Pemantauan Deformasi Untuk Penilaian Stabilitas Bukaan Bawah Tanah.docx

  • Uploaded by: Finanti Puja Dwikasih
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemantauan Deformasi Untuk Penilaian Stabilitas Bukaan Bawah Tanah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,187
  • Pages: 19
PEMANTAUAN DEFORMASI UNTUK PENILAIAN STABILITAS BUKAAN BAWAH TANAH

Metode konstruksi bawah tanah berkembang dengan pesat dan teknologi terbaru memungkinkan untuk melakukan penggalian bukaan yang lebih besar pada kedalaman yang jauh lebih besar. Perkembangan teknologi yang ada memudahkan kegiatan pelaksanaan pemantaun stabilitas bukaan bawah tanah serta pengukuran risiko akan reaksi massa batuan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan pemantauan terdiri dari pengukuran di lapangan dan pengamatan dari waktu ke waktu yang bertujuan: 

Memperkirakan tingkat keamanan (stabilitas) lubang bukaan



Memastikan asumsi perilaku massa batuan



Meningkatkan pemahaman dasar tentang perilaku massa batuan dan proses keuntuhan



Memperoleh data untuk keperluan rancangan dan analisis



Menyediakan data untuk verifikasi model numerik



Memastikan prediksi penggalian



Memungkinkan proses ekstrapolasi untuk prediksi reaksi massa batuan jangka panjang



Melakukan pengontrolan kualitas data



Meyediakan data untuk modifikasi dan peningkatan rancangan penggalian serta prosedur konstruksi, termasuk tindakan perbaikan



Mengevaluasi dampak dari perbaikan atau perubahan konstruksi Program pemantauan ini harus di rancang secara teliti agar dapat mengurangi resiko tanpa

menimbulkan biaya tambahan yang berlebihan dan mengganggu jadwal konstruksi. Rancangan program pengamatan yang sukses membutuhkan koordinasi, komunikasi, dan kerja sama yang baik antara semua pihak yang terlibat dalam proses konstruksi. Selain itu, program pemantauan yang efektif harus dirancang dengan tujuan yang jelas sehingga jenis dan lokasi instrumen, waktu pemasangan dan frekuensi hasil pemantauan dapat dirasionalkan. Diagram alir pada Gambar 1 menggambarkan bagaimana pengukuran lapangan cocok dengan proses penggalian bawah tanah. 1.

Pemantauan untuk Penilaian Stabilitas

1.1

Mengapa Pemantauan untuk Penilaian Stabilitas? Maksud utama dari setiap program pemantauan adalah untuk memastikan bahwa peristiwa

atau kondisi langka yang tidak diinginkan tidak ditemukan. Namun, jika terdeteksi adanya

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 1

keruntuhan, maka pemantauan harus memberikan peringatan dan informasi yang cukup untuk tindakan perbaikan. Pemantauan diperlukan untuk mendeteksi kondisi yang sesuai maupun tidak sesuai dengan maksud penyempurnaan rancangan serta ekstrapolasi jangka panjang untuk memastikan kinerja bebas perawatan dan aman. Dalam rekayasa batuan, pengamatan di lapangan selalu menyediakan sumber informasi terbaik karena tidak ada asumsi penyederhanaan yang diperlukan, efek ukuran tidak diabaikan dan faktor geologi yang kompleks otomatis dipertimbangkan. Biaya pemantauan dan kerugian akibat produksi sering menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemantauan. Namun, program pemantauan memberikan pendekatan akan pengeluaran yang efektif dalam rekayasa batuan karena setiap penggalian bawah tanah digunakan seperti laboratorium untuk memverifikasi rancangan dan permodelan numerik. Tanpa adanya pemantauan banyak proyek yang menantang dan inovatif tidak akan terlkasana dengan sukses.

Gambar 1. Pemantauan dan Penggalian Bawah Tanah 1.2

Penentu Kesuksesan Program Pemantauan Program pemantauan seringkali gagal dikarenakan:

a. Tidak memiliki tujuan yang jelas. Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 2

b. Instrumen dirancang atau dipasang dengan buruk. c. Instrumen dipasang di lokasi yang salah atau terlambat. d. Frekuensi atau durasi perekaman data tidak memadai. e. Data yang dikumpulkan tidak dapat dianalisis dengan benar. f. Hasil yang didapatkan tidak digunakan untuk memodifikasi proses konstruksi. Untuk mendapatkan rancangan program pemantauan yang baik, perlu dipertimbangkan: a. Tingkat ketidakpastian yang tinggi atau kesulitan utama yang berkaitan dengan ekonomi atau keselamatan perlu diperhitungkan. b. Akses untuk program pemantauan harus dibuat dengan meminimalkan pada proses konstruksi atau produksi. c. Tidak boleh mengabaikan permasalahan terkait ground control. d. Semua pihak terkait harus dapat bekerja sama, berpikiran terbuka, berkeinginan maju serta cepat tanggap. e. Tanggapan secara langsung sangat diperlukan untuk keberhasilan implementasi tindakan perbaikan. 1.3

Jenis-Jenis Pemantauan Pemantauan sebagai pengawasan terhadap perubahan perilaku tanah dan penggalian dapat

dilakukan dengan cara kualitatif atau kuantitatif, seperti inspeksi visual, instrumentasi untuk indikator langsung (deformasi, tekanan, perubahan tegangan, dll) serta instrumentasi untuk indikator tidak langsung (emisi akustik oleh pemantauan mikroseismik, dll.). Berbagai macam peralatan tersedia untuk pemantauan deformasi, termasuk alat perekam konvergensi, ekstensometer dan deflektometer. Persyaratan peralatan yang digunakan tergantung pada tujuan program pemantauan 1.4

Konsep Bukaan Tambang Bawah Tanah yang Aman Tingkat keamanan bukaan bawah tanah dapat digambarkan dengan batas keamanan, yang

didefinisikan sebagai perbandingan antara kapasitas penahan, C (kombinasi penyangga buatan dan kekuatan massa batuan) dan penggerak, D yang merupakan beban gravitasi, tegangan in situ atau perubahan tegangan yang disebabkan oleh penambangan. Kestabilan lubang bukaan bawah tanah bergantung pada batas deformasi yang diperbolehkan sebelum keseimbangan baru terbentuk akibat penggalian. Dalam proses pemindahan batuan, penyangga alami secara bertahap hilang dan digantikan dengan penyangga buatan setelah terjadinya deformasi awal Us (Gambar 2). Batas nilai keamanan sangat berkaitan dengan akumulasi deformasi sebelum dan sesudah adanya penyangga.

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 3

Berdasarkan ilustrasi gambar 2, Matsuo dan Kawamura [7] menyatakan bahwa tekanan batas penyangga sama dengan kapasitas penahan (tidak mengalami perpindahan) dan menjelaskan bahwa tekanan tanah pada kurva konvergensi berperan sebagai gaya penggerak, D(u), yang mengalami perpindahan. Lalu probabilitas keruntuhan pada titik kesetimbangan dinyatakan jika faktor keselamatan, FS = C / D(u) kurang dari satu. Akan tetapi, konsep batas keamanan dan perpindahan sebelum instalasi penyangga (Us) diabaikan. Namun, pendekatan ini menunjukkan bahwa, setelah titik keseimbangan pemantauan harus melihat apakah ada terjadi tumpang tindih yang tinggi antara distribusi kapasitas penahan dan penggerak. Setelah keseimbangan tercapai, pada saat laju deformasi sama dengan nol, batas keamanan yang memenuhi syarat harus disajikan dengan kapasitas penahan tambahan (∆C). Dengan demikian, batas keamanan dirumuskan sebagai S = (C - D = 0) + ∆C = ∆C. Dari persamaan ini batas keamanan sangat mudah diketahui sedangkan faktor keamanan absolut, FS = (C + ∆C) / D 1 + (∆C / D), tidak dapat ditentukan karena nilai dari gaya penggerak, D tidak diketahui pada titik kesetimbangan. Oleh karena itu batas keamanan merupakan ukuran keselamatan yang jauh lebih penting dalam menentukan keamanan konstruksi bawah tanah daripada faktor keamanan.

Gambar 2. Konsep penilaian keselamatan untuk kasus pembukaan bawah tanah yang interaktif dan bergantung pada perpindahan 1.4.1. Penilaian Batas Keamanan dengan Pemantauan Deformasi Penilaian batas keamanan sebelum terjadinya awal keruntuhan akan mudah dilihat jika beban atau tegangan dapat diukur secara langsung dan berkaitan dengan kekuatan penyangga. Pada bukaan yang tidak memiliki penyangga, tegangan yang bekerja (berfungsi sebagai penggerak) bisa dibandingkan dengan prediksi atau asumsi massa batuan atau kekuatan penyangga (kapasitas penahan), dan peningkatan tegangan (sebelum terjadinya awal keruntuhan) umumnya akan menggambarkan peningkatan risiko. Namun, selama proses penyebaran tegangan, proses perpindahan baik kenaikan dan penurunan tegangan dapat diamati. Sebagai contoh, di sekitar terowongan pada posisi puncak, tegangan tangensial menurun pada dinding terowongan, Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 4

sedangkan peningkatan tegangan tangensial berada jauh dari dinding terowongan. Karena proses penyebaran tegangan ini, batas keamanan tidak dapat dengan mudah ditentukan oleh perubahan pengukuran tegangan Laju deformasi atau tingkat deformasi harus menggambarkan batas keamanan yang mewakili ukuran penyebaran antara kapasitas penahan dan pengerak (Gambar 2). Sifat tanah (elastis, viscoplastic sempurna plastik atau elastis, dll) akan menentukan hasil yang dapat diperoleh dari pengukuran deformasi. Untuk sifat elastis, menuju sifat plastic sempurna,batas aman perilaku elastis berada di nilai positif (S> 0) dan awal runtuhan yang bersifat plastis memiliki nilai S = 0. Nilai batas keamanan (disajikan pada awal Bagian 1.4) dan prinsip pedoman pemantauan yang umumnya diterapkan untuk menentukan kapasitas penahan tanah, di mana beban runtuhan (pada S = 0) didefinisikan sebagai laju rayapan sebesar 2 mm per siklus log waktu. Batas keamanan dapat mengurangi permintaan setiap elemen penyangga (negatif ΔD) dengan menyediakan penyangga tambahan. Faktor keamanan dalam hal ini, didefinisikan sebagai FS = C / (D - ΔD), dengan D = C menandakan ukuran beban runtuhan. Persamaan ini tidak dapat langsung diaplikasikan pada permasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara statis, seperti runtuhan lereng tiga dimensi, runtuhan bidang pada bukaan bawah tanah. Dalam situasi ini, digambarkan secara skematis oleh model blok luncuran pada Gambar 3, gaya penahantidak dapat bekerja secara konstan setelah menuju puncak (yield) karena adanya tahanan tambahan (kapasitas penahan C2 pada Gambar 3) yang dapat berpindah. Besaran atau tingkat deformasi tidak dapat dipakai sebagai nilai batas keamanan karena kapasitas penahan tidak diketahui dan tidak berhubungan dengan penggerak. Hal ini ditunjukkan dalam contoh penggalian di tanah clay shale pada Edmonton Convention Center. Menurut Balanko dkk (seperti Gambar 4), volume dari batuan yang digali (mewakili besarnya gaya F pada Gambar 3) berlawanan dengan perpindahan dinding penggalian yang di amati dengan membentuk grafik hubungan linear (pada penggalian lebih dari 100 000 m3 batuan) dimana perpindahan ini bersifat elastis dan akan menurun hingga penggalian selesai dilakukan. Bukaan bawah tanah tidak dapat ditentukan secara statis dan berubah dikarenakan tegangan in situ ( Gambar 3). Deformasi sangat dipengaruhi oleh tingkat penggalian (volume perpindahan batuan), adanya tekanan penyangga dan sifat massa batuan. Untuk sifat elastis pada saat material plastis sempurna, seperti yang telah diketahui bahwa penerapan struktur yang tidak dapat ditentukan secara statis (Gambar 3) dan pemantauan selama penggalian dihentikan harus bernilai nol atau lebih tinggi jika batas keamanan bernilai positif atau nol.

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 5

Gambar 3. Diagram hubungan antara batas keamanan dan laju deformasi untuk sifat elastis, pada sifat elastis pada saat material plastis sempurna dengan penyangga (D = penggerak, C1 dan C2 = Kapasitas Penahan total, S = batas keamanan, u = perpindahan) Untuk sifat elastis, pada saat material bersifat viscoplastis, memungkinan bahwa kapasitas penggerak sementara melebihi kapasitas penahan. Jika tingkat pembebanan pada struktur yang tidak dapat ditentukan secara statis relatif tinggi, kapasitas penggerak akan melebihi dari perpindahan kapasitas penahan.

Gambar 4. Grafik antara Volume penggalian dan defleksi tiltmeter (perpindahan lateral) di Edmonton Convention Center (Balanko dkk) 2.

Mekanisme Keruntuhan Massa Batuan

2.1. Awal Penyebab, Penyebaran dan Proses Keruntuhan Keruntuhan massa batuan adalah kejadian umum dalam konstruksi dan penambangan bawah tanah. Untuk merancang program pemantauan yang tepat, perlu dibedakan proses atau

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 6

mekanisme, penyebab serta faktor dari keruntuhan awal (inisiasi), propagasi, dan keruntuhan total. Gambar 5 mengilustrasikan urutan dan karakteristik proses keruntuhan massa batuan. a. Inisiasi Keruntuhan massa batuan dapat terbentuk karena tekanan, gaya geser, gaya tarik atau tekukan. Inisiasi keruntuhan massa batuan terjadi apabila batuan menerima beban yang melebihi kapasitasnya. Hal ini sering dimulai pada awal pekerjaan pembukaan lubang bawah tanah. Akan tetapi, inisiasi keruntuhan juga dapat dimulai dari dalam massa batuan itu sendiri dengan batasan tegangan tertentu Pemantauan pada fase inisiasi harus mendeteksi zona konsentrasi tegangan yang tidak dapat diterima. b. Propagasi (Penyebaran) Penyebaran keruntuhan terjadi ketika batuan menerima beban yag melebihi kapasitasnya dan tegangan harus ditransfer dari tanah yang runtuh ke tanah yang stabil serta jauh dari titik inisiasi keruntuhan. Sangatlah tidak mungkin untuk mencegah propagasi keruntuhan. Akan tetapi, metode seperti destressing dengan peledakan adalah salah satu cara untuk mengontrol propagasi keruntuhan.

Gambar 5. Urutan Keruntuhan Massa Batuan Pemantauan dalam fase propagasi harus mendeteksi di mana dan bagaimana keruntuhan menyebar sehingga proses keruntuhan dapat dikendalikan dan langkah-langkah perbaikan dapat dilaksanakan jika perlu.

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 7

c. Runtuh Proses keruntuhan dapat diinduksi dengan sengaja, seperti dalam penambangan. Keruntuhan merupakan proses dis-integrasi sebagian atau keseluruhan dari massa batuan. Pemantauan dalam fase runtuh harus dapat mendeteksi seberapa jauh dan cepat keruntuhan menyebar serta mengetahui langkah-langkah yang efektif dalam pengendaliannya. 2.2. Keruntuhan didominasi dengan Bidang Lemah Batuan Setelah penyebab keruntuhan diketahui, perlu juga memahami bagaimana keruntuhan dapat merambat. Hanya di bawah keadaan homogen yang khusus dan relatif langka dengan kekuatan yang seragam, keruntuhan batuan dapat dijelaskan dengan baik menggunakan model kontinum, elastisitas atau plastisitas. Bidang lemah dalam massa batuan seperti rekahan atau diskontinuitas dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang. Ukuran area zona keruntuhan dapat meningkat, pola zona keruntuhan nonsimetris dan non-kontinu dapat berkembang, bahkan di bawah pembebanan hidrostatik dari lubang bukaan dan mekanisme ketidakstabilan gabungan dapat mendominasi. Berikut beberapa contoh penyebaran keruntuhan yang disebabkan oleh bidang lemah pada tegangan yang tidak seragam (K0 = 𝜎h/ 𝜎v = 0,5) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Titik Puncak untuk lima konfigurasi massa batuan (Kaiser dan Kwong) Gambar 6 menunjukkan bahwa bidang lema dapat memulai proses propagasi (a-d) yang mengarah ke zona geser sempit yang pada akhirnya menyebabkan blok batuan (bersifat elastis) bergerak ke arah bukaan. Tiga kasus (III-V) dengan bidang lemah pada titik yang berbeda menyebabkan bentuk keruntuhan yang sangat mirip tetapi sangat jauh dari keruntuhan yang

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 8

diprediksi oleh model plastisitas konvensional (kasus II). Bukti yang mendukung mekanisme keruntuhan ini sering dapat ditemukan dalam konstruksi bawah tanah. Pada kenyataannya, keruntuhan massa batuan hampir selalu didominasi oleh bidang lemah yang sudah ada sebelumnya atau yang baru terbentuk dan dapat dikelompokkan menjadi dua kelas, seperti yang dijelaskan di bawah ini (Gambar 7). a. Keruntuhan yang rapuh. Secara kinematis, mekanisme keruntuhan ditetapkan langsung setelah batas keseimbangan tercapai (ketika keruntuhan dimulai). Pemantauan deformasi dapat memberikan sedikit peringatan tentang jenis keruntuhan ini, yang disebut keruntuhan 'tidak terdeteksi'. b. Keruntuhan elastis. Keruntuhan terjadi dengan beberapa peringatan. Ketidakstabilan disebabkan oleh bidang lemah dan merupakan jenis keruntuhan 'terdeteksi' oleh pemantauan deformasi.

Gambar 7. Keruntuhan Rapuh dan Keruntuhan Elastis

Gambar 8. Perilaku Bukaan Tambang Bawah Tanah 2.3. Konsep Pemantauan untuk Mendeteksi Keruntuhan Penentuan pengembangan program pemantauan yang tepat harus dimulai dari menarik hipotesis yang realistis tentang mekanisme keruntuhan. Hal ini melibatkan identifikasi dan lokasi tiga fase dari proses kegagalan (inisiasi, propagasi dan keruntuhan). Sistem pemantauan akan mendeteksi keruntuhan yang dapat terdeteksi. Keruntuhan elastis dapat dideteksi dengan pemantauan dan keruntuhan rapuh harus dikurangi dengan cara menghilangkannya melalui tindakan pencegahan. Interpretasi pengamatan lapangan itu seperti memecahkan teka-teki. Informasi yang terkandung dalam suatu bagian (catatan) seringkali bernilai kecil kecuali beberapa bagian dapat digabungkan karena memiliki kesamaan. Oleh karena itu, program pemantauan harus ditata Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 9

sedemikian rupa sehingga data yang dikumpulkan pada akhirnya dapat digabungkan untuk sampai pada gambaran keseluruhan yang konklusif dari perilaku massa batuan. Cara menautkan informasi individual untuk memberikan umpan balik segera dan konklusif harus mendapat perhatian khusus selama fase pengembangan program pemantauan. 3.

Pemantauan Deformasi Selama program pemantauan, pengukuran deformasi harus dipertimbangkan dengan

tujuan:  Menemukan lokasi inisiasi kegagalan  Mengidentifikasi proses inisiasi dan propagasi keruntuhan  Memverifikasi penyebab keruntuhan  Menilai efektivitas tindakan perbaikan. Selanjutnya, pemantauan deformasi mungkin diperlukan untuk:  Menentukan parameter untuk perbaikan rancangan atau prediksi kinerja yang lebih akurat  Ekstrapolasi untuk menilai stabilitas jangka panjang dengan memisahkan proses yang disebabkan oleh penggalian dan bergantung waktu. Metode pemantauan deformasi dapat dikelompokkan menjadi: 

Pengamatan visual;



Pemantauan perpindahan permukaan (dinding) dengan survei atau pengukuran konvergensi; dan



Pemantauan deformasi tanah yang dalam dengan ekstensometer, seperti ekstensometer batang atau kawat.

3.1. Pemantauan Visual atau Kualitatif Tujuan pemantauan visual adalah 

Identifikasi dan penilaian tegangan tinggi atau keruntuhan



Identifikasi dan pemahaman tentang mekanisme keruntuhan

Borehole breakout, penghancuran batuan utuh, bidang geser pada batuan di dekat dinding bukaan, runtuhan atap, dll merupakan indikator tekanan yang relatif tinggi dan jika kekuatan massa batuannya diketahui atau dapat diperkirakan, besatan tegangan in situ dapat disimpulkan Pemantauan visual untuk penilaian stabilitas dimulai dari identifikasi struktur batuan (sesar, bidang perlapisan, kekar,dll.). sistem klasifikasi batuan sederhana menjadi dasar untuk menilai batasan bukaan tanpa penyangga (rentang maksimum bukaan tanpa dilakukannya penyanggaan) atau penetapan penyangga konvensional. Jika ketidakstabilan ditemukan, inspeksi visual dapat memberikan informasi tentang arah gerakan serta tingkat dan jenis keruntuhan. Batuan lepas dapat Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 10

dengan mudah dideteksi dan pemantauan perpindahan terperinci tidak lagi diperlukan. Pengamatan yang relatif sederhana seperti ini akan sangat bermanfaat untuk mengurangi risiko keruntuhan dan dapat memberikan informasi yang cukup untuk pelaksanaan perbaikan yang efektif serta tidak perlu lagi melakukan pemantauan kuantitatif. 3.2. Penggunaan Besaran Deformasi 3.2.1. Pemantauan respon global dibandingkan respon lokal Pergerakan dinding mencerminkan efek kumulatif dari deformasi dan keruntuhan akibat induksi perubahan tegangan. Akibatnya, pengukuran konvergensi memberikan indikator yang sangat baik untuk respons dasar secara keseluruhan. Akan tetapi, sebagai pengamatan independen, hal ini jarang mengandung informasi yang cukup untuk mengidentifikasi penyebab keruntuhan atau proses keruntuhan. Bentuk dan tingkat hasil di dekat lubang bukaan dalam lima konfigurasi massa batuan disajikan sebelumnya pada Gambar 6. Deformasi radial yang sesuai dihitung dengan analisis elemen hingga disajikan pada Gambar 9. Sebuah studi detail dari kurva deformasi tersimulasi ini mengungkapkan bahwa pengukuran lokal pada lokasi yang tepat diperlukan untuk mengidentifikasi lokasi perolehan dan mode keruntuhan yang dihasilkan. Pentingnya pengukuran lokal untuk identifikasi mode keruntuhan dapat lebih lanjut ditunjukkan pada data dari salah satu dari empat terowongan di Washuuzan (Jepang 1983; data tidak dipublikasikan). Pengukuran konvergensi dan tegangan pada rock bolt yang dicatat selama penghentian kerja di terowongan ini (Gambar 10a) menunjukkan peningkatan secara mendadak (meskipun kecil) yang tercatat selama rentang 75 - 85 hari. Tanpa pengukuran lokal, tidak mungkin untuk mengidentifikasi secara konklusif penyebab peningkatan konvergensi ini.

Gambar 9. Pergerakan radial akibat keruntuhan yang terlihat pada gambar 6 Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 11

Pengukuran simultan dari tegangan aksial (gaya) pada rock bolt dari penampang yang sama menunjukkan sedikit penumpukan beban (Gambar 10b). Namun, satu baut di springline kanan mengalami peningkatan beban mendadak pada hari ke-85 (Gambar 10c). Pengukuran lokal tunggal ini dapat mengetahui lokasi sumber pergerakan dan memberikan informasi yang cukup untuk implementasi tindakan perbaikan kecil yang terdiri dari spot bolting pada ketidakstabilan ini (fraktur tarik atau geser) pada kedalaman antara 0,75-1,5 m dari dinding terowongan. Singkatnya, pengukuran konvergensi merupakan indikator ketidakstabilan yang baik tetapi pengukuran lokal diperlukan untuk identifikasi mode kegagalan

Gambar 10. Perhitungan Konvergensi Dan Beban Bolt Pada Terowongan Stasiun Di Washuuzan 3.2.2. Penempatan Instrumen Untuk Pengamatan Keruntuhan Lokal Tidak mungkin untuk memasukkan seluruh volume batuan yang dipengaruhi oleh penggalian. Dalam penelitian oleh de Mello [24] dinyatakan bahwa “setiap perencanaan instrumentasi dan interpretasi secara otomatis mengasumsikan model perilaku teoritis (fisik dan matematika)” Akibatnya, lokasi instrumen harus dipilih berdasarkan satu atau beberapa hipotesa keruntuhan. Pemahaman tentang semua kemungkinan mekanisme ketidakstabilan merupakan persyaratan pemantauan terkait keselamatan. 3.2.3. Konvergensi Untuk Menilai Kinerja Penyangga Penyangga buatan pada lubang bawah tanah bertindak sebagai tekanan pendukung atau sebagai penguat batuan. Dukungan tersebut mengurangi konvergensi dinding dengan menahan tekanan tanah dan dengan meningkatkan sifat massa batuan yang efektif. Akibatnya, efektivitas penyangga harus tercermin dalam konvergensi dinding dan harus dinilai dalam hal pengurangan laju konvergensi. 3.3. Penggunaan Laju Deformasi Barlow [27] menunjukkan bahwa laju deformasi dapat digunakan paling efektif untuk keperluan interpretasi data lapangan jika laju saat ini, dinormalisasi ke tingkat maksimum yang Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 12

tercatat di dekat permukaan galian. Tingkat deformasi yang dinormalisasi ini adalah ukuran yang efektif untuk menilai: (i) luas zona hasil; (ii) efek dari tindakan perbaikan atau efektivitas penyanggaan, dan (iii) batas keamanan. Tingkat deformasi yang dekat dengan permukaan terowongan tidak banyak dipengaruhi oleh penyangga atau perkuatan batuan yang ditempatkan dalam penggalian tetapi lebih mencerminkan konvergensi terowongan. Oleh karena itu, laju perpindahan yang dinormalisasi pada dasarnya tidak tergantung pada besarnya konvergensi utama dan merupakan indikator kesenjangan saat ini antara gaya penggerak dan kapasitas penahan. Contoh ilustrasi penerapan tingkat konvergensi yang dinormalisasi untuk tiga tujuan yang tercantum di atas diberikan pada Gambar 11 dengan data dari terowongan Enassan (Jepang).

Gambar 11. Pergeseran atap yang diukur dilengkapi dengan laju perpindahan yang diprediksi dengan asumsi: (i) luas konstan zona yield, R / a = 1,5 (garis penuh) dan (ii) menyebarkan zona hasil ke R / a = 4 selama penggalian bench (garis putus-putus) (Barlow) 3.3.1. Luas Zona Yield Dari Laju Deformasi Laju konvergensi yang diamati dapat dilihat pada Gambar 11 (ditunjukkan oleh garis penuh dan putus-putus). Hingga penggalian bench hari ke-40, kurva menunjukkan grafik yang sangat baik, dengan asumsi zona yield 1,5 kali radius terowongan (R / a = 1,5). Selanjutnya, laju konvergensi yang diamati tidak turun secepat yang diharapkan (bandingkan dengan garis penuh). Sedangkan pada hari ke 40-70 laju konvergensi yang diamati hampir konstan. Ini merupakan indikasi zona plastik propagasi. Dengan percobaan dan kesalahan, jari-jari zona yield (R) harus diperluas ke sekitar empat kali jari-jari terowongan (garis putus-putus untuk R / a = 4). Sangat menarik untuk dicatat bahwa pemantauan dapat menetapkan ukuran zona yield dalam 10-20 hari setelah penggalian bench dan bisa digunakan untuk merancang penyangga tambahan. Juga terlihat dari Gambar 11 bahwa kemiringan plot laju yang dinormalisasi terkait dengan luas zona yield. Di tanah dengan nilai yield kecil (R / a = 1,5), laju yang dinormalisasi seharusnya turun menjadi sekitar 7% (garis penuh) dalam 20 hari setelah penggalian bench, sementara Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 13

kemajuan terowongan pada tingkat rata-rata sekitar 1 m per hari. Di tanah dengan nilai yield besar (R / a - 4), laju yang dinormalisasi seharusnya turun menjadi sekitar 20% (garis putus-putus) selama periode waktu yang sama (mis. Antara 44-64 hari). Tingkat normalisasi yang diukur turun hanya 50% (segitiga), menunjukkan bahwa keseimbangan baru belum tercapai setelah 20 hari. 3.3.2. Efektivitas Penyangga Dari Tingkat Deformasi Barlow dan Kaiser [9] menunjukkan bahwa sistem penyangga yang efektif dapat mengarah pada pengurangan laju perpindahan yang dinormalisasi. Indraratna dan Kaiser [26] juga berpendapat sama, yaitu dengan mempertimbangkan besarnya perpindahan daripada tingkat deformasi. Manfaat dari pendekatan laju adalah umpan balik langsung sebelum besarnya deformasi utama diketahui. Hanya 10 hingga 20 hari pemantauan yang diperlukan di terowongan Enassan untuk menentukan ketidakcukupan perbautan awal dan tambahan dalam upaya kontrol propagasi zona yield setelah penggalian bench. 3.3.3. Penilaian Mobilisasi Batas Keamanan Dari Tingkat Deformasi Laju deformasi normal yang dicatat selama penghentian penggalian adalah ukuran dari mobilisasi batas keamanan. Untuk terowongan Enassan, laju deformasi selama penghentian penggalian (nilai batas bawah pada Gambar 11) sedikit lebih rendah daripada laju deformasi puncak selama penggalian. Laju deformasi selama penghentian penggalian secara teoritis harus nol untuk batuan elastoplastik. Dalam batuan yang bersifat viscous, laju deformasi bukan-nol mencerminkan defisit batas keamanan. 3.4. Pertimbangan Lainnya untuk Pemantauan Deformasi 3.4.1. Akurasi Yang Diperlukan Teknologi saat ini memungkinkan pencatatan deformasi dengan akurasi yang cukup untuk tujuan yang terkait dengan penilaian risiko. Secara umum, instrumen harus mampu mendeteksi tetapi tidak secara akurat mengukur respons batuan elastis. Selanjutnya, pengukuran harus cukup akurat untuk perhitungan laju deformasi dan untuk memberikan dasar perbandingan dengan data dari lokasi yang mengalami deformasi besar karena yield. Keakuratan untuk tujuan penilaian risiko tidak harus setinggi analisis balik untuk sifat massa batuan. Namun, akurasi yang relatif tinggi akan diperlukan jika pengukuran regangan batuan digunakan untuk menetapkan tingkat tegangan atau untuk perbandingan dengan regangan kritis 3.4.2. Durasi Dan Frekuensi Bacaan Yang Diperlukan Durasi dan frekuensi bacaan tergantung pada tujuan pemantauan, sifat massa batuan, tingkat gerak maju atau penggalian dan banyak faktor lainnya. Data harus dikumpulkan sesering mungkin secara praktis dan ekonomis. Frekuensi pengumpulan data yang tinggi diperlukan ketika tingkat Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 14

deformasi tinggi (misalnya, dekat dengan permukaan, selama penggalian, dan ketika perubahan tegangan akibat penambangan terjadi). 3.4.3. Kombinasi Perubahan Tegangan Dan Pengukuran Perpindahan Tidak ada deformasi yang terjadi tanpa perubahan tegangan dan perubahan tegangan terkait dengan deformasi oleh sifat deformasi massa batuan. Oleh karena itu, jika pengukuran deformasi digabungkan dengan pengukuran perubahan tegangan, sifat deformasi dapat dianalisis kembali, terutama jika massa batuan dapat diasumsikan berperilaku secara elastis. Kebutuhan untuk penentuan simultan perubahan stres dan perpindahan dibenarkan berdasarkan metode konvergensi / kurungan oleh Korpach dan Kaiser [36]. Selanjutnya, Pelli [32] menunjukkan bahwa tekanan radial berubah dengan cepat di dekat kemajuan penggalian, sedangkan tekanan tangensial berubah lebih bertahap dan tegangan geser mundur di dekat permukaan terowongan. Secara khusus, perubahan tegangan aksial di dekat dinding memengaruhi pengukuran perpindahan secara drastis (Gambar 12). Selanjutnya, perubahan tegangan aktual yang dicatat selama pemantauan deformasi dengan instrumen yang dipasang di dekat permukaan terowongan biasanya sangat kecil

Gambar 12. Distribusi konvergensi direkam sepanjang terowongan untuk pin yang ditempatkan pada (x / 2a)0 = 0,25 dari permukaan terowongan {K = 2). Tegangan horizontal dalam arah variabel sumbu terowongan antara pa = 0-4pv (Pelli) 3.4.4. Pemantauan interpretasi data Penilaian detail dan interpretasi dari pemantauan yang dipasang dilakukan selama penggalian terowongan oleh mesin pemboran telah dilakukan (Pelli). Pelli menunjukkan bahwa sangat sulit untuk menafsirkan pengukuran jika program pemantauan tidak lengkap dan pengamatan esensial tertentu tidak ada. Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 15

4.

Kesimpulan

 Pemantauan menyediakan cara ekonomi untuk mengurangi risiko keruntuhan dalam konstruksi bawah tanah dan merupakan komponen penting dari rekayasa batuan modern.  Program pemantauan yang efektif dan dikelola dengan baik harus diarahkan untuk memenuhi serangkaian tujuan pemantauan. Tujuan-tujuan ini harus ditetapkan sebelum konstruksi dimulai. Umpan balik segera harus disediakan dan digunakan untuk mendapatkan manfaat dari program pemantauan.  Hipotesis yang dapat diandalkan dari perilaku massa batuan yang diharapkan atau potensial keruntuhan merupakan dasar untuk merancang program pemantauan yang baik dan menginterpretasi data secara rasional.  Pilihan jenis instrumen, lokasi dan orientasi instrumen, frekuensi perekaman, dll bergantung pada tujuan program pemantauan serta dugaan respons di tanah. Identifikasi mode perilaku adalah tugas utama pemantauan untuk penilaian stabilitas dan pemantauan harus dilaksanakan secara bertahap, dimulai dengan paket instrumentasi yang relatif kasar yang mencakup area luas.  Pengamatan visual terhadap batuan atau deformasi penyangga dan keruntuhan merupakan cara termurah dan paling produktif untuk mendeteksi situasi yang tidak diinginkan. Namun, pengamatan kuantitatif diperlukan untuk menentukan penyebab perilaku yang tidak dapat diterima.  Secara umum, catatan konvergensi adalah indikator yang baik untuk inisiasi dan propagasi hasil tetapi jarang memberikan pemahaman yang cukup untuk menetapkan penyebab terjadinya keruntuhan.  Lokasi inisiasi keruntuhan dan mode keruntuhan sering hanya dapat diidentifikasi dengan pengukuran deformasi lokal. Pengamatan lokal seringkali penting untuk interpretasi konklusif dari pengukuran lapangan, tetapi program pemantauan harus ditata sedemikian rupa sehingga data yang dikumpulkan akhirnya dapat digabungkan untuk sampai pada gambaran konklusif keseluruhan dari perilaku massa batuan.  Laju deformasi yang dinormalisasi daripada besaran deformasi harus digunakan untuk penilaian kinerja yang sedang berlangsung. Mereka memberikan ukuran batas keamanan dan umpan balik segera ketika tindakan perbaikan dapat diimplementasikan sebagai bagian dari proses konstruksi reguler dan paling efektif.  Karena massa batuan jarang homogen, memiliki bidang lemah dan diskontinuitas tidak dapat diabaikan selama penilaian stabilitas pembukaan bawah tanah. Namun, hasil yang memadai harus terjadi, untuk menciptakan mode keruntuhan yang dapat diterima secara kinematis. Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 16

Daftar Pustaka

Whitman R. V. Evaluating calculated risk in geotechnical engineering. 17th Terzaghi Lecture. J. Geotech. Eng. Div.t Am.Soc. Civ. Eng. 110, 145-188 (1984). Peck R. B. Advantages and limitations of the observational method in applied soil mechanics. Geotechnique 19,171-187 (1969). Lane K. S. Field test sections save cost in tunnel support. Report from Underground Construction Research Council, ASCE, p. 95. ASCE, New York (1975). Hanna T. H. Field Instrumentation in Geotechnical Engineering, p. 843. Trans Tech, ClausthalZellerfeld (1985). Dunnicliff J. Geotechnical Instrumentation for Monitoring Field Performance, p. 577. WileyInterscience, New York (1988). Franklin J. A. (Ed.) Mine Monitoring Manual, p. 156. The Canadian Institute of Mining and Metallurgy, Special Volume 42 (1990). Matsuo M. and Kawamura K. Reliability based design of supporting system for NATM. In Proc. 4th Int. Conf. Application of Statistics and Probability in Soil and Structural Engineering, Firenze, Italy, pp. 1517-1530 (1983). Balanko L. A., Morgenstern N. R. and Yacyshyn R. Tangent pile wall for Edmonton Convention Centre. In Application of Walls to Landslide Control Problems (Edited by R. B. Reeves), pp. 108-123. ASCE, New York (1982). Barlow J. P. and Kaiser P. K. Interpretation of tunnel convergence measurements. In Proc. 6th Int. Congr. Rock Mech.,Montreal (Edited by G. Herget and S. Vangpaisal), vol. 1, pp. 787792. Balkema, Rotterdam (1987). Kaiser P. K. Detection of rock mass rupture modes. In Proc. 6th Int. Congr. Rock Mech., Montreal (Edited by G. Herget and S. Vangpaisal), vol. 3, Panel Discussion, pp. 14571461. Balkema, Rotterdam (1987). Santarelli F. J., Brown E. T. and Maury V. Analysis of borehole stresses using pressuredependent, linear elasticity. Int. J. Rock Mech. Min. Sei. & Geomech. Abstr. 23, 445^49 (1986). Kaiser P. K. and Kwong A. Stability of openings in rock with imperfections. In Proc. 29th U.S. Symp. Rock Mech., Minneapolis, MN (Edited by P. A. Cundall, R. L. Sterling and A. M. Starfield), pp. 735-738. Balkema, Rotterdam (1988). Wong R. and Kaiser P. K. Design and performance evaluation of vertical shafts: rational shaft design method and verification of design method. Can. Geotech. J. 25, 320-337 (1988). Makurat A., Barton N., Vik G., Chryssanthakis P. and Monsen K. Jointed rock mass modelling. In Proc. Int. Conf. Rock Joints, Loen, Norway (Edited by N. Barton and O. Stephansson), pp. 647-656 (1990). Kaiser P. K. and Maloney S. Factors influencing the stability of deep boreholes. In Proc. 6th Int. Congr. Rock Mech.,Montreal (Edited by G. Herget and S. Vangpaisal), vol. 1, pp. 675680. Balkema, Rotterdam (1987). Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 17

Kwong A. Borehole and Tunnel Stability in Rock with Anisotropie Strength and Imperfections, p. 162. Ph.D. Thesis, University of Alberta, Edmonton, Canada (1990). Vilanek J. Der Arlberg Strassentunnel und die Zufahrtsrampen - Baudokumentation, p. 697. Herausgeber: Arlberg Strassentunnel Aktiengesellschaft, Innsbruck, Austria (1981). Wong R. and Kaiser P. K. Ground behaviour near soft ground tunnels. In Proc. ITA Conf. Large Underground Openings, Firenze, Italy, pp. 942-951 (1986). Hoek E. and Brown E. T. Underground Excavations in Rock, p. 527. Institution of Mining and Metallurgy, London (1980). Goodman R. E. and Gen-hua Shi. Block Theory and its Application to Rock Engineering, p. 338. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ (1985). Thompson P. M., Kozak E. T. and Martin C. D. Rock displacement instrumentation and coupled hydraulic pressure/rock displacement instrumentation for use in stiff crystalline rock. In Proc. NEA Workshop Excavation Response in Geological Repositories for Radioactive Waste, Winnipeg, pp. 257-270 (1988). Koppel J., Amstad Ch. and Kovari K. The measurement of displacement vectors with the TRI VEC borehole probe. In Proc. Int. Symp. Field Measurements in Geomechanics, Zürich, pp. 209-218 (1983). Indraratna B. and Kaiser P. K. Control of tunnel convergence by grouted bolts. In Proc. Conf. Rapid Excavation and Tunneling, vol. 1, chap. 22, pp. 329-348 (1987). de Mello V. F. B. Reflections on design decisions of practical significance to embankment dams. 17th Rankine Lecture.Geotechnique 27, 281-355 (1977). Indraratna B. and Kaiser P. K. Analytical model for the design of rock bolts. Int. J. Numer. Anal. Meth. Geomech. 14,227-251 (1990). Indraratna B. and Kaiser P. K. Design for grouted rock bolts based on convergence control method. Int. J. Rock Mech.Min. Sei. Ü Geomech. Abstr. 27, 269-290 (1990). Barlow J. P. Interpretation of Tunnel Convergence Measurements, p. 235. M.Sc. Thesis, University of Alberta, Edmonton,Canada (1986). Guenot A., Panet M. and Sulem J. A new aspect in tunnel closure interpretation. In Proc. 26th U.S. Symp. Rock Mech.,Rapid City, SD (Edited by E. Ashworth), pp. 455-460. Balkema, Rotterdam (1985). Ito Y. Design and construction by NATM through Chogiezawa fault zone for Enassan tunnel on central motorway (inJapanese). Tunnels Underground 14, 7-14 (1983). Sakurai S. Direct strain evaluation technique in construction of underground openings. In Proc. 22nd U.S. Symp. RockMech., Cambridge, MA (Edited by H. H. Einstein), pp. 278-282. MIT Press, Cambridge, MA (1981). Stacey T. R. A simple extension strain criterion for fracture of brittle rock. Int. J. Rock Mech. Min. Sei. & Geomech. Abstr.18,469^74(1981). Pelli F. Near Face Behaviour of Deep Tunnels, p. 406. Ph.D. Thesis, University of Alberta, Edmonton, Canada (1987). Pelli F., Kaiser P. K. and Morgenstern N. R. The influence of near face behaviour on monitoring of deep tunnels. Can.Geotech. J. 28(2), 226-238 (1990). Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 18

Pelli F., Kaiser P. K. and Morgenstern N. R. An interpretation of ground movements recorded during construction of the Donkin-Morien tunnel. Can. Geotech. J. 28(2), 239-254 (1990). Lang P. A. Room 209 excavation response test in the underground research laboratory. In Proc. NEA Workshop Excavation Response in Geological Repositories for Radioactive Waste, Winnipeg, pp. 295-330 (1988). Korpach D. R. and Kaiser P. K. Use of stress change measurements to assess performance of underground excavations.In Proc. Int. Symp. Prediction and Performance in Geotechnical Engineering, Calgary, pp. 319-328 (1987).

Tugas Mekanika Batuan Lanjut 2-Finanti Puja Dwikasih (212180019) | 19

Related Documents


More Documents from "Finanti Puja Dwikasih"