PEMATAHAN DORMANSI BIJI PADA TUMBUHAN
A. LATAR BELAKANG
I.
Judul Pematahan Dormansi Biji
II.
Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.
III.
Dasar Teori
Ketika tumbuhan berada dalam kondisi yang menguntungkan, tumbuhan tersebut akan melakukan penundaan terjadinya pertumbuhan dengan beristirahat dan akan melanjutkan pertumbuhannya jika kondisi lingkungan mendukung dan memungkinkan. Biji mengalami masa dormansi dikarenakan beberapa penyebab, antaralain: impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas, belum matangnya embrio, tingkat ketahanan kulit biji terhadap gaya mekanik, kandungan zat penghambat dan jaringan yang terdapat di dalam biji, kebutuhan khusus terhadap penyinaran matahari dan kebutuhan pada suhu dingin (Utama, 2005: 142). Hormon yang berperan dalam dormansi biji adalah hormon asam absisat (ABA). Hormon ini dihasilkan pada tunas terminal dan berperan dalam memperlambat pertumbuhan dan mengarahkan bagian primordia daun untuk mengalami perkembangan menjadi sisik yang nantinya berfungsi untuk melindungi tunas yang mengalami dormansi pada musim dingin. Hormon asam absisat juga berperan dalam menghambat pembelahan sel pada kambium pembuluh. Biji akan melakukan perkecambahan ketika asam absisat dihambat dengan cara membuatnya tidak aktif. Biji memerlukan cahaya atau stimulus lain untuk memicu perombakan asam absisat. Untuk mematahkan dormansi biji dapat juga dilakukan dengan meningkatkan hormon giberelin, sehingga rasio asam absisat terhadap giberelin dapat menentukan apakah biji tersebut akan tetap dorman atau mengalami perkecambahan (Campbell, 2000: 386). Untuk mempercepat proses pemecahan dormansi pada tipe benih berkulit tebal dan keras harus dilakukan beberapa cara salah satunya dengan cara merendam benih dalam larutan kimia seperti asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), dan hidrogen peroksida (H2O2). Larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlakukan. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp yang bisa diretakkan untuk memungkinkan imbibisi serta larutan asam tidak mengenai embrio yang menyebabkan benih rusak total (Satya, 2015: 1376). Bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih disebut dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut dormansi fisik. Penyebab dormansi fisik dan dormansi fisiologi
dapat dijumpai pada berbagai spesies, tetapi ada spesies yang mempunyai dormansi ganda. Dari semua perlakuan pematahan dormansi secara fisik yang dicoba ternyata skarifikasi (dengan kertas amplas) adalah cara yang cocok untuk mematahkan dormansi benih aren, sebab mampu mempercepat proses perkecambahan (43 hari setelah ditanam) dan mempunyai daya berkecambah yang tinggi yaitu 79,41 %(Hartawan, 2016). Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih (Kartika, 2015: 49). Benih asam jawa merupakan benih ortodok, sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Benih ortodok dapat dikeringkan sampai kadar air rendah 5-10 % dan dapat di simpan pada suhu serta kelembaban penyimpanan yang rendah tanpa menyebabkan penu-runan viabilitas. Umumnya benih ortodok mengalami masa dormansi, yaitu masa dimana benih tidak dapat berkecambah dengan segera meskipun berada pada ling-kungan yang sesuai bagi perkecambahannya. Dorman pada benih asam jawa merupakan dormansi fisik. Kulit benih yang impermeabel menjadikan benih sulit untuk dimasuki oleh air saat proses imbibisi. Oleh karena itu, benih asam jawa memerlukan perlakuan untuk mematahkan dormansinya. Perendaman H2SO4, KNO3, dan asam giberelin merupakan perlakuan kimia yang dapat mematahkan dormansi benih. Kulit benih yang keras bersifat impermeabel terhadap air dan udara sehingga menghalangi proses perkecambahan benih (Astari, 2014: 805). Perkecambahan merupakan suatu proses saat biji tumbuh dan berkembang. Faktor yang sapat mempengaruhi perkecambahan, yaitu air, temperature, dan cahaya. kekurangan air dapat menyebabkan biji gagal berkecambah, sedangkan air yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan biji menjadi busuk. Temperatur yang optimum untuk perkecambahan biji berkisar 25 – 30o C. Temperatur yang terlalu rendah dapat mengakibatkan perkecambahan terlambat terjadi. Sementara itu, temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan biji rusak dan gagal berkecambah. Umumnya biji berkecambah lebih baik jika mendapatkan penyinaran yang cukup. Penyinaran yang rendah dapat mengakibatkan etiolasi (pemanjangan batang) dan menurunkan kemampuan hidup bibit setalah pindah tanam. Sebaliknya, penyinaran yang terlalu tinggi dapat menyebabkan biji menjadi rusak (Harjono, 2007).
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi. Dormansi juga dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan dan metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan yang dorman gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal. Banyak biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini. Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit perkecambahan. Perlakuan tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui berperilaku dorman adalah kuncup . Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Dormansi sendiri mempunyai pengertian adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh : Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi air Proses respirasit tertekan/terhambat Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan Rendahnya proses metabolisme cadangan makanana Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa faktor, yaitu : a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik - fisik : penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel - kimia : bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi: - photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya - immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang - thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi - Kulit biji impermeabel terhadap air/O2 Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum. Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat. - Embrio belum masak (immature embryo) Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo) Embrio belum terdiferensiasi Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995). - Biji membutuhkan suhu rendah Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi. Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah : Jika kulit dikupas, embrio tumbuh Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil Akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin). Teknik Pematahan Dormansi Biji Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatmentskarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun kimia, Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti : a. Perlakuan mekanis (skarifikasi) Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Setiap benih ditangani secara manual, maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan. b. Air Panas Air panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih. c. Perlakuan kimia Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu : kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi larutan asam tidak mengenai embrio.