Untuk menjamin produksi yang berkualitas dan mengandung bahan kimia yang tinggi perlu dilakukan budidaya secara menyeluruh mulai dari aspek varietas, lingkungan, pemupukan dan proses pasca panen. Menurut

Tjitrosoepomo(2000)

tanaman

pegagan

termasuk

spesies

Centella

asiaticaL.Urban. Tanaman ini berasal dari Asia tropika yang dikenal dengan nama rumput kaki kuda, banyak terdapat di Indonesia dan digunakan untuk ramuan obat maupun jamu (Soegihardjo dan Koensoemardiyah, 1995). Tanaman pegagan merupakan herba menahun, tidak berbatang dengan rimpang pendek menjalar (Van Steenis, 1997) panjang stolon bisa mencapai 2,5 m (De Padua et al., 1999). Permukaan stolon licin berwarna hijau tua dan berbentuk bulat (Syukur, 2009). Bentuk akar tunggal bercabang-cabang dan akar serabut tumbuh dari buku-buku stolon (geragih), akar yang terdapat pada buku menyentuh tanah. Daun berbentuk tunggal dengan 2-10 daun, bentuk

daun seperti ginjal (reniformis), ukuran daun sekitar 2-5 cm x 3-7 cm, tangkai daun tegak dan sangat panjang dengan ukuran 1-7 cm dan kadang berambut (Widjayakusuma et al.,1994). Menurut Syukur, (2009) pegagan asal Indonesia memiliki bentuk daun yang tidak bundar penuh, bagian pangkal daun terbelah membentuk sudut yang lancip, permukaan daunnya sedikit lebih kasar dengan urat daun yang jelas, sedangkan daun pegagan Malaysia memiliki bentuk yang lebih bundar dan permukaannya halus permukaan atas dan bawah licin, berdaun tunggal, menjari, ujung bundar, pangkal terbelah lancip, tepi bergigi berbentuk bulat, warna daun atas dan bawah hijau. Tanaman pegagan berguna untuk menyembuhkan luka bakar, kusta, analgesik, anti inflammatory, anti septik, menstimulasi perdaraan darah, mempengaruhi keseimbangan jaringan, meningkatkan daya ingat, dan memulihkan kembali bekas luka (Soeharso et al.,1992). Disamping itu tanaman pegagan juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan daya tubuh, anti stress ringan, menstimulasi pertumbuhan kuku, akar rambut, menyembuhkan penyakit kolera, batuk bronchitis, menyembuhkan asma dan gangguan ginjal(Amsar, 2001). Tanaman ini juga memiliki potensi sebagai sumber bahan pengobatan terhadap anti penyakit yang disebabkan tujuh jenis bakteri Rhizobacter spharoides, Escherichia coli, Plasmodium vulgaris, Micrococcus luteus, Baccillus subtilis, Entero aerogenes dan Staphyllococcus aureus (Wahjoedi dan Pudjiastuti, 2006). Jenis pegagan yang banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau. Pegagan merah dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan di daerah bebatuan, kering dan terbuka. Pegagan merah tumbuh merambat dengan stolon (geragih) dan tidak mempunyai batang tetapi mempunyai rhizoma (rimpang pendek). Sedangkan pegagan hijau sering banyak dijumpai di daerah persawahan dan di sela-sela rumput. Tempatyang disukai oleh pegagan hijau yaitu tempat agak lembab dan terbuka atau agak ternaungi. Selain itu, tanaman yang mirip pegagan atau antanan ada empat jenis yaitu antanan kembang, antanan beurit, antanan gunung dan antanan air. 5. Tanaman Keji Beling Keji beling mempunyai tinggi 0,5 m sampai 1 m merupakan terna semusim. Tangkai pendek, daun berhadapan, helai daun berbentuk lanset melonjong atau hampir lonjong, tepi daun bergerigi, panjang helai daun 9 cm sampai 18 cm, lebar helai daun 3 cm sampai 8 cm, kedua permukannya kasar. Perbungaan tersusun dalam bulir padat, kelopak tertutup dengan rambut

pendek, mahkota berbentuk corong, terbagi 5, bewarna kuning, benangsari 4. Buah berbentuk gelondong mengandung 2 sampai 4 biji (Gunawan, 2011). Tanaman obat yang digunakan dan terdapat di Indonesia satu diantaranya adalah keji beling (Strobilanthes crispus L.). Menurut Preethi (2014), manfaat daun keji beling antara lain

sebagai

antidiabetes,

diuretik,

penyembuhan

luka, antimikroba,

pencahar,

dan

anticancer. Menurut Siswadi (2006), keji beling bermanfaat sebagai obat batu ginjal. Satu diantara kandungan keji belingadalah kalsium karbonat. Tingginya kalsium karbonat membuat air seduhan bersifat basa sehingga memudahkan buang air kecil (Nurraihana, 2013). Keji beling tumbuh pada ketinggian antara 50-1200 m di atas permukaan laut. Dengan curah hujan 2500-4000 mm/tahun. Keji beling dapat tumbuh pada suhu 20 oC -25oC, serta kelembaban dan penyinaran yang sedang (Gunawan, 2011). Tanaman Keji Beling (Strobilanthes crispus L.) merupakan family dari Acanthacea yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Satu di antara manfaat keji beling yaitu sebagai menurunkan tekanan darah karena memilki kandungan kalium dan tingginya kalsium karbonat memudahkan buang air kecil. Berdasarkan penelitian Rahmat et all.,(2006)teh Strobilanthes crispusyang berasal dari daun tuamemiliki aktivitas antioksidan paling tinggi. Kandungan senyawa keji belingyaitu polifenol, katekin, alkaloid, kafein, tanin, vitamin (C, B1 dan B2) juga tinggi mineral termasuk potasium (51%), kalsium (24%), sodium (13%), besi (1%) dan fosfor (1%) yang memiliki manfaat untuk kesehatan (Nurraihana, 2013). 6. Daun Kelor (Moringa oleifera) Tanaman Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman kelor merupakan tanaman perdu dengan ketinggian7-11 meter dan tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Kelor dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap musim kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6 bulan (Aminah, dkk., 2015). Daun kelor merupakan salah satu bagian dari tanaman kelor yang telah banyak diteliti kandungan gizi dan kegunaannya. Daun kelor sangat kaya akan nutrisi, diantaranya kalsium,besi, protein, vitamin A, vitamin B danvitamin C. Daun kelor mengandung zat besi lebih tinggi daripada sayuran lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 g. Selain itu, daun kelor juga mengandung berbagai

macam asam amino, antara lain asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin. (Aminah, dkk., 2015). Kandungan nilai gizi daun kelor segar dan kering disajikan pada tabel berikut.

Berdasarkan penelitian Verma et al (2009) bahwa daun kelor mengandung fenol dalam jumlah yang banyak yang dikenal sebagai penangkal senyawa radikal bebas. Selain itu telah diidentifikasi bahwa daun kelor mengandung antioksidan tinggi dan antimikrobia. Hal tersebut dikarenakan adanya kandungan asam askorbat, flavonoid, fenolik, dan karotenoid. Penemuan terbaru adalah fungsi daun kelor sebagai farmakologis, yaitu anti mikroba, anti jamur, anti hipertensi, anti hyperglikemik, anti tumor, anti kanker, anti-inplamasi. Selain itu, ekstrak daun kelor dapat berfungsi sebagai anti diare (antidiarraheal activity) dengan dosis oral 300 mg/kg berat badan(Aminah, dkk., 2015). 7. Puring (Codiaeumvariegatum) Tanaman puring (Codiaeum variegatum (L.) Blume) (Euphorbiaceae) berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi mencapai 1.5-3 m. Puring dikenal sebagai tanaman hias dan merupakan salah satu tanaman hias paling populer di Amerika Serikat dan Eropa. Saat ini kultivar puring tersebar di negara tropik, di antaranya Indonesia, Malaysia, Filipina, India, Thailand, Srilangka, dan KepulauanPasifik. Tanaman puring memiliki banyak manfaat, di antaranya sebagai obat antifungal, antikanker, obat diare berdarah dan obat penahan rasa sakit. Hal tersebut karena tanaman puring mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol. Selainitu, puring merupakan flora antipolusi yang mampu menyerap polutan berbahaya seperti timbal (Pb) (Dewi dan Hapsari, 2012). 8. Tanaman Kana (Canna coccinea)

Menurut Sunaryanti (2012), daun tanaman kana mengandung senyawa tanin dan sulfur. Tanin dapat digunakan sebagai zat antibakteri. Kandungan kimia dari daun kana merah adalah asam amino, asam organik, asam sitrat, asam maleat, gliserin, suksinat, asam laktat, glutamin, alanin, tanin dan sulfur. Selain itu, pigmen bunga kana merah memiliki kandungan senyawa flavonoid, tepatnya antosianin. Antosianin dan beberapa flavonoid lainnya bermanfaat di dunia kesehatan seperti fungsinya sebagai antikarsinogen, antiinflamasi, antihepatoksik, antibakterial, antiviral, antialergenik, antitrombotik, dan sebagai perlindungan akibat kerusakan yang disebabkan oleh radiasi sinar UV dan sebagai antioksidan (Macdougall, 2002). 9. Brotowali Brotowali, dikenal dengan nama latin Tinosporacrispa (L.) Hook.F. & Thomson merupakan tanaman perdu, merambat dan telah banyak digunakan untuk pengobatan tradisional di Amerika, India, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Secara etnobotani bagian tanaman yang dapat digunakan yaitu daun untuk mengobati rematik; batang digunakan untuk menstimulasi sekresi empedu, diuretik, penyakit kulit, antidiabetes, antipiretik, antimalaria, diare, memperbaiki sistem pencernaan; kombinasi batang dan akar digunakan untuk penawar racun; buah untuk mengobati penyakit kuningdan rematik; dan kulit batangnya digunakan untuk anti alergi, anti spamodik dan antilepra. Brotowali memiliki berbagai aktivitas dan salah satunya adalah sebagai antidiabetes. Secara kimia tanaman brotowali mengandung alkaloid, diterpenoid, flavonoid, fenol, lakton dan lignin. Komponen utama yang telah diidentifikasi aktif adalah terpenoid dan terpenoid glikosida.Senyawa terpenoid glikosida yang berperan menurunkan serum gula darah pada diabetes tipe kedua adalah borapetoside C dan borapentol B. Brotowali merupakan tanaman yang kaya akan antioksidan. Berdasarkan aktivitas sebagai anti diabetes, brotowali sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat atau bahan baku obat tradisional (Bahua, 2015).

Gambar 1.(A) Tanaman Tinosporacrispa (B) Daun Tinosporacrispa (C) Batang Tinosporacrispa (D) Bunga dari Tinosporacrispa. Sumber: Ahmad.,Jantan., &Bukhari, (2016)

Brotowali (T. crispa) dikenal sebagai tanaman obat pahit tetapi memiliki berbagai khasiat dan telah secara empiris digunakan untuk mengobati rematik, asamurat, memar, dan demam, juga untuk merangsang nafsu makan (Dalimartha, 2008; Harwoko&Choiron, 2016). Senyawa kimia brotowali dilaporkan sebagai columbine, tinocrisposide, alkaloid kuaterner, saponin, tanin, polifenol, glikosida, dan flavonoid (Sudarsonoetal, 2006; Handayani, 2010; Harwoko&Choiron, 2016). Aktivitas antioksi dan batang brotowali sesuai dengan metode yang digunakan oleh Iriantidkk (2011). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa ekstrak T. Crispastem memiliki analgetik (Sulaimanet al., 2008; Harwoko&Choiron, 2016) dan efek anti-inflamasi (Hipolet al., 2012; Harwoko&Choiron, 2016). Cosset al. (1998); Harwoko&Choiron, (2016) melapor kan bahwa flavonoid dan alkaloid dapat berkorelasi dengan aktivitas inhibitor xanthine oxidase. Hal ini dapat menghambat produksi asam urat, zat endogen yang terlibat penyakit asam urat (Harwoko&Choiron, 2016).

10. Kumis kucing Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) adalah tanaman yang berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia. Berdasarkan morfologi dan anatominya kumis kucing didefinisikan sebagai tanaman semak dengan akar merambat, berdaun

sederhana berpasangan berlawanan yang teratur. Batang dengan panjang 28 cm pada umur 12 hari dan memiliki benang sari tipis panjang ungu pucat pada bunga (Almatar et al. 2013; Juliani, 2016). Kumis kucing secara tradisional telah digunakan sebagai diuretik, menyembuhkan beragam penyakit seperti diabetes, hepatitis, epilepsi, batu empedu, tonsillitis, kencing nanah, rematik, sakit perut, pembengkakan ginjal dan kandung kemih, edema, influensa, dan gout. Kajian aktivitas farmakologi kumis kucing juga telah banyak dilakukan dandi ketahui kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan, anti inflammasi, atibakteri, anti hipertensif, anti hiperglikemik, antiproliferatif, antipiretik, antitumor, kardioprotektif, diuretik, dan hiperurisemik. Untuk studi fitokimia, kumis kucing diketahui kaya akan senyawa flavonoid, fenil propanoid, dan terpenoid (Rafi&Purwakusumah, 2015)

Gambar 2. Kumis kucing (OrthosiphonstamineusBenth) Menurut Juliani (2016), Klasifikasi dari tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut. Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Lamiales

Famili

: Lamiaceae

Genus

: Orthosiphon

Spesies

: OrthosiphonstamineusBenth. Kumis kucing merupakan tanaman obat tradisional Indonesia yang digunakan untuk

mengobati diabetes. Diabetes dianggap sebagai kadar glukosa darah yang tinggi (hipoglikemik) karena kekurangan produksi insulin atau kurangnya menggunakan hormon secara efektif. Seiring waktu, ketidak seimbangan gula darah dapat menimbulkan penyakit jantung, kehilangan

penglihatan, penyakit ginjal, kerusakan saraf dan banyak komplikasi. Perawatan menggunkan ekstrak Orthosiphon stamineus ini menyebabkan penghambatan pengaruh hiperglikemik (Manaf.,Harith., &Zaidah, 2014). Secara keseluruhan, ekstrak air Orthosiphon stamineus memiliki beberapa aktivitas hipoglikemik yang menurun tingkat gula darah. Dari beberapa testimonial diperoleh dari konsumsi ramuan dalam bentuk tablet atau minum teh pasien rawan keringat lebih karena generasi panas di dalam tubuh. Beberapa orang yang mengkonsumsi ramuan itu berat badan menurun. Hasil ini menunjukkan bahwa beberapa bioaktif senyawa telah meningkatkan metabolisme tubuh dengan memanfaatkan glukosa untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu, itu akan terjadi membantu pasien diabetes secara tidak langsung dengan menurunkan darah tingkat glukosa (Manaf.,Harith., &Zaidah, 2014).

11. Sambiloto Sambiloto yang juga dikenal sebagai “King of Bitters” bukan lah tumbuhan asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India (Widyawati, 2007). Sambiloto (Andro graphispaniculata L. Ness) merupakan salah satu tanaman obat yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan di Indonesia dan dinyatakan sebagai bahan obat fitofarmaka yang aman (Nugrohoet al. 2000; Royani, 2014). Badan POM memasukkan tanaman ini sebagai tanaman unggulan untuk dikembangkan dalam industri obat fito farmaka (Yusron 2000). Kebutuhan sambiloto untuk industri obat tradisional di Indonesia mencapai 33,47 ton simplisia kering atau setara dengan 709,60 ton terna basah per tahun (Kemalaet al. 2004; Royani, 2014).

Gambar 3.Tanaman Andrographis paniculata Sumber:Thakur.,Chatterjee., &Kumar, (2014)

Menurut Widyawati (2007), secara taksonomi, sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Subkelas

: Gamopetalae

Ordo

: Personales

Famili

: Acanthaceae

Subfamili

: Acanthoidae

Genus

: Andrographis

Spesies

: Andrographis paniculata Nees Semua bagian tanaman sambiloto, seperti daun, batang, bunga, dan akar, terasa sangat pahit

jika dimakan atau direbus untuk diminum. Diduga ini berasal dari andrographolide yang dikandungnya. Sebenarnya, semua bagian tanaman sambiloto bisa dimanfaatkan sebagai obat, termasuk bunga dan buahnya. Namun bagian yang paling sering digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional adalah daundan batangnya (Widyawati, 2007). Sambiloto mengandung diterpenlakton yang banyak kegunaannya bagi kesehatan. Ada beberapa komponen utama dari terpenlakton pada sambiloto yang teridentifikasi pada daun yaitu andrographolide, neoandrographolide, deoxyandrographolide (Kumoro&Hasan, 2006; Royani, 2014), deoxyandrographolide-19-β-D-Glukosa dan dehydroandrographolide (Patarapanichet al, 2007; Royani, 2014). Selain komponen tersebut terdapat senyawa lain yang terkandung yaitu saponin, flavonoid, alkaloid, dantanin (Royani, 2014). Secara klinis andrographolide terbukti aktivitasnya dapat berpengaruh pada hepatoprotective, cardiovascular, hypoglycemic, psychophaemacological, anti-fertilitas, antibakteri, immunostimulan, antipiretik, antidiarrhoeal, antiinflammatory, antimalaria, antivenom, antihepatotoxic (Royani, 2014). Pada tanaman sambiloto kandungan andrographolide terakumulasi paling tinggi pada bagian daun (2,39%) sedangkan paling rendah ditemukan di biji (Sharma et al. 1992; Sharma et al. 2009). Sedangkan Patarapanichet al. (2007) menyatakan bahwa kandungan lakton diterpen yang diisolasi dari daun sambiloto berkisar antara 0,1-2% (Royani, 2014).

Gambar4.Molekul senyawa dari sambiloto (a) Andrographolide, (b) Dehydroandrographolide Sumber: Royani, (2014)

.

12. Akar Pule Pandak Pule pandak memilikia kandungan kimia hasil metabolit sekundernya yaitu terpenoid, glikosida (sterod dan fenolik) dan alkaloid. Khasiat dari akar pule pandak yaitu dapat menyembuhkan vertigo, tekanan darah tinggi (hipertensi), sakit kepala, insomnia, radang empedu, bisul, serta luka akibat gigitan ular atau kalajengking 13. Saga Manis Kandungan bahan aktif dari saga manis yaitu abrus lactone, asam abrusgenat, dan turunan metilnya. Daunnya juga mengandung glycyrrhizin. Khasiat dari saga manis yaitu untuk obat sariawan, obat batuk dan obat radang tenggorokan 14. Daun Afrika Senyawa kimia yang terkandung dalam daun Afrika antara lain flavonoid, alkaloid, saponin, terpenoid, tanin, glikosida, alkaloid indole, antrakuinon dan luteolin. Khasiat dari daun afrika yaitu untuk obat menurunkan Kolestrol, mengurangi resiko stroke, mengatur kadar gula darah, gangguan pencernaan 15. Sembung Legi Daun sembung legi memiliki kandungan zat seperti glikosida, tannin, limonene, cineole, myristin, borneol, pirokatechin, limonene, asam palmitin, sesquiterpen dan minyak atsiri. Khasiat dari sembung legi yaitu untuk obat Rematik, kolesterol, jantung, hipertensi, diuretic, maag, ambient

16. Jinten Jinten mengandung minyak atsiri, luteolin, apigenin, minyak lemak, hans, dan zat samak. Khasiat dari jinten yaitu untuk Batuk, proses pencernaan, menutrisi kulit, anemia, flu dan batuk 17. Adas Adas mengandung minyak asiri (Oleum Foenuculi), anetol, fenkon, pinen, limonen, dipenten, felandren, metilchavikol, anisaldehid, asam anisat, dan minyak lemak. Khasiat dari adas yaitu untuk obat Sembelit, batuk, system pencernaan, jantung, perut kembung, tekanan darah, pernafasan.

3. Pembuatan Instan Temulawak Berdasarkan hasil dari Kuliah Kerja Lapangan di Balai Materia Medica Batu (BMM) telah dijelakan manfaat dan cara pengolahan instan temulawak berikut beserta cara penyajiannhya. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada rimpangnya mengandung kurkumin, xhantorizol, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Berguna untuk meningkatkan nafsu makan, memelihara fungsi hati, memperbaiki fungsi pencernaan, sebagai antioksidan, dan menurunkan lemak darah. Alat yang digunankan dalam pembuatan instant temu lawak yaitu kompor, panci, blender, pisau, gelas ukur, timbangan, pengaduk kayu, dan saringan. Sedangkan bahan bahan yang dibutuhkan adalah temulawak 0,5 kg, daun pandan wangu, gula pasir 1 kg, dan air 800 cc. Prosedur pembuatan: 1. Temulawak dibersikan dengan air sampai bersih. 2. Dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil. 3. Diblender sampai halus. 4. Disaring untuk memisahkan sarinya. 5. Sari temulawak dipanaskan hangat-hangat kuku. 6. Ditambahkan gula pasir dan diaduk sampai larut, kemudian diangkat tidak perlu sampai mendidih. 7. Setelah itu larutan disaring kembali. 8. Larutan yang telah disaring dipindah pada panci yang lebih besar sambil memasukkan pandan wangi. 9. Direbus sambil diaduk terus sampai menjadi kristal/granul dengan api sedang. Pada saat hampir mengkristal daun pandan wangi dikeluarkan dari panci.

10. Granul instan dituang pada tambah dan diayak sampai habis, bila ada ynag menggumpal dihancurkan dengan blender. 11. Instan siap dipacking ke dalam botol dan diberi label. Informasi tambahan 

Instan tidak disarankan untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus



Instan dapat bertahan selama kurang lebih 8 bulan dengan penyimpanan yang benar (gula pasir dalam jumlah banyak dapat berfungsi sebagai pengawet)



Cara penyajian memasukkan 1 SDM instan ke dalam gelas, tambhakan dengan air dingin atau panas aduk sampai larut.

DAFTAR RUJUKAN

Brower V. 2008. Nutraceuticals, nutritional therapy, phytonutrients, and phytotherapy for improvement of human health. Nat Biotechnol ; 16:728-31 Vogel G.2007. New natural products and plant drugs with pharmacological, biological or therapeutical activity. New York: Springer hlm. 249-62 Luo ZH. 2003. The use of chinese traditional medicines to improve impaired immune functions in scald mice.Zhonghua Zheng Xing Shao Shang Wai Ke Za Zhi; 9(1):56-8, 80. Singh A, Malhotra S, Subban R. 2008. Dandelion (taraxacum officinale) hepatoprotective herb with therapeutic potential. Pharmacog 2(3):63-167. Stuart M. 2009. The encyclopedia of herbs and herbalism. New York: Grosset & Dunlap. hlm. 271. Bhat M, Zinjarde S.S, Bhargava S.Y, Kumar A.R dan Joshi B.N. 2008. Antidiabetes Indian Plants : A Good Sourece of Potent Amylase Inhibitors. Adebayo J.O., Adesokan A, Olatunji L.A, Buoro D.O dan Suladoya A.O. 2005. Effect of the ethanolic extract of Bougainvillea spectabilis leaves on nyematological and serum lipid variable in rats. Hakim, L.2015. Rempah dan Herba : Kebun-kebun pekarangan rumah. Yogyakarta : Diandra Halim M.A.2016. Phytochemical and biologi study of Bougainvillae spectabilis family Nyctaginaceae growing in Egypt. Zuhud, E. A., M. Ekarelawan dan S. Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanaekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Jurnal pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor : Jurusan Konservasi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan Lembaga Alam Tropika Indonesia, Prastowo, H. 1979. Empon-empon. Duta Rimba 34/V/ 1979. Jakarta : Perum Perhutani Badan Litbang Kesehatan. 2005b. Pengobatan Tradisional Sebagai Bahan Alternatif Harus Dilestarikan. http: //digilib. litbang. depkes. go. id/g. php?id = jepkbppk-gdl-res2005katno1002-adas 84=kualitas. Diakses tanggal 10 Desember 2018.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1983. Pemanfaatan Tanaman Obat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Pemanfaatan Pekarangan Rumah Untuk Budidaya Tanaman Obat Keluarga. Edisi II Cetakan ke-3. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Tampubolon. O.T. 1981. Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam. Jakarta : Bhratara Karya Aksara Nurhadiyati,M, Johan Sasa, Suratman, Sudiarto. 1985. Penelitian Penanaman Obat di Sub DAS Tuntang Bagian Hulu, Kabupaten Semarang. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Bank Sentral Republik Indonesia. 2005. Budidaya Tanaman Bahan Jamu. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/ 59_05. Pengunaan Obat Tradisional. pdf/59 _ 05 _ P.html. Diakses tanggal 10 Desember 2018. Sulistiyani, Tatik Hadijati SU, Edi Yani MS. 1988. Penyebaran Tumbuhan Bawah Yang Berpotensi Sebagai Tanaman Obat di Hutan Lereng Gunung Slamet Baturaden KPH Banyumas Timur. Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Ahmad Waqas., Jantan Ibrahim., &Bukhari Syed N. A. 2016. Tinospora Crispa (L.) Hook. F. & Thomson: A Review Of Its Ethnobotanical, Phytochemical, And Pharmacological Aspects. Dari Https://Www.Frontiersin.Org/Articles/10.3389/Fphar.2016.00059/Full Almatar Manaf., Ekal Harith., &Rahmat Zaidah. 2014. A Glance on Medical Applications of Orthosiphon stamineus and Some of its Oxidative Compounds. Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res., 24(2): 83-88. Bahua Hismiaty. 2015. Pengaruh Kondisi Proses Ekstraksi Batang Brotowali (Tinospora Crispa (L) Hook.F& Thomson) Terhadap Aktivitas Hambatan Enzim Alfa Glukosidase. Media Litbangkes, Vol. 25 No. 4: 203-210. Harwoko & Choiron NurAmalia. 2016. STANDARDISASI KUALITAS EKSTRAK BATANG BROTOWALI (TinosporaCrispa). Traditional Medicine Journal, 21(1). Juliani. 2016. Identifikasi Senyawa Inhibitor Α-Glukosidase Dan Antioksidan Dari Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth) Dengan Pendekatan Metabolomik Berbasis Ftir Dan Nmr. Bogor: Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.

Rafi Mohamad & Purwakusumah Edy Djauhari. 2015. Geographical classification of Java Tea (Orthosiphonstamineus) from Java Island by FTIR Spectrocopy Combined with Canonical Variate Analysis. JurnalSainsdanMatematika Vol. 23 (1): 25-31 Royani Juwartina Ida. 2014. Analysis of Andrographolide Contents on Sambiloto Plants (Andrographis paniculata) Derived from 12 Locations in Java Island. Jurnal Bioteknologi & Biosains IndonesiaVolume I No. 1 Thakur Ajit Kumar., Chatterjee Shyam Sunder., & KumarVikas. 2014. Andrographolides and traditionally used Andrographis paniculata as potentialadaptogens: Implications for therapeutic innovation. Widyawati Tri. 2007. Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40, No. 3 Verma, A.R., Vijayakumar, M., Mathela, C.S.,Rao, C.V., 2009. In vitro and in vivoantioxidant properties of differentfractions of Moringa oleifera leaves. Food Chem. Toxicol. 47, 2196–2201. Aminah, S., Ramdhan, T., &Yanis, M. 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor (Moringa oleifera). Jurnal Pertanian Perkotaan, 5(1), 35-44. Dewi, Y.S. &Hapsari. I. 2012. Kajian efektivitas daun puring (Codiaeumvariegatum) dan lidah mertua (Sansevieratripasciata) dalam menyerap timbal di udara ambien. Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia. 5(2),1-7. Sunaryanti, D.P. 2012. Analisis Keanekaragaman Tanaman Kana (Canna sp.) Berdasarkan Karakter Morfologi. Naskah S1. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Mac Dougall, D.B. 2002. Colour in Food. England: Woodhead Publishing Limited. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2007.Serial Data Terkini Tumbuhan Obat Pegagan (Centella asiaticaL).Direktorat Obat Asli Indonesia. BPOM.Jakarta. Chong, H. Z., Yeap, S. K., Rahmat, A., Akim, A. M., Alitheen, N. B., Othman, F., and GwendolinEe, C. L., 2012, In Vitro Evaluationof Pandanus amaryllifolius Ethanol extract for Induction of Cell Death on Non-Hormonal Dependent Human Breast Adenocarcinoma MDA-MB-231 cell via apoptosis,BMC Complementaray & Alternative. Medicine, 12:134. Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta : Trubus

De Padua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ. 1999. Medical and Poisonous Plants 1. Bogor: PROSEA. Faras, A.F., Wadkar, S.S., and Ghosh, J.S., 2014,

Effect of Leaf Extract of Pandanus

amaryllifolius Roxb on Growth of Escherichia coli and Micrococcus (Staphylococcus) aureus.International Food Research Journal. 21(1):421-423. Ghasemzadeh, A., and Jaafar, H. Z. E.. 2013. Profiling of Phenolis Compounds and Their Antioxidant

and

Roxb.) Extract

Anticancer Activities

in

Pandan

(Pandanus amaryllifolius

from Different Locations of Malaysia.BMC Complementaryand

Alternative Medicine, 13:341. Gunawan, I. 2011. Efek Kejibeling (Sericocalyx Crispus L) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pria Dewasa. Skripsi Diterbitkan. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. Muhardi, Suharyono, AS, dan Susilawati. 2007. Aktivitas Antibakteri DaunSalam (Syzygium polyanta) dan Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius). Jurnal Teknol dan Pangan. 18 : 17-24. Nurraihana, H., dan Norfarizan-Hanoon, A. 2013. Phytochemistry, pharmacology and toxicology properties of Strobilanthes crispus. International Food Research Journal. 20 (5) : 2045-2056. Prameswari, O. M., dan Widjanarko, S. B., 2014, Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan Wangi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Dan Histopatologi Tikus Diabetes Mellitus, Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.2 No.2 p.16-27. Rahayu, S.E., Handayani, S., 2008, Keanekaragaman Morfologi dan Anatomi Pandanus (Pandanaceae) di Jawa Barat,VisVitalis, 01(2): 29-44. Rahmat, A., dan Fakurazi, S. 2006. Antiproliferative Properties and Antioxidant Activity of Various Types of Strobilanthes crispus Tea.International Journal of Cancer Research, 2 (2) : 152-158. Tjitrosoepomo, Gembong. 2000. Morfologi tumbuhan / Gembong Tjitrosoepomo. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Van Steenis, C. G. G. J. 1999. Flora : untuk sekolah di Indonesia. Jakarta : Pradnya Paramita. Wahjoedi, B. dan Pudjiastuti. 2006.Review hasil penelitian pegagan (Centellaasiatica(L.).Makalah pada POKJANAS TOI XXV. 10 hal.

Wijayakusuma, H.M., S. Dalimartha, dan A.S. Wirian. 1994. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia Jilid II.Pustaka Kartini. Jakarta.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Related Documents

Laporan Kkl
November 2019 33
Sistematika Kkl
June 2020 15
Pembahasan
August 2019 65
Pembahasan
July 2020 39
Ngantang Kkl (3).docx
June 2020 13

More Documents from "Nurseno Bayu"