BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting terkait keselamatan (safety) dirumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat beryalanpabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran dalam sasaran keselamatan pasien menyoroti
bidang-bidang
yang
bermasalah
dalam
perawatan
kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem. Di Indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, diberlakukan sasaran keselamatan pasien nasional yang terdiri dari : SKP.1 : Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar SKP.2 : Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3
:
Meningkatkan
Keamanan
Obat-Obatan
Yang
Harus
Diwaspadai SKP.4 : Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar SKP.5 : Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan SKP. 6 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh Mengingat sasaran keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan program sasaran keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan. Karena itu diperlukan acuan yang jelas untuk melaksanakan sasaran keselamatan pasien tersebut. Maka dibuatlah pedoman sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru. B. TUJUAN PEDOMAN Tujuan Umum : Memberikan informasi dan acuan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru dalam melaksanakan program sasaran keselamatan pasien. Tujuan Khusus : 1. Terlaksananya program sasaran keselamatan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru secara sistematis dan terarah. C. RUANG LINGKUP Enam sasaran keselamatan pasien yang di berikan dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Daerah Kebayoran Baru yaitu pada unit ; unit IGD, POLI, unit farmasi, unit pendaftaran, radiologi, laboratorium, VK, rawat inap dan unit gizi D. BATASAN OPERASIONAL Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Daerah Kebayoran Baru sangat memperhatikan sasaran keselamatan pasien mulai dari awal pasien menerima pelayanan sampai dengan pasien selesai menerima pelayanan.
E. LANDASAN HUKUM 1.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1691/MENKES/PER/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit 2.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
11/MENKES/PER/2017 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Kualifikasi sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kinerja rumah sakit, sangatlah diperperlukan sistem manajemen SDM yang profesional, efektif, efisien , beretika, dan berkualitas. Salah satu yang mulai dikembangan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan memberikan penilaian secara objektif
Untuk meningkatkan
sumber daya manusia maka dilakukan pendidikan dan pelatihan. B. DISTRIBUSI KETENAGAAN Distribusi sumber daya manusia di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru di sesuaikan dengan pendidikan , kemampuan dan kompetnsi sumber daya manusia. C. PENGATURAN JAGA Pengaturan jaga disesuaikan dengan unit kerja baik tenaga medis, non medis dan pekerja harian lepas
BAB III STANDAR FASILITAS A. DENAH RUANG LACI
RAK BERKAS
Gambar 3.1 Denah Ruang Pokja SKP di RSUD Kebayoran Baru lt 8 B. STANDAR FASILITAS Standar fasilitas yang disediakan di ruang rapat Tim sasaran keselamatan pasien (SKP) : 1. Karpet 2. Rak berkas 3. Laci
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman di Rumah Sakit
Umum Daerah Kebayoran Baru. Dengan sasaran keselamatan pasien yaitu
mengidentifikasi
pasien
dengan
benar,
meningkatkan
komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur
yang
benar,
pembedahan
pada
pasien
yang
benar,
mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan dan mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
BAB V LOGISTIK
Program pengendalian logistik disusun untuk mengatur kegiatan pengadaan dan pemelihraan barang, alat, obat dan alkes untuk memastikan program sasaran keselamatan pasien yang disusun setiap tahun mengacu pada kebutuhan tahunan dan dilaporkan dalam laporan tahunan. Kelompok barang logistik adalah alat medik dan keperawatan, alat elektromedik, alat kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai. Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang terencana dan terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan biaya serta kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan. Program pengendalian logistic meliputi alat elektromedik, alat medik dan keperawatan, alat tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN Keselamatan pasien (patrent safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut
meliputi
:
assessmen
risiko,
identifikasi
dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan titnbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terladinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. B. TUJUAN 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit. 2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan C. SASARAN KESELAMATAN PASIEN 1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar tepat pasien dan layanan Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan menyamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain. Pasien di rumah sakit juga harus di identifikasi dengan benar pada saat pendaftaran maupun setelah dirawat. Identifikasi pasien adalah suatu proses melakukan pengecekan identitas pasien melalui nama,
tanggal lahir, dan nomor rekam medik untuk memastikan ketepatan identifikasi pasien yang dilakukan melalui verbal dan visual. Maksud dan Tujuan Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami situasi lainnya. Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien. Proses
identifikasi
yang
digunakan
di
rumah
sakit
mengharuskan terdapat 2 (dua) dari 3 (tiga) identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam medik. Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk identifikasi pasien. Dua bentuk identifikasi ini pada area layanan rumah sakit pada pasien rawat jalan yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik , rawat inap, unit gawat darurat dengan kondisi penurunan kesadaran GCS ≤ 13 , dan kamar operasi. Tiga bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien. Prinsip identifikasi pasien dilakukan oleh petugas pada waktu : a. Sebelum
dilakukan
tindakan,
prosedur
diagnostik,
dan
terapeutik. b. Sebelum memberikan obat ke pasien c. Sebelum memberikan cairan intravena d. Sebelum pemberian darah atau produk darah e. Sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk tes klinis, petugas memberikan label identitas pada spesimen tersebut f.
Sebelum pemberian diet
g. Sebelum memberikan tindakan lainnya yang akan dilakukan di rumah sakit h. Identifikasi terhadap pasien koma Pelaksanaan Identifikasi Untuk pelaksanaan identifikasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran baru pada pasien di gunakan gelang identitas yang terdiri atas (tiga) identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam medik. Gelang yang di gunakan di Rumah sakit Umum Daerah Kebayoran Baru memiliki 2 (dua) warna yaitu pink untuk pasien dengan jenis kelamin prempuan dan warna biru untuk jenis kelamin laki-laki. Dan memiliki 3 (tiga) klip dengan 3(tiga) warna yaitu untuk warna kuning (fall risk) di gunakan untuk pasien dengan resiko jatuh, warna merah (allergy) digunakan untuk pasien dengan riwayat alergi dan warna unggu (DNR/ don’t resusitasi) digunakan untuk pasien yang berdasarkan keputusan keluarga, pasien dan kondisi
medis
tertentu
mengizinkan
untuk
tidak
dilakukan
resusitasi.
Gambar 6.1 Gelang Identitas Yang Digunakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Prosedur pemasangan gelang dilakukan pada setiap pasien yang masuk rawat inap dan yang berada di IGD dengan GCS ≤13 (penurunan kesadaran) dipasangkan gelang identitas pasien yaitu: pasien laki-laki gelang biru dan pasien perempuan gelang pink. Perawat / bidan menyiapkan gelang yang sesuai dengan jenis kelamin dan sudah berisi tulisan ketikan (nama pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam medis). Perawat / bidan mencuci tangan dan memperlkenalkan diri
sebagai petugas rumah sakit dan
mengucapkan salam kepada pasien “Selamat pagi/ siang/ malam Bapak/Ibu,
saya
sebagai
perawat/bidan
penanggungjawab
terhadap perwatan bapak /ibu saat ini” Perawat / bidan menjelaskan manfaat pemasangan gelang identitas, yaitu mencegah salah orang sebelum pasien diberikan obat,
dilakukan
tindakan/prosedur
diambil
darah/sample,
diberikan darah atau produk darah, dan dilakukan pengobatan. Perawat/ bidan melakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa pasien dan atau keluarga paham atas informasi tersebut. Perawat / bidan memasang gelang identitas pasien pada pergelangan tangan (kanan atau kiri) yang tidak terpasang IV line, dengan mengajukan pertanyaan terbuka
“Mohon sebutkan nama lengkap dan tangal
lahir Bapak/Ibu” Perawat / bidan menjelaskan bahwa gelang identitas ini harus selalu digunakan hingga pasien diperbolehkan pulang, serta menjelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi
gelang
yaitu
obat/tindakan/prosedur/tranfusi
dapat dll.
terjadi Perawat
salah /bidan
menginformasikan bila tulisan pada gelang terhapus ataupun gelang terlepas, maka segera laporkan pada perawat/bidan. Perawat / bidan meminta pasien untuk mengingatkan perawat bila akan melakukan tindakan atau memberikan pengobatan tidak menkonfirmasi nama dan mengecek ke gelang identitas terlebih
dulu. Perawat / bidan memastikan bahwa gelang identitas terpasang dengan nyaman dan aman. Perawat / bidan yang menerima pasien ketika pasien dipindahkan dari satu unit ke unit lainnya, bertanggungjawab untuk menanyakan kembali identitas pasien dan menyesuaikan dengan rekam medisnya. Bentuk pelaksanaan identitas pasien yang tercetak adalah pada label obat, rekam medik, resep, makanan, spesimen, permintaan dan hasil laboratorium / radiologi. Pelepasan gelang identitas dilakukan pada pasien yang akan dipulangkan baik itu sembuh, PBJ (Pulang Berobat Jalan), PAPS (Pulang Atas Permintaan Sendiri), dirujuk dan meninggal dunia akan dilepaskan gelang identifikasinya. Perawat / bidan / petugas kamar jenazah mencuci tangan Perawat / bidan / petugas kamar jenazah mengucapkan salam. “ Selamat pagi / siang / sore / malam, Bapak/Ibu”. Perawat / bidan menyebutkan nama dan asal departemen / unit kerja. “Saya… (nama), dari unit kerja… (sebutkan), saya sebagai perawat penanggungjawab terhadap perawatan Bapak/Ibu saat ini. Petugas menjelaskan maksud dan tujuan pelepasan gelang identifikasi pasien “Bapak/Ibu, sesuai peraturan keselamatan pasien, saya akan melepaskan gelang Bapak/Ibu/Adik karena telah selesai
proses
pelayanan
kesehatan
yang
kami
berikan.”Informasikan kepada pasien dan atau keluarga bahwa gelang identitas ini harus dilepas, karena pasien telah diizinkan pulang dan pastikan pasien telah menyelesaikan administrasi dengan menunjukkan surat izin pulang / surat kematian dan bukti rekening pembayaran. Sebelum membuang gelang tersebut ke tempat sampah terlebih dahulu gunting-gunting gelang tersebut menjadi beberapa bagian. Perawat / bidan memotong gelang identitas pasien dengan
cara memasukkan dua jari tangan (jari telunjuk dan jari tengah) dibawah gelang dan gunting diantara dua jari. Pelepasan gelang identitas pasien meninggal dunia dilakukan di kamar jenazah dengan cara mencocokkan identitas jenazah pada gelang
identitas
dengan
surat
kematian.
Perawat
/
bidan
melakukan cuci tangan Perawat / bidan/ petugas jenazah mendokumentasikan pelepasan gelang pada catatan keperawatan. Sebelum
melepaskan
kelengkapan
gelang
administrasi
identifikasi
pasien
sudah
pasien, selesai.
pastikan Perhatikan
ketajaman dan keamanan gunting. Identifikasi yang dilakukan pada pasien tidak dikenal degan menggunakan jenis kelamin dan kode: Tn./Ny./An./By. X 16001 Dengan penjelasan sebagai berikut : Dua angka digit pertama merupakan tahun pelayanan dilaksanakan. Tiga angka terakhir merupakan nomor urut pasien tidak dikenal yang dilayani pada tahun tersebut. Bila identifikasi pasien sudah diketahui, maka identifikasi pasien dikoreksi dengan identitas yang benar pada rekam medis. Pasien dengan nama sama pada ruang instalasi yang sama maka diberi tanda “HATI-HATI DENGAN NAMA SAMA” pada sampul rekam medik dan formulir data pribadi pasien pada saat pendaftaran. Elemen Penilaian SKP 1 a. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien. (R) b. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 (dua) identitas dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,O,W) c. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik, dan terapeutik. (W,O,S)
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan spesimen, dan pemberian diet. (lihat juga PAP 4; AP 5.7) (W,O,S) e. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan
intravena,
hemodialisis,
pengambilan
darah
atau
pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap pasien koma. (W,O,S) 2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi (Komaruddin, 1994. Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994: Koontz & Weihrich, 1988) Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalah pahaman). Proses adalah: a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan b. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan (di stempel terlapor) 1) Penerima pesan (di stempel: pelapor) mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan( di stempel: terlapor) 2) Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan pesan yang disampaikan komunikator akan sampai pada komunikan dengan benar dan lengkap. Mengurangi kesalahan persepsi akibat komunikasi lisan 3) Tercapainya lima hal pokok, yaitu: a) Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan b) Membuat pendengar memahami apa yang mereka katakan
c) Membuat pendengar menyetuji apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar) d) Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan maksud kita bisa mereka terima e) Memperoleh umpan balik dari pendengar Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan medic, diharapakan mampu melakukan proses komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami si penerima secara baik dan benar terhadap semua pasien untuk menjamin keselamatan pasien di Rumah Sakit. Sistem pendekatan komunikasi diantara para pemberi perawatan dilaksanakan
secara
konsisten
dan
seragam
meliputi
seluruh
pelayanan guna memastikan bahwa semua instruksi dan informasi mengenai pasien dikomunikasikan secara baik, memastikan bahwa semua instruksi dan informasi diverifikasi dengan baik kepada pemberi informasi. a. Panduan komunikasi efektif ini diterapkan pada: 1) Antar pemberi pelayanan saat memberikan perintah lisan atau melalui telepon 2) Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratorium secara lisan atau menelpon 3) Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit kepada pelanggan 4) Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien 5) Semua karyawan saat berkomunikasi via telepon dan lisan b. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi layanan, petugas laboratorium, radiologi, petugas informasi, pelaksana PKRS, semua karyawan
Tatalaksana komunikasi efektif a. Tatalaksana komunikasi efektif pemberi perintah secara lisan dan melalui telepon antara pemberi pelayanan: 1) Komunikasi efektif antara pemberi pelayanan dilakukan melalui prinsip terima, catat, verifikasi dan klarifikasi 2) Pemberi pesan mencatat kondisi pasienpada form SBAR, kemudian pemberi pesan menyampaikan pesan secara lisan memberikan pesan, penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut 3) Isi pesan dibacakan kembali ( TBaK ) secara lengkap oleh penerima pesan bila menyangkut nama obat LASA (Look Alike Sound Alike) dilakukan dengan mengeja tiap huruf nama obat, bila
dimungkinkan
gunakan
singkatan
alfabet
secara
internasional kemudian beri cap “SUDAH DIBACA ULANG” 4) Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima pesan dan mengkoreksi bila ada kesalahan 5) Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi 6) Penerima instruksi memberikan stempel “TBaK “ yang tersedia apabila
proses
ini
selesai
dilakukan.
Penerima
instruksi
menuliskan jam, tanggal, dan tandatangan di pada stempel tertulis “ pelapor” 7) Pemberi instruksi menandatangani stempel di daerah tertulis “ terlapor” pada saat yang bersangkutan visite atau sesegara mungkin. b. Tatalaksana
komunikasi
efektif
pemberian
informasi
hasil
laboratorium kritis melalui lisan dan telepon : 1) Komunikasi efektif petugas laboratorium dilakukan melalui prinsip sampaikan, baca ulang , terima, catat, verifikasi dan klarifikasi 2) Petugas laboratorium membacakan hasil laboratorium kepada penerima pesan , (perawat, atau dokter pemberi pelayanan). Apabila hasil tersebut adalah nilai kritis, baca ulang (TBaK) jenis
dan hasil pemeriksaan, bila dimungkinkan ejalah menggunakan standard internasional alfabetis dan angka 3) Instruksi/ informasi dan hasil tes penting (misalnya hasil tes CITO laboratorium klinik) di rumah sakit dapat diberikan melalui metode lisan maupun telepon. Penerima instruksi / informasi yang diperoleh, membacakan kembali hasil catatan dari informasi yang diterima, dan menginformasikan apakah yang telah ditulis dan dibaca ulang itu sudah tepat. Pada keadaaan darurat atau dalam sbuah operasi dimana tidak memungkinkan penerima instruksi melakukan pencatatan, maka instruksi yang diberikan tetap dibacakan ulang dan konfirmasi tetap dilakukan oleh pemberi instruksi. Pencatatan dapat dilakukan setelah keadaan gawat darurat atau operasi telah selesai, 4) Penerima informasi hasil lab menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut dan hasil lab dibacakan kembali (TBaK) secara lengkap oleh penerima pesan. Bila hasil laboratorium adalah nilai kritis TBaK dilakukan dengan mengeja hasil dari jenis pemeriksaan, bila dimungkinkan gunakan singkatan alfabetis internasional 5) Petugas laboratorium memverifikasi hasil lab yang dibaca ulang oleh penerima informasi. 6) Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi. c. Tatalaksana komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya berkaitan dengan kondisi kesehatannya 1) Pastikan materi edukasi sudah tersedia. Materi edukasi sebagai berikut : a) Edukasi tentang obat. (lihat panduan informasi obat dan pedoman pelayanan farmasi) b) Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari terkait dengan penyakitnya
c) Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidup pasca dari rumah sakit. (lihat pedoman pelayanan gizi, pedoman farmasi) d) Edukasi gizi. (lihat pedoman gizi) 2) Petugas penerima pasien melakukan asesmen pasien, untuk menilai dan mendapatkan informasi kebutuhan edukasi pasien dan keluarga asesmen tersebut meliputi : a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan c) Hambatan emosional dan motivasi. (emosional : depresi, senang, dan marah) d) Keterbatasan fisik dan kognitif e) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi 3) Hasil asesmen dicatat dalam lembar rekam medis pasien. Berdasarkan catatan tersebut lakukan komunikasi efektif edukasi pasien, sesuai kondisi pasien a) Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasinya mudah disampaikan b) Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga kandung ( isteri, anak, ayah, ibu dan saudara kandung) dan menjelaskan kepada mereka. c) Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi yang menyarankan pasien pasien membaca leaflet. Apabila pasien
tidak
mengerti
materi
edukasi,
pasien
bisa
menghubungi medical informasi. 4) Lakukan verifikasi untuk memastikan bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien sebagai berikut :
a) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan, kira-kira apa yang bapak/ ibu bisa pelajari?” b) Jangan memberikan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya dan tidak. c) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasi
adalah
dengan
pihak
keluarganya
dengan
pertanyaan yang sama. “ dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bisa bapak ibu pelajari?” d) Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (pasien marah dan depresi), maka verifikasi adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan dipahami. Proses pertayaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. 5) Petugas pemberi informasi dan edukasi pasien mengisi formulir edukasi dan informasi menandatanganinya serta mintalah tanda tangan pasien dan keluarga pasien sebagai bukti bahwa sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar. 6) Simpan form edukasi yang sudah ditandatangani dalam berkas rekam medis (file pasien) 7) Proses komunikasi Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud
oleh
pengirim
psan,
pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
Unsur komunikasi : a) Sumber / komunikator (dokter, perawar, admission, kasir, dll) b) Isi pesan c) Medis / saluran (elektronik , lisan dan tulisan) d) Penerima / komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, dll d. Komunikasi yang efektif Komunikasi yang efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Prosesnya adalah : 1) Pemberi pesan secara lisan memberikan pesa, setelah itu dituliskan secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan 2) Isi pesan dikonfirmasi kembali (TBaK) secara lengkap oleh penerima pesan 3) Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan. Dalam menuliskan kalimat yang sulit, obat LASA, obat High Alert maka komunikan harus menjabarkan hurufnya satu persatu dengan menggunakan alfabeth yaitu kode Alfabet internasional sebagai berikut : KODE ALFABETH Character
Telephony
Phonic
A
Alfa
Al-fah
B
Bravo
Brah-voh
C
Charlie
Char-lee
D
Delta
Dell-tah
E
Echo
Eck-oh
F
Foxtrot
Foks-trot
G
Golf
Golf
H
Hotel
Hoh-tel
I
India
In-dee-ah
J
Juliet
Jew-lee-ett
K
Kilo
Key-loh
L
Lima
Lee-mah
M
Mike
Mike
N
November
No-vem-ber
O
Oscar
Oss-cah
P
Papa
Pah-pah
Q
Quebec
Keh-beck
R
Romeo
Row-me-oh
S
Sierra
See-air-rah
T
Tango
Tang-go
U
Uniform
You-nee-form
V
Victor
Vik-tah
W
Whiskey
Wiss-key
X
Xray
Ecks-ray
Y
Yankee
Yang-key
Z
Zulu
Zoo-loo
1
One
Wun
2
Two
Too
3
Three
Tree
4
Four
Fow-er
5
Five
Fife
6
Six
Six
7
Seven
Sev-en
8
Eight
Ait
9
Nine
Nine-er
0
Zero
Zee-ro
Table 6.1 : Daftar Kode Alfabeth Internasional di Rumah Sakit Umum Daerah
e. Teknik komunikasi efektif: 1) Komunikasi verbal (Tulis, Baca Ulang, dan Konfirmasi) Untuk perintah verbal atau melalui telepon, staf yang menerima pesan harus menuliskan dan membacakan kembali kepada pemberi pesan (konfirmasi dan verifikasi dilakukan langsung). Pemberi pesan harus segera melengkapi dokumentasi verifikasi secara tertulis tertulis. Komunikasi verbal menerapkan
tulis dan baca kembali. Untuk istilah yang sulit atau obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) diminta penerima pesan yang mengeja kata tersebut perhuruf, misalnya UBRETID Komunikasi Efektif Intruksi Dokter & Hasil Kritis Laboratorium/ Radiologi DOKTER
TENAGA MEDIS
Penerima intruksi Verifikasi TBaK: tulis & ulangi kembali Repeat Back: Ulangi instruksi, kerjakan dulu, tulis kemudian
CAP VERIFIKASI TBak Verifikasi TBaK Nama & TTD Pelapor
Nama & TTD Terlapor
Tgl/Jam :
Tgl/Jam :
Nama :
Nama :
TTD :
TTD :
Gambar 6.2 : Cap Verifikasi Tbak di Rumah Sakit Umum Daerah
MINTA PARAF DARI PEMBERI INSTRUKSI 1 X 24 JAM
2) Teknik
SBAR
(Situation-Background-Assesment
Recommendation) Teknik ini berlaku untuk semua petugas saat melakukan pelaporan/serah terima tugas. Setiap laporan SBAR berbeda, focus pada permasalajan, ringkas dan tidak semua dilaporkan, hanya yang dibutuhkan dalam situasi saat itu. Beberapa contoh penerapan masing-masing komponen huruf dalam teknik SBAR (yang dicetak tebal adalah item yang
harus dipenuhi, yang dicetak biasa adalah pilihan jawaban sesuai kondisi pasien). FORM SBAR Tanggal:…..
Jam:….. LEMBAR KOMUNIKASI SBAR
S SITUATION
Pelapor (Nama & Jabatan):
Penerima
…..
Laporan:
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
….. Nama pasien : …..
Tanggal Lahir:..........
NO RM :
........... Umur
: ….. Tahun
Kamar
: …..
Keluhan utama:….. B
Dirawat dengan: …..
BACKGROUND Menggali informasi mengenai latar
Riwayat penyakit: …..
belakang klinis yang menyebabkan timbulnya keluhan
Informasi klinis: …..
klinis. Lab/Pemeriksaan penunjang lain:…..
Riwayat alergi: ….. Keadaan umum:…..
Tanda vital saat ini: TD:
Kesadaran:…..
Nadi:
x/mnt
RR:
x/mnt
Suhu: SpO2: Terapi saat ini:…..
mmHg
oC
%
A
Tuliskan analisa hasil pengkajian:…..
ASSESMENT Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien R
Usulan & mohon petunjuk:
RECOMMENDATION
(Pemeriksaan/ tindakan lebih lanjut/ kosul/ pindah rawat).
Usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masa lah pasien saat ini. Instruksi/ Anjuran dari yang menerima laporan: **
Keterangan verifikasi : Paraf & Nama Dokter,
Paraf & Nama Pelapor,
Gambar 6.3 : Form SBAR di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Contoh pelaporan dengan SBAR: S
Situasi/ situation Keadaan kita dan pasien saat itu Contoh: “dr “T” dr jaga ruangan, melaporkan keadaan pasien saat ini dengan penurunan kesadaran” dengan Tn/Ny/ An ……, Umur…., ruangan….
B
Latar belakang/ Background Riwayat penyakit pasien yang signifikan Contoh: “pasien CVA perdarahan, DM, dan Hypertensi. GDS 400, obat-obatan dari UGD ….
A
Penialaian/ Assesment Masalah yang kita dengar, dilihat, didengar dan diperiksa saat itu . Contoh: ‘GDS…, Tanda-tanda vital …, ada kelumpuhan sisi kiri dll
R
Rekomendasi/ Recommendation
Saran, tanyakan pada konsulen Contoh: Ada saran dokter…., Dokter: pindahkan pasien ke HCU …. dst Gambar 6.4 : Form Pengisian SBAR di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar-PPA. Maksud dan Tujuan SKP 2 sampai SKP 2.2 Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan
mengurangi
kesalahan-kesalahan
dan
meningkatkan
keselamatan pasien.Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada pemeriksaaan laboratorium; pemeriksaan radiologi; pemeriksaan kedokteran nuklir; prosedur ultrasonografi;
magnetic
resonance
imaging;
diagnostik
jantung;
pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms. Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau
mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan
kepada
staf
medis
dan
informasi
tersebut
terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut: a.
Pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari;
b.
Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan
panduannya
meliputi
permintaan
pemeriksaan,
penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan; c.
Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat. Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh
rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5) Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift; antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dan dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik. Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat berakibat kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien. Elemen Penilaian SKP 2 a.
Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan. (lihat juga TKRS 3.2). (R)
b.
Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan. (D,W)
c.
Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan. (lihat juga AP 5.3.1 di maksud dan tujuan). (D,W,S)
d.
Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap, dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap. (D,W,S)
Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif (SKP 2.1) Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis. DAFTAR NILAI KRITIS LABORATORIUM DEWASA NO
PEMERIKSAAN
SATUAN
BATAS BAWAH
BATAS ATAS
Hematologi 1
Hemoglobin
g/dL
7
20
2
Hematokrit
%
20
60
3
Leukosit
/µl
2.000
40.000
KET
4
Trombosit
/µl
50.000
1.000.000
Kimia 1
Glukosa
mg/dL
80
450
2
Kreatinin
mg/dL
−
6
3
Ureum
mg/dL
−
240
4
Asam Urat
mg/dL
−
13
5
Natrium
mmol/L
126
160
6
Kalium
mmol/L
2,8
6,2
7
Klorida
mmol/L
75
125
Koagulasi 1
Aptt
2
INR
detik
80 3,5
AGD 1
pH
2
pCO2
3
pO2
7,2
7,6
mmHg
20
70
mmHg
40
−
Table 6.2 : Daftar Nilai Kritis Dewasa di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
DAFTAR NILAI KRITIS LABORATORIUM ANAK
NO
PEMERIKSAAN
SATUAN
BATAS BAWAH
BATAS ATAS
KET
Hematologi 1
Hemoglobin
g/dL
10
22
Neonatus
2
Hematokrit
%
30
71
Neonatus
3
Leukosit
/µl
2.000
43.000
4
Trombosit
/µl
50.000
900.000
Kimia 1
Glukosa
mg/dL
30
325
2
Kreatinin
mg/dL
−
3,8
3
Bilirubin
mg/dL
−
15
Neonatus
5
Natrium
mmol/L
121
156
Neonatus
6
Kalium
mmol/L
2,8
7,8
Neonatus
AGD 1
pCO2
mmHg
20
63
Neonatus
2
pO2
mmHg
40
100
Neonatus
Table 6.3 : Daftar Nilai Kritis Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
DAFTAR HASIL KRITIS RADIOLOGI No. 1.
Diagnosa Kritis Perdarahan intra cerebral/intra cranial e.c stroke/ trauma
2.
Perdarahan epidural / subdural dengan ancaman herniasi batang otak
3.
Perdarahan subaracnoid lus
4.
Infark akut
5.
Frakture kompresi
6.
Hydrocephalus dengan peningkatan tekanan intra cranial
7.
Fraktur vertebra dengan penekanan pada medulla spinalis
8.
Ileus obstruksi / toxic mega colon
9.
Invaginasi
10.
Pneumoperitoneum
11.
Diseksi aorta
12.
Perforasi
13.
Fraktur pelvis dan ekstermitas dengan curiga robekan pembuluh darah besar
14.
Dislokasi femoris / caput humerus
15.
Trauma thorax dengan perdarahan
16.
Fraktur costae yang menekan jaringan paru
17.
Effusi plera massif
18.
Tensi pneumothrax
19.
Tensi hydropneumothorax
20.
Edema paru
Table 6.4 : Daftar Hasil Kritis Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
DAFTAR HASIL KRITIS USG No.
Diagnosa Kritis
1.
Trauma abdomen dengan perdarahan dan laserasi organ
2.
Ileus obstruksi / toxic mega colon
3.
Perforasi
4.
Effusi pleura massif
5.
Ascites
Table 6.5 : Daftar Hasil Kritis USG di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Elemen Penilaian SKP 2.1 a. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil diagnostik kritis. (lihat juga AP 5.3.2). (R) b. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di rekam medis (lihat juga AP 5.3.2 EP 2). (W,S) Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif (SKP 2.2) Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses komunikasi “Serah Terima” (hand over). Elemen Penilaian SKP 2.2 a.
Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di antara profesional pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien (hand over). (lihat juga MKE 5). (D,W)
b.
Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien (hand over) bila mungkin melibatkan pasien. (D,W)
c.
Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi waktu serah terima pasien (hand over) untuk memperbaiki proses. (D,W)
3. Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus Diwaspadai Obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (High Alert Medications) adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/ kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang beresiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). WHO mendefinisikan ROTD sebagai respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim dan dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa maupun terapi. Kelompok obat high alert diantaranya : a. Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM atau Look Alike Sound
Alike/LASA
adalah
obat
yang
terlihat
mirip
dan
kedengarannya mirip. b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2 meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9% dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat). c. Obat – obat sitostatika. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai. Maksud dan Tujuan SKP 3 dan SKP 3.1 Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien. Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas : a. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin.
b. Obat
yang
nama,
kemasan,
label,
penggunaan
klinik
tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike). c. Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 meq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab hal ini adalah : a.
Pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
b.
Ada produk baru;
c.
Kemasan dan label sama;
d.
Indikasi klinik sama;
e.
Bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
f.
Terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah. Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication)
tersedia di berbagai organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel. Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih. Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak
memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4). Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan,
menata,
dan
menggunakannya
termasuk
administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert. Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Waktu pelayanan farmasi selama 24 jam. Tempat pengelolaan keamanan obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi (high alert) di Rumah Sakit meliputi Gudang Farmasi, Unit Farmasi, dan troli emergensi. Kualifikasi Staf dokter yang meresepkan obat-obatan high alert, terdiri dari dokter umum, dokter gigi dan dokter spesial. Pentingnya Pengelolaan Obat-Obatan dengan Kewaspadaan Tinggi Seiring
meningkatnya
kesadaran
tenaga
kesehatan
akan
pentingnya keselamatan pasien maka kesalahan pengobatan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Kesalahan pengobatan adalah
salah satu penyebab utama terjadinya kejadian yang tidak diinginkan (KTD), kejadian nyaris cidera (KNC) dan kejadian sentinel. Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medications) tersedia di berbagai organisasi kesehatan seperti the word health organization (WHO) dan institute for safe health medication practices (ISMP). ISMP telah melakukan penelitian pada tahun 1995 dan 1996 untuk menentukan obat-obatan dan situasi yang paling mungkin untuk menyebabkan bahaya bagi pasien. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kesalahan pengobatan yang berakibat kematian atau cidera serius pada pasien disebabkan oleh obat-obatan tertentu. Tenaga
kesehatan
terutama
Apoteker
dan
Tenaga
Teknis
Kefarmasian perlu mengenali faktor resiko unum dari high alert medications serta merancang dan menetapkan strategi khusus untuk meningkatkan
keselamatan
pasien
yang
berhubungan
dengan
kelompok obat ini. DAFTAR OBAT HIGH ALERT NO. 1.
KATEGORI/KELAS OBAT-OBATAN Agonis Adrenergik IV
NAMA OBAT Epinefrin HCl injeksi1 mg/ml 1 ml, Pehacain inj 2 ml, Norephinephrin injeksi
2.
Anesthetic agent
Propofol (Freshofol injeksi) , Bupivacain, Sevofluran (Sojourn), Isofluran (Terrel)
3.
Antiaritmia
Lidocain HCl inj 20 mg/ml 2 ml, Lidocain Compositum 25, Amiodaron inj (Tiaryt injeksi)
4.
Anticoagulant
Heparin inj (Inviclot)
5.
Dextrose hypertonic (≥20%)
Glucosa inj 40% 25 ml, Glucosa inj 20% 25 ml
6.
Inotropic medications
Digoksin Injeksi (Fargoxin), Dopamine injeksi, Dobutamine Injeksi
7.
Insulin
Novorapid Flexpen, Levemir Flexpen, Novomix Flexpen
8.
Moderate sedation agent
Midazolam injeksi, Diazepam Injeksi (Stesolid, Valisanbe), Ketamin inj
9.
Golongan Opioids
Morfin, Kodein, Petidin
10.
Neuromuscular blocking agents
Attracurium Injeksi
11.
Sodium chloride ≥ 0.9% consentrations
NaCl 3%
12.
Sulfonylurea Hypoglycemics oral
Glibenklamid, Gliclazide, Glikuidon, Glimepirid, Glipizide
13.
Magnesium Sulfate Injections
MgSO4 20% Solutons, MgSO4 40% Solutons
14.
Oxytoxic IV
Oxytocin IV
15.
Potassium Chloride Injections
KCl injeksi 7.46% 25 ml
16.
Elektrolit
Natrium Bicarbonat 8,4% 25 ml (Meylon), kalsium glukonas injeksi
Table 6.6 Daftar Obat High Alert Di Rumah Sakit Kebayoran Baru
DAFTAR ELEKTROLIT KONSENTRAT PEKAT NO
NAMA OBAT
1.
KCl injeksi 7.46% 25 ml
2.
MgSO4 20% Solutons, MgSO4 40% Solutons
3.
Natrium Bicarbonat 8,4% 25 ml (Meylon)
4.
Glucosa inj 40% 25 ml, Glucosa inj 20% 25 ml
5.
NaCl 3% Table 6.7 Daftar Elektrolit Konsentrat Pekat Di Rumah Sakit Kebayoran Baru
DAFTAR OBAT LASA NO
NAMA OBAT
NAMA OBAT
1
Asam MEFENamat
Asam TRANEKsamat
2
Captopril 12,5 mg
Captopril 25 mg
3
KaEN 3 A
KaEN 3B
4
Allopurinol 100 mg
Allopurinol 300 mg
5
Nitrokaft 2,5 mg
Nitrokaft 5 mg
6
Metformin 500 mg
Metformin 850 mg
7
Candesartan 8 mg
Candesartan 16 mg
8
Asyclovir 200 mg
Asyclovir 400 mg
9
Amoxicillin 250 mg
Amoxicillin 500 mg
10
Parcetamol 500 mg
Kalsium Lactat 500 mg
11
Simvastatin 10 mg
Simvastatin 20 mg
12
Dumin 125 mg suppose
Dumin 250 mg suppose
13
Glimepirid 1 mg
Glimepirid 2 mg
14
Glimepirid 1 mg
Glimepirid 3 mg
15
Glimepirid 2 mg
Glimepirid 3 mg
16
Cetirizin sirup
Cefixim sirup
17
Salbutamol 2 mg
Salbutamol 4 mg
18
Sefadroxil 250mg/ml sirup
Sefadroxil 125 mg/ml
19
Amoxicillin sirup 125 mg/5ml
Amoxicillin sirup 250 mg/5ml
20
Ibuprofen 200 mg/5ml sirup
Ibuprofen 100 mg/5ml
21
Antihemoroid suppose
Suprafenid suppose
22
Cefotaxim 1 g injeksi
Cefotaxim 0,5 g injeksi
23
Cefotaxime 1 g injeksi
Ceftriaxone 1 g injeksi
24
Epinefrin injeksi
Fitomenadion injeksi
25
Ranitidin injeksi
Ketorolac injeksi
26
Halloperidol 1,5 mg
Halloperidol 5 mg
27
Dextrose 5% 500ml
Dextrose 10% 500ml
29
Amlodipin 5mg
Amlodipin 10mg
29
Metilprednisolon 4mg
Metilprednisolon 8mg
30
Spironolacton 25mg
Spironolacton 100mg
31
Rifampisin 450mg
Rifampisin 600mg
32
Difenhidramin injeksi
Dexametason injeksi
33
Betametason krim
Hidrokortison krim
34
Alprazolam 0,25 mg
Alprazolam 0,5 mg
35
Alprazolam 0,25 mg
Alprazolam 1 mg
36
Alprazolam 0,5 mg
Alprazolam 1 mg
37
Clozapine 25 mg
Clozapine 100mg
38
Gentamisin Krim
Betametason krim
39
Stesolid 5 mg
Stesolid 10 mg
40
Acarbose 100 mg
Acarbose 50 mg
41
Ranitidin Injeksi
Ondansetron Injeksi
42
Wfi 25 ml
MgSO4 40%
43
Natrium Diklofenak 50 mg
Natrium Diklofenak 25 mg
44
Asam Traneksamat 250 mg Inj
Asam Traneksamat 500 mg Inj
45
Cefixim 100 mg
Cefixim 200 mg
46
Valsartan 80 mg
Valsartan 160 mg
47
Diovan 80 mg
Diovan 160 mg
48
Regrou 2%
Regrou 5%
49
Ketorolac 10 mg/ml
Ketorolac 30 mg/ml
50
MgSO4 20%
MgSO4 40%
51
Dextrose 40%
Meylon 8,4%
52
KCl 7,46 %
MgSO4
53
Dopamine Inj
Dobutamine Inj
54
Atropin Inj
Ephedrin Inj
Table 6.8 Daftar LASA Di Rumah Sakit Kebayoran Baru
Penyediaan a. Perencanaan Proses perencanaan dan pemilihan obat yang tergolong kewaspadaan tinggi harus tepat dengan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1) Berasal dari pabrik dan distributor yang legal. 2) Kualitas dan stabilitas obat terjamin. 3) Kecepatan dan ketepatan waktu kedatangan obat. 4) Kemudahan dalam melakukan retur atau pengembalian obat jika terjadi kerusakan. b. Pengadaan Pengadaan obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi (high alert) diatur sesuai dengan pedoman pelayanan farmasi. c. Penerimaan Obat-obatan
golongan
High
Alert
wajib
dilakukan
penerimaan dan pemeriksaan secara teliti sesuai dengan aturan yang berlaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : 1) Kesesuaian antara surat pesanan dengan barang yang datang. 2) Kesesuaian antara faktur dengan fisik barang yang datang. 3) Tanggal kadaluarsa obat harus lebih dari 2 tahun dari tanggal penerimaan. 4) Tidak ada cacat atau rusak pada fisik barang.
d. Penyimpanan dan Penataan Penyimpanan dan penataan obat yang perlu diwaspadai disesuaikan
dengan
sistem
keamanan
dan
penggunaan,
meliputi: 1)
Larutan konsentrat pekat disimpan di Unit Farmasi di dalam lemari yang terpisah dari obat lainnya yang diberikan penandaan khusus berupa selotip merah disekitar tempat penyimpanan dan akses terbatas.
Gambar 6.3 : Lokasi Penyimpanan Larutan Konsentrat Pekat Di Unit Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan diruang perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting. Elektrolit
konsentrasi
tinggi
yang
disimpan
diunit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberikan label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi
ketat
(restricted)
untuk
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
mencegah
2) Obat narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang berkunci ganda di Unit Farmasi dan memiliki akses terbatas.
Gambar 6.4 : Lemari Penyimpanan Obat Narkotika Di Uni Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
3) Obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi (high alert) diberikan penandaan yang jelas berupa : a) Stiker merah dengan tulisan “high alert double check” untuk penandaan obat golongan high alert.
Gambar 6.5 : Stiker High Alert Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
b) Stiker hijau dengan tulisan “LASA look alike sound alike” untuk penandaan obat Norum/LASA serta penempatan obat LASA dipisah diantara 1 atau lebih obat lainnya.
Gambar 6.6 : Stiker LASA Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
c) Stiker merah bertulisan “Elektrolit pekat periksa kembali” untuk penandaan elekrolit konsentrat pekat. ELEKTROLIT PEKAT PERIKSA KEMBALI Gambar 6.7: Stiker LASA Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
A
Obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert) selain disimpan di Unit Farmasi, obat high alert juga disimpan di dalam trolley emergency OK, VK, IGD, Ruang perawatan lantai 6 dan lantai 8. Pemegang kunci adalah penanggung jawab shift atau satu staf pelaksana yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran obat high alert dicatat secara manual di dalam kartu stok masing-masing obat. e. Penyiapan 1) Peresepan a) Instruksi hanya secara verbal mengenai high alert medications tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan emergensi dan dilakukan read back serta verifikasi TBaK. b) Instruksi ini harus mencakup minimal: Nama pasien, nomor rekam medis dan tanggal lahir Tanggal dan waktu instruksi dibuat Nama obat (generik), dosis, jalur pemberian Durasi pemberian obat c) Dokter harus mempunyai diagnosis, kondisi, dan indikasi penggunaan setiap high alert medications secara tertulis.
d) Jika
memungkinkan,
peresepan
high
alert
medications
haruslah terstandarisasi dengan menggunakan instruksi tercetak. e) Peresepan obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert) mengikuti Standar Prosedur Operasional Penulisan Resep yang Benar. f)
Resep yang mangandung obat-obat narkotika diberi tanda garis bawah berwarna merah pada obat narkotika dan dipisah dengan resep lain.
2) Penyiapan a) Penyiapan obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi (high alert) dilakukan oleh petugas farmasi (Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian). b) Penyiapan dan pemberian obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi (high alert) menggunakan sistem double check (high alert) dan dilakukan verifikasi 7 benar obat mengenai obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert) yang diberikan.
Gambar 6.8: Verifikasi 7 Benar Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
c) Infus intravena high alert medications harus ditempelkan label high alert pada label infus sebagai identitas dan diberikan paraf oleh 2 perawat yang berbeda pada label infus.
Gambar 6.9: Label Infus Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
f. Penggunaan / pemberian Perawat/bidan harus selalu melakukan pengecekan kembali (double-check) termasuk identifikasi pasien, ketepatan dosis, ketepatan obat, ketepatan rute, ketepatan waktu, dan kecepatan infus terhadap semua
high alert medications. Pengecekan oleh petugas kesehatan
lainnya didokumentasikan dalam resep atau pada stiker infus. Prosedur ini bertujuan meningkatkan keselamatan dan akurasi. Prosedur: 1) Pengecekan
pertama
harus
dilakukan
oleh
petugas
yang
berwenang antara lain: perawat, farmasi, dan dokter. 2) Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang, dimana petugas tersebut tidak boleh sama dengan pengecek pertama. 3) Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda oleh orang kedua dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut: a) Setiap akan memberikan injeksi obat b) Saat terdapat perubahan konsentrasi obat atau dosis obat c) Saat pemberian bolus d) Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien e) Pengecekan
tambahan
dapat
dilakukan
sesuai
dengan
instruksi dari dokter. Petugas terkait pemberian elektrolit konsentrat pekat harus mengetahui informasi yang cukup dan referensi terbaru mengenai elektolit konsentrat pekat.
1) Perawat dan atau bidan dalam pemberian obat high alert ke pasien harus melakukan prinsip 7 benar ( benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar informasi dan benar dokumentasi). 2) Perawat
dan
atau
bidan
sebelum
memberikan
elektrolit
konsentrat pekat Perawat/bidan menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan dan tentang efek dari obat. 3) Elektrolit konsentrat pekat harus selalu diberikan label infus berisi keterangan identitas pasien hingga informasi obat. 4) Prosedur pemberian konsentrat pekat : a)
Konsentat pekat MgSO4
Dosis Awal MgSO4 20% 4 gram ( 20 cc ) IV diberikan selama 5 menit dengan
menggunakan
syiringe
pump.
Jika
kejang
berulang setelah 15 menit pemberian dosis awal, berikan MgSO4 20% 2 gram ( 10 cc ) IV diberikan selama 5 menit dengan menggunakan syiring pump.
Dosis Pemeliharaan MgSO4 20% 6 gram ( 30 cc ) melalui infuse RL/ NaCl 0,9% 500 cc (28 tetes permenit), yang diberikan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Keadaan
harus
dilaporkan
jika
selama
obaservasi
pemberian MgSO4 didapatkan pernafasan lebih dari 16x/menit, reflek patella (-), output urine kurang dari 25 cc/jam b)
Konsentrat pekat KCl
Hipokalemia dikoreksi jika kadar kalium dalam darah < 2,5 meq/L dengan perhitungan “Defisit K (mEq/=(3,5 – Kadar K Sekarang) x 0.3 x BB”
Petugas farmasi menyiapkan larutan KCl dan cairan pengencer, gunakan cairan Nacl 0,9% sebagai pengencer jangan menggunakan cairan Dekstrosa.
Petugas farmasi mengambil larutan KCl sesuai instruksi dokter.
Petugas farmasi memasukan dalam larutan pengencer Nacl 0,9% dengan ketentuan: Maksimal konsentrasi untuk pemberian perifer infuse adalah
10
meq/
100
ml
dengan
kecepatan
pemberian10 meq/ jam. Maksimal konsentrasi untuk pemberian sentral infus dengan CVP adalah 20 – 40 meq/ 100 ml dengan kecepatan pemberian 40 meq/ jam.
Monitor EKG diperlukan jika infus diberikan secara sentral atau perifer > 10 meq/ jam.
Perawat/bidan mendokumentasi kondisi pasien pada saat pemberian dan sesudah pemberian KCl.
c) Konsentrat pekat Natrium Bikarbonat
Acidosis metabolic dikoreksi jika kadar PH darah < 7,35 meq/l dan HCO3< 22 dan melihat hasil BE dengan perhitungan : HCO3 = 0,3 x BB x BE.
Petugas farmasi menyiapkan larutan Bicnat dan cairan pengencer, gunakan cairan Nacl 0,9% sebagai pengencer jangan menggunakan cairan Dextroose.
Petugas
farmasi
mengambil
larutan
Bicnat
sesuai
instruksi dokter.
Cara pemberian Bicnat : ½ dosis diberikan secara bolus perlahan dan ½ dosisnya lagi diencerkan dengan Nacl 0,9% diberikan per drip. Seluruh dosis diberikan secara bolus perlahan 1 - 2 jam. Seluruh dosis diberikan per drip.
Perawat/bidan memantau tempat insersi IV Catheter selama
pemberian
bicnat,
hentikan
jika
timbul
kemerahan disekitar tempat penusukan atau daerah vena.
Perawat/bidan memonitor acidosis metabolik dengan melihat klinis pasien dan pemeriksaan analisa gas darah.
Perawat/bidan
mendokumentasikan
pelaksanaan
tindakan dan kondisi pasien dalam catatan keperawatan. d) Konsentrat pekat NaCl 3%
Defisit natrium dihitung dengan rumus : Defisit Na (mEq= (desired sodium – actual sodium) x 0,6 x BB).
Petugas farmasi menyiapkan larutan NaCl 3%.
Petugas farmasi mengambil larutan NaCl 3% sesuai instruksi dokter.
Pemeliharan untuk pemberian parenteral adalah 3-4 mEq/kg/24 jam maksimal 100-150 mEq/24 jam.
Perawat/bidan mendokumentasikan kondisi pasien pada saat pemberian dan sesudah pemberian Natrium Klorida 3%.
5) Untuk pemberian narkotika pada pasien rawat inap, bila sisa obat narkotika sudah melampaui waktu pemakaian yang diizinkan (24 jam) maka perawat/bidan membuang sisa obat narkotika kedalam wastafel air mengalir dan disaksikan oleh perawat/bidan yang bertanggung jawab atau petugas shift dan ampul dikembalikan ke unit farmasi. Perawat melakukan pencatatan dalam berita acara pembuangan sisa narkotika. g. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) 1) ROTD adalah respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yag digunakan oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi. ROTD terjadi pada dosis normal, bukan karena kelebihan dosis ataupun toksisitas, maupun penyalahgunaan obat. 2) Reaksi obat yang tidak diinginkan pada umumnya dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu reaksi tipe A dan tipe B. Reaksi tipe A
(Augmented) merupakan reaksi yang muncul secara berlebihan di mana reaksi ini terkait dengan dosis obat yang diminum. Sedangkan reaksi tipe B (bizarre) merupakan reaksi yang aneh dan tidak terkait sama sekali dengan dosis. a) Reaksi Tipe A Reaksi tipe A dapat diramalkan dari farmakologi obat yang telah diketahui. Reaksi umumnya tergantung pada dosis. Frekuensi terjadinya cukup sering, namun jarang sekali menimbulkan efek yang serius. Pengurangan dosis biasanya sudah dapat menghilangkan ROTD. b) Reaksi Tipe B Reaksi yang terjadi pada reaksi tipe B ini tidak berhubungan dengan farmakologi obat pada umumnya,. Reaksi ini terjadi tanpa terkait dengan dosis, namun berkaitan dengan sitem metabolisme obat dan sistem imun tubuh penderita. Reaksi ini lebih jarang di bandingkan reaksi tipe A. Namun sering kali menimbulkan efek yang lebih serius dan bahkan mematikan. Reaksi seperti ini sangat sulit untuk bisa diramalkan dan hanya terjadi pada individu yang rentan terhadap reaksi tersebut. 3) Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi obat yang tidak dinginkan yaitu : polifarmasi, jenis kelamin, kondisi penyakit yang di derita, usia, dan ras. 4) Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi SSP, telinga hidung, tenggorokan dan mata: a) Agitasi,
Eksitasi,
iritabilitas:
Antihistamin,
Penghambat-
penghambat serotonin, kafein, Teofillin. b) Pusing : Alopurinol, Antihipertensi, Baklofen, Minosiklin (dapat juga suatu tanda dari hipotensi, Levodopa, Antihipertensi), Penghambat pompa proton, Tramadol. c) Sulit tidur : Kafein, teofillin, flupentiksol, efedrin, Nikotin, levodopa. d) Kebingungan : Levodopa, Simetidin, antidepresan trisiklik, tramadol.
e) Mengantuk
:
Antihistamin
(terutama
generasi
pertama),
Antikonvulsan, Analgesik narkotika, Antidepresan trisiklik, MAOI (Penghambat Oksidasi Monoamina), Hipnotik (efek sakit saat bangun tidur). f)
Sakit kepala (sering disebabkan oleh vasodilatasi) : Gliseril trinitrat, Nifedipin.
g) Gangguan tidur : Penghambat beta, Nikotin temple, Levodopa. h) Gangguan Penglihatan : Antidepresan trisiklik, Antikonvulsan, Digoksin. i)
Gangguan Penciuman : Nifedipin, Diltiazem.
j)
Mulut Kering : Antidepresan trisiklik, hiosin, Neuroleptik, Analgesik narkotik.
k) Hiperplasia Gusi : fenitoin, antagonis kalsium. l)
Guam mulut : Antibiotik, Steroid inhalasi.
m) Gangguan Pengecap Rasa : Metronidazol, katopril, Penisilamin, Terbinafin. n) Tuli/Telinga mendengung : Aminoglikosida, furosemid, Aspirin. o) Sakit tenggorokan : AINS (dapat juga merupakan gejala dari supresi sumsum tulang, misalnya karbimazol). p) Batuk : Penghambat ACE. Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi pernapasan,kardiovaskuler, system otot skelet serta kulit: a) Perubahan kecepatan detak jantung : b) Memperlambat
Jantung
:
Amiodaron,
Penghambat
beta,
Digoksin. c) Mempercepat jantung : agonis beta-2 (mis,salbutamol),Digoksin, antidepresan trisiklik, Teofillin. d) Detak jantung tidak teratur : Terfenadin, Astemizol, Amiodaron, Digoksin, Kuinin. e) Penyakit Sendi : Penghambat beta, Antibakteri 4-Kuinolon (contoh: siprofloksasin) f)
Rasa dingin pada anggota gerak : Penghambat Beta.
g) Nyeri/Kram otot : Agonis Beta-2, Penghambat ACE, Senyawa penurun kolesterol. h) Rambut rontok : Antikoagulan, Litium, Penghambat pompa proton, Sitotoksik. i)
Pertumbuhan rambut di wajah : Danazol, Fenitoin.
j)
Sesak napas, mungkin suatu tanda dari :
Gagal Jantung : Penghambat Beta, AINS, Antagonis kalsium, Obat-obatan dengan kandungan natrium tinggi.
Memburuknya asma : AINS, Penghambat beta, tramadol.
Bronkospasme : Inhalasi serbuk kering.
Reaksi-reaksi pada Kulit : a) Kemerah-merahan : Nitrat, nifedipin. b) Bengkak : Kortikosteroid, AINS. c) Pigmentasi : Kontrasepsi oral,antimalaria. d) Erupsi seperti jerawat : Steroid, danazol, isoniazid. e) Fotosensitivitas : Klorpromasin, tetrasiklin, Amiodaron. f)
Memburuknya psoriasis : Penghambat beta, AINS, antimalaria, litium.
5) Beberapa cara mencegah reaksi yang tidak diinginkan: a) Jangan menggunakan obat jika tidak diindikasikan dengan jelas. Jika pasien sedang hamil, jangan gunakan obat kecuali benarbenar diperlukan. b) Alergi merupakan penyabab penting ROTD. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami reaksi sebelumnya. c) Tanyakan jika pasien sedang menggunakan obat-obatan lainnya termasuk obat yang dipakai sebagai swmedikasi; hal ini dapat menimbulkan interaksi obat. d) Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan ekskresi obat, sehingga dosis yang lebih kecil diperlukan. Factor genetik juga berpengaruh pada variasi dalam metabolism, khususnya isoniazid dan antidepresan trisiklis.
e) Resepkan obat sesedikit mungkin dan berikan petunjuk yang jelas kepada pasien lanjut usia dan pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit. f)
Jika memungkinkan gunakan obat yag sudah dikenal. Dengan menggunakan suatu obat baru perlu waspada akan timbulnya ROTD atau kejadian yang tidak diharapkan.
g) Jika kemungkinan terjadinya ROTD yang serius, pasien perlu diperingatkan. Elemen Penilaian SKP 3 a. Ada
regulasi
tentang
penyediaan,
penyimpanan,
penataan,
penyiapan, dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai. (R) b. Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah dibuat. (D,W) c. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu diwaspadai yang disusun berdasar atas data spesifik sesuai dengan regulasi. (D,O,W) d. Tempat penyimpanan, pelabelan, dan penyimpanan obat yang perlu diwaspadai termasuk obat NORUM diatur di tempat aman. (D,O,W) Elemen Penilaian SKP 3.1 a. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mencegah
kekurang
hati-hatian
dalam
mengelola
elektrolit
konsentrat. (R) b. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja/instalasi farmasi atau depo farmasi. (D,O,W)
4. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar (SKP 4)
Keselamatan Pembedahan Pasien Pembedahan didefinisikan sebagai suatu prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapuetik. Keselamatan Pembedahan Pasien di definisikan sebagai suatu sistem yang dikembangkan untuk menjalankan prosedur
pembedahan/tindakan
invasif
yang
berorientasi
pada
keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru. Sistem keselamatan pembedahan ini terdiri dari 4 komponen utama yakni: Sign In, Time Out, Sign Out, marking Site. a. Sign In Suatu periode waktu sebelum pasien dilakukan induksi anestesi. Dalam periode ini akan dilakukan konfirmasi untuk identifikasi pasien, tindakan pembedahan/ invasif
yang akan
dilakukan serta persiapan tim operasi yang akan bertugas. b. Time Out Suatu periode waktu ketika pasien sudah berada di ruang operasi dan sebelum dilakukannya insisi/tindakan invasif oleh dokter/operator penanggung jawab. operasi c. Sign Out Suatu periode waktu setelah selesainya proses operasi ( penutupan luka operasi), sebelum dokter atau operator bedah yang bertugas meninggalkan ruang operasi.
FROM SURGICAL SAFETY CEKLI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEBAYORAN BARU Jalan H. Abdul Majid Nomor 28 Jakarta Selatan Telepon (021) 22774429 Faksimile (021) 22774464 Email :
[email protected]
Nama
:
No.RM
:
Jenis Kelamin
:
Tanggal lahir/usia
:
SURGICAL SAFETY CHECKLIST SIGN IN Konfirmasi (dengan melihatkan pasien) : □ Identi tas dan gelang pasien □ Nama ti ndakan :……………………………………………………………….. □ Lokasi dan Sisi operasi :……………………………………………………. □ Surat persetujuan ti ndakan kedokteran dan anestesi □ Nama operator :……………………………………………………………….. Penandaan daerah operasi : □ Ada □ Tidak dapat diterapkan Periksa kelengkapan anestesi □ IV line, obat-obatan □ Pengecekan mesin anestesi □ Pengecekan alat/instrument anestesi dan bedah □ Pengecekan kestrerilan instrument anestesi dan bedah Pulse oximeter terpasang pada pasien dan berfungsi □ Ya □ Tidak Penyulit intubasi/resiko aspirasi pada pasien : □ Ada : □ Mallampati score (…) □ Leher pendek □ dll………. □ Tidak ada Riwayat alergi pada pasien : □ Ada, jenis : ………………………………………………………………………… □ Tidak ada Peralatan khusus yang diperlukan (implan, dll) : □ Ada □ Tidak Ada Resiko kehilangan darah>500ml (7ml/kgBB pada anak) : □ Tidak □ Ya, terdapat 2 akses vena line dan disediakan cairan Dokumen hasil penunjang □ Laboratorium □ Radiologi
Jakarta............., …………………., pukul …………………………… Perawat / Dokter Anestesi,
(………......………………………..) Nama & Tanda Tangan
TIMEOUT Kelengkapan tim operasi : □ Lengkap □ Tidak lengkap, keterangan : ………………………………………………… Konfirmasi seluruh anggota tim telah menyebutkan : □ Nama & peran □ Konfirmasi identi tas pasien □ Konfirmasi nama ti ndakan □ Konfirmasi lokasi dan sisi operasi di mana insisi akan dilakukan Premedikasi : ………………… Diberikan jam : ………………….. ………………………………………….. ………………………………………………... ………………………………………….. ………………………………………………… ………………………………………….. ………………………………………………… Antibiotik profilaksis diberikan Diberikan jam : ………………….. dalam waktu 60 menit sebelum ………………………………………………... pembedahan ………………………………………………… □ Ya, Nama obat …………………………………………………………………………… □ Tidak ………………………………………. Foto radiologi yang diperlukan □ Dipasang dan double check ketetapan pemasangan □ Tidak dipasang Hal khusus yang harus diperhatikan : • Untuk Dokter Bedah : □ Apakah ada langkah khusus atau ti dak ruti n dalam operasi? □ Berapa lama operasi akan berlangsung? □ Apa Anti sipasi kehilangan darah yang akan terjadi? • Untuk Dokter Anestesi : □ Apakah ada hal khusus atau ti dak ruti n dalam operasi? • Untuk Tim Keperawatan : □ Apakah sterilitas alat ( termasuk hasil tes indikator) sudah dikonfirmasi? □ Apakah ada hal yang perlu diperhati kan terkait peralatan atau hal lainnya? Pukul ………………………………… Perawat sirkuler,
(………………………………..) Nama & Tanda Tangan
SIGN OUT • Operator □ Menyebutkan secara verbal ti ndakan yang telah dilakukan □ Hal yang harus diperhati kan terkait pemulihan pasien atau manajemen pasien • Perawatan instrumen □ Menyebutkan jumlah kasa dan jarum □ Memasti kan kelengkapan instrumen • Dokter / perawat anestesi menyebutkan : Throat Pack : □ Ada □ Tidak ada □ Hal yang harus diperhati kan terkait pemulihan pasien atau manajemen pasien • Perawat sirkuler □ Memasti kan kelengkapan dokumen operasi sebelum ke ruang pemulihan □ Memasti kan ada ti daknya masalah dengan peralatan □ Hal yang harus diperhati kan terkait pemulihan pasien atau manajemen pasien Penanganan jaringan □ Memberi label identi tas pada spesimen dan membacakannya □ Tidak ada jaringan Pemasangan implan □ Ada □ Tidak ada Keterangan : ……………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………….. Pukul ……………………………… Dokter Operator
(………………………………..) Nama & Tanda Tangan
□ Beri tanda √ pada jawaban yang dipilih
Gambar 6.10 : Form Surgical Safty checlist di di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Pemberian Marking Site Proses pemberian marking site dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi pembedahan. Proses pemberian marking site dilakukan di tempat sebelum pasien dipindah ke ruangan tempat prosedur pembedahan dilakukan. Pemberian marking site dilakukan dengan metoda penandaan khusus menggunakan marker warna hitam. FROM PENANDAAN OPERASI UMUM RSUD KEBAYORAN BARU JL. Abdul Majid Nomor 28 Jakarta Selatan Telepon : (021) 22774429 Faksimile : (021)22774464 Email :
[email protected]
Nama Pasien : No. MR
:
Tanggal Lahir : FORM PENANDAAN TINDAKAN PEMBEDAHAN Nama Prosedur :...................................... Tanggal Prosedur :................................
KETERANGAN :........................................................................................................... .................................................................................................................. .................................................................................................................. Saya menyatakan bahwa penandaan tindakan pembedahan pada gambar diatas adalah benar JAKARTA..............................JAM :................. NAMA PASIEN NAMA DOKTER
(..............................................)
(...............................................)
Gambar 6.11 : Form Penandaan Operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Petugas kesehatan memberi tanda sesuai lokasi/area operasi: untuk lokasi kanan diberi tanda “D” dan untuk lokasi kiri diberi tanda “S”. Penandaan tidak dilakukan dimana secara teknis atau anatomis tidak mungkin untuk diberi tanda seperti : permukaan mukosa, perineum, bayi prematur. Untuk gigi nama prosedur tindakan gigi akan ditandai pada form odontograf dengan cara melingkari gigi yang akan di lakukan pembedahan baik di ruang operasi ataupun di poli gigi. FROM PENANDAAN PEMBEDAHAN GIGI RSUD KEBAYORAN BARU JL. Abdul Majid Nomor 28 Jakarta Selatan Telepon : (021) 22774429 Faksimile : (021)22774464 Email :
[email protected]
Nama Pasien : No. MR
:
Tanggal Lahir : FORM PENANDAAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA GIGI Nama Prosedur :...................................... Tanggal Prosedur :................................
KETERANGAN :........................................................................................................... .................................................................................................................. .................................................................................................................. Saya menyatakan bahwa penandaan tindakan pembedahan pada gambar diatas adalah benar JAKARTA..............................JAM :................. NAMA PASIEN NAMA DOKTER
(..............................................)
(...............................................)
Gambar 6.12 : Form Penandaan Pembedahan Gigi di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Penandaan tidak dilakukan pada tindakan : kasus organ tunggal (operasi jantung, operasi caesar), kasus intervensi akan menyebabkan tato permanen. Pemberian marking site dilakukan oleh operator bedah. a. Proses pemberian marking site dilakukan dengan konfirmasi pasien, tentang lokasi operasi dan prosedur operasi yang akan dilakukan; agar pasien mengerti keadaannya dan tindakan pembedahan/ intervensi yang akan dilakukan . Perkecualian pada pasien tidak sadar atau tidak mampu berkomunikasi. Pada kondisi khusus ini pemberian marking site dilakukan dengan pendampingan keluarga/penanggung jawab. b. Kriteria Marking Site: a. Marking site dilakukan pada operasi yang melibatkan:
Sisi kanan/kiri tubuh
Struktur tubuh
berlevel/multi level (antara lain: jari tangan/kaki, tulang belakang)
Struktur di garis tengah (antara lain: thyroid)
Organ tubuh tunggal ( antara lain: limpa, hati ) b. Marking Site tidak dilakukan pada
Operasi yang mencakup satu organ
tubuh (antara lain: SC, Appendiktomy, laparotomy, histerectomy )
Prosedur invasif (venaseksi)
Monitoring dan Evaluasi Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi pada satuan kerja terkait dengan pelaksanaan keselamatan pembedahan secara baik dan benar. Komite Keselamatan Mutu dan keselamatan Pasien (KMKP) melakaukan pencatatan insiden terkait keselamatan pasien yang berhubungan dengan kesalahan dalam melakukan keselamatan pembedahan dan melaporkannya kepada Direktur secara berkala. Tim Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), secara berkala melakukan evaluasi kebijakan, pedoman, panduan dan SPO keselamatan
pasien
terkait
keselamatan
pembedahan
yang
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru.
Tim Sasaran Keselamatan Pasien
(SKP ) membuat tindak
lanjut berdasarkan hasil audit. Maksud dan Tujuan SKP 4 dan SKP 4.1 a.
Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan
serta
prosedur
merupakan
kejadian
sangat
mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara lain akibat komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim; b.
Tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;
c.
Asesmen pasien tidak lengkap;
d.
Catatan rekam medik tidak lengkap;
e.
Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
f.
Masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak lengkap;
g.
Penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang. Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit
yang melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan. Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut: a.
Beri tanda di tempat operasi;
b.
Dilakukan verifikasi praoperasi;
c.
Melakukan time out sebelum insisi kulit dimulai.
Pemberian tanda di tempat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang. Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah a.
Memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;
b.
Memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
c.
Memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan. Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan
sebelum pasien tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi. Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung. Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yangmengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibatkomunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan yangberhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan
dan/atau
prosedur
yang
efektif
di
dalam
meminimalkan risiko ini. Kebijakan termasuk definisi operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati penyakit serta kelainan/disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit bila prosedur ini dijalankan. Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety terkini. Elemen Penilaian SKP 4 a.
Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking). (R)
b.
Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan operasi pertama atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali dengan cepat sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. (D,O)
c.
Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking) dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan pasien. (D,O,W)
Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar (SKP 4.1) Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar operasi atau ruang tindakan sebelum operasi dimulai. Elemen Penilaian SKP 4.1 a. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan “surgical check list ” (Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety 2009). (R) b. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit menyediakan “check list” atau proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar dan lengkap, apakah Tepat-Lokasi,
Tepat-Prosedur,
dan
Tepat-Pasien
sudah
teridentifikasi, apakah semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O) c. Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri atas identifikasi Tepat-Pasien, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi, persetujuan atas operasi dan konfirmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S). d. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang TepatLokasi, Tepat- Prosedur, dan Tepat-Pasien jika operasi dilakukan di luar kamar operasi termasuk prosedur tindakan medis dan gigi. (D,O,W)
5. Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan (SKP 5) Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan
evidencebased
hand
hygiene
guidelines
menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
untuk
Maksud dan Tujuan SKP 5 Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator. Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman. (lihat juga PPI 9) Elemen Penilaian SKP 5 a. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) yang mengacu pada standar WHO terkini. (lihat juga PPI 9. EP 2, EP 6). (R) b. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand hygiene) di seluruh rumah sakit sesuai dengan regulasi. (D,W) c. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur. (lihat juga PPI 9 EP 6). (W,O,S). d. Ada bukti staf melaksanakan lima moment saat cuci tangan. (W,O,S)
e. Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan regulasi. (lihat juga PPI 9 EP 2, EP 5, dan EP 6) (W,O,S) f. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya menurunkan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat juga PPI 9 EP 6) 6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh ( SKP 6 ) Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh. Perawat yang bertugas akan melakukan skrining risiko jatuh kepada setiap pasien dengan menggunakan Form Asesmen Risiko Jatuh : a. Skala Morse : untuk pasien dewasa ≥ 18 tahun b. Skala Humpty Dumpty : untuk pasien anak 0 – 18 tahun c. Skala Ontario modified atratify-sidney scorsing d. Modifikasi Get Up & Go Test : untuk pasien rawat jalan dan IGD Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang setiap harinya. Asesmen ulang juga dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan kondisi fisik atau status mental Maksud dan Tujuan SKP 6 Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh.Berbagai faktor yang meningkatkan risiko pasien jatuh antara lain: kondisi pasien; gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif); lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit; riwayat jatuh pasien; konsumsi obat tertentu; konsumsi alkohol. Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah
sakit.
Rumah
sakit
harus menetapkan
identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.
kriteria
untuk
Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi. Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan peralatan lain untuk latihan. Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan. Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh. Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidakkesengajaan dari kejadian
jatuh.
Misalnya,
pembatasan
gerak
(restrain)
atau
pembatasan intake cairan. Rumah sakit melakukan implementasi pada pasien rawat jalan dengan mengkaji. Pengkajian pertama : Cara berjalan pasien seperti Tidak
seimbang/sempoyongan/limbung
dan
Jalan
dengan
menggunakan alat bantu (kruk,tripot, kursi roda, orang lain ). Pengkajian kedua Menopang saat akan duduk : tampak memegang pinggiran kursi/meja /benda lain sebagai penopang saat akan duduk. Pada pasien jatuh tinggi seperti pasien anak, bumil, lansia dengan cara
pemasangan pemasangan pita berwarna kuning yang di ikatkan pada lengan pasien. Dan pada pasien rawat inap implementasi dibagi menjadi 2 resiko ringan dan sedang : beri tanda segitiga risiko jatuh pada bed atau infus stand pasien, pasangkan atau pantau klip kuning pada gelang identitas pasien, orientasi lingkungan, pastikan bel dekat jangkauan pasien, roda tempat tidur dalam kondisi terkunci, posisi tempt tidur dalam posisi terendah, tempat tidur diposisikan rendah, pasang pembatas tempat tidur dan roda tempat tidur pastikan terkunci, pastikan lampu tidur pada malam hari, berikan edukasi mengenai hal –hal yang dapat menimbulkan risiko jatuh, pastikan kebutuhan pribadi dalam jangkauan, monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 2 jam), tawarkan ke toilet secara teratur, berikan tanda resiko jatuh pada gelang pasien, dan anjurkan pasien agar tidak menggunakkan alas kaki yang licin Implementasi resiko tinggi : lakukan semua intervensi resiko rendah dan resiko sedang, monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 1 jam), tawarkan ke toilet secara teratur, tempatkan pasien lebih dekat dengan nurse station (bila memungkinkan), pastikan pasien menggunakan alat bantu jalan dan libatkan kelurga untuk mengawasi pasien.
Gambar 6.13 : Klip Kuning di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Gambar 6.14 : Pita Kuning di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Gambar 6.15 : Tanda Segitiga Resiko Jatuh Di Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru
Elemen Penilaian SKP 6 a.
Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera karena jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 2). (R)
b.
Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap semua pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kondisi, diagnosis, dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai dengan regulasi. (D,O,W)
c.
Rumah
sakit
melaksanakan
proses
asesmen
awal,
asesmen
lanjutan, asesmen ulang dari pasien pasien rawat inap yang berdasar atas catatan teridentifikasi risiko jatuh. (lihat juga AP 2 EP 1). (D,O,W)
d.
Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien dari situasi dan lokasi yang menyebabkan pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 3). (D,O,W)
PEMANTAUAN RESIKO JATUH PADA PASIEN GERIATRI BERDASARKAN PENILAIAN SKALA ONTARIO MODIFIED ATRATIFY-SIDNEY SCORSING ≥ 60 TAHUN
NO
PARAMETER
KRITERIA
JAWABAN
SKOR
TANGGAL,BULAN DAN TAHUN P
1.
Riwaya jatuh
Apakah
Ya/ Tidak
Salah
pasien
satu
datang
jawaban
kerumah
ya =6
sakit karena jatuh ? Jika tidak,
Ya/ Tidak
apakah pasien mengalam i jatuh dalam 2 bulan terakhir ini? 2.
Status mental
Apakah
Ya/ Tidak
Salah
pasien
satu
delirium?
jawaban
(tidak
ya =14
dapat mengambi l keputusan pola piker tidak terorganisi r gangguan daya ingat)
S
M P
S
M P
S
M P
S
M P
S
M
Apakah
Ya/ Tidak
pasien disorentas i? (salah menyebut waktu, tempat atau orang) Apakah
Ya/ Tidak
pasien mengalam i agitasi? (ketakuta n, cemas dan gelisah) 3.
Penglihatan
Apakah
Ya/ Tidak
Salah
pasien
satu
memakai
jawaban
kacamata
ya =6
? Apakah
Ya/ Tidak
pasien mengeluh penglihata n buram? Apakah
Ya/ Tidak
pasien mempuny ai glukoma/ katarak/d egenegrasi macula? 4.
Kebiasaan
Apakah
berkemih
terdapat perubaha
Ya/ Tidak
Ya =2
n perilaku berkemih? (frekwensi, urgency, inkontene nsia,noktu ria) 5.
Transfer (dari
Mandiri
tempat tidur
(boleh
nilai
ke kursi dan
memakai
transfer
kembali lagi ke
alat bantu
dan
tempattidur
jalan)
mobilita
Memerluk
0
1
nilai
bantuan
total 0-3
(1 orang/
maka
dalam
skor = 0
pengawas
jika nilai
an)
total 4-6 2
bantuan yang nyata (2 orang) Tidak
3
dapat duduk dengan seimbang, perlu bantuan total Mandiri (boleh memakai alat bantu jalan)
maka skor = 7
an
Mobilitas
s jika
an sedikit
Memerluk
6.
Jumlah
0
Berjalan
1
dengan bantuan 1 orang (verbal fisik) Mengguna
2
kan kursi roda Imobilisasi
3
TOTAL NILAI PARAF&NAMA PETUGAS YANG MENILAI Keterangan : 1.
2.
Skoring Skor 0 – 5
: resiko rendah lakukan intervensi risiko rendah- sedang
Skor 6 – 16
: risiko sedang lakukan intervensi risiko rendah- sedang
Skor 17 – 30
: risiko tinggi lakukan intervensi risiko tinggi
Lakukan pengkajian ulang bila : a. Terjadi perubahan kondisi pasien dalam 24 jam b. Pindah ke ruang lain c. Kondisi pasien telah terjadi perubahan dalam regimen pengobatan yang dapat menempatkan pasien pada risiko untuk jatuh
3.
Bila tidak terjadi perubahan dalam 24 jam, tetap lakukan pengkajian ulang setiap shift setiap hari
INTERVENSI RESIKO JATUH PADA PASIEN GERIATRI BERDASARKAN PENILAIAN ONTARIO MODIFIED ATRATIFY-SIDNEY SCORSING ≤ 60 TAHUN NO
INTERVENSI
UNIT, TANGGAL,BULAN DAN TAHUN P
1.
Beri tanda segitiga risiko jatuh pada bed atau infus stand pasien
2.
Pasangkan atau pantau klip kuning pada gelang identitas pasien
3.
Orientasi lingkungan Pastikan bel dekat jangkauan pasien
5.
Roda tempat tidur dalam kondisi
(RS)
RESIKO SEDANG
RESIKO RENDAH (RR)
4.
terkunci 6.
Posisi tempt tidur dalam posisi terendah
7.
Tempat tidur diposisikan rendah, pasang pembatas tempat tidur dan roda tempat tidur pastikan terkunci
8.
Pastikan lampu tidur pada malam hari
9.
Berikan edukasi mengenai hal –hal yang dapat
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
menimbulkan risiko jatuh 10.
Pastikan kebutuhan pribadi dalam jangkauan
11.
Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 2 jam), tawarkan ke toilet secara teratur
12.
Berikan tanda resiko jatuh pada gelang pasien
13.
Anjurkan pasien agar tidak menggunakkan alas kaki yang licin
1.
Lakukan semua intervensi resiko rendah dan resiko sedang
2.
Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tawarkan ke toilet
(RT)
RESIKO TINGGI
tiap 1 jam), secara teratur 3.
Tempatkan pasien lebih dekat dengan nurse station (bila memungkinkan)
4.
Pastikan pasien menggunakan alat bantu jalan
5.
Libatkan keluarga untuk mengawasi pasien
NAMA PETUGAS YANG MENIILAI PARAF Beri tanda ceklis “√”
PEMANTAUAN RESIKO JATUH PADA PASIEN ANAK BERDASARKAN PENILAIAN SKALA HUMPTY DUMPTY (0 BULAN – 18 TAHUN) NO
PARAME
KRITERIA
SKOR
TANGGAL,BULAN DAN TAHUN
TER P 1.
2. 3.
Usia
< 3 tahun
4
3-7 tahun
3
7-13 tahun
2
≥ 13 tahun
1
Jenis
Laki-laki
2
Kelamin
Perempuan
1
Diagnosi
Diagnosis Neurologi
4
s
Perubahan oksigenasi
3
(diagnosis respiratorik, dehidrasi,anemia, anoreksia,sinkop, pusing,dll)
4.
Gangguan perilaku/psikiatri
2
Diganosis lainnya
1
Ganggua
Tidak menyadari keterbatasan
3
n
lainnya
Kognitif
Lupa akan adanya
2
keterbatasan 5.
Orientasi baik terhadap diri
1
Faktor
Riwayat jatuh/bayi diletakkan
4
Lingkun
di tempat tidur dewasa
gan
Pasien menggunakan alat
3
bantu/ bayi diletakkan dalam tempat tidur bayi/ perabot rumah Pasien diletakkan pada tempat
2
tidur 6.
Area di luar rumah sakit
1
Pembed
Dalam 24 jam
3
ahan
Dalam 48 jam
2
/sedasi/
> 48 jam atau tidak
1
anestesi
menjalanani pembedahan/sedasi/anestesi
S
M P
S
M P
S
M P
S
M P
S
M
7.
Penggun
Pengunaan multiple: sedative,
aan
obat 73iuretic, barbiture,
Medika
fenotiazin, antidepresan,
mentosa
pencahar, 73iuretic, narkotise Penggunaan salah satu obat
3
2
diatas Penggunaan medikasi
1
lainnya/ tidak ada medikasi Total Nilai Tingkat Risiko : RR-RS/RT Nama Petugas Yang Menilai Paraf Keterangan 1. Skoring Skor 7-11 : risiko rendah- sedang lakukan intervensi risiko rendah- sedang Skor ≥ 12 : risiko tinggi lakukan intervensi risiko tinggi 2. Lakukan pengkajian ulang bila : d. Terjadi perubahan kondisi pasien dalam 24 jam e. Pindah ke ruang lain f. Kondisi pasien telah terjadi perubahan dalam regimen pengobatan yang dapat menempatkan pasien pada risiko untuk jatuh 3. Bila tidak terjadi perubahan dalam 24 jam, tetap lakukan pengkajian ulang setiap shift setiap hari
INTERVENSI RESIKO JATUH PADA PASIEN ANAK BERDASARKAN PENILAIAN SKALA HUMPTY DUMPTY NO
INTERVENSI
TANGGAL,BULAN DAN TAHUN P
1. Beri tanda segitiga risiko jatuh pada bed atau infus stand pasien 2. Pasangkan atau pantau klip kuning pada gelang identitas pasien 3. Orientasi lingkungan 4. Pastikan bel dekat 5. Roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
(RS)
RESIKO SEDANG
RESIKO RENDAH (RR)
jangkauan pasien
6. Posisi tempt tidur dalam posisi terendah 7. Naikan pagar pengaman tempat tidur 8. Pastikan lampu tidur pada malam hari 9. Berikan edukasi mengenai hal –hal yang dapat menimbulkan risiko jatuh 10. Pastikan kebutuhan pribadi dalam jangkauan 11. Lakukan semuan intervensi di resiko rendah
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
12. Berikan tanda resiko jatuh pada gelang pasien 1. Lakukan semua intervensi resiko rendah dan resiko sedang 2. Kunjung dan monitori pasien setiap satu jam lebih dekat dengan
(RT)
RESIKO TINGGI
3. Temapatkan pasien nurse station (bila memungkinkan) 4. Pastikan pasien menggunakan alat bantu jalan 5. Libatkan keluarga untuk mengawasi pasien Nama Petugas Yang Meniilai Paraf Beri tanda ceklis “√”
ASESMEN RISIKO JATUH RAWAT JALAN GET UP AND GO
1.
Pengkajian
No. a.
Penilaian / Pengkajian
Ya
Tidak
Cara berjalan pasien (salah satu atau lebih) 1. Tidak seimbang/sempoyongan/limbung 2. Jalan dengan menggunakan alat bantu (kruk,tripot, kursi roda, orang lain ).
b.
Menopang saat akan duduk : tampak memegang pinggiran kursi/meja /benda lain sebagai penopang saat akan duduk.
2.
Hasil
No.
Hasil
Penilaian /Pengkajian
1
Tidak berisiko
Tidak di temukan a & b
2
Risiko rendah
Ditemukan salah satu dari
Keterangan
a/b 3
Risiko tinggi
Ditemukan a & b
3. Tindakan No.
Hasil Kajian
Tindakan
Ya
Tidak
TTD / Nama Petugas
1
Tidak
Tidak ada tindakan
berisiko 2
Risiko
Edukasi
rendah 3
Risiko tinggi
Pasang pita kuning Edukasi
PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN DEWASA BERDASARKAN PENILAIAN SKALA MORSE/MORSE FALLS SCALE (MFS) USIA >18 s/d <60 TAHUN NO
PENGKAJIAN
SKALA
UNIT, TANGGAL,BULAN DAN TAHUN P
1.
Riwayat jatuh :
Tida
Apakah pasien
k
pernah jatuh
0
Ya
25
Diagnosis
Tida
0
sekunder :
k
dalam 3 bulan terakhir 2.
Apakah pasien
Ya
15
memiliki > 1 penyakit (CVD, DM, CKD, Hipertensi, Metastase) 3.
Alat bantu jalan : Bed rest/dibantu
0
perawat Kruk/tongkat/wa
15
lker/tripot Berpegangan
30
pada bendabenda di sekitar (dinding/kursi) 4.
Terapi intravena : apakah saat ini pasien terpasang
Tida
0
k Ya
20
infus ? 5.
Gaya berjalan/cara berpindah :
0
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
-
Normal/b ed rest/immo bile (tidak dapat bergerak sendiri)
-
Lemah
10
(tidak bertenaga) -
Gangguan
20
/tidak normal (pincang/ diseret) 6.
Status mental -
0
Pasien menyadari kondisi dirinya
-
Pasien
15
mengalam i keterbatas an daya Total Nilai Tingkat Risiko : RR-RS/RT Nama Petugas Yang Menilai Paraf
Keterangan 4.
Skoring Skor 0 - 24
: tidak berisiko lakukan intervensi risiko rendah- sedang
Skor 25 – 44
: risiko rendah lakukan intervensi risiko rendah- sedang
Skor ≥ 45 5.
: risiko tinggi lakukan intervensi risiko tinggi
Lakukan pengkajian ulang bila :
a. Terjadi perubahan kondisi pasien dalam 24 jam b. Pindah ke ruang lain c. Kondisi pasien telah terjadi perubahan dalam regimen pengobatan yang dapat menempatkan pasien pada risiko untuk jatuh 6.
Bila tidak terjadi perubahan dalam 24 jam, tetap lakukan pengkajian ulang setiap shift setiap hari
INTERVENSI RESIKO JATUH PASIEN DEWASA BERDASARKAN PENILAIAN SKALA MORSE/MORSE FALLS SCALE (MFS) USIA >18 s/d <60 NO
INTERVENSI
UNIT, TANGGAL,BULAN DAN TAHUN P
1. 1 Beri tanda segitiga . risiko jatuh pada bed atau infus stand pasien 2.
Pasangkan atau pantau klip kuning pada gelang identitas pasien
3.
Orientasi lingkungan
4.
Pastikan bel dekat jangkauan pasien
5.
Roda tempat tidur
6.
Posisi tempt tidur dalam posisi terendah
(RS)
RESIKO SEDANG
RESIKO RENDAH (RR)
dalam kondisi terkunci
7.
Tempat tidur diposisikan rendah, pasang pembatas tempat tidur dan roda tempat tidur pastikan terkunci
8.
Pastikan lampu tidur pada malam hari
9.
Berikan edukasi mengenai hal -hal yang dapat menimbulkan risiko jatuh
10.
Pastikan kebutuhan pribadi dalam jangkauan
11.
Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 2 jam),
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
P
S
M
tawarkan ke toilet secara teratur 12.
Berikan tanda resiko jatuh pada gelang pasien
13.
Anjurkan pasien agar tidak menggunakkan alas kaki yang licin
1.
Lakukan semua intervensi resiko rendah dan resiko sedang
2.
Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 1 jam), tawarkan ke toilet
3.
Tempatkan pasien lebih dekat dengan nurse
(RT)
RESIKO TINGGI
secara teratur
station (bila memungkinkan) 4.
Pastikan pasien menggunakan alat bantu jalan
5.
Libatkan keluarga untuk mengawasi pasien
NAMA PETUGAS YANG MENIILAI PARAF Beri tanda ceklis “√”
BAB VII KESELAMATAN KERJA
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin
tingginya
ditimbulkannya.
bahaya
Mendorong
penularan rumah
penyakit
sakit
yang
untuk
dapat
menggunakan
peralatan kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai tingkatan di segenap sektor kegiatan. Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut disatu pihak akan memberikan
kemudahan
dalam
operasional
tetapi
dilain
pihak
cenderung menimbulkan resiko kecelakaan akibat kerja yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi tersebut, terutama bila petugas yang bekerja rumah sakit kurang mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan, khususnya pelatihan yang berhubungan dengan
penggunaan
alat-alat
serta
penanganan
bahaya
infeksi
nosokomial yang dapat ditimbulkannya dikamar bedah. Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak
terduga
tersebut,
yaitu
dengan
jalan
menurunkan
dan
mengendalikan sumber bahaya tersebut, melalui penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan pihak rumah sakit, namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor pemakainya. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu di tingkatkan upaya dan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) antara lain, peningkatan kesadaran, kedisiplinan K3 terutama lingkungan kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dengan menutupi sumber bahaya bila memungkinkan, akan tetapi sering keadaan bahaya tersebut
belum sepenuhnya dapat
dikendalikan. Untuk itu perlu dilakukan usaha pencegahan dengan cara menggunakan alat pelindung diri (Personal Protective Devices) yang umum sering disingkat dengan APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena para petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien, dengan demikian penggunaan alat pelindung diri sangat tepat agar dapat membatasi penyebaran infeksi nosokomial tersebut.
Salah satu langkah dari pengendalian infeksi nosokomial
adalah dengan menerapkan Kewaspadaan Universal atau sering di sebut Universal Precautions.
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
Untuk
mengendalikan
mutu
dan
meningkatkan
mutu
keselamatan pasien pada enam sasaran keselamatan pasien maka Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru melakukan program monitoring dan evaluasi program antara lain : 1. Pimpinan Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan. 2. Tim POKJA Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru secara berkala (paling lama2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di rumah sakit 3. Tim POKJA Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru melakukan evaluasi kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya
BAB IX PENUTUP
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit yaitu enam sasaran keselamatan pasien sangatlah penting. Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru. Program Sasasaran Keselamatan Pasien merupakan never endlng proses, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang tinggi untuk bersedia melaksanakan program keselamatan