PEDOMAN PELAYANAN GIZI DI RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BANTEN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. Pelayanan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit. Untuk itu dituntut dapat memberikan pelayanan yang bermutu guna mempercepat proses penyembuhan penyakit dan memperpendek lama hari rawat pasien sehingga memperkecil biaya perawatan.
Masalah gizi di rumah sakit dalam proses
penyembuhan baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit memerlukan perhatian lebih khusus, hal ini dikarenakan begitu beragam dan kompleksnya pelayanan medis yang ada. Pelayanan gizi yang prima selama dalam perawatan dapat mengurangi prevalensi pasien malnutrisi (status gizi kurang atau lebih). Agar penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten dapat berjalan dengan tertib, profesional, efektif, dan efisien, maka perlu dilakukan penyusunan Pedoman Pelayanan Gizi sebagai acuan bagi petugas gizi dan memudahkan dalam pencapaian indikator pelayanan minimal gizi rumah sakit. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud dari adanya pedoman pelayanan gizi ini adalah sebagai dasar pelaksanaan kerja penyelenggaraan pelayanan gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten
2. Tujuan a. Sebagai Pedoman Pelayanan Gizi
di Rumah Sakit Umum Daerah
Banten sehingga pemberian pelayanan gizi lebih optimal. b. Untuk meningkatkan mutu pelayanan gizi di rumah sakit. c. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut a. Ruang lingkup Pedoman Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang dimaksud meliputi: konsep pelayanan gizi rumah sakit, kegiatan pelayanan gizi rumah sakit, ketenagaan pelayanan gizi rumah sakit, sarana dan prasarana pelayanan gizi rumah sakit, sanitasi makanan dan keselamatan kerja, serta pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan gizi rumah sakit. b. Tata urut Pedoman Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten ini disusun dengan tata urut sebagai berikut : 1) Bab I
Pendahuluan
2) Bab II
Ketentuan Umum
3) Bab III
Pengorganisasian
4) Bab IV
Kegiatan Pelayanan Gizi
5) Bab V
Sarana, Peralatan, dan Perlengkapan
6) Bab VI
Sanitasi Makanan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7) Bab VII Pengawasan dan Pengendalian 8) Bab VIII Penutup
4.
Batasan Operasional a.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
b.
Tim Asuhan Gizi
adalah sekelompok petugas rumah sakit yang
terkait dengan pelayanan gizi terdiri dari dokter, nutrisionis, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya dari setiap unit pelayanan, bertugas menyelenggarakan asuhan gizi (nutrition care) untuk mencapai pelayanan gizi paripurna yang bermutu. c.
Asuhan Gizi (nutrition care) adalah proses dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien yang dilaksanakan oleh Tim Asuhan Gizi dengan cara sistematis yang meliputi kegiatan : assessmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, dan monitoring dan evaluasi gizi.
d.
Diet adalah makanan yang ditentukan berdasarkan aturan-aturan tertentu yang dikonsumsi dalam waktu tertentu dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan gizi secara optimal.
e.
Preskripsi diet dan Rencana diet adalah kebutuhan zat gizi pasien yang dihitung berdasarkan status gizi, degenerasi penyakit dan
kondisi kesehatannya. Preskripsi diet ditentukan oleh dokter, sedang rencana diet dibuat oleh dietisien/nutrisionis. f.
Konseling gizi komunikasi
adalah serangkaian kegiatan sebagai proses
dua arah untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, dan perilaku sehingga membantu pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi, dilaksanakan oleh dietisien/nutrisionis. g.
Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana kesehatan lainnya. Seorang nutrisionis adalah yang berpendidikan dasar Sarjana Muda Gizi atau Diploma III Gizi.
h.
Dietisien adalah nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan keterampilan dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pengalaman bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun atau yang mendapat sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan bekerja di unit pelayanan yang menyelenggarakan terapi dietetik.
i.
Food model adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat dari bahan sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan kebutuhan, yang digunakan sebagai alat bantu dalam konseling gizi.
j.
DPJP atau dokter penanggung jawab pelayanan, adalah dokter penanggungjawab utama pelayanan kesehatan paripurna pasien.
k.
HACCP (Hazard Analisis Critical Control Point) adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan / Food borne disease.
l.
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, distribusi sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi.
m. Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun kelalaian/kesengajaan. n.
Mutu
pelayanan
gizi
adalah
suatu
kondisi
dinamis
yang
berhubungan dengan pelayanan gizi sesuai dengan standar dan memuaskan baik kualitas dari petugas maupun sarana serta prasarana untuk kepentingan pasien. 5. Landasan Hukum. a. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. c. Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. e. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tanggal 6 Pebruari 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. f. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/III/2007 tanggal 27 Maret 2007 tentang Standar Profesi Gizi. g. Pedoman Gizi Rumah Sakit Depkes RI tahun 2003 (cetakan ketiga tahun 2006)
BAB II KETENTUAN UMUM PELAYANAN GIZI
A. Umum Prosedur penyelenggaraan pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Untuk itu dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan misi, tujuan, sasaran, prinsip-prinsip pelaksanaan, ketentuan penyelenggaraan pelayanan gizi rumah sakit yang telah ditetapkan. B. Misi 1. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan pasien. 2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia.
C. Tujuan Terciptanya sistem pelayanan gizi di rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi dan penyakit serta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan gizi di rumah sakit. D. Sasaran. 1. Terselenggaranya penyediaan makanan bagi pasien sesuai kebutuhan gizinya. 2. Terselenggaranya pelayanan gizi rawat inap
3. Terselenggaranya pelayanan gizi rawat jalan serta penyuluhan dan konsultasi gizi pada pasien dan keluarganya. 4. Terselenggaranya penelitian dan pengembangan gizi terapan.
E. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan 1. Profesional: Memiliki keahlian dan keterampilan dalam profesi gizi serta disiplin ilmu lain yang berkaitan dengan ilmu gizi serta mampu menerapkan ilmu dan seni di bidang gizi sesuai tugas dan tanggung jawab profesi 2. Komprehensif: Dapat memberikan pelayanan gizi yang menyeluruh (biopsiko-sosial-spiritual) secara terus menerus kepada pasien dan keluarga 3. Beretika : Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan etika pelayanan gizi, etika profesi, dan etika dalam penelitian dan pengembangan gizi terapan. 4. Efektif dan Efisien : Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi ketenagaan, dana, sistem sehingga mampu melaksanakan tugas di unit kerja masing-masing pelayanan gizi. 5. Patient Safety : Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan aspek keamanaan pasien dalam rangka memberikan pelayanan gizi yang aman sesuai keadaan pasien. 6. Kebutuhan gizi : Pelayanan gizi rumah sakit mempertimbangkan aspek kebutuhan gizi pasien dalam rangka memberikan pelayanan gizi yang tepat sesuai kaidah-kaidah gizi.
7. Perubahan perilaku : Pendekatan pelayanan gizi kepada pasien dan keluarga mempertimbangkan segala aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dalam rangka perubahan sikap dan perilaku yang mendukung perbaikan status gizi pasien. F. Ketentuan Penyelenggaraan Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan gizi rumah sakit perlu adanya ketentuan penyelenggaraan pelayanan gizi, ketenagaan gizi, sarana, peralatan dan perlengkapan, kesehatan dan keselamatan kerja, anggaran, pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan, dengan ketentuan penyelenggaraan sebagai berikut : 1. Ketentuan Penyelenggaraan Pelayanan Gizi a)
Penyelenggaraan makanan: Penyelenggaraan makanan untuk pasien dilakukan oleh rumah sakit sendiri secara penuh (swakelola) yaitu mengolah bahan makanan menjadi makanan siap konsumsi
b) Penyelenggaraan makan untuk pegawai (petugas jaga) secara umum dilakukan dengan sistem out-sourching oleh pihak ketiga c)
Pengadaan bahan makanan dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yaitu oleh Panitia Pengadaan Barang.
d) Hazard
Analisis
Critical
Control
Point
(HACCP):
HACCP
mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya dalam proses pengolahan makanan dan minuman. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (food borne disease).
e)
Pelayanan Gizi Rawat Inap : Pelayanan gizi rawat inap diberikan kepada pasien rawat inap di bawah tanggung jawab Petugas Pelayanan Gizi.
f)
Penyuluhan dan Konsultasi Gizi diberikan kepada pasien rawat jalan dan inap yang dirujuk atau yang membutuhkan penyuluhan dan konsultasi gizi. Penanggung jawab kegiatan adalah ahli gizi.
2. Ketenagaan Gizi Ketenagaan gizi mengacu kepada jabatan fungsional gizi berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI No. 894/Menkes/SKB/ VIII/2001 dan Kepala Badan Ketenagaan Negara No. 35 Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya. 3. Sarana, Peralatan dan Perlengkapan Pelayanan
gizi
rumah
sakit
memerlukan
sarana,
peralatan,
dan
perlengkapan yang memadai, antara lain ruangan penyediaan makanan beserta perlengkapannya, ruangan konseling gizi, dapur ruang perawatan, ruang pegawai serta ruang pengawas. 4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kesehatan dan keselamatan kerja sasarannya adalah petugas gizi agar dapat menghindari terjadinya kecelakaan dalam proses penyelenggaraan makanan antara lain sistem kerja yang terorganisir, dikerjakan sesuai prosedur, tempat kerja yang aman dan nyaman, beban kerja yang proporsional, pemeriksaan kesehatan berkala serta perilaku petugas yang positip terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
5. Anggaran Anggaran untuk makan pasien, pegawai dan sarana serta fasilitas untuk terselenggaranya pelayanan gizi rumah sakit berasal dari dana APBD Provinsi Banten 6. Pengawasan dan Pengendalian Mutu Pelayanan Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan secara terus menerus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tujuan agar kegiatan dapat tercapai sesuai dengan rencana.
BAB III PENGORGANISASIAN
A. Umum Organisasi Pelaksanaan. Organisasi pelaksanaan pelayanan gizi rumah sakit disusun sebagai berikut : Struktur Organisasi.
Ka. Instalasi Gizi Adm Gizi
Pj. Rawat Inap
Pj. Rawat Jalan
Pj. Produksi
S FUNG STAF GIZI
Pj. Litbang Gizi
1. Tugas dan Tanggung jawab. a. Kepala Instalasi Gizi 1) Membantu dan pelaksana dalam menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan dibidang gizi. 2) Menyelenggarakan kegiatan dukungan kesehatan berupa pelayanan gizi bagi penderita akibat pelaksanaan kegiatan operasi dan latihan satuansatuan operasional. 3) Menyelenggarakan kegiatan perencanaan dan evaluasi gizi di ruangan perawatan serta perencanaan menu. 4) Menyelenggarakan kegiatan promotif dan rehabilitatif terhadap penderita maupun keluarganya dengan mengadakan ceramah atau pendekatan dan cara-cara lain sesuai kemampuan. 5) Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang Ilmu Gizi Klinik dan Terapan. 6) Melaksanakan kegiatan diskusi, penataran, ceramah dan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu ilmu dan keterampilan pernonel medis dan paramedis di lingkungan instalasi gizi maupun ilmu penunjang lainnya. 7) Menyelenggarakan kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi baik untuk penderita rawat maupun rawat jalan. 8) Membantu pembinaan material medis maupun non medis sedemikian rupa sehingga dalam keadaan siap pakai, dengan jalan menyiapkan rencana kebutuhan pemeliharaan, pengunaan dan penghapusan pada waktunya. 9) Menyelenggarakan koordinasi dan kerja sama dengan unsur, badan dan instansi lain di dalam maupun di luar Rumah Sakit Umum Daerah Banten
untuk kepentingan pelaksanaan tugas kewajibannya sesuai tingkat dan lingkup kewenangannya. 10) Bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh kegiatan operasional Instalasi Gizi. 11) Menilai, menegur, memberi sanksi dan motivasi bawahan.
2. Staf Fungsional a) Pengaturan Jaga Bahwa dalam melaksanakan pelayanan gizi selama 24 jam harus dilaksanakan pengaturan shift jaga, dengan jumlah jam kerja sesuai ketentuan jam dinas. Shift jaga dibagi tiga yaitu shift pagi, sore dan malam. Distribusi jumlah anggota jaga sesuai beban kerja, dan setiap shift ditunjuk penanggung jawab shift. b) Pembinaan Ketenagaan. 1) Orientasi Pegawai Baru Tujuan orientasi pegawai baru adalah memperkenalkan dan memberi bekal awal tentang situasi dan kondisi lingkungan kerja, tugas dan tanggung jawab pekerjaan, serta sistem informasi dan komunikasi sehingga pegawai baru segera dapat bekerja secara professional sesuai dengan bidang tugasnya. 2) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Tujuan pendidikan dan pelatihan tenaga gizi adalah untuk peningkatan kinerja, pengetahuan dan wawasan ilmiah, ketrampilan serta perubahan sikap dan perilaku yang positif terhadap keberhasilan tugas.
Diklat non-formal. Untuk mempersiapkan tenaga mumpuni sebagai tenaga profesional
sesuai jenjang karir dan kemajuan iptek dan
lingkungan, seperti orientasi tugas, kursus-kursus, simposium, seminar, workshop. Diklat formal. Pendidikan berkesinambungan untuk menunjang keprofesian, kedudukan dan jabatan baik fungsional maupun struktural. Pelaksanaan pendidikan dikoordinasikan dengan Ka Seksi Diklat Dan Litbang c) Pemeriksaan Kesehatan Berkala Pemeriksaan kesehatan berkala bagi anggota instalasi gizi dilaksanakan 1 tahun sekali, dengan tujuan memantau status kesehatan pegawai, mengetahui dan antisipasi dini terjadinya gangguan kesehatan pegawai dan sebagai referensi
penempatan
pegawai
berdasarkan
status
kesehatannya.
Pelaksanaannya sesuai jadwal yang sudah ditentukan oleh instalasi medical check up.
3. Kebutuhan Tenaga Kebutuhan tenaga gizi berdasarkan beban kerja dan tingkat pendidikan sebagai berikut :
No
Tingkat Pendidikan
1.
D IV Gizi / S1 jurusan Gizi
2.
D III Gizi
3.
SMU / SMK Tata Boga Total
Jumlah (orang)
4. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan sistem pengawasan melekat, melalui perangkat instrument evaluasi. Contoh: Pegawai Negeri Sipil dengan Daftar Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), selain itu ada formulir penilaian harian dan penilaian kinerja tenaga sesuai fungsi dan jabatan. Evaluasi ini menjadi salah satu instrumen untuk bahan promosi jabatan, pemberian penghargaan, untuk pertimbangan peningkatan sekolah / jenjang pendidikan karir, rotasi tugas dan mutasi tenaga misalnya pensiun, penugasan dan pindah tugas.
BAB IV KEGIATAN PELAYANAN GIZI A. Umum Pelayanan gizi rumah sakit terdiri dari : penyelenggaraan makanan, pelayanan gizi pasien rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta penelitian dan pengembangan gizi terapan. B. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada pasien serta Hazard Analisis Critical Control Point (HACCP), dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Tujuannya untuk menyediakan makanan yang berkualitas baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien yang membutuhkannya. Sasaran penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Umum Provinsi Banten adalah pasien dan Karyawan. Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input) meliputi tenaga, sarana dan prasarana, metoda, peralatan; sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, serta pengolahan makanan dan pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu makanan dan kepuasan konsumen. meliputi:
Kegiatan penyelenggaraan makanan,
C. Perencanaan Anggaran Belanja Bahan Makanan Perencanaan anggaran belanja bahan makanan mencakup anggaran untuk pasien dan pegawai 1. Perencanaan Menu Merupakan kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen/ dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang.
Perencanaan menu dilaksanakan oleh Tim Penyusun yang
terdiri nutrisionis dan Pengatur Gizi 2. Siklus Menu.
Siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 10
(sepuluh) hari, ditambah menu ke 11 untuk tanggal 31. Pasien klas I, II dan III menggunakan menu non pilihan, pasien VIP menggunakan menu pilihan tertutup yaitu dapat memilih menu makan pagi dan ekstra lauk, serta untuk pasien anak disiapkan menu khusus. Prasyarat Perencanaan Menu, meliputi : a). Peraturan pemberian makanan rumah sakit. b). Standar porsi dan standar resep. c). Standar bumbu. d). Biaya. e). Alat peralatan yang ada. f). Jumlah dan kualifikasi tenaga masak serta jam kerja / shift.
Langkah Perencanaan Menu. a) Bentuk
tim
kerja
untuk
menyusun
menu
yang
terdiri
dari
dietisien/nutrisionis, kepala masak, dan bagian lain yang terkait. b) Kumpulkan tanggapan/keluhan pasien mengenai menu dengan cara menyebarkan kuesioner. c) Buat rincian macam dan jumlah pasien yang akan dilayani. d) Kumpulkan data peralatan dan perlengkapan dapur yang tersedia. e) Sesuaikan penyusunan menu dengan macam dan jumlah tenaga. f) Pertimbangkan kebiasaan makan mayoritas pasien, musim, iklim dan keadaan pasar. g) Tetapkan siklus menu 10 hari yang akan dipakai. h) Tetapkan standar porsi. i) Susun menu
Langkah Penyusunan Menu a) Mengumpulkan
berbagai
jenis
hidangan,
mengelompokkan
berdasarkan jenis makanan (lauk hewani, nabati, sayuran, buah dan snack) sehingga memungkinkan variasi yang lebih banyak. b) Menyusun pola menu dan master menu yang memuat garis besar frekuensi penggunaan bahan makanan harian dengan siklus menu yang berlaku c) Memasukkan hidangan hewani
yang serasi warna, komposisi,
konsistensi bentuk dan variasinya; kemudian disusul berturut-turut untuk lauk nabati, sayur, buah dan snack.
d) Menyiapkan formulir penilaian yang meliputi pola menu kombinasi warna, tekstur, konsistensi, rasa, aroma, ukuran, bentuk potongan, temperatur makanan, pengulangan menu penyajian dan sanitasi. e) Menilai menu dengan beberapa cara penilaian. f)
Melakukan survey untuk mengetahui tanggapan pasien.
g) Membuat
perbaikan
menu
dan
selanjutnya
menu
siap
untuk
dilaksanakan. 3. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan.
Perhitungan kebutuhan bahan
makanan untuk pasien rawat inap baik dinas maupun non dinas adalah sebagai berikut : 1) Perhitungan
Kebutuhan
Bahan
Makanan.
Merupakan
kegiatan
penyusunan kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk penyediaan bahan makanan. 2) Prasyarat yang dipenuhi dalam perhitungan kebutuhan adalah : a) Mengikuti peraturan / kebijakan yang berlaku. b) Mengikuti peraturan pemberian makanan. c) Mengikuti peraturan standar makanan untuk pasien. d) Mengikuti peraturan standar harga bahan makanan terbaru. e) Berpatokan pada siklus menu 10 hari. f) Berdasarkan jumlah kekuatan pasien dari ruang rawat inap. 3) Langkah Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan. a) Menentukan jumlah kekuatan pasien dengan mengacu data masingmasing ruang rawat inap.
b) Menentukan standar porsi tiap bahan makanan dan menghitung berat kotornya. c) Menghitung frekuensi pemakaian bahan makanan setiap siklus menu. d) Rumus kebutuhan bahan makanan :
Jumlah pasien x berat kotor x frekuensi pemakaian
4. Pemesanan Bahan Makanan.
Pemesanan bahan makanan untuk pasien
rawat inap baik dinas maupun non dinas adalah sebagai berikut : 1) Pemesanan
bahan
makanan
merupakan
kegiatan
penyusunan
permintaan (order) bahan makan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani agar tersedia daftar pesanan bahan makanan yang sesuai kebutuhan. 2) Langkah-langkah pemesanan bahan makanan. a) Dietisien/nutrisionis
membuat
rekapitulasi
kebutuhan
bahan
makanan harian untuk satu hari berikutnya. b) Menghitung kekuatan pasien berdasarkan daftar permintaan makan pasien (DPMP) dari ruang rawat inap dan jumlah pegawai dinas/jaga yang mendapat makan. c) Mengisi bon pemesanan bahan makanan d) Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan harian diajukan ke Ka.Inst Gizi untuk mendapatkan persetujuan.
e) Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan harian disampaikan ke Bagian Perbekalan, bahan makanan yang dipesan akan dikirim ke Gudang Gizi keesokan harinya pukul 08.00 – 09.00 WIB
5. Penerimaan, Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Makanan. 1) Penerimaan Bahan Makanan. a) Merupakan kegiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan dengan tujuannya adalah agar tersedia bahan makanan yang siap untuk diolah. b) Prasyaratnya adalah adanya data rincian pesanan bahan makanan harian, berupa macam dan jumlah bahan makanan yang akan diterima. Dan adanya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan. c) Langkah-langkah penerimaan bahan makanan : (1)
Bahan makanan yang dikirim oleh leveransir diperiksa, dicatat dan dilaporkan oleh Ur Bahan Makanan.
(2)
Apabila tidak sesuai dengan pemesanan baik kuantitas maupun kualitasnya
maka
dikembalikan
ke
leveransir
untuk
mendapatkan penggantian / pemenuhan dengan segera sesuai pesanan.
2) Penyimpanan Bahan Makanan. a) Penyimpanan bahan makanan merupakan
tata cara menata,
menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya, dengan tujuan tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan perencanaan, serta mengurangi resiko kontaminasi dan pembusukan. b) Prasyaratnya adalah adanya sistem penyimpanan barang, tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan, dan tersedianya kartu stok / buku catatan keluar masuknya bahan makanan. c) Langkah-langkah Penyimpanan Bahan Makanan Basah/Segar (1) Setelah bahan makanan basah diterima, bahan makanan yang langsung digunakan di bawa ke ruang persiapan bahan makanan, selebihnya disimpan di ruang penyimpanan sesuai jenisnya dan terpisah dari makanan terolah. (2) Suhu tempat
penyimpanan harus betul-betul sesuai dengan
keperluan bahan makanan, agar tidak menjadi rusak (3) Pengecekan terhadap suhu dilakukan 2 kali sehari dan pembersihan lemari es/ruangan pendingin dilakukan setiap hari (4) Pencairan es pada lemari es harus segera dilakukan setelah terjadi pengerasan. (5) Semua bahan yang akan dimasukkan ke lemari/ruang pendingin sebaiknya dibungkus plastik atau kertas timah.
(6) Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras, bersama bahan makanan yang tidak berbau. (7) Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan pendingin, perhatikan sifat buah tersebut sebelum dimasukkan ke dalam ruang/lemari pendingin. (8) Pengeluaran bahan makanan yang disimpan menggunakan sistem FIFO (First In First Out). (9) Pemasukan dan pengeluaran dicatat di buku pencatatan / kartu stok. Tabel Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah/Segar Lama Penyimpanan No 1
Jenis Bahan Makanan Daging, ikan, ayam,
< 3 hari
< 1 mgg
> 1 mgg
-5 – 0oC
-10 -
< -10oC
5oC
udang dan hasil olahannya 2
Telur, buah dan hasil
5 – 7oC
-5 – 0oC
< -5oC
10oC
10oC
10oC
25oC
25oC
25oC
olahannya 3
Sayur, buah dan minuman
4
Tepung dan biji-bijian
d) Langkah-langkah Penyimpanan Bahan Makanan Kering a. Bahan makanan ditempatkan secara teratur menurut macam, golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan. b. Bahan makanan diletakkan diatas rak bertingkat (10 cm dari dinding, 15 cm dari lantai, 50 cm dari langit-langit). c. Bahan makanan ditempatkan dalam tempat tertutup, terbungkus rapat dan tidak berlubang. d. Suhu ruangan berkisar 19 0C- 250C e. Ruangan dibersihkan setiap hari. f. Pengeluaran bahan makanan yang disimpan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), untuk mengetahui bahan makanan yang diterima diberi tanggal penerimaan. g. Monitoring tanggal kedaluarsa setiap bulan. h. Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan serta berbagai pembukuan di bagian penyimpanan bahan makanan ini, termasuk kartu stok bahan makanan harus segera diisi tanpa ditunda, diletakkan pada tempatnya, diperiksa dan diteliti secara kontinyu. i. Pintu harus selalu terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta dibuka pada wakt-waktu yang ditentukan. Pegawai yang keluar masuk gudang juga hanya pegawai yang ditentukan.
e) Langkah-langkah Penyimpanan Bahan Makanan Matang Bahan makanan matang langsung dapat didistribusikan kepada pasien, sebelumnya diambil sampel sebanyak 20-30 gram. Apabila
tidak langsung didistribusikan, harus disimpan terpisah dari bahan makanan mentah dengan suhu yang disesuaikan. f) Langkah-langkah Penyimpanan Produk Nutrisi Enteral. (1) Untuk menjaga keamanan produk nutrisi enteral sebelum diterima harus diperiksa terlebih dahulu tanggal kadaluarsanya, dipastikan kemasan masih utuh dan tidak rusak. (2) Setelah diterima produk nutrisi enteral disimpan ditempat khusus sesuai rekomendasi pabrik yaitu dengan suhu tertentu, tertutup rapat dan tidak berlubang. Hal ini untuk menjaga produk nutrisi enteral dari kerusakan. (3) Pengeluaran bahan makanan yang tersimpan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) sesuai dengan tanggal kadaluarsanya. (4) Pemasukan dan pengeluaran dicatat di buku pencatatan / kartu stok. 3) Penyaluran Bahan Makanan. a) Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan harian, dengan tujuan tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan pesanan. b) Prasyaratnya adalah adanya bon permintaan bahan makanan dan tersedianya kartu stok / buku catatan keluar masuknya bahan makanan. c) Langkah-langkah penyaluran bahan makanan :
(1) Bagian Perbekalan menyalurkan bahan makanan ke bagian Pengolahan Makanan
sesuai kebutuhan bahan makanan yang
akan diolah untuk menu siang, sore dan pagi. (2) Pencatatan dan pelaporan bahan makanan yang telah disalurkan perhari. D. Persiapan Pengolahan Bahan Makanan. 1) Persiapan pengolahan bahan makanan merupakan
serangkaian kegiatan
dalam penanganan bahan makanan, yang meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, dan merendam. 2) Tujuannya adalah untuk mempersiapkan bahan-bahan makanan, serta bumbu - bumbu sebelum dilakukan proses pemasakan sehingga bebas dari resiko kontaminasi dan pembusukan. 3) Prasyaratnya adalah tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan, tersedianya peralatan persiapan, tersedianya peraturan proses persiapan bahan makanan.
a.
Pengolahan bahan Makanan. 1) Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengolah bahan makanan mentah menjadi hidangan yang siap di konsumsi, berkualitas dan aman. 2) Tujuannya adalah untuk mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi, meningkatkan
nilai
cerna,
mempertahankan
warna,
rasa,
meningkatkan tekstur dan penampilan hidangan, serta bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.
3) Prasyaratnya adalah tersedianya siklus menu, bahan makanan yang akan diolah, peralatan pengolahan bahan makanan, aturan penilaian (quality control), dan standar pengolahan. 4) Pengolahan makanan meliputi : pengolahan makanan biasa, makanan diet dan makanan cair (sonde). 5) Macam proses pemasakan : a) Pemasakan dengan medium udara, seperti : (1)Membakar/mengepan yaitu memasak bahan makanan dalam oven sehingga masakan menjadi kering atau kecoklatan. (2)Memanggang yaitu memasak bahan makanan langsung diatas bara api sampai kecoklatan dan mendapat lapisan yang kuning. b) Pemasakan dengan menggunakan medium air, seperti : (1) Merebus yaitu memasak dengan banyak air. Pada dasarnya ada 3 cara dalam merebus, yaitu: (a) Api besar untuk mendidihkan cairan dengan cepat dan untuk merebus sayuran. (b) Api sedang untuk memasak santan dan berbagai masakan sayur. (c) Api kecil untuk membuat kaldu juga dipakai untuk masakan yang memerlukan waktu lama. (2) Menyetup yaitu memasak dengan sedikit air (a) Mengetim : memasak dalam tempat yang dipanaskan dengan air mendidih. (b)Mengukus : memasak dengan uap air mendidih. Air pengukus tidak boleh mengenai bahan yang dikukus. (c) Menggunakan tekanan uap yang disebut steam cooking. Panasnya lebih tinggi daripada merebus.
c) Pemasakan dengan menggunakan lemak, yaitu Menggoreng : memasukkan bahan makanan dalam minyak banyak atau dalam mentega/margarin sehingga bahan menjadi kering dan dapat warna kuning kecoklatan. d) Pemasakan langsung melalui dinding panci. (1) Dinding alat langsung dipanaskan seperti membuat kue wafel. (2) Menyangrai : menumis tanpa minyak, biasa dilakukan untuk kacang, kedelai, dsb. e) Pemasakan dengan kombinasi, seperti : Menumis : memasak dengan sedikit minyak atau margarin untuk membuat layu atau setengah masak dan ditambah air sedikit dan ditutup. f) Pemasakan dengan elektromagnetik : Memasak
dengan
menggunakan
energi
dari
gelombang
elektromagnetik misalnya memasak dengan menggunakan oven microwave.
b.
Pendistribusian Makanan. 1)
Pendistribusian
makanan
merupakan
serangkaian
kegiatan
penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan pasien yang dilayani (makanan biasa maupun makanan diet), dengan tujuan agar pasien mendapat makanan sesuai kebutuhan dietnya. 2)
Prasyaratnya adalah tersedianya standar pemberian makanan sesuai SPO, menyangkut standar penyediaan energi dan zat gizi lainnya serta dietetika, standar porsi, peraturan pengambilan makanan, bon permintaan makanan, sesuai ketentuan diet pasien, peralatan
makan, sarana pendistribusian makanan, tenaga pendistribusi dan jadwal pendistribusian makanan. 3)
Pendistribusian makanan menggunakan sistem yang dipusatkan (sentralisasi), dimana semua makanan sudah diporsikan ke dalam alat makan pasien di dapur Gizi.
4)
Pendistribusian makanan pasien di ruang rawat inap dilaksanakan oleh pekarya/ordeteker masing-masing ruang rawat inap dengan pengawasan nutrisionis dan Kepala Ruangan.
5)
Waktu distribusi makanan pasien di ruang rawat inap : a)
Makan Pagi
: pukul 05.30 – 06.30
b)
Selingan Pagi
: pukul 09.00 – 10.00
c)
Makan Siang
: pukul 12.00 – 13.00
d)
Selingan Sore
: pukul 15.00 – 16.00
e)
Makan malam
: pukul 17.00 – 18.00
E. Alur Pelayanan Gizi. Pelayanan Gizi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan dapat dilihat pada bagan berikut
Bagan Pelayanan Gizi bagi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan
Tidak
Diit
STOP
Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (2006)
a. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap. Pasien masuk ruang perawatan ditegakkan diagnosa oleh Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan dokter akan menentukan preskripsi diet. Pasien akan diskrining awal oleh perawat dengan menggunakan formulir MST dalam waktu 1x24 jam terhitung setelah pasien masuk perawatan. Hasil dari skrining pasien beresiko malnutrisi atau tidak beresiko malnutrisi.
1)
Pelayanan gizi pada pasien yang tidak beresiko malnutrisi. a)
Pasien baru dilakukan skrining gizi 1x 24 jam sejak pasien masuk oleh perawat, bila hasil skrining menunjukkan angka <2 maka pasien dikatakan tidak beresiko malnutrisi
b)
Ahli gizi melakukan kunjungan awal (asesmen awal) 1 x 24 jam setelah skrining gizi dilakukan oleh perawat. Ahli gizi meberikan edukasi tentang diet selama perawatan dan mengkaji ada tidaknya alergi makanan dan kebiasaan makanan pasien.
c)
Skrining akan diulang setelah 1 minggu, bila pasien masih berada dalam perawatan.
d)
Pasien dipesankan makanan sesuai preskripsi dokter ke
Instalasi
Gizi oleh Kepala Ruang rawat inap dengan menggunakan Formulir Permintaan Makan Pasien Baru. e)
Setelah makanan diolah, kemudian didistribusikan ke ruang rawat inap sesuai daftar permintaan makanan, kemudian disajikan ke pasien.
f)
Selama dirawat, pasien / keluarga yang berminat dan terutama yang akan membawa makanan dari luar rumah sakit diberi konseling gizi
oleh nutrisionis sesuai preskripsi diet dan diberikan leaflet diet sesuai penyakitnya.
2) Pelayanan gizi pada pasien yang beresiko malnutrisi. a)
Jika hasil skrining ≥2, maka pasien dikatakan beresiko malnutrisi, maka dilakukan asesmen oleh nutrisionis 1 x 24 jam setelah skrining gizi dilakukan oleh perawat
b)
Asesmen gizi meliputi pengkajian masalah antropometri, biokimia yang berkaitan dengan gizi, masalah klinis, riwayat makan dan riwayat personal pasien.
c)
Dari hasil asesmen akan ditentukan diagnosis masalah gizi dengan format PES (problem, Etiologi dan Symptom)
d)
Lalu disusun rencana Intervensi Gizi
yang didalamnya tercantum
preskripsi diet dan tujuan intervensi : (1)
Jika preskripsi diet yang ditentukan oleh nutrisionis sama dengan preskripsi diet dari DPJP maka tidak dilakukan perubahan diet
(2)
Jika preskripsi diet yang ditentukan oleh nutrisionis
berbeda
dengan preskripsi diet dari DPJP maka dilakukan kolaborasi untuk menentukan diet. e)
Pasien dipesankan makanan sesuai preskripsi diet yang telah disepakati ke Instalasi Gizi oleh Kepala Ruang rawat inap dengan menggunakan Formulir Perubahan Diet Pasien.
f)
Setelah makanan diolah, kemudian didistribusikan ke ruang ruang rawat inap sesuai daftar permintaan makanan, kemudian disajikan ke pasien.
g)
Selama dirawat pasien dan keluarga memperoleh penyuluhan atau konseling gizi oleh nutrisionis untuk memperoleh pemahaman tentang dietnya, sehingga pasien dapat menerima serta menjalankan diet.
h)
Pasien diamati sesuai rencana monitoring dan evaluasi seperti yang telah ditetapkan dalam rencana intervensi Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dalam rekam medis pasien dan dijadikan dasar pertimbangan perlu atau tidaknya penyesuaian diet.
i)
Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan gizi rawat jalan yang dilaksanakan di Poli Gizi dalam pengawasan PJ. Rawat Jalan.
j)
Bila tidak, pasien diperbolehkan pulang dan kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit berakhir.
3) Tata Laksana Pengadaan Makanan/Diet di Ruang Rawat Inap a)
Pasien Baru/Perubahan Makanan/Diet Pasien (1)
Segera setelah preskripsi diet ditentukan, perawat/pekarya ruang rawat inap mencatat nama dan diet pasien dalam buku makanan.
(2)
Perawat/pekarya ruangan mengisi formulir
daftar permintaan
makanan pasien baru/perubahan makanan/diet berdasarkan diet yang telah ditetapkan. Formulir tersebut ditandatangani oleh kepala ruangan atau yang mewakili (lihat SPO Pengisian Formulir Tambahan Makanan Pasien Baru/Perubahan Diet Pasien) (3)
Formulir dan buku makanan dibawa ke Instalasi Gizi untuk diserahkan kepada petugas yang mengerjakan administrasi
pengadaan makanan harian. Buku makanan ditandatangani oleh petugas yang menerima formulir permintaan makanan sebagai bukti sudah menerima formulir tersebut b)
Pasien Pindah Ruang Rawat inap (1)
Pasien pindah sebaiknya dilakukan sesudah makan siang.
(2)
Permintaan makanan/diet untuk pasien yang pindah ruang rawat menggunakan Formulir Permintaan Makanan Pasien Baru
c)
Permintaan Makanan/Diet Pasien Lama a.
Petugas Pramusaji mengisi Daftar Permintaan Makanan Pasien (DPMP) berdasarkan nama, klas perawatan, dan jenis diet seperti yang
tercantum dalam buku makanan (lihat SPO Pengisian
Formulir Daftar Permintaan Makanan Pasien) b.
DPMP dibuat rangkap 2 (Dua) dan ditandatangani oleh kepala ruangan/yang mewakili. Satu lembar dikirim ke Instalasi Gizi , dan 1 (satu) lembar disimpan sebagai arsip di ruang rawat inap.
c.
DPMP dibawa ke Instalasi Gizi pada saat sebelum distribusi makanan selingan/snack pagi (pukul 08.00 WIB). DPMP berlaku terhitung mulai distribusi makanan selingan (pukul 10.00 WIB). DPMP diserahkan kepada petugas administrasi yang menghitung kebutuhan bahan makanan harian.
d)
Pembatalan Makanan/Diet Untuk Pasien Pulang 1.
Pembatalan makanan bagi pasien pulang/meninggal dilakukan setelah pasien meninggalkan ruangan, menggunakan formulir Pembatalan Makanan (lihat SPO Pengisian Formulir Pembatalan Makanan Pasien).
2.
Formulir Pembatalan Makanan dikirim setiap hari ke Instalasi Gizi pada waktu-waktu sebagai berikut :
a. Waktu distribusi makan siang untuk pembatalan yang terjadi sebelum makan siang. b. Waktu distribusi makan sore untuk pembatalan yang terjadi sebelum makan sore. c. Perawat/pekarya/petugas gizi ruangan mencoret nama dan diet pasien pulang/meninggal/pindah yang ada dalam buku makanan dan petugas Subdep Gizi akan mencoret pada DPMP yang ada di Subdep Gizi.
b. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Jalan. Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan dilaksanakan di Poli Gizi. Pasien membawa rujukan dari DPJP. Pasien datang dilakukan asesmen gizi dengan mengkaji data antropometri, biokimia yang terkait dengan gizi, masalah klinis, riwayat makan dan riwayat personal. Ahli gizi menyimpulkan masalah gizi dan menentukan diagnosis gizi dengan format PES (Problem, Etiology, dan Symptom). Selanjutnya ahli gizi menentukan intervensi gizi dan memberikan penyuluhan / konseling tentang diet/terapi yang sesuai dengan dietnya. Ahli Gizi memberikan motivasi agar pasien menjalankan dietnya dan menyusun rencana monitoring serta menyarankan kunjungan ulang untuk melihat keberhasilan siet yang dijalankan oleh pasien.
F. Asuhan Gizi Asuhan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien secara optimal baik berupa pemberian makanan maupun konseling gizi. Asuhan gizi dapat diberikan pada pasien rawat inap maupun rawat jalan. a.
Tim Asuhan Gizi.
Tim asuhan gizi merupakan tim fungsional yang
mengkoordinasikan penyelenggaraan asuhan gizi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Dipimpin oleh seorang dokter penanggung jawab pelayanan dengan anggota sebagai berikut : dokter, nutrisionis, perawat, farmasis, laboratoris, radiologis, fisioterapis, rekam medis dan tenaga kesehatan lainnya yang terkait. Tim Asuhan Gizi bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi paripurna kepada pasien, terutama yang membutuhkan terapi gizi. Peran angota Tim Asuhan Gizi adalah: 1)
Dokter / Dokter Spesialis. a)
Dokter penanggungjawab pelayanan (DPJP) bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan keadaan klinis diagnosa masalah gizi pasien.
b)
Menentukan preskripsi diet pasien bersama nutrisionis.
c)
Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang peranan terapi diet.
d)
Merujuk pasien untuk konseling dan terapi gizi.
e)
Melakukan pemantauan dan evaluasi berkala bersama anggota tim selama pasien dalam masa perawatan.
2) Nutrisionis/Dietisien. a)
Mengkaji status gizi pasien berdasarkan data rujukan dari dokter DPJP.
b)
Melakukan anamnesis riwayat diet pasien.
c)
Menerjemahkan rencana diet ke dalam bentuk makanan yang disesuaikan dengan kebiasaan makan serta keperluan terapi.
d)
Memberikan
saran
kepada
dokter
berdasarkan
hasil
pemantauan/ evaluasi terapi gizi. e)
Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada pasien, bersama dengan perawat ruangan.
f)
Memberikan penyuluhan, motivasi dan konseling gizi pada pasien dan keluarganya.
g)
Melakukan kunjungan keliling (visite) baik sendiri maupun bersama dengan tenaga kesehatan terkait kepada pasien.
h)
Mengevaluasi status gizi pasien secara berkala, asupan makanan, dan bila perlu melakukan perubahan diet pasien berdasarkan hasil diskusi dengan tenaga kesehatan terkait.
i)
Mengkomunikasikan hasil terapi gizi kepada semua tenaga kesehatan terkait.
j)
Berpartispasi aktif dalam pertemuan/diskusi dengan dokter, perawat, tenaga kesehatan terkait lain,
pasien dan
keluarganya, dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan gizi.
k)
Menentukan rencana diet awal/sementara bilamana belum ada penentuan diet dari dokter.
l)
Melakukan pemantauan interaksi obat dan makanan bersama dengan tenaga kesehatan terkait lainnya.
3)
Perawat. a)
Melakukan skrining awal untuk mendeteksi adanya resiko malnutrisi.
b)
Melakukan kerjasama dengan dokter dan nutrisionis dalam memberikan pelayanan gizi kepada pasien.
c)
Membantu pasien pada waktu makan bila diperlukan.
d)
Melakukan pengukuran antropometri untuk menentukan dan mengevaluasi status gizi pasien.
e)
Bersama dengan nutrisionis memantau masalah-masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada pasien.
f)
Melakukan pemantauan, mencatat dan melaporkan asupan makanan dan respon klinis pasien terhadap diet yang diberikan.
4)
Farmasis. a)
Melaksanakan permintaan obat dan cairan parenteral berdasarkan resep dokter.
b)
Mendiskusikan keadaan atau hal-hal yang dianggap perlu dengan tim, termasuk interaksi obat dan kesehatan.
c)
Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan parenteral oleh pasien bersama perawat.
d)
Jika perlu, menggantikan bentuk obat dari jenis yang sama sesuai dengan persetujuan dokter.
e)
Bersama
dengan
nutrisionis
melakukan
pemantauan
interaksi obat dan makanan.
5)
Tenaga kesehatan lainnya (misalnya rontgen dan laboratorium). a)
Melakukan pemeriksaan rontgen dan laboratorium sesuai permintaan dokter.
b)
Bekerjasama
dengan
dokter
dan
perawat
untuk
pemeriksaan rontgen dan laboratorium. c)
Bertanggung jawab pada hasil pemeriksaan rontgen dan laboratorium.
b.
Proses Asuhan Gizi Terstandar.
Peran
nutrisionis
dalam
memberikan asuhan gizi bagi pasien yang beresiko malnutrisi dijabarkan dalam Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), yaitu suatu metoda pemecahan masalah yang sistematis, oleh Nutrisionis melalui cara berpikir dan membuat keputusan secara kritis dalam upaya menangani masalah gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang berkualitas, aman, dan efektif.
Langkah-langkah dalam PAGT yaitu : 1)
Pengkajian Gizi. Pengkajian
gizi
merupakan
kegiatan
mengumpulkan,
mengintegrasikan, dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang terkait dengan aspek asupan gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek perilaku-lingkungan serta penyebabnya. Data yang dikumpulkan adalah : a)
Data Antropometri. Pengukuran yang dilakukan antara lain tinggi badan (TB), berat badan (BB), tinggi lutut, lingkar lengan atas (LiLA), tebal lemak, lingkar pinggang, lingkar panggul dan sebagainya.
b)
Data Biokimia, Pemeriksaan Dan Prosedur Medis. Data biokimia yang akan dilakukan pengkajian adalah data biokimia yang terkait gizi atau prosedur medis yang berkaitan dengan gizi, serta gambaran fungsi organ yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi, contohnya glukosa darah, lemak darah, nilai elektrolit dan lain sebagainya.
c)
Data pemeriksaan fisik dan klinis. Pengkajian gizi dalam aspek fisik dan klinis meliputi : (1)
Kondisi kesehatan gigi dan mulut (contoh : gangguan mengunyah, kesulitan menelan).
(2)
Penampilan fisik secara umum (contoh : tampak kurus, pucat, pengerutan otot dan penurunan lemak
sub
kutan
merupakan
kondisi-kondisi
yang
menggambarkan tanda kurang gizi). d)
Data Riwayat Gizi / Makanan. Data yang dikumpulkan meliputi data asupan gizi, antara lain : (a)
Diet yang sedang dijalani.
(b)
Komposisi dan kecukupan gizi.
(c)
Pola makan termasuk makanan selingan.
(d)
Daya terima terhadap makanan. Pengumpulan data riwayat asupan gizi pasien dapat
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran kebiasaan makan / pola makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan.Anamnesis secara kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari, dengan cara recall 24 jam, yang diukur dengan menggunakan food model. Selanjutnya untuk mengetahui asupan zat gizinya dianalisis
dengan
menggunakan
Daftar
Analisa
Bahan
Makanan atau Daftar Penukar Bahan Makanan. Selain itu dapat juga dilakukan pengumpulan data kesadaran terhadap gizi dan kesehatan, meliputi : (a) Pengetahuan dan kepercayaan terhadap rekomendasi diet. (b) Kemandirian melaksanakan diet. (c) Edukasi dan konseling gizi yang sudah di dapat pada masa lalu.
Dapat pula dilakukan pengumpulan data ketersediaan makanan, meliputi : (a) Kemampuan merencanakan menu. (b) Daya beli. (c) Kemampuan atau keterbatasan menyiapkan makanan. (d) Pemilihan makanan. (e) Sanitasi dan higiene makanan. (f) Pemanfaatan program makanan. (g) Ketidak amanan makanan. e)
Data Riwayat Personal Pasien, meliputi 4 (empat) area : (1) Riwayat obat-obatan dan suplemen yg dikonsumsi, yaitu obat-obatan yang digunakan baik berdasarkan resep dokter maupun obat bebas, yang berkaitan dengan masalah gizi, dan suplemen gizi. (2) Sosial budaya, meliputi : status sosial ekonomi, budaya, kepercayaan, agama, situasi rumah, dukungan pelayanan kesehatan dan sosial serta hubungan sosial. (3) Riwayat penyakit, meliputi : keluhan utama terkait dengan masalah gizi, riwayat penyakit dahulu dan sekarang, riwayat
pembedahan,
penyakit
kronis
atau
resiko
komplikasi, riwayat penyakit keluarga, status kesehatan mental atau emosi, dan kemampuan kognitif. (4) Data umum pasien, meliputi : umur, pekerjaan, peranan dalam keluarga, dan tingkat pendidikan.
2)
Diagnosis Gizi.
Diagnosis
gizi
adalah
kegiatan
mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi, dan atau berisiko menyebabkan masalah gizi, yang merupakan tanggung jawab nutrisionis secara mandiri, merupakan langkah kritis yang menjembatani antara pengkajian gizi dan intervensi gizi. Diagnosa gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab masalah (Etiology) serta tanda dan gejala adanya masalah (Signs & Symptoms) dan disingkat menjadi P-E-S. Pengelompokan diagnosis gizi :
3)
a.
Domain Asupan.
b.
Domain Klinis.
c.
Domain Perilaku-Lingkungan.
Intervensi Gizi. Intervensi gizi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitan dengan penggunaan bahan untuk menanggulangi masalah. Komponen intervensi gizi : a)
Perencanaan intervensi.
Perencanaan
intervensi
gizi
dimulai dengan menetapkan prioritas diagnosis gizi berdasarkan derajat kegawatan masalah, keamanan, dan kebutuhan pasien, diikuti dengan memilih tindakan yang berdampak pada masalah berdasarkan penyebabnya. Dalam perencanaan intervensi gizi terdapat dua komponen yaitu : penetapan tujuan dan preskripsi diet. (1)
Tujuan intervensi.
Penetapan tujuan harus dapat diukur,
dicapai dan ditentukan waktunya.
Idealnya penetapan tujuan
dilakukan bersama dengan pasien, dan keluarganya.
Bila tujuan
tidak tercapai, dapat dikatakan bahwa intervensi gizi tersebut tidak berhasil. Menurut waktunya, tujuan dapat ditetapkan sebagai tujuan jangka panjang (misalnya selama dirawat) dan jangka pendek (misalnya pada kunjungan berikutnya). (2)
Preskripsi diet.
Preskripsi
diet
menggambarkan
rekomendasi mengenai kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat gizi, dan frekuensi makan. Preskripsi diet dirancang berdasarkan data dari pengkajian gizi, diagnosis gizi (komponen P-E-S), rujukan rekomendasi, kebijakan dan prosedur, serta kesukaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pasien.
b)
Implementasi.
Merupakan bagian kegiatan intervensi
gizi dimana nutrisionis melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan gizi kepada pasien dan tim asuhan gizi yang terkait. Intervensi gizi dikelompokkan menjadi 4 (empat) domain yaitu a)
Pemberian makanan dan zat gizi.
b)
Edukasi gizi, yaitu merupakan proses formal dalam melatih
keterampilan atau memberikan pengetahuan dalam mengelola atau memodifikasi diet dan perilaku secara sukarela untuk menjaga atau meningkatkan kesehatan. c)
Konseling gizi, yaitu kegiatan yang bersifat supportive
process, ditandai dengan hubungan kerja sama antara nutrisionis dengan pasien dalam menentukan prioritas, tujuan, target, merancang rencana kegiatan yang dipahami, dan membimbing
kemandirian dalam merawat diri sesuai kondisi dan menjaga kesehatan. d)
Koordinasi pelayanan gizi, yaitu kegiatan berkonsultasi,
merujuk atau koordinasi pemberian asuhan gizi dengan tenaga kesehatan atau institusi lain yang dapat membantu dalam merawat atau mengelola masalah yang berkaitan dengan gizi. 4)
Monitoring dan Evaluasi Gizi.
Kegiatan monitoring dan evaluasi
gizi dilakukan untuk mengetahui respon pasien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
Hasil monitoring dan evaluasi gizi ini
merupakan titik balik untuk kembali melakukan pengkajian gizi (reassessment) bila diperlukan. Setelah penilaian gizi ulang dilakukan, maka proses selanjutnya sesuai dengan proses asuhan gizi terstandar. Hal ini terus berulang sampai pasien tidak membutuhkannya lagi. a)
Komponen Monitoring dan Evaluasi Gizi. (1)
Memonitor perkembangan kondisi pasien.
Tujuan
kegiatan ini adalah untuk melihat apakah hasil sesuai yang diharapkan oleh pasien maupun tim. Kegiatan ini antara lain : 1.
Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien.
2.
Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana / preskripsi diet.
3.
Menentukan apakah status gizi pasien tetap atau berubah.
4.
Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negative
5.
Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya perkembangan dari kondisi pasien.
(2)
Mengukur hasil intervensi / dampak. Indikator dampak ditentukan oleh masalah gizi, etiologi dan gejala serta tandanya
(P-E-S).
Kegiatan
yang
terkait
dengan
mengukur dampak adalah : (a)
Memilih indikator dampak asuhan gizi untuk
mengukur dampak yang diinginkan. (b)
Menggunakan indikator dampak asuhan gizi yang
terstandar untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas perubahan pengukuran. Indikator dampak asuhan gizi meliputi : asupan makanan dan zat gizi; komposisi tubuh dan pertumbuhan; pengetahuan tentang makanan dan zat gizi;
sikap
dan
perilaku;
akses
makanan;
nilai
laboratorium; kemampuan fisik seperti aktifitas fisik; dan persepsi pasien terhadap asuhan gizi dan hasilnya. (3)
Evaluasi Dampak. Evaluasi dampak merupakan kegiatan membandingkan hasil antara data terbaru dengan data (status) sebelumnya, tujuan intervensi dan atau rujukan standar yang ditetapkan secara sistematis. dampak
ini
dapat
dipakai
untuk
Evaluasi
memutuskan
menghentikan atau melanjutkan asuhan gizi. b)
Pengelompokan Monitoring dan Evaluasi.
Terdapat 4 (empat)
domain dalam monitoring dan evaluasi gizi, yaitu : (1)
Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi, yaitu
meliputi tingkat pemahaman, perilaku, akses dan kemampuan
yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi. (2)
Dampak asupan makan dan zat gizi, yaitu meliputi
asupan makanan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen dan melalui rute enteral maupun parenteral. (3)
Dampak terhadap tanda dan gejala fisik terkait gizi, yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia, dan parameter pemeriksaan fisik. (4)
Dampak terhadap pasien terkait gizi, yaitu pengukuran
yang terkait dengan persepsi pasien terhadap intervensi yang diberikan dan dampaknya pada kualitas hidup.
G.
Penelitian dan Pengembangan Gizi Terapan.
Kegiatan penelitian dan
pengembangan gizi terapan merupakan kegiatan PGRS yang dilaksanakan secara terus menerus, dengan maksud antara lain : untuk mendapatkan masukan, evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, pengembangan teori, tatalaksana atau standar baru, serta untuk meningkatkan performa pelayanan prima rumah sakit. Penanggung jawab teknik penelitian dan pengembangan adalah PJ. Litbang Gizi a.
Penelitian. Ruang lingkup penelitian gizi terapan dapat dikelompokkan berdasarkan aspek asuhan gizi dan penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
Pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Menyusun program penelitian berdasarkan urutan dan prioritas yang dianggap penting sesuai dengan kebutuhan pelayanan gizi.
2) Melaksanakan
program
penelitian
yang
bermanfaat
dalam
meningkatkan mutu pelayanan gizi, berdasarkan kaidah-kaidah penelitian. 3) Mengevaluasi
dan
menerapkan
hasil
penelitian
dengan
mendayagunakan sarana, fasilitas, dan dana yang tersedia. Beberapa contoh topik penelitian antara lain : 1)
Standar kecukupan bahan makanan pasien
2)
Standar porsi hidangan
3)
Penerimaan terhadap hidangan tertentu
4)
Daya terima makanan di ruang perawatan
b. Pengembangan.
Kegiatan pengembangan pelayanan gizi dapat
dilakukan pada berbagai aspek penting untuk pengembangan mutu pelayanan gizi.
Beberapa aspek penting yang dapat dikembangkan
antara lain sebagai berikut : 1) Sumber daya manusia. 2) Standar terapi diet, standar resep, standar porsi, standar formula, standar bumbu, standar makanan cair, standar kebutuhan cairan. 3) Berbagai teknik pengolahan makanan, seni kuliner. 4) Standar sarana dan prasarana. 5) Program komputerisasi pelayanan gizi 6)
Penyuluhan dan konsultasi gizi dan sebagainya.
BAB V SARANA PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
a.
Umum. Agar kegiatan PGRS dapat berjalan dengan optimal maka perlu didukung dengan sarana, peralatan dan perlengkapan baik untuk rawat jalan, rawat inap maupun ruang di unit pelayanan gizi lainnya.
b.
Denah Ruangan/Dapur Gizi (Terlampir)
c.
Sarana Peralatan dan Perlengkapan Di Ruang Rawat Jalan / Konseling dan Penyuluhan Gizi (Poli Gizi) 1.
Bangunan ruang konseling dan penyuluhan gizi. Bangunan
dengan
ruangan seluas 4 x 3 meter persegi. 2.
Sarana Peralatan Kantor Tabel Kebutuhan dan Ketersediaan Peralatan Kantor di Ruang Poliklinik Gizi No
Peralatan Kantor
Standar
Ketersediaan
Kebutuhan 1
Meja+ kursi konseling gizi
√
√
2
Kursi/bangku penunggu
√
√
3
Telepon
√
-
4
Komputer + printer
√
√
5
Lemari
√
√
3.
Peralatan konsultasi dan penyuluhan. Kebutuhan dan Ketersediaan Peralatan Konsultasi dan Penyuluhan di Poliklinik Gizi No
Peralatan
Standar
Ketersediaan
Kebutuhan 1
Lemari Peraga
√
√
2
Overhead projector + slide
√
√
√
√
√
√
√
√
projector 3
Food model atau contoh makanan segar
4
Formulir :konsumsi makanan, pola makan, asupan gizi, konsultasi gizi, pencatatan dan pelaporan
5
Leaflet diit & Daftar Padanan BM
6
Audio visual
√
x
7
Wireless
√
x
8
Standar diit
√
√
9
Papan display
√
√
10
Poster-poster
√
x
11
Software konseling
√
x
12
√
Buku-buku pedoman
√
tatalaksana (ASI, Gizi Buruk, Xeroftalmia, Diabetes Melitus*), dll)
4.
Peralatan Antropometri. Untuk mendapatkan data antropometri pasien, diperlukan peralatan seperti yang tercantum dibawah ini
Tabel Kebutuhan dan Ketersediaan Peralatan Antropometri di Ruang Poliklinik Gizi No
Peralatan
Standar
Ketersediaan
Kebutuhan 1
Alat ukur tinggi badan
√
√
dewasa 2
Alat ukur berat badan dewasa
√
√
3
Alat ukur panjang badan
√
√
√
√
√
x
√
√
bayi/anak 4
Timbangan bayi (beam balance scale)
5
Alat ukur skinfold tickness caliper
6
Alat ukur Lingkar Lengan Atas (LLA)
7
Alat ukur Lingkar Kepala
√
√
(LK) 8
Alat ukur Tinggi Lutut
√
x
9
Formulir skrining
√
√
Alat-alat diatas harus ditera secara berkala oleh badan meteorolog d.
Sarana, Peralatan Dan Perlengkapan di Dapur Produksi Gizi. a.
Perencanaan
Bangunan,
Peralatan
dan
Perlengkapan.
Agar
perencanaan penyelenggaraan makanan dapat berjalan dengan optimal, maka ruangan, peralatan dan perlengkapannya perlu direncanakan dengan baik dan benar. Di dalam merencanakan sarana fisik/bangunan dapur rumah sakit diperlukan kesatuan pemikiran antara perencana dan pihak manajemen yang terkait. Oleh karena itu, diperlukan satu tim yang memiliki keahlian yang berbeda, yang secara langsung akan memanfaatkan hasil perencanaannya yang terdiri dari arsitek, konsultan manajemen, insinyur bangunan/sipil, listrik, disainer bagian dalam gedung, instalator, nutrisionis serta unsur lain di Rumkital Rsud Banten Bagian Pemeliharaan Material (Harmat), dsb. 1)
Arsitek
: Desain keseluruhan dan koordinator perencanaan.
2)
Disfaslan
: Persyaratan dana, gedung, luas serta prosedur
pemakaian dana. 3)
Insinyur
Bangunan/Sipil
:
Menetapkan
struktur
bangunan,
peralatan instalasi, perencanaan penerangan/listrik, air, AC dan sebagainya.
4)
Ahli Interior : Merencanakan desain dan tata letak peralatan,
pemasangan peralatan dalam gedung, perencanaan letak lampu, unit kerja dan kaitan antar bagian kerja yang direncanakan. 5)
Nutrisionis : menjelaskan sistem pelayanan gizi, tujuan yang akan
dicapai, macam unit kerja, arus kerja, analisa menu makanan, macam wilayah kerja di dapur Produksi Gizi. Tim perencana ini bertanggung jawab dalam mewujudkan hasil perencanaan yang semaksimal mungkin, sehingga dapat memenuhi kegunaan yang tinggi. b.
Fasilitas Ruang yang Dibutuhkan.
Ruang/tempat yang diperlukan
di Dapur Penyelenggaraan Makanan adalah : 1)
Tempat
penerimaan
bahan
makanan,
digunakan
untuk
penerimaan bahan makanan dan mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan. 2)
Tempat / ruang penyimpanan bahan makanan. Ada dua jenis
tempat penyimpanan bahan makanan yaitu penyimpanan bahan makanan segar, berupa lemari pendingin (chiller) dan lemari pembeku (freezer) dan tempat penyimpanan bahan makanan kering. 2)
Tempat persiapan bahan makanan. Tempat untuk mempersiapkan
bahan makanan dan bumbu meliputi kegiatan membersihkan, mencuci, mengupas, menumbuk, menggiling, memotong, mengiris, dan lain-lain sebelum bahan makanan dimasak. 3)
Tempat pemasakan dan distribusi makanan. Syarat tempat
pemasakan makanan adalah dilengkapi dengan cerobong asap diatas kompor. Terdiri dari dapur pengolahan makanan klas III dan II, pengolahan makanan klas I dan VIP, makanan pokok, dan dapur susu.
Syarat tempat distribusi makanan adalah dilengkapi dengan alat pemanas. 4)
Tempat pencucian dan penyimpanan alat. Pencucian alat masak
dilengkapi dengan sarana air panas, air dingin, bak-bak pencucian dan rak peralatan. Terletak terpisah dengan tempat pencucian bahan makanan. 5)
Tempat Pembuangan Sampah. Tempat-tempat sampah tertutup
dan dibuang serta dibersihkan selesai proses kegiatan. 6)
Ruang Fasilitas Pegawai. Dilengkapi dengan tempat ganti
pakaian, istirahat, kamar mandi, WC, dan loker. 7)
Ruang Pengawas. Posisi strategis, sehingga pengawas dapat
mengawasi secara menyeluruh ke semua kegiatan dapur. e.
Ruang Perkantoran. a.
Ruang Ka. Instalasi Gizi
b.
Ruang Staf gizi.
c.
Ruang Administrasi Penyelenggaraan Makanan.
d.
Ruang Tamu.
BAB VI SANITASI MAKANAN , KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1.
Sanitasi Makanan. Merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan pada
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan,
penyiapan, distribusi sampai
pada saat makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi. Salah satu kegiatan dari sanitasi makanan adalah penyehatan makanan dan minuman, merupakan upaya untuk mengendalikan faktor-faktor (proses penanganan, lingkungan, dan orang) yang mempengaruhi pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman, sehingga makanan dan minuman yang disajikan rumah sakit tidak menjadi mata rantai penularan penyakit. 2.
Prinsip Penyehatan Makanan dalam Penyelenggaraan Makanan. Menggunakan tehnik HACCP (Hazard Analisis Critical Control Point),
meliputi bahan makanan, penjamah makanan dan cara kerja yang dilakukan serta upaya pengendalian pertumbuhan kuman berbahaya. Kegunaan HACCP adalah untuk mencegah kerugian akibat penarikan / pemusnahan makanan, meningkatkan jaminan food safety, pembenahan dapur, mencegah rusaknya citra rumah sakit, dan meningkatkan kepercayaan pasien. a.
Bahan Makanan. Sumber bahan makanan. Berasal dari lokasinya yang bebas dari pencemaran logam berat, sampah, insektisida, pestisida dan kimia-B3.
bahan
Mutu bahan makanan. Bermutu baik, segar, aman, bergizi, misalnya : utuh, tidak berlubang/berulat, bentuk seragam, tidak busuk, tidak kotor, tidak layu, dan tidak kadaluarsa. Cara penanganan bahan makanan yang tepat dan baik, handling, pengepakan / pengemasan, distribusi, penyimpanan, dan penggudangan yang memenuhi syarat. b.
Hygiene Tenaga Penjamah Makanan. 1.
Tenaga penjamah makanan memenuhi syarat : a.
Mengikuti pemeriksaan kesehatan setiap satu tahun sekali dan bebas dari penyakit menular.
b.
Menjaga kebersihan diri, pakaian dan seluruh badan.
c.
Menerapkan proses kerja pelayanan yang benar dan tepat.
d.
Menerapkan hygiene dan sanitasi dengan tepat dalam penyelenggaraan makanan.
e.
Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan.
2.
Perilaku, kebiasaan dan sikap bekerja penjamah makanan. a.
Menggunakan APD sesuai SPO.
b.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja, setelah BAB/BAK, dan sesudah menjamah bahan yang kotor.
c.
Menutup mulut / hidung bila batuk atau bersin dengan sapu tangan.
3.
d.
Pergunakan masker bila diperlukan
e.
Bekerja mengolah makanan sesuai SPO.
f.
Menggunakan sendok / garpu untuk mencicip makanan.
g.
Makan di ruang makan yang disediakan.
h.
Tidak merokok di dapur.
i.
Menjaga kebersihan sarana dan prasarana dapur
Prosedur Kerja.
Kontaminasi makanan atau kontaminasi ulang
dapat disebabkan oleh perilaku si penjamah makanan selama bekerja. Hal ini disebabkan karena pegawai tidak bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang ada. Contoh bekerja sesuai prosedur, misalnya : sehabis bekerja, pegawai harus mencuci alat (panci sebagaimana mestinya dan alat tersebut langsung ditaruh dalam rak penyimpanan alat. Bila panci tersebut akan dipakai lagi, pegawai harus yakin bahwa panci tersebut bersih. Bila kotor dengan sendirinya pegawai akan mencuci dulu sebelum digunakan). 4.
Upaya Pengendalian.
Upaya
pengendalian
pertumbuhan
bakteri, virus, jamur, dan parasit. Dilakukan dengan memantau titik-titik rawan pada jalur penanganan makanan dan minuman yaitu pada : a.
Proses pembersihan bahan makanan.
Tidak
ada
makanan dan minuman yang membusuk setelah proses pembersihan bahan.
b.
Proses persiapan bahan makanan. Tersedia air bersih yang cukup, kran air dan saluran buangan ruang persiapan bahan makanan dalam keadaan bersih, tempat penampungan sampah sementara yang kuat dan mudah dibersihkan.
c.
Proses penyimpanan bahan mentah dan bahan terolah terpisah, suhunya sesuai dengan ketentuan higiene dan sanitasi makanan.
d.
Proses pemasakan dan penghangatan makanan harus sesuai dengan teknik pemasakan, sehingga tidak memungkinkan kuman tumbuh dan berkembang biak.
e.
Proses pembersihan ruang, alat dan peralatan masak. Pembersihan ruang dilakukan segera setelah proses tugas selesai dan harus sesuai dengan prosedurnya, pencucian alat masak dilakukan setiap kali selesai masak.
f.
Proses distribusi makanan ke ruangan. Alat distribusi makanan yang dipakai dilengkapi dengan tutup, dan dibersihkan secara periodik.
g.
Proses penyajian makanan di ruang rawat inap. Alat-alat makan yang akan dipakai untuk menyajikan makanan pasien infeksius dan non infeksius harus dipisahkan. Peralatan untuk pasien infeksius di desinfektan. Terbebas dari serangga atau vektor. Makanan disajikan ke pasien dalam keadaan tertutup.
3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya atau tindakan yang diterapkan dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas atau kelalaian / kesengajaan. mencegah dan mengurangi kecelakaan, kebakaran,
Dengan tujuan bahaya ledakan,
memberikan kesempatan evakuasi, pertolongan pertama kepada korban kecelakaan,
perlindungan kepada petugas, mencegah dan mengendalikan
timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik / psikis, keracunan, infeksi / menular, mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran , asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca , suara dan getaran. Prinsip Keselamatan Kerja dalam Proses Penyediaan Makanan. 1)
Secara teknis mencangkup : a)
Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang telah ditentukan.
b)
Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
c)
Perlengkapan
alat
kecil
yang
cukup
disertai
tempat
penyimpanan yang praktis dan dilengkapi dengan SPO alat tersebut. d)
Penerangan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
e)
Tersedianya ruang istirahat untuk petugas.
f)
Meletakkan alat dan peralatan secara ergonomis dan alur kerja.
2)
Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh petugas.
3)
Tugas yang dibebankan sesuai dengan kemampuan perorangan.
4)
Volume kerja yang dibagikan sesuai jam kerja yang telah ditetapkan.
5)
Perawatan dan pemeliharaan alat dilakukan secara terus-menerus agar siap dan layak pakai.
6)
Adanya gladi / latihan tentang keselamatan kerja bagi petugas.
7)
Adanya fasilitas APD dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
8)
Petunjuk penggunaan / SPO alat keselamatan kerja. Prosedur Keselamatan Kerja. 1) Di Ruang Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan. a)
Menggunakan alat pembuka peti/bungkus bahan makanan menurut cara yang tepat, posisi tangan pada tempat ke arah bagian alat yang tajam.
b)
Menempatkan barang yang berat di bagian bawah dan jika akan diangkat menggunakan alat pengangkut beroda / trolly.
c)
Mempergunakan wadah dan tutup yang sesuai, dan menghindari tumpahan bahan.
d)
Mematikan lampu bila tidak dipergunakan/ diperlukan.
e)
Mengangkat barang sesuai kemampuan.
f)
Mengangkut barang dalam jumlah yang besar secara bertahap.
g)
Membersihkan
bahan
yang
tumpah
/
licin,
bahan
berbahaya lainnya dengan segera. 2) Di Ruang Persiapan dan Pengolahan Makanan. a)
Menggunakan peralatan yang sesuai.
b)
Tidak bercakap-cakap selama menggunakan alat.
c)
Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai dengan petunjuk pemakaiannya.
d)
Membersihkan mesin dan alat lain menurut petunjuk.
e)
Konsentrasi penuh bila sedang membuka dan menutup, menyalakan atau mematikan mesin, lampu, gas / listrik / uap.
f)
Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur sesuai peruntukan.
g)
Mengisi wadah sesuai peruntukkan dan volumenya.
3) Di Ruang Pembagian Makanan. a)
Tidak mengisi panci / piring terlalu penuh.
b)
Tidak mengisi kereta makan melebihi kapasitas kereta makan.
c)
Meletakkan alat dengan teratur dan rapi.
d)
Bila
ada
alat
menggunakannya.
pemanas,
konsentrasi
sewaktu
e)
Bila membawa air panas, menutup rapat-rapat, tidak mengisi sampai penuh.
f)
Menggunakan cempal untuk peralatan yang panas.
BAB VII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
1.
Pengawasan dan Pengendalian Mutu Pelayanan Gizi. a.
Pengawasan.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar tugas atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi, pedoman, standar, peraturan dan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai tujuan yang diharapkan. Pengawasan bertujuan agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijakan yang ditetapkan dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Selain itu pengawasan bertujuan untuk membina aparatur negara yang bersih dan berwibawa.
Pengawasan ini
sifatnya melekat, baik keatasan langsung maupun pengawasan internal rumah sakit (SPI). b.
Pengendalian.
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk
melakukan pembetulan atau perbaikan pelaksanaan yang terjadi sesuai dengan arah yang ditetapkan. Pengertian pengawasan dan pengendalian hampir sama. Perbedaannya jika pengawasan mempunyai dasar hukum dan tindakan administratif, sedangkan pengendalian tidak. Pengawasan dan pengendalian bertujuan agar semua kegiatan-kegiatan dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasil guna, dilaksanakan sesuai dengan rencana, pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Bentuk-Bentuk Pengawasan Dan Pengendalian. 1)
Pencatatan dan Pelaporan. Pencatatan dan pelaporan adalah
serangkaian kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun untuk pengambilan keputusan. Pencatatan ini dilakukan pada setiap langkah kegiatan yang dilakukan. 2)
Kegiatan pencatatan dan pelaporan. a)
Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan. (1)
Formulir pemesanan bahan makanan harian.
(2)
Pencatatan bahan makanan yang diterima pada hari itu.
(3)
Pencatatan sisa bahan makanan (harian/bulanan), meliputi bahan makanan basah dan bahan makanan kering
(4)
Pencatatan
data
pemesanan
bahan
makanan
berdasarkan bon pemesanan. b)
Pencatatan
dan
Pelaporan
tentang
Penyelenggaraan
Makanan. (1)
Buku laporan timbang terima antara pergantian shift
(2)
Formulir daftar kekuatan pasien dalam sehari.
(3)
Laporan jumlah kekuatan pasien pada setiap harinya.
(4)
Laporan jumlah kekuatan petugas yang dilayani dan ekstra foeding pegawai jaga.
c)
d)
Pencatatan dan Pelaporan tentang Perlengkapan Peralatan (1)
Kartu inventaris peralatan masak.
(2)
Kartu inventaris peralatan makan.
(3)
Kartu inventaris peralatan kantor.
(4)
Formulir untuk pelaporan alat-alat masak.
Pencatatan dan Pelaporan Bahan Makanan. (1)
Pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan harian.
(2)
Perhitungan
tentang
rencana
kebutuhan
bahan
makanan untuk yang akan datang selama triwulan/ tahunan. (3)
Rekapitulasi tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan.
e)
Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Penyuluhan dan Konsultasi Gizi/Poli Gizi (1)
Mencatat registrasi pasien yang baru datang.
(2)
Membuat/mengisi leaflet sesuai standar dan diagnosa penyakitnya.
(3)
Formulir anamnesis
(4)
Formulir frekuensi makan.
(5)
Membuat rekap laporan penyuluhan / konsultasi gizi
3)
Pengawasan. a)
Standar Porsi. (1)
Untuk bahan makanan (padat) pengawasan porsi dilakukan dengan penimbangan.
(2)
Untuk bahan makanan yang cair atau setengah cair seperti susu dan bumbu dipakai gelas ukuran/liter, sendok ukuran atau alat ukur lain yang sudah distandarisasi atau bila perlu ditimbang.
(3)
Untuk pemotongan bentuk bahan makanan yang sesuai untuk jenis hidangan menggunakan pemotong
yang
sesuai
atau
dipotong
alat
menurut
petunjuk. (4)
Untuk memudahkan porsi sayuran dapat diukur dengan panci yang standar dan bentuk sama.
b)
Distribusi. Nutrisionis terlibat langsung dalam pemorsian makanan diet dan mengawasi pendistribusian makanan ke pasien.
4)
Pengendalian biaya. Pengendalian biaya adalah suatu proses dimana pimpinan atau pengelola mencoba mengatur biaya guna mencegah pemborosan dari biaya yang dikeluarkan. Biaya yang dimaksud disini yaitu biaya makan. Pengendalian harga bahan makanan untuk pasien dilaksanakan oleh Tim Pengadaan RSUD Banten
5)
Pengendalian Ketenagaan. yaitu untuk memaksimalkan efisiensi tenaga kerja secara berdaya guna sesuai dengan standar kualitas dan pelayanan yang dilakukan. Faktor yang memengaruhi ketenagaan adalah susunan menu, macam diet sesuai penyakit, jenis pelayanan, jumlah hidangan yang disajikan, jumlah dan jenis makanan yang diproduksi, peralatan yang tersedia, dan alokasi jumlah tenaga kerja.
d.
Indikator Mutu Pelayanan Gizi. 1) Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien (100%). 2) Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien (≤ 20%), 3) Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian diet (100%).
BAB VIII PENUTUP
1. Keberhasilan. Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan lainnya di rumah sakit
dan secara menyeluruh
merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan di rumah sakit. Keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) dalam memberikan pelayanan ditentukan oleh kesungguhan dan komitmen tanaga gizi dari tingkat pelaksana sampai tingkat Pimpinan di lingkungan Rumah Sakit Umum Provinsi Banten. 2. Penyempurnaan. Bilamana Buku Pedoman Pelayanan Gizi ini setelah dievaluasi dan terdapat kekurangan dan atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
pelayanan
gizi
penyempurnaan semestinya.
rumah
sakit
maka
akan
dilakukan